Oleh
Widya Ayu Putri Maharani
182011101004
Pembimbing
LAPORAN KASUS
Oleh
Widya Ayu Putri Maharani
182011101004
Pembimbing
3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Autoanamnesis dan heteroanamnesis dilakukan kepada pasien dan istri
pasien pada tanggal 10 Oktober 2018 di Ruang Sakura RSD dr. Soebandi Jember.
4
dahaknya, dan terasa sesak serta nyeri yang tidak dipengaruhi oleh aktivitas dan
cuaca. Pasien juga mengeluhkan nafsu makan menurun dan bertambah kurus (BB
turun). Tidak mual dan muntah. Pasien juga sering mengalami demam (sumer-
sumer) tetapi tidak disertai dengan menggigil, keringat dingin pada malam hari
disangkal. Menurut istri pasien, di rumah tidak terdapat anggota keluarga dengan
keluhan yang sama.
5
2.2.7 Riwayat Sanitasi LingkunganPasi
Pasien menggunakan air sumur untuk kebutuhan mandi, mencuci
dan sebagai sumber air untuk dikonsumsi. Air minum sehari-hari yang
berasal dari sumur selalu dimasak hingga mendidih sebelum dikonsumsi.
Untuk kebutuhan kakus, pasien dan keluarga menggunakan sungai.
Kesan : Riwayat sanitasi lingkungan kurang.
6
- Sistem muskuloskeletal : tremor (-) pada keempat ekstremitas
edema (-) pada keempat ekstremitas,
atrofi (-), edema (-)
7
- Mata : edema periorbita : -/-
konjungtiva anemis: +/+
sklera ikterus : -/-
eksoftalmus : -/-
refleks cahaya : +/+
mata berkunang : -/-
- Hidung : sekret (-), bau (-), pernapasan cuping hidung (-)
- Telinga : sekret (-), bau (-), perdarahan (-)
- Mulut : sianosis (-), bau (-), plak berwarna putih di lidah (-)
b. Leher
- KGB : tidak ada pembesaran
- Tiroid : tidak ada pembesaran
- JVP : normal
c. Thorax
1. Cor :
- Inspeksi : ictus cordis tampak
- Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V MCL S
- Perkusi : redup di ICS IV PSL D s/d ICS V MCL S
- Auskultasi : S1S2 (+) tunggal reguler, suara tambahan (-) murmur (-)
2. Pulmo :
Ventral Dorsal
Inspeksi: Inspeksi:
Bentuk thoraks normal Bentuk thoraks normal
Simetris Simetris
Retraksi +/+ Retraksi -/-
Ketinggalan gerak -/- Ketinggalan gerak -/-
Deviasi trakea -
8
Palpasi: P: Palpasi:
Letak trakea dan iktus kordis Nyeri tekan –
normal Ruang antar iga teraba
Ruang antar iga teraba normal
normal Ekspansi dada
Nyeri tekan – N N
Ekspansi dada
N N
N N
N N
N N
Fremitus raba
N N
N N
Fremitus raba
N N
N N
N N
N N
N N
Perkusi : Perkusi :
S S S S
S S S S
S S S S S S S S
R R R R
9
Ventral Dorsal
Auskultasi : Auskultasi :
Suara nafas dasar: Suara nafas dasar:
v↑ v v↑ v
v↑ v v↑ v
v↑ v v↑ v
- - - -
- - - -
- - - -
Wheezing Wheezing
+ - + -
+ - + -
+ - - -
Kesan: Pemeriksaan fisik pulmo terdapat kelainan pada perkusi dan auskultasi
d. Abdomen
- Inspeksi : flat, striae (-), spider nervi, pelebaran vena (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal 12x/ menit
- Perkusi : timpani di semua kuadran abdomen, shifting dullness (-)
- Palpasi : nyeri tekan abdomen (-), hepatomegali (-)
Kesan: Pemeriksaan fisik abdomen dalam batas normal
10
e. Ekstremitas
- Superior : akral hangat +/+, edema -/-, tremor (-)
- Inferior : akral hangat +/+, edema -/-, tremor (-)
Faal Hati
Gula Darah
Faal Ginjal
BUN 13 6 - 20 mg/dL
Elektrolit
Natrium 140.6 135 – 155 mmol/L
11
Kalium 3.86 3.5 – 5.0 mmol/L
12
Pemeriksaan TCM
Tidak ada pemeriksaan ulang.
2.5 Resume
Seorang laki-laki datang ke IGD RS Soebandi Jember dengan keluhan:
TPL(Temporary problem list)
Batuk darah sebanyak ± setengah ember kecil sejak pagi
Sesak
Batuk sejak dua bulan lalu
Nyeri dada
Demam sumer-sumer
RPD: Keluhan yang sama sebelumnya pernah dialami pasien, batuk lama,
sesak, dan dahak bercampur darah.
RPO: Pasien pernah mengkonsumsi OAT sebelumnya.
RPK: Tidak ada keluarga yang mengeluhkan gejala dan sakit yang sama.
Riwayat sosio ekonomi: rendah
Pemeriksaan fisik:
Didapatkan keadaan umum pasien cukup, kesadaran kompos mentis. Pada
pemeriksaan fisik paru didapatkan fremitus raba normal, terdapat suara
vesikuler meningkat dan perkusi normal, ditemukan juga suara wheezing
di paru kanan.
Pemeriksaan penunjang
Lab : Lab DL, faal hati dan Faal ginjal dalam batas normal
Pemeriksaan sputum: tidak dilakikan
Foto Thorax: Tuberculosis paru aktif.
13
2.7 Penatalaksanaan
Planing monitoring
Observasi vital sign
Saturasi O2
Pemeriksaan Darah lengkap
Observasi berat badan
Planing diagnostik
Pemeriksaan sputum
Foto thorax
Planning Terapi
O2 Nasal 3 lpm
Inf PZ 20 tpm
Inj
Santagesic 1 amp
Ceftazidine 2 x 1 gram
Asam tranexamat 3 x 1 ampul
Bricasma 1 x 0.2 cc / sc
P/O
codein 3 x 20 mg
Planing edukasi
Istirahat yang cukup
Menjelaskan tentang penyakit yang diderita pasien kepada keluarga
penyebab, perjalanan penyakit, perawatan, prognosis, komplikasi serta
usaha pencegahan komplikasi
Mengedukasi pasien untuk selalu kontrol ke poli paru
2.8 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
14
Follow Up
Rabu, 10 Oktober 2018 Kamis, 11 Oktober 2018
S KU: Pasien mengeluh batuk darah, KU: Pasien mengeluh masih batuk
sesak, nyeri dada dan lemas dan lemas
N: 92x/mnt N: 94x/mnt
pulmo/ I : simetri +/+, retraksi +/+ pulmo/ I : simetri +/+, retraksi +/+
P : sonor/sonor P : sonor/sonor
Abd: flat, BU (+) normal, timpani Abd: flat, BU (+) normal, timpani
edema --/--
15
A Tuberculosis paru dropout on therapy Tuberculosis paru dropout on therapy
kategori 2 + haemoptoe kategori 2 + haemoptoe
16
Abd: flat, BU (+) normal, timpani Abd: flat, BU (+) normal, timpani
Ext: AH di keempat akral, edema --/-- Ext: AH di keempat akral, edema --/--
17
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.2 Etiologi
18
Penyebab haemoptoe menurut penyelidikan Osler A. Abbott:
Presentase Presentase
Penyakit Pasien Penyakit Pasien
Hemoptisis Hemoptisis
Karsinoma
56,0 Empiema 24,5
bronkogenik
Metastasis
Abses paru 49,2 24,0
Karsinoma
Tumor
Bronkiektasis 43,5 20,0
Mediastinum
Obstruksi
Krista kongenital 25,8 9,0
Esofagus
1. Haemoptoe idiopatik
Haemoptoe idiopatik adalah batuk darah yang tidak diketahui
penyebabnya, dengan insiden 0.5% sampai 58% dimana perbandingan
antara pria dan wanita adalah 2:1. Biasanya terjadi pada umur 30-50
tahun dan kasus terbanyak pada umur 40-60 tahun serta berhenti
spontan dengan suportif terapi.
2. Haemoptoe sekunder
Haemoptoe sekunder adalah batuk darah yang diketahui penyebabnya.
a. Oleh karena peradangan, ditandai vaskularisasi arteri bronkiale
> 4% (normal 1%)
1) TB: batuk sedikit-sedikit, masif perdarahannya dan
bergumpal.
19
2) Bronkiektasis: bercampur purulen.
3) Abses paru: bercampur purulen.
4) Pneumonia: warna merah bata encer berbuih.
5) Bronkitis: sedikit-sedikit campur darah atau lendir.
b. Neoplasma
1) Karsinoma paru.
2) Adenoma.
c. Lain-lain
1) Trombo emboli paru – infark paru.
2) Mitral stenosis.
3) Kelainan kongenital aliran darah paru meningkat.
ASD
VSD
4) Trauma dada.
3.1.3 Patofisiologi
20
b. Adanya kekurangan protrombin yang disebabkan oleh toksemia dari basil
tuberkulosa yang menginfeksi parenkim paru. (Soeroso et al., 1992)
2. Haemoptoe pada karsinoma paru.
Terjadi oleh karena erosi permukaan tumor dalam lumen bronkus atau
berasal dari jaringan tumor yang mengalami nekrosis, pecahnya pembuluh
darah kecil pada area tumor atau invasi tumor ke pembuluh darah pulmoner.
(PAPDI, 2011)
3. Haemoptoe pada bronkiektasis:
Arteri bronkial pada bronkiektasis menjadi berliku-liku dan hipertrofi,
sehingga pada saat terjadinya peningkatan dari tekanan darah sistemik dapat
menyebabkan perdarahan masif. (PAPDI, 2011)
4. Haemoptoe pada bronchitis kronis:
Terjadi oleh karena mukosa yang radang terobek oleh mekanisme batuk.
(Pitoyo, 2011)
5. Haemoptoe pada abses paru:
Pada abses kronik dengan kavitas berdinding tebal yang sukar menutup, maka
pembuluh darah pada dinding tersebut mudah pecah akibat trauma pada saat
batuk. (Pitoyo, 2011)
6. Haemoptoe pada mitral stenosis dan gagal jantung kiri akut:
Hemoptysis pada penyakit ini diduga berasal dari pecahnya varises dari vena
bronkialis di submukosa bronkus akibat adanya hipertensi pulmonal. Pada
kasus ini tampak pelebaran pembuluh darah yang beranastomosis antara arteri
bronkialis dan pulmonalis. (PAPDI, 2011)
7. Haemoptoe pada emboli paru:
Hemoptysis timbul akibat infark jaringan paru. Perdarahan terjadi akibat
aliran darah berlebihan pada anastomosis bronkopulmonal sebelah distal dari
tempat sumbatan. (Pitoyo, 2011)
8. Haemoptoe pada Good Pasture syndrome:
Terjadi kelainan pada membrane basalis alveol kapiler yaitu terbentuknya
antibody to glomerular basement membrane (anti GBM Ab) lebih spesifiknya
kolagen tipe IV pada paru sehingga membuat hilangnya keutuhan membranan
21
basalis epithelial-endotelial dan memudahkan masuknya sel darah merah dan
netrofil masuk ke dalam alveoli. (Pitoyo, 2011)
9. Haemoptoe pada batuk keras:
Batuk yang keras dan berulang-ulang merobek mukosa bronkus. Tanda
khasnya yaitu darah terletak di permukaan sputum, jadi tidak bercampur di
dalamnya. (Pitoyo, 2011)
10. Trauma
Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami transudasi
ke dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.
(Hariadi et al., 2008)
22
4 Warna Merah segar Terkena asam lambung
berwarna hitam
6 PH Alkalis Asam
1. Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan dalam
pengamatannya perdarahan tidak berhenti.
2. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dengan
kadar Hb kurang dari 10 g%, sedangkan batuk darahnya masih terus
berlangsung.
3. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam tetapi lebih
dari 250 cc / 24 jam dengan kadar Hb lebih dari 10 g%, dan selama
pengamatan 48 jam disertai dengan perawatan konservatif batuk darahtersebut
tidak berhenti. (Soeroso et al., 1992)
23
Sedangkan kriteria hemoptisis masif menurut Ibrahim (2008):
Batuk darah > 100 ml dalam 24 jam.
Batuk darah menyebabkan abnormalitas pertukaran gas dan/atau terjadi
obstruksi saluran napas.
Batuk darah menyebabkan ketidakstabilan hemodinamik.
3.1.5 Tatalaksana
24
1. Terapi konservatif
Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring (lateral
decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk
mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat.
Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.
Batuk secara perlahan – lahan untuk mengeluarkan darah di dalam saluran
napas untuk mencegah bahaya sufokasi.
Dada dikompres dengan es, hal ini biasanya menenangkan penderita.
Pemberian obat – obat penghenti perdarahan (obat – obat hemostasis),
misalnya Vit. K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.
Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan yang
terjadi.
Pemberian oksigen.
Tindakan selanjutnya bila mungkin:
Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi
Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah dengan
bronkoskopi. (PAPDI, 2011)
2. Terapi pembedahan
Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan. Tindakan
operasi ini dilakukan atas pertimbangan:
Terjadinya hemoptysis masif yang mengancam kehidupan pasien.
Pengalaman berbagai penelitian menunjukkan bahwa angka kematian
pada perdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi 18% dengan
tindakan operasi.
Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya
hemoptysis yang berulang dapat dicegah.
Sebelum pembedahan dilakukan, sedapat mungkin diperiksa faal paru dan
dipastikan asal perdarahannya, sedang jenis pembedahan berkisar dari
25
segmentektomi, lobektomi dan pneumonektomi dengan atau tanpa torakoplasti.
(Kosasih et al., 2008)
26
3.2 Tuberculosis paru
3.2.1 Definisi
3.2.2 Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu dari 10 penyakit penyebab
kematian di seluruh dunia. Pada tahun 2016, terdapat 10,4 juta penderita TB, dan
1,7 juta diantaranya meninggal dunia (termasuk 0,4 juta orang dengan HIV
positif). Diperkirakan 1 juta anak-anak menderita TB dan 250.000 anak
meninggal karena TB (termasuk anak-anak dengan HIV terkait TB). Lebih dari
95% kematian TB terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Enam
negara dengan insiden TB paru tertinggi adalah India, Indonesia, China, Nigeria,
Pakistan dan Afrika selatan (menyumbang 60% dari total dunia), dan dari jumlah
tersebut Negara India, Indonesia dan China menyumbang sebanyak 45%
(WHO,2018).
3.2.3 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, bakteri
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/µm dan tebal 0.3-0.6/ µm. Sebagian
besar dinding bakteri terdiri dari asam lemak (lipid), yang membuat bakteri lebih
tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut dengan bakteri tahan asam
(BTA). Jenis bakteri ini pertama kali ditemukan oleh seseorang yang bernama
Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882. Bakteri ini dapat hidup di udara kering
maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal
ini terjadi karena bakteri berada dalam sifat dormant yang memungkinkan bakteri
bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi
Di dalam jaringan, bakteri ini hidup sebagai parasit intraselular yakni
dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositosis malah
27
kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini
adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan
yang tinggi kandungan oksigennya (Sudoyo et al, 2009).
3.2.4 Patogenesis
a) Tuberkulosis Primer
Penularan terjadi karena bakteri dibatukkan atau dibersinkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam
udara bebas selama 1-2 jam, tergantung ada tidaknya sinar UV ventilasi yang baik
dan kelembaban udara. Dalam suasana gelap dan lembab kuman dapat bertahan
berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang
sehat, lalu akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Bakteri dapat juga
masuk melalui luka pada kulit atau mukosa tapi hal ini jarang terjadi.
Bila bakteri ini menetap di jaringan paru maka akan membentuk sarang
Tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer. Sarang
primer ini dapat terjadi dibagian mana saja jaringan paru. Dari sarang primer akan
timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan juga
diikuti pembesaran getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer +
limfangitis local + limfadenitis regional = kompleks primer. Komplek primer ini
selajutnya dapat menjadi:
28
Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus atau kompleks (sarang) Ghon.
Berkomplikasi dan menyebar secara :
a. Per kontinuitatum, yakni menyebar kesekitarnya.
b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru
disebelahnya. Dapat juga bakteri tertelan bersama sputum dan
ludah sehingga menyebar ke usus.
c. Secara limfogen, keorgan tubuh lainnya
d. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.
29
dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah
besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik.
3.2.5 Klasifikasi
Pasien Tuberculosis dapat diklasifikasikan berdasar beberapa hal sebagai
berikut (Kemenkes RI, 2014).
a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit
- Tuberculosis paru
Adalah tuberculosis yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier
tuberculosis dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan
paru. Limfadenitis tuberculosis dirongga dada (hilus dan atau
mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang
mendukung tuberculosis pada paru, dinyatakan sebagai tuberculosis
ekstra paru. Pasien yang menderita tuberculosis paru dan sekaligus juga
menderita tuberculosis ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien
tuberculosis paru (Kemenkes RI, 2014).
- Tuberculosis ekstraparu
Adalah tuberculosis yang terjadi pada organ selain paru, misalnya:
pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput
otak dan tulang. Diagnosis tuberculosis ekstra paru dapat ditetapkan
berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis
tuberculosis ekstra paru harus diupayakan berdasarkan penemuan
Mycobacterium tuberculosis. Pasien tuberculosis ekstra paru yang
menderita tuberculosis pada beberapa organ, diklasifikasikan sebagai
pasien tuberculosis ekstra paru pada organ menunjukkan gambaran
tuberculosis yang terberat (Kemenkes RI, 2014).
30
- Pasien baru: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan
tuberculosis sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang
dari 1 bulan (˂ dari 28 dosis).
- Pasien yang pernah diobati tuberculosis: adalah pasien yang sebelumnya
pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis).
Pasien kambuh: adalah pasien tuberculosis yang pernah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis
tuberculosis berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau
klinis (baik karena benar-benar kambuh atau karena reinfeksi).
Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien
tuberculosis yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada
pengobatan terakhir.
Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-
up): adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to
follow up (klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan
pasien setelah putus berobat /default).
Lain-lain: adalah pasien tuberculosis yang pernah diobati namun
hasil akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
31
salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin
dan Amikasin).
- Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode
genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).
3.2.6 Diagnosis
1. Pemeriksaan Bakteriologis
Pemeriksaan bakteriologis bertujuan untuk menemukan kuman tuberculosis,
hal ini sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologis ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal,
bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar
lavage/BAL), urine, feses, dan jaringan biopsy (Aditama TY et al, 2004).
32
Sewaktu (dahak sewaktu kunjungan)
Pagi (Dahak keesokan harinya)
Sewaktu (dahak yang dikeluarkan saat mengantar dahak pagi)
2. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan standar ialah foto thoraks PA. Pemeriksaan lainnya dilakukan
atas indikasi: foto lateral, oblik, CT scan. Pada pemeriksaan foto thorax,
tuberculosis dapat member gambaran bermacam-macam.
Gambaran radiologis yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:
Bayangan berawan/ nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh baying opak berawan atau
nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura bilateral (umumnya), unilateral (jarang)
Gambaran radiologis yang dicurigai lesi TB inaktif:
Fibrotik
Kalsifikasi
Schwarte atau penebalan pleura
3. Pemeriksaan khusus
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberculosis adalah lamanya
waktu yang dibutuhkan untu pembiakan kuman tuberculosis secara konvensional.
Dalam perkembangan teknologi saat ini kita dapat mengidentifikasi kuman
tuberculosis secara lebih cepat seperti:
1) BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan dengan BACTEC adalah radiometric. M.
Tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2
yang akan dideteksi growth indexnya oleh alat ini (Martin, et al 2011).
33
2) Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA M.
Tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan metode ini adalah adanya
kontaminasi. Hasil pemeriksaan PCR dapat embantu menegakkan diagnosis
sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai
standar inernasional. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif, tetapi data lain
tidak ada yang mendukungke arah TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai
sebagai pegangan dalam mendiagnosis TB (Martin, et al 2011).
3) Pemeriksaan serologi
Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi
respons humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi (Martin, et al
2011).
Immunochromatographic Tuberculosis (ICT)
Immunochromatographic Tuberculosis (ICT) adalah uji serologi untuk
mendeteksi antibody M. Tuberculosis dalam serum. Uji ICT merupakan
uji diagnostic TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari
membrane sitoplasma M. Tuberculosis. Kelima antigen tersebut
diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membrane
immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung menjadi 1 garis)
disamping garis control. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml
diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi
melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibody IgG
terhadap M. Tuberculosis, maka antibody akan berikatan dengan antigen
dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila
setelah 15 menit terbentuk garis control dan minimal satu dari 4 empat
garis antigen pada membrane (Martin, et al 2011).
Mycodot
Uji ini mendeteksi antibody antimikrobal di dalam tubuh manusia. Uji ini
menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada
suatu alat yang berbentuk sisir plastic. Sisir plastic ini kemudian
34
dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut
terdapat antibody spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadaisesuai
dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir
plastic tersebut (Martin, et al 2011).
Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu uji yang mendeteksi reaksi serologi yang
terjadi (Martin, et al 2011).
Uji IgG TB
Uji IgG adalah salah satu pemeriksaa serologi dalam mendeteksi antibody
IgG dengan antigen spesifik untuk M. Tuberculosis. Uji IgG berdasarkan
antigen mikrobakterial rekombinan yang memberikan tingkat sensitifitas
dan spesifitas yang dapat diterima untuk menegakkan diagnosis. Di luar
negeri, metode ini sering digunakan untuk mendiagnosis TB ekstraparu
(Martin, et al 2011).
4) Uji Tuberkulin
Uji tuberculin yang positif menunjukkan adanya infeksi tuberculosis. Di
Indonesia dengan prevalens tuberculosis yang tinggi, uji tuberculin sebagai
alat bantu diagnosis penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan
mempunyai makna apabila didapatkan knversi, bula atau apabila kepositifan
dari uji yang didapat besar sekali. Pada orang dengan malnutrisi dan infeksi
HIV uji tuberculin ini dapa memberikan hasil negative palsu (Martin, et al
2011).
3.2.7 Tatalaksana
a. Tujuan pengobatan TB (Kemenkes RI. 2014)
- Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta kualitas hidup.
- Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak buruk
selanjutnya.
- Mencegah terjadinya kekambuhan TB.
- Menurunkan penularan TB.
- Mencegah terjadinya dan penularan TB resistan obat.
35
b. Prinsip Pengobatan TB
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam
pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien untuk
mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman TB. Pengobatan yang adekuat
harus memenuhi prinsip:
- Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung
minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi.
- Diberikan dalam dosis yang tepat.
- Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsusng oleh PMO (Pengawas
Minum Obat) sampai selesai pengobatan.
- Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap
awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan (Kemenkes RI, 2014).
c. Tahap pengobatan TB
Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap
lanjutan dengan maksud (Kemenkes RI, 2014) :
- Tahap awal: pengobatan diberikan setiap hari. Panduan pengobatan pada
tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman
yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil
kuman yang mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien mendapat
pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan
selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa
adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan
selama 2 minggu.
- Tahap lanjutan: pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting
untuk membnuh sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman
persisten sehingga dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.
36
d. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Tabel 3.1 OAT Lini pertama
Jenis Sifat Efek Samping
Isoniazid (H) bakterisidal Neuropati perifer, psikosis toksisk,
gangguan fungsi hati, kejang
Rifampisisn (R) bakterisidal Flu syndrome, gangguan GIT, urin warna
merah, gangguan fungsi hati,
trombositopenia, demam, skin rash, sesak
nafas, anemia hemolitik
Pirazinamid (Z) bakterisidal Gangguan GIT, gangguan fungsi hati, gour
artritis
Streptomisisn (S) bakterisidal Nyeri di tempat suntikan, gangguan
keseimbangan dan pendengaran, renjatan
anafilaktik, anemia, agranulositosis,
trombositopenia
Etambutol (E) bakteriostatik Gangguan penglihatan, buta warna,
neuritis perifer
Tabel 3.2 Kisaran dosis OAT lini pertama bagi pasien dewasa
Catatan: pemberian streptomisin untuk pasien yang berumur > 60 tahun atau
pasien dengan berat badan < 50 kg mungkin tidak dapat mentoleransi dosis >
37
500 mg/ hari. Beberapa buku rujukan menganjurkan penurunan dosis menjadi
10mg/kgBB/hari.
38
- Paduan OAT Kategori-1 dan Kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan
dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk
satu pasien (Kemenkes RI, 2014).
- Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk
blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam
pengobatan pasien yang terbukti mengalami efek samping pada
pengobatan dengan OAT KDT sebelumnya (Kemenkes RI, 2014).
- Paduan OAT Kategori Anak disediakan dalam bentuk paket obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 3 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan
berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien
(Kemenkes RI, 2014).
- Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket,
dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin
kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket
untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan (Kemenkes RI,
2014).
- Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket KDT
mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu (Kemenkes
RI, 2014):
Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan
resep
Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
39
f. Panduan OAT KDT lini pertama dan peruntukannya (Kemenkes RI, 2014).
Kategori-1: 2(HRZE) / 4(HR)3 Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
- Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
- Pasien TB paru terdiagnosis klinis
- Pasien TB ekstra paru
Tabel 3.4 Dosis paduan OAT KDT kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3
40
Tabel 3.7 Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZES/HRZE/ 5H3R3E3
41
h. Hasil pengobatan TB
42
DAFTAR PUSTAKA
Aditama TY. MOTT dan MDR. J Respir Indon. 2004; 24:157-9Sinha K (2012)
Now, 2-hr Test to Detect Drug-Resistant TB. The Times of India: 18–20.
http://articles.timesofindia.indiatimes.com/20120201/india/31012478_1_mdr-
tb-tb-cases-single-drug-resistant-case. Diakses pada tanggal 9 Oktober 2018.
Danusantoso, Halim. Buku Saku Ilmu Penyakit paru. Penerbit Hipokrates. Jakarta:
2000.
PAPDI. 2011. Hemoptisis dalam Panduan Pelayanan Medik. Edisi II. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
43
Peraturan Menteri Kesehatan- Penanggulangan Tuberkulosis 2016. Diakses
tanggal 10 Oktober 2018.
Pitoyo, C. W. 2011. Hemoptisis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
44