Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL RISET

HUBUNGAN RESPONSE TIME DENGAN KEPUASAN PELANGGAN


DI AMBULANS GAWAT DARURAT DINAS KESEHATAN

PROVINSI DKI JAKARTA 2017

Proposal ini sebagai Prasarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

DISUSUN OLEH :

ANTON ZARONI

0816.0100.055

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

JAKARTA

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Response time adalah kemampuan untuk merespon secepatnya terhadap

panggilan atau permintaan masyarakat untuk pelayanan ambulans dari mulai

menelpon sampai ambulans tiba di lokasi kejadian (AGD Dinkes DKI Jakarta,

2017). Unit Pelayanan Ambulans Gawat Darurat Dinas Kesehatan DKI Jakarta

adalah unit pelayanan teknis di bawah Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta

yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan Pelayanan Ambulans Gawat

Darurat bagi rnasyarakat, instansi pemerintah/swasta, organisasi dan event di

wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.

Ambulans Gawat Darurat merupakan bagian penting dari suatu sistem

kesehatan, karena Ambulans gawat darurat menyediakan pelayanan pra rumah

sakit untuk penanganan kegawatdaruratan. Kasus kegawatdaruratan antara lain :

kecelakaan, jantung, stroke, dan perdarahan.

Hasil penelitian Oktaviani, E., & Hasanbasri, M. (2013) diketahui

bahwa Pelayanan emergensi pra-hospital merupakan pelayanan yang diberikan

oleh tim ambulan sebagai transportasi emergensi sebelum pasien tiba dan diterima

oleh rumah sakit. Pelayanan emergensi pra-hospital membutuhkan kecepatan dan

ketepatan agar dapat meminimalisir resiko pasien, durasi response time menjadi

indikator penting dalam pelayanan emergensi pra-hospital. Di Kota Yogyakarta,

1
2

pelayanan emergensi pra-hospital dilakukan oleh Yogyakarta Emergency Services

118 (YES 118) dengan menggunakan ambulan PMI Cabang Kota Yogyakarta dan

ambulan rumah sakit dalam jaringan. Sistem informasi geografis digunakan untuk

mengetahui lokasi sebaran ambulan, lokasi sebaran panggilan emergensi dan

durasi response time masing-masing lokasi. Tujuan: Distribusi ambulan, lokasi

panggilan dan durasi response time dapat dinilai dengan pendekatan spasial.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pola persebaran panggilan dan kasus

emergensi, mengidentifikasi koordinasi dan komunikasi pada model pelayanan

emergensi serta mengevaluasi durasi response time berdasarkan lokasi panggilan

dan posisi unit ambulan dengan pendekatan spasial. Metode: Penelitian dilakukan

di YES 118 yang berada di markas PMI Cabang Kota Yogyakarta. Penelitian ini

menggunakan rancangan study kasus deskriptif spasial dengan data sekunder

panggilan emergensi bulan Juli 2011 - Juni 2012. Wawancara dilakukan terhadap

responden untuk menilai pengaruh alur komunikasi terhadap reponse time.

Sebagai tambahan, google maps digunakan untuk menilai perkiraan waktu tempuh

perjalanan. Hasil Penelitian: Kasus trauma lebih banyak dilayani dibandingkan

non trauma. Lokasi kejadian di jalan raya lebih dominan dibandingkan panggilan

di daerah pemukiman. Durasi response time kasus emergensi yang ditangani oleh

ambulan PMI lebih cepat dibandingkan durasi response time kasus emergensi

yang dialihkan ke ambulan yang ada di rumah sakit. Alur komunikasi yang

panjang antara pusat informasi dengan rumah sakit memperpanjang durasi

response time. Kesimpulan dan Saran: Response time lebih cepat pada pelayanan

emergensi yang dilakukan oleh ambulan PMI. Model distribusi menyebabkan alur
3

komunikasi yang kompleks sehingga menambah durasi response time. Ada

baiknya layanan emergensi terpadu memanfaatkan sistem informasi geografis

untuk meningkatkan response time yang pada akhirnya menurunkan morbiditas

dan mortalitas kasus emergensi.

Hasil penelitian Prasyta, A., Drajat, R. S., Haedar, A., & Setijowati, N.
(2016) diketahui sebanyak 15 pasien out of hospital cardiac arrest (OHCA)
dirujuk dengan menggunakan moda transportasi non ambulans, 8 pasien dirujuk
dengan ambulans non EMS dan 7 pasien menggunakan ambulans EMS. Waktu
tanggap pada 19 pasien OHCA tidak teridentifikasi, 7 pasien memiliki waktu
tanggap ≤ 20 menit dan 4 pasien memiliki waktu tanggap > 20 menit. Dari
pengujian statistik didapatkan ada hubungan antara moda transportasi dengan
waktu tanggap/response time dengan nilai p = 0,000 < α = 0,05.

Hasil penelitian SEPTIAN, B. F. (2016) diketahui bahwa Response time


merupakan kecepatan penanganan pasien dihitung sejak pasien datang sampai
dilakukan penanganan. Kejadian yang sering terjadi di IGD adalah response time
penanganan gawat darurat yang lama bisa menimbulkan kecemasan pasien, triage
di IGD mempunyai kategori warna dan Patient Acuity Scale (PACS) yaitu merah
atau P1 (gawat darurat), kuning atau P2 (gawat tidak darurat/darurat tidak gawat),
hijau atau P3 (tidak gawat dan tidak darurat), hitam atau P0 (meninggal sebelum
sampai di IGD/DOA(Death of Arrival). Tujuan: Untuk mengetahui hubungan
response time perawat dengan tingkat kecemasan pasien kategori triage kuning di
IGD RSUD Dr. Soedirman Kebumen. Metode: Penelitian menggunakan metode
korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel berjumlah 40 yang diambil
secara Accidental sampling. Data dianalisa menggunakan analisa deskriptif dan
uji bivariat Rank spearman. Hasil: Observasi Response Time Perawat dalam
tindakan keperawatan kategori Triage Kuning, cepat ada 30 responden (75%),
lambat ada 10 responden (25%). Tingkat kecemasan pasien kategori Triage
Kuning, tidak ada kecemasan ada 8 responden (20%), kecemasan ringan ada 17
responden (42,5%), kecemasan sedang ada 12 responden (30%), kecemasan berat
4

ada 3 responden (7,5%). Kesimpulan: Ada hubungan response time perawat


dengan tingkat kecemasan pasien kategori triage kuning di IGD RSUD Dr.
Soedirman Kebumen. (p=0.005(<α 0,01)

Hasil penelitian Chinh, N. D., Anh, P. G., Anh, T. T., Nghia, B. T., Son, T.

H., & Quyet, N. T. (2013) di Vit Duc Hospital diketahui ada 2.482 kematian-3.9%

dari semua pasien trauma. Dari kematian tersebut, 337 terjadi di rumah sakit,

sementara 2.145 kematian terjadi di rumah. Usia rata-rata untuk pasien dalam 2

kelompok ini masing-masing 36,4 dan 38,2 tahun. Sebagian besar adalah laki-laki

(83% dan 80%, masing-masing). Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab

utama kematian di 82% dari semua kematian. RTS sebagian besar (83%) kurang

dari 9. Selama 24 jam pertama, 77% meninggal, dan kematian pra-rumah sakit

terjadi pada 6%.

Hasil penelitian Riyadina, W., & Subik, I. P. (2016) diketahui bahwa


Korban kecelakaan sepeda motor yang masuk ke IGD RSUP Fatmawati selama
kurun waktu 1 bulan sebanyak 138 orang. Karakteristik korban adalah mayoritas
laki-laki 73,9%, berumur sekitar 21-30 tahun 43,5%, pendidikan setingkat SMU
59,4% dan bekerja sebagai pegawai swasta 55,8%. Kondisi korban yang
mengalami cedera ringan sekitar 52,2%, cedera parah 47,8%. Daerah cedera
meliputi kepala 55,1% dengan commotio cerebri 6,5%, kaki 12,3% dan
lutut/tungkai bawah 9,4%. Jenis luka meliputi luka terbuka 42,0%, patah tulang
18,0% dan luka lecet 14,5%. Faktor-faktor yang berbeda bermakna dengan
keparahan cedera adalah waktu terjadinya kecelakaan (malam hari) dan kecepatan
kendaraan ³ 60 km/jam (p<0,05).

Angka kecelakaan di Jakarta cenderung meningkat di tahun 2016 ini. Hal


itu didasarkan perhitungan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya di periode 1
Januari sampai dengan 9 Agustus 2016 dengan periode yang sama di tahun 2015.
5

Kasubdit Pembinaan dan Penegakan Hukum Ditlantas Polda Metro Jaya, Ajun
Komisaris Besar Budiyanto, mengatakan, tren peningkatan terjadi di semua sisi.
"Mulai dari peningkatan jumlah kejadian, peningkatan fatalitas korban meninggal
dunia, dan peningkatan korban luka berat," kata Budiyanto ketika dihubungi
Wartakotalive.com, Rabu (10/8/2016) sore. Untuk jumlah kejadian, kata
Budiyanto, terjadi peningkatanprosentase sebanyak 3 persen ketimbang tahun
2015.Di tahun 2016 pada 1 Januari - 9 Agustus, terjadi
jumlah kecelakaan sebanyak 3.738 kejadian. Sedangkan di tahun 2015, 3.624
laporan kecelakaan.
Sementara untuk jumlah korban tewas tercatat meningkat 4 persen. Di
tahun 2016 tercatat 341 orang tewas sepanjang 1 Januari - 9 Agustus. Lalu di
periode yang sa luka berat, kata Budiyanto, terjadi peningkatan sebanyak 3
persen. Dari 1.458 korban luka berat pada 2015, menjadi 1.528 korban pada 2016.
Polisi punya berbagai cara untuk menurunkan trend peningkatan tersebut. Cara
itu, kata Budi, antara lain kegiatan pre-emtif, seperti sosialisasi dan kampanye
keselamatan lalu lintas seperti safety riding dan safety driving di sekolah-sekolah
dan perkantoran. Ada pula, kegiatan preventif yang sudah rutin dilakukan setiap
hari. Seperti penjagaan,pengaturan dan patroli daerah rawan macet,langgar dan
laka. Penempatan kendaraan dinas atau strong point pada lokasi dan waktu rawan.
Kemudian, ada pula tindakan represif non Yusticial and Repressive Yusticial (
teguran dan sistem tilang ). Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha, pada tanggal 10
Agustus 2016.
Hasil penelitian Rampengan, S. H. (2015) diketahui bahwa penelitian
golongan statin membuktikan bahwa penurunan kadar kolesterol-LDL akan
menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit jantung koroner
dengan angka keberhasilan hanya sebesar 20-30%, sehingga harus ada upaya lain
dalam menurunkan angka kesakitan maupun kematian penyakit kardiovaskuler.
Komponen lain yang penting yaitu kolesterol-HDL yang bersifat protektif
terhadap kejadian aterosklerosis. Beberapa penelitian membuktikan bahwa
terdapat hubungan erat antara rendahnya kadar kolesterol-HDL dengan
meningkatnya kejadian penyakit kardiovaskular. Hubungan terbalik antara
6

kolesterol-HDL tinggi dan pencegahan penyakit kardiovaskular berlaku baik bagi


pria maupun wanita, serta morbiditas maupun mortalitas. Setiap kenaikan kadar
kolesterol-HDL plasma sebesar 1 mg/dl dapat mengurangi risiko penyakit jantung
koroner sebesar 2% pada pria dan 3% pada wanita. Untuk meningkatkan kadar
kolesterol-HDL, perlu diketahui target pasien yang menjadi sasaran pengobatan.
Terdapat 4 kelompok pasien yang memiliki kadar kolesterol-HDL rendah, yaitu:
pasien dengan diabetes melitus tipe 2, sindroma metabolik/obesitas sentral, usia
lanjut, dan pasca infark miokard. Penatalaksanaan pasien dengan kadar kolesterol-
HDL rendah terdiri dari terapi non-farmakologis antara lain: diet, olahraga,
berhenti merokok, dan restriksi konsumsi alkohol) serta penggunaan obat untuk
meningkatkan kadar kolesterol-HDL, diantaranya ialah golongan fibrat dan asam
nikotinik. Obat-obat ini dapat dikombinasikan dengan obat lain seperti golongan
statin.

Hasil penelitian KHOIRUNISA, D. (2014) diketahui bahwa serangan


jantung terjadi tanpa diduga, dimanapun dan kapanpun. Peran pra rumah sakit
merupakan elemen yang strategis dalam menentukan tingkat survival Tentunya
keluargalah yang berperan dalam keadaan tersebut. Pengetahuan akan penanganan
dan tindakan yang harus dilakukan oleh keluarga saat serangan terjadi sangatlah
berperan penting dalam meningkatkan kemungkinan keselamatan pasien,
mengingat dampak dari serangan jantung sangatlah berbahaya dan sangat
berpotensi menimbulkan kematian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengetahuan keluarga dalam pertolongan pertama serangan jantung.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan jumlah populasi 334 responden.
Jumlah sampel 84 responden dengan menggunakan teknik pengambilan sampel
yaitu purposive sampling yang disajikan dalam bentuk prosentase. Pengumpulan
data pada penelitian ini menggunakan kuesioner. Analisa data menggunakan
analisa prosentase. Hasil penelitian terhadap 84 responden didapatkan bahwa
sebagian besar responden yaitu 52 responden (61,9%) mempunyai pengetahuan
buruk tentang pertolongan pertama serangan jantung/infark miokard, dan hampir
setengahnya yaitu 32 responden (38,1%) mempunyai pengetahuan baik tentang
7

pertolongan pertama serangan jantung. Dari hasil penelitian diatas dapat


disimpulkan bahwa pengetahuan keluarga dalam pertolongan pertama serangan
jantung sangat diperlukan. Hal ini dapat mengurangi tingkat kematian pasien
IMA. Kata kunci : Pengetahuan, Keluarga, Pertolongan Pertama Serangan
Jantung, Infark Miokard

Hasil penelitian Bonaca, M. P., Bhatt, D. L., Braunwald, E., Cohen, M.,
Steg, P. G., Storey, R. F., ... & Sabatine, M. S. (2014) diketahui bahwa terapi
antagonis reseptor P2Y12 direkomendasikan selain ASA sampai 1 tahun setelah
sindrom koroner akut untuk mengurangi kejadian iskemik. Sebaliknya, manfaat
terapi antiplatelet ganda jangka panjang di luar 1 tahun tetap tidak jelas.
Ticagrelor adalah antagonis reseptor P2Y12 yang kuat dan reversibel yang telah
terbukti lebih unggul dari clopidogrel pada pasien dengan sindrom koroner akut
hingga 1 tahun.

PEGASUS-TIMI 54 adalah uji coba multinasional acak, double-blind,


placebo-controlled, multinasional yang dirancang untuk mengevaluasi khasiat dan
keamanan ticagrelor selain aspirin (75-150 mg) untuk pencegahan kejadian
kardiovaskular utama pada pasien dengan Riwayat infark miokard dan faktor
risiko. Pasien dengan riwayat infark miokard spontan dalam 1 sampai 3 tahun
diacak dengan cara 1: 1: 1 untuk ticagrelor 90 mg dua kali sehari, ticagrelor 60 mg
dua kali sehari, atau plasebo yang sesuai, semua dengan ASA dosis rendah,
sampai akhir pembelajaran. Titik akhir primer adalah gabungan kematian
kardiovaskular, infark miokard, atau stroke. Rekrutmen dimulai pada bulan
Oktober 2010 dan selesai pada bulan April 2013 dengan ukuran sampel lebih dari
21.000 pasien. Uji coba ini direncanakan berlanjut sampai yang terakhir dari
1.360 titik akhir primer yang diadili diakumulasikan atau pasien terakhir diacak
telah mengikuti setidaknya 12 bulan.

PEGASUS-TIMI 54 sedang menyelidiki apakah penambahan terapi


antiplatelet intensif dengan ticagrelor terhadap aspirin dosis rendah mengurangi
8

kejadian kardiovaskular utama yang merugikan pada pasien berisiko tinggi


dengan riwayat infark miokard.

Penelitian Galatzer-Levy, I. R., & Bonanno, G. A. (2014), diketahui


bahwa jalannya depresi dalam kaitannya dengan infark miokard (MI), yang biasa
dikenal dengan serangan jantung, dan konsekuensi mortalitas tidak ditandai
dengan baik. Selanjutnya, optimisme dapat memprediksi baik efek MI terhadap
depresi maupun mortalitas sekunder terhadap MI. Dalam penelitian saat ini, kami
menggunakan sampel prospektif berpendidikan populasi yang lebih besar (N =
2,147) untuk mengidentifikasi lintasan depresi heterogen dari 6 tahun sebelum MI
pertama mereka dilaporkan ke 4 tahun setelahnya. Temuan menunjukkan bahwa
individu mengalami peningkatan risiko mortalitas yang signifikan saat depresi
muncul setelah MI pertama mereka dilaporkan, dibandingkan dengan individu
tangguh yang tidak memiliki elevasi post-MI signifikan dalam simtomatologi
depresi. Individu dengan depresi kronis dan mereka yang menunjukkan depresi
pra-peristiwa yang diikuti pemulihan setelah MI tidak berisiko tinggi.
Selanjutnya, optimisme, yang diukur sebelum MI, secara prospektif membedakan
semua individu depresi dari peserta yang tangguh.

Hasil penelitian Adawiyah, A. J. (2015) diketahui bahwa sebagai lembaga


keuangan mikro yang ternama di Sukorejo, BMT Bismillah ingin selalu menjaga
eksistensinya, dengan senantiasa memberikan service excellence kepada
nasabahnya sehingga nasabah menjadi puas dan loyal. Agar service excellence
tersebut dapat terlaksana, tentunya harus ada subjek atau pelaku yang dapat
menyampaikan pelayanan prima yang menjadi tujuan utama. Subjek atau pelaku
yang di maksud adalah seorang customer service. BMT Bismillah tentunya
memiliki standar-standar service excellence yang harus di terapkan oleh customer
service. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti mengenai bagaimana
implementasi service excellence yang diterapkan oleh customer service BMT
Bismillah Sukorejo dengan mengalisisnya menggunakan standar-standar yang
ada. Yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana
implementasi standar service excellence terhadap pelayanan yang sebenarnya
9

terjadi di BMT Bismillah yang di laksanakan oleh customer service. Jenis


penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan mengambil lokasi
penelitian di BMT Bismillah Sukorejo dengan menggunakan pendekatan
kualitatif. Data-data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder
yang diperoleh dengan menggunakan metode interview (wawancara) dengan
customer service, dokumentasi dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa customer service mampu mengimplementasikan standar-standar yang
sudah ditetapkan oleh BMT Bismillah kedalam pelayanan yang sudah menjadi
tugasnya, namun bukan sembarang pelayanan tapi pelayanan prima (service
excellence) yang meliputi aspek dasar Accountability (Tanggung Jawab), Action
(Tindakan), Attention (Perhatian), Appearance (Penampilan), Attitude (Sikap),
Ability (Kemampuan) yang mampu memuaskan dan menarik hati nasabah agar
tetap loyal kepada BMT Bismillah. Kata Kunci : Service Excellence, Customer
Service, BMT Bismillah, Standar Pelayanan Prima BMT Bismillah.

Pelayanan prima adalah kepedulian kepada pasien dengan memberikan


layanan terbaik untuk memfasilitasi kemudahan pemenuhan kebutuhan dan
mewujudkan kepuasannya (Barata, 2003). Salah satu pelayanan prima adalah
pelayanan kesehatan yang terdapat di Ambulans Gawat Darurat Dinas
Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Pelayanan kesehatan bertujuan untuk
mengatasi masalah kesehatan seseorang. Hasil penelitian Badan Pusat
Statistik (2012) bahwa persentase penduduk yang mengalami keluhan
kesehatan dari tahun 2003 hingga 2009 mengalami peningkatan, yakni
24.41% (2003), 26.51% (2004), 26.68% (2005), 28.15% (2006), 30.90%
(2007), 33.24% (2008), 33.68% (2009). Berdasarkan keadaan tersebut
kebutuhan masyarakat akan layanan kesehatan akan ikut meningkat. Salah
satu outcome dari layanan kesehatan selain kesembuhan pasien adalah
kepuasan pasien (Pohan, 2006).

Kepuasan adalah perasaan senang ketika sesuatu yang yang


diharapkan telah terpenuhi. Menurut Kotler (2002), kepuasan merupakan
perasaan senang yang dirasakan seseorang setelah membandingkan antara
10

hasil suatu produk dengan harapannya. Kepuasan merupakan salah satu


indikator keberhasilan pelayanan kesehatan, salah satunya yaitu kepuasan
pasien. Supriyanto (2010) mendefinisikan kepuasan pasien sebagai perasaan
senang karena jasa (pelayanan) yang diterima sesuai dengan harapan.
Simamora (2003) menyebutkan ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan
pelanggan, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
diantaranya yaitu karakteristik individu, kebudayaan, sosial, dan faktor
emosional. Faktor eksternal diantaranya yakni karakteristik produk, harga,
pelayanan, lokasi, fasilitas, image, desain visual, suasana dan komunikasi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien menurut Kotler (2002)
diantaranya adalah mutu, pelayanan, dan nilai.
Pelayanan dalam hal ini adalah pelayanan kesehatan yang diterima
oleh pasien. Kebutuhan pasien terhadap layanan kesehatan yang semakin
kompleks akan menuntut pelayanan kesehatan yang profesional dalam
mengatasi masalah kesehatan. Salah satu pelayanan kesehatan yang ada di
Indonesia adalah pelayanan keperawatan. Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor: 279/MENKES/SK/IV/2006 menjelaskan bahwa pelayanan
keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang
didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk layanan biologis,
psikologis, sosial dan spiritual secara menyeluruh yang ditujukan kepada
individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup
seluruh proses kehidupan manusia.
Unit Pelayanan Ambulans Gawat Darurat Dinas Kesehatan DKI Jakarta
melakukan pelayanan kepada masyarakat DKI Jakarta selama 24 jam antara lain
: primery medevac, secondary madevac dan non emergency. Pada tahun 2017
ambulans gawat darurat mempunyai 39 titik pos standby yang tersebar di 5
(lima) wilayah DKI Jakarta dan diharapkan mampu melayani kebutuhan
masyarakat akan ambulans.
Problematika kemacetan di Provinsi DKI Jakarta akan berpengaruh
terhadap response time dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap
masyarakat terutama untuk pelayanan pra rumah sakit. Pada tahun 2017
11

Ambulans Gawat Darurat menyediakan 39 pos standby ambulans yang tersebar di


5 (lima) wilayah DKI Jakarta dan Ambulans Motor sebagai unti reaksi cepat
(URC) untuk mempercepat response time yang diharapkan dapat menurunkan
angka kecacatan dan kematian pada kasus kegawatdaruratan. Response time dan
kepuasan pelanggan merupakan indicator penting yang harus dicapai, karena
keduanya merupakan sasaran mutu yang telah ditetapkan di Unit Pelayanan
Ambulans Gawat Darurat Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta yaitu Response
time maksimal 35 menit dan kepuasan pelanggan minimal 95%.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti merumuskan masalah
adakah hubungan response time dengan kepuasan pelanggan di Ambulans
Gawat Darurat Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan response time dengan kepuasan
pelanggan di Ambulans Gawat Darurat Dinas Kesehatan Provinsi DKI
Jakarta
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mendeskripsikan response time di Ambulans Gawat Darurat Dinas
Kesehatan Provinsi DKI Jakarta
2. Memdeskripisikan kepuasan pelanggan terhadap pelayanan di
Ambulans Gawat Darurat Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta
3. Menganalisa hubungan antara response time dengan kepuasan
pelanggan Ambulans Gawat Darurat Dinas Kesehatan Provinsi DKI
Jakarta
12

1.4 Studi Pustaka


a. Konsep Dasar Response Time
i. Definisi Response Time
Respone Time adalah kemampuan untuk merespon secepatnya terhadap
panggilan atau permintaan masyarakat untuk pelayanan ambulans dari
mulai menelpon sampai ambulans tiba di lokasi kejadian
ii. Faktor-faktor yang mempengaruhi response time pelayanan di
Ambulans Gawat Darurat Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta adalah
:
1. Internal
a. Kesiapan Command and Control Ambulance (CCA)
b. Kesiapan petugas dan unit ambulans
c. Jumlah petugas dan unit ambulans
d. Tingkat pengetahuan petugas tentang rute tercepat menuju
tempat kejadian perkara (TKP)

2. Eksternal
a. Jarak antara tempat kejadian perkara (TKP) dengan titik pos
ambulans
b. Akses dari titik pos ambulans ke TKP (kemacetan, jalan kecil
atau gang, banjir dan lain-lain)

Dari faktor-faktor diatas sangat berpengaruh terhadap response time


pelayanan terhadap pelanggan atau pasien sehingga output yang
diharapkan adalah pasien puas dengan pelayanan yang diberikan.

b. Konsep Dasar Ambulans

i. Definisi Ambulans Gawat Darurat


Ambulans adalah alat transportasi yang digunakan untuk
mengangkut pasien yang dilengkapi dengan peralatan
medis sesuai dengan standar.
13

Sumber : Pergub Nomor 120 Tahun 2016 “Tentang


PelayananAmbulans dan Mobil Jenazah”

ii. Fungsi Ambulans Gawat Darurat


Alat transportasi yang digunakan untuk merujuk dan
cmengevakuasi pasien gawat darurat dengan menggunakan
transportasi darat yang telah memiliki izin operasional dan
dilengkapi dengan peralatan medis sesuai standart.

Sumber : Pergub Nomor 120 Tahun 2016 “Tentang


PelayananAmbulans dan Mobil Jenazah”

iii. Jenis atau type Ambulans Gawat Darurat


Jenis atau type ambulans gawat darurat ada 2 (dua) yaitu :
a. Ambulans Dasar (Basic)
b. Ambulans Lanjutan (Advance)

Sumber : Pergub Nomor 120 Tahun 2016 “Tentang


PelayananAmbulans dan Mobil Jenazah”

c. Konsep Dasar Keperawatan Pra Rumah Sakit


i. Definisi Perawat Pra Rumah Sakit
Perawat pra rumah sakit adalah seseorang yang telah lulus
pendidikan perawat baik didalam maupun luar negeri sesuai
dengan peraturan perundang-undangan (Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. HK. 02.02/MENKES/148/I/2010) yang
bertugas di ambulans gawat darurat. dengan kompetensi
khusus dan dapat melakukan tindakan pertolongan pada
pasien sebelum pasien dating kerumah sakit.
14

i. Peran dan Fungsi Perawat Pra Rumah Sakit


Peran merupakan seperangkat tingkah laki yang diharapkan
oleh orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukanya dalam
suatu sistem. Perawat pra rumah sakit mempunyai peran dan
funsi sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan sebelum
pasien datang kerumah sakit.

d. Pelayanan Pra Hospital di Ambulans Gawat Darurat Dinas


Kesehatan Provinsi DKI Jakarta
Definisi Pelayanan Pra Hospital
Pelayanan keperawatan yang dilakukan kepada pasien yang
mengalami kegawatdaruratan yang dilakukan langsung
ditempat kejadian (dirumah, dijalan, dtempat keramaian dan
lain-lain) sebelum keperawatan di rumah sakit.

e. Teori Kepuasan Pelanggan (pasien)


Definisi
Oliver (dalam Koentjoro, 2007) mendefinisikan kepuasan
merupakan respon sesorang terhadap dipenuhinya kebutuhan
dan harapan. Respon tersebut merupakan penilaian
seseorang terhadap pelayanan pemenuhan kebutuhan dan
harapan, baik pemenuhan yang kurang ataupun pemenuhan
yang melebihi kebutuhan dan harapan. Kepuasan merupakan
perasaan senang yang dirasakan seseorang setelah
membandingkan antara hasil suatu produk dengan
harapannya (Kotler, 2005).

i. Mekanisme Kepuasan Pelanggan


15

Kepuasan pelanggan (pasien) terjadi apabila apa yang


menjadi kebutuhan, keinginan, atau harapannya dapat
terpenuhi. Harapan tersebut dapat terpenuhi melalui
jasa (pelayanan kesehatan) yang diterima olehnya. Oleh
karena itu kepuasan pasien adalah selisih (gap) antara
layanan yang diterima oleh pasien dengan harapan
pasien pada layanan tersebut (Supriyanto,2010).
Kepuasan merupakan selisih antara persepsi dengan
harapan, artinya terdapat dua unsur penting dalam
menimbulkan suatu kepuasan pada pasien, antara lain:
a. persepsi pasien/pelanggan
Potter & Perry (2005), persepsi merupakan proses
seseorang memilih, merumuskan dan menafsirkan
masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran.
Persepsi terbentuk oleh apa yang diharapkan dan
adanya suatu pengalaman Gunarsa (2002), persepsi
merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa, yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan. Persepsi dapat mempengaruhi
kepuasan pasien terhadap suatu pelayanan, kepuasan
tersebut akan timbul apabila perbandingan nilai
persepsi atau kenyataan yang dirasakan tersebut lebih
besar daripada harapan pelanggan.
b. harapan pasien/pelanggan
Olson dan Dover (dalam Tjiptono, 2000), harapan
merupakan keyakinan seseorang sebelum mencoba atau
membeli suatu produk, yang dapat dijadikan standar
atau acuan dalam menilai kinerja suatu produk tersebut.

ii.Pengukuran Kepuasan Pelanggan


16

Pemantauan dan pengukuran terhadap kepuasan pelanggan


telah menjadi hal yang sangat esensial bagi setiap
perusahaan. Hal ini dikarenakan langkah tersebut dapat
memberikan umpan balik dan masukan bagi keperluan
pengembangan dan implementasi strategi peningkatan
kepuasan pelanggan.

Menurut Parasuraman, et al yang dikutip dari Gultom (2008)


mengidentifikasi lima kelompok karakteristik yang digunakan
oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas pelayanan,
yaitu :
1. Tangibles (penampilan fisik) meliputi fasilitas fisik,
perlengkapan pegawai, dan sarana komunikasi.
2. Reability (kehandalan) yaitu kemampuan memberikan
pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan
memuaskan.
3. Responsiviness ( ketanggapan) yaitu keinginan para staff
untuk membantu para pelanggan dan memberikan
pelayanan dengan tanggap.
4. Assurance (jaminan) yaitu mencakup pengetahuan,
kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang
dimiliki para staff, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-
raguan.
5. Empaty (empati) meliputi kemudahan dalam melakukan
hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan
memahami kebutuhan para pelanggan.

Di Ambulans Gawat Darurat Dinas Kesehatan Provinsi DKI


Jakarta menggunakan SMS Gateway untuk melakukan survey
kepuasan pelanggan, dimana setiap pasien yang menggunakan
jasa pelayanan ambulans akan dikirim survey kepuasan
17

pelanggan melalui SMS Gateway, pada penelitian ini


khususnya untuk pelayanan pra hospital yang diadakan
penelitian dan target pencapaian survey kepuasan pelangggan
adalah minimal 95%.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori dan Konsep Terkait


Kepuasan (Satisfaction) adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang
muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan
terhadap kinerja (atau hasil) yang diharapkan. Jika kinerja berada di bawah
harapan maka pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan maka
pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan maka pelanggan amat puas
atau senang (Kotler 2006:177). Jadi, kepuasan merupakan fungsi dari
persepsi atau kesan atas kinerja dan harapan.

Menurut Lovelock dan Wirtz (2011:74) “Kepuasan adalah suatu sikap yang
diputuskan berdasarkan pengalaman yang didapatkan. Kepuasan merupakan
penilaian mengenai ciri atau keistimewaan produk atau jasa, atau
produk itu sendiri, yang menyediakan tingkat kesenangan konsumen
berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan konsumsi konsumen. Kepuasan
konsumen dapat diciptakan melalui kualitas, pelayanan dan nilai. Kunci
untuk menghasikan kesetian pelanggan adalah memberikan nilai pelanggan
yang tinggi.

Menurut Kotler & Armstrong (2012:36), nilai pelanggan adalah


perbandingan pelanggan antara semua keuntungan dan semua biaya yang
harus dikeluarkan untuk menerima penawaran yang diberikan. Jumlah biaya
pelanggan adalah sekelompok biaya yang digunakan dalam menilai,
mendapatkan dan menggunakan produk atau jasa. Karena kepuasan
pelanggan sangat tergantung pada persepsi dan ekspektasi pelanggan, maka
sebagai pemasok produk perlu mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhinya.

18
19

2.2 Penelitian Terkait

Apriyanto, Y., Nursalam, N., & Sunarno, A. (2017). Melakukan


penelitian tentang TECHNICAL INDICATORS OF CARDIO-
PULMONARY RESUSCITATION (CPR) WITH TRAVELING TIME 20,
40 AND 60 KM/H. Jurnal NERS, 5(1), 21-28. Diketahui bahwa ambulans
memiliki aturan kecepatan khusus. Ambulans bisa berakselerasi lebih dari 80
km / jam dan bisa menembus lampu lalu lintas. Selama pengangkutan pasien
mungkin terkena serangan jantung. Hampir semua perawat di rumah sakit
telah melaporkan bahwa melakukan CPR selama pengangkutan sulit
dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh
waktu tempuh 20 km / jam, 40 km / jam dan 60 km / jam terhadap indikator
teknis CPR. Metode: Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah pra
eksperimen. Populasi adalah perawat di ambulans 118 RS dr Soetomo
Surabaya. Sebanyak 14 responden diambil sebagai sampel dengan purposive
sampling. Variabel independen adalah efektivitas waktu tempuh, sedangkan
variabel terikatnya adalah indikator teknis CPR: Tidal Volume (TV), posisi
tengara, kompresi dada yang dalam dan ritme kompresi dada pada manekin.
Data diukur dengan lembar pengamatan dan kemudian dianalisis dengan uji
Chi-kuadrat dengan taraf signifikansi α ≤ 0,05. Hasil: Hasil penelitian
menunjukkan bahwa waktu tempuh 20 km / jam dan 40 km / jam
berpengaruh signifikan terhadap indikator teknis CPR, namun tidak sebesar
60 km / jam. Diskusi: Bisa disimpulkan, semakin cepat waktu tempuh,
semakin sulit melakukan CPR. Studi lebih lanjut harus melibatkan waktu
tempuh dan keakuratan indikator teknis CPR untuk merawat dan
mengamankan pasien, baik dalam kasus traumatis maupun non traumatis.

Hasil penelitian Oktaviani, E., Sanjaya, G. Y., & Hasanbasri, M. (2013).


Tentang Sentralisasi Layanan Emergensi sebagai Upaya Peningkatan Durasi
Response Time. SESINDO 2013, 2013. Diketahui bahwa pelayanan
emergensi pra-hospital merupakan pelayanan yang diberikan oleh tim
ambulan sebagai transportasi emergensi sebelum pasien tiba dan diterima
oleh rumah sakit. Pelayanan emergensi pra-hospital membutuhkan kecepatan
dan ketepatan untuk meminimalisir resiko pasien. Sehingga durasi response
time menjadi indikator penting dalam pelayanan emergensi pra-hospital.
Pelayanan emergensi pra-hospital di Kota Yogyakarta dilakukan oleh
Yogyakarta Emergency Services 118 (YES 118) dengan mengadopsi dua
20

model layanan emergensi tersentralisasi (oleh ambulan PMI) dan layanan


emergensi terdistribusi (oleh ambulan rumah sakit). Penelitian ini
bertujuanuntukmendeskripsikandistribusi pelayanan ambulan, lokasi
panggilan dan durasi response time dinilai dengan pendekatan spasial.
Penelitian dilakukan di YES 118 menggunakan pendekatan study kasus
deskriptif dengan data sekunder panggilan emergensi bulan Juli 2011 - Juni
2012, wawancara terhadap 12 informan dan komparasi perkiraan waktu
tempuh dengan google maps. Response time pelayanan emergensi
tersentralisasi lebih cepat dibandingkan model distribusi. Model distribusi
menggunakan alur komunikasi yang kompleks sehingga menambah durasi
response time.

2.3 Kerangka Teori

Faktor faktor internal

1. Tangibles
(penampilan fisik)
2. Reability (kehandalan)
3. Responsiviness (
ketanggapan)
4. Assurance (jaminan)
5. Empaty (empaty)

Kepuasan
Faktor-faktor external : Pelanggan :

1. Karakteristik produk - Ya
2. Harga - Tidak
3. Pelayanan
4. Lokasi
5. Fasilitas
6. Image
Keterangan :
7. Desain visual
8. Suasana
9. komunikasi
BAB III

KERANGKA KERJA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Response time petugas Kepuasan pelanggan :


Ambulans Gawat Darurat
- Ya
Dinkes DKI Jakarta dalam
- Tidak
melakukan pelayanan

3.2 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ha : Ada hubungan response time dengan kepuasan pelanggan

di Ambulans Darurat Dinas Kesehatan Provinsi DKI

Jakarta

Ho : Tidak ada hubungan response time dengan kepuasan

pelanggan di Ambulans Darurat Dinas Kesehatan Provinsi

DKI Jakarta

21
22

3.3 Definisi operasional, alat ukur, hasil ukur dan sklala ukur variable :
N VARIABEL DEFINISI ALAT CARA HASIL SKALA
O OPERASIONA UKUR UKUR UKUR UKUR
L
1 Response Kemampuan Arlojio/ Petugas Ordinal
time untuk stopwace medical
merespon record Maksi
secepatnya mengitung mal 35
terhadap berapa menit
panggilan atau lama
permintaan pasien
masyarakat ditangani
untuk petugas
pelayanan Ambulans
ambulans dari Gawat
mulai Darurat
menelpon dari mulai
sampai telephon
ambulans tiba
di lokasi
kejadian
2 Kepuasan Suatu keadaan SMS Guttman -Ya Ordinal
pelanggan dimana Gateway -Tidak
kebutuhan,
keinginan, dan
harapan
pelanggan
dapat
terpenuhi
melalui
pelayanan
yang diberikan

Anda mungkin juga menyukai