Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
 Luka bakar adalah luka yang dapat timbul akibat kulit terpajan ke suhu tinggi, syok
listrik, atau bahan kimia (Corwin, 2001).
 Luka bakar merupakan jenis luka, kerusakan jaringan atau kehilangan jaringan yang
diakibatkan sumber panas ataupun suhu dingin yang tinggi, sumber listrik, bahan
kimiawi, cahaya, dan radiasi (en.wikipedia.org).
 Luka bakar adalah cedera kulit oleh karena perpindahan energi dari sumber panas ke
kulit (Smeltzer & Bare, 2002).
 Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka lainnya karena
luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada
tempatnya untuk jangka waktu yang lama (Brunner & Suddarth, 2000).

2. Epidemiologi/Insiden kasus
Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat setiap
tahunnya. Dari kelompok ini, 200.000 pasien memerlukan penanganan rawat jalan dan
100.000 pasien dirawat di rumah sakit. Sekitar 12.000 meninggal setiap tahunnya.
(Brunner & Suddarth, 2000)
Di rumah sakit anak di Inggris, selama satu tahun terdapat sekitar 50.000 pasien
luka bakar dimana 6400 diantaranya masuk ke perawatan khusus luka bakar. Antara
1997-2002 terdapat 17.237 anak di bawah 5 tahun mendapat perawatan di gawat darurat
di 100 rumah sakit di amerika. Di Indonesia sendiri, luka bakar merupakan kasus yang
sering dijumpai karena banyaknya insiden kebakaran yang terjadi seperti bencana alam,
kecelakaan, atau tetorisme. Data yang tercatat di instalasi luka bakar RS Sanglah tahun
2008 sampai bulan Mei saja sudah mencapai 52 pasien, 26 laki-laki, 12 perempuan, dan
14 anak-anak, dengan korban meninggal 11 orang. Data ini begitu melonjak dari tahun
sebelumnya yakni tahun 2007 sebanyak 62 pasien, sedangkan tahun 2006 sebanyak 70
pasien.(Tokoh, Senin 30 Juni 2008)

3. Etiologi
Luka bakar dapat disebabkan oleh suhu (panas/dingin), bahan kimia, dan listrik (Basic
Trauma Life Support, 2011).
a. Luka Bakar Termal
Luka bakar termal (suhu) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api,
cairan panas atau objek-objek panas lainnya. Biasanya luka bakar karena air panas
lebih dangkal dibandingkan api karena uap panas yang berasal dari semburan dapat
sangat panas sehingga menyebabkan luka bakar yang dalam. Luka bakar yang
disebabkan oleh suhu yang sangat rendah disebut dengan frostbite.
b. Luka Bakar Kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontak jaringan kulit dengan asam atau
basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang
terpapar menentukan luas injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi
misalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk
keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang
industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat
menyebabkan luka bakar kimia. Zat yang bersifat basa lebih berbahaya (korosif)
dibandingkan zat bersifat asam. Semakin asam/basa, semakin berbahaya pula.
c. Luka Bakar Elektrik
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi listrik
yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya
kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh.
Akan tetapi, yang menyebabkan kematian adalah kuat arus (ampere) dan bukan
voltage.
(Basic Trauma Life Support, 2011)
d. Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini
seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber
radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar
matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar
radiasi.

4. Patofisiologi
Kulit manusia memiliki banyak fungsi, antara lain menghindari terjadinya
kehilangan cairan. Apabila terjadi luka bakar, maka kulit akan mengalami denaturasi

2
protein, sehingga kehilangan fungsinya. Semakin banyak kulit yang hilang, semakin
berat kehilangan cairan (Basic Trauma Life Support, 2011).
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air,
klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyebabkan edema yang
dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi. Burn shock (syok
hipovolemik) menurut Smeltzer (2002), merupakan komplikasi yang sering terjadi
dengan manisfestasi sistemik tubuh seperti:
a) Respon Kardiovaskuler
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah
terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya
volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan
darah. Keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar. Sebagai respon, sistem saraf
simpatik akan melepaskan katekolamin yang meningkatkan resistensi perifer
(vasokontriksi) dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh
darah perifer menurunkan curah jantung.
b) Respon Renalis
Ginjal berfungsi untuk menyaring darah jadi dengan menurunnya volume
intravaskuler maka aliran darah ke ginjal dan GFR menurun mengakibatkan
keluaran urin menurun dan bisa berakibat gagal ginjal.
c) Respon Gastro Intestinal
Ada dua komplikasi gastrointestinal yang potensial, yaitu ileus paralitik (tidak
adanya peristaltik usus) dan ulkus curling. Berkurangnya peristaltik usus dan bising
usus merupakan manifestasi ileus paralitik yang terjadi akibat luka bakar. Distensi
lambung dan nausea dapat mengakibatkan vomitus kecuali jika segera dilakukan
dekompresi lambung (dengan pemasangan sonde lambung). Perdarahan lambung
yang terjadi sekunder akibat stres fisiologik yang masif dapat ditandai oleh darah
dalam feses atau vomitus yang berdarah. Semua tanda ini menunjukkan erosi
lambung atau duodenum (ulkus curling).
d) Respon Imunologi
Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Sebagian basis
mekanik, kulit sebagai mekanisme pertahanan dari organisme yang masuk.
Terjadinya gangguan integritas kulit akan memungkinkan mikroorganisme masuk ke
dalam luka.
e) Respon Pulmoner
Pada luka bakar yang berat, konsumsi oksigen oleh jaringan akan meningkat dua
kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan respon lokal. Cedera

3
pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu cedera saluran
napas atas terjadi akibat panas langsung, cedera inhalasi di bawah glotis terjadi
akibat menghirup produk pembakaran yang tidak sempurna atau gas berbahaya
seperti karbon monoksida, sulfur oksida, nitrogen oksida, senyawa aldehid, sianida,
amonia, klorin, fosgen, benzena, dan halogen. Komplikasi pulmoner yang dapat
terjadi akibat cedera inhalasi mencakup kegagalan akut respirasi dan ARDS (Adult
Respiratory Distress Syndrome).

5. Klasifikasi

Gambar 1. Lapisan kulit normal dengan apendisesnya

IIa

IIb

III

Gambar 2. Kedalaman luka bakar

Pembagian Zona Kerusakan Jaringan


4
Gambar 3: Zona kerusakan jaringan

a. Zona koagulasi
Daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat
pengaruh panas.
b. Zona statis
Daerah yang berada lansgsung di luar zona koagulasi. Di daerah ini terjadi
kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trobosit dan leukosit, sehingga
terjadi gangguan perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan permeabilitas
kapiler dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca
cedera, dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.
c. Zona hiperemi
Daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa
banyak melibatkan reaksi seluler.

Untuk membantu mempermudah penilaian dalam memberikan terapi dan


perawatan, luka bakar diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kedalaman luka, dan
keseriusan luka, yakni :
a. Berdasarkan kedalaman luka bakar :
 Derajat I (Superficial partial thickness)
 Kerusakan terbakar pada lapisan epidermis (superficial).
 Kulit kering, hiperemik berupa eritema.
 Tidak dijumpai bulae.
 Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
 Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari.
5
 Contohnya adalah luka bakar akibat sengatan matahari, terkena api dengan
intensitas rendah.

Gambar 4: Luka bakar derajat I

 Derajat II (Partial thickness)


 Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi
disertai proses eksudasi.
 Dijumpai bullae.
 Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
 Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit
normal.
 Contohnya adalah luka bakar akibat tersiram air mendidih dan terbakar oleh api.

Gambar 5: Luka bakar derajat II

 Luka bakar derajat II dibagi lagi menjadi 2, yaitu :


a) Derajat IIa (superficial) yang mengenai sebagian kecil dermis
 Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
 Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
masih utuh.
 Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari, tanpa operasi
penambalan kulit (skin graft).

6
Gambar 6. Luka bakar derajat II superficial

b) Derajat IIb (deep) yang mengenai sebagian besar dermis


 Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
 Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
sebagian besar masih utuh.
 Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung biji epitel yang tersisa. Biasanya
penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan. Bahkan perlu dengan
operasi penambalan kulit (skin graft).

Gambar 7. Luka bakar derajat II dalam

 Derajat III (full thickness)


 Kerusakan meliputi epidermis, keseluruhan dermis dan kadang-kadang
jaringan subkutan.
 Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea mengalami kerusakan.
 Tidak dijumpai bullae.
 Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, karena kering
letaknya lebih rendah dibanding kulit sekitar.
 Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal
sebagai eskar.

7
 Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung
saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian.
 Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan
dari dasar luka.
 Contohnya luka bakar akibat nyala api, terkena air mendidih dalam
waktu yang lama, tersengat arus listrik.

Gambar 8: Luka bakar derajat III

b. Berdasarkan berat ringannya luka bakar


Berat ringannya luka bakar ditentukan berdasarkan luas permukaan tubuh yang
terkena (Total Body Surface Area atau TBSA) yang dihitung berdasarkan persentase,
misalnya dengan cara Rule of Nine dari Wallace dan derajat kedalaman luka bakar.
Disamping faktor tersebut ternyata masih terdapat faktor-faktor lain yang berperan
menentukan berat ringannya luka bakar seperti usia, ada/tidaknya cedera inhalasi, dan
sebagainya.
Banyak cara menghitung luas luka bakar, tetapi yang banyak dipakai adalah
cara Rule of Nine dari Wallace, adalah sebagai berikut (untuk dewasa)

TABEL 1
LUAS LUKA BAKAR BERDASARKAN RULE OF NINE

NO AREA %
1 Head and neck 9
2 Anterior trunk 18
3 Posterior trunk 18
4 Genitalia 1
5 Right arm 9
6 Left arm 9
7 Right thigh 9
8 Left thigh 9
9 Right leg 9
10 Left leg 9
8
Total 100

Gambar 7. Estimation of burn size using the Rule of Nine

Gambar 8. Estimation of burn size using the Rule of Nine

Perhitungan luas luka bakar untuk anak ≤ 15 tahun ditetapkan berdasarkan


modifikasi dari Rule of Nine sebagai berikut:
TABEL 2.
LUAS LUKA BAKAR BERDASARKAN RULE OF NINE UNTUK USIA ≤ 15 TAHUN
NO DAERAH PERMUKAAN TUBUH 0-1 TH 5 TH 15 TH
1 Kepala, muka dan leher 18 % 14 % 10 %
2 Badan sebelah depan 18 % 18 % 18 %
9
3 Badan sebelah belakang 18 % 18 % 18 %
4 Alat gerak atas kanan 9% 9% 9%
5 Alat gerak atas kiri 9% 9% 9%
6 Alat gerak bawah kanan 14 % 16 % 18 %
7 Alat gerak bawah kiri 14 % 16 % 18 %
Jumlah total 100 % 100 % 100 %

Gambar 9. Estimation of burn size using the Rule of Nine

Antara umur 1-5 tahun, tiap tahun tiap tungkai bertambah 0,4 % dan antara
umru 5-15 tahun, tiap tahun tiap tungkai bertambah 0,2 %. Satu telapak tangan
penderita mempunyai luas 1 % dari luas tubuhnya.
Disamping dengan cara Rule of Nine, ada cara yang kadang dipakai untuk
menghitung luas permukaan tubuh yang terkena luka bakar sesuai dengan golongan
usia. Cara ini menggunakan Lund and Browder Chart.

TABEL 3
LUAS LUKA BAKAR BERDASARKAN LUND AND BROWDER CHART

AGE-YEARS
NO AREA
0-1 1-4 4-9 10-15 ADULT
1 Head 19 17 13 10 7
2 Neck 2 2 2 2 2
3 Anterior trunk 13 17 13 13 13
4 Posterior trunk 13 13 13 13 13
5 Right buttock 2½ 2½ 2½ 2½ 2½
6 Left buttock 2½ 2½ 2½ 2½ 2½
7 Genitalia 1 1 1 1 1
8 Right upper arm 4 4 4 4 4
10
AGE-YEARS
NO AREA
0-1 1-4 4-9 10-15 ADULT
9 Left upper urm 4 4 4 4 4
10 Right lower arm 3 3 3 3 3
11 Left lower arm 3 3 3 3 3
12 Right hand 2½ 2½ 2½ 2½ 2½
13 Left hand 2½ 2½ 2½ 2½ 2½
14 Right thigh 5½ 6½ 8½ 8½ 9½
15 Left thigh 5½ 6½ 8½ 8½ 9½
16 Right leg 5 5 5½ 6 7
17 Left leg 5 5 5½ 6 7
18 Right foot 3½ 3½ 3½ 3½ 3½
19 Left foot 3½ 3½ 3½ 3½ 3½

Gambar 10. Estimation of burn size using Lund and Browder Chart

Berdasarkan berat/ringan luka bakar, diperoleh beberapa kategori penderita


menurut Yefta Moenadjat (2003) dan American Burn Association, yaitu:
1) Luka bakar berat / kritis (major burn)

11
a) Derajat II-III > 20% pada klien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50
tahun.
b) Derajat II-III > 25% pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama.
c) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki dan perineum.
d) Adanya trauma pada jalan napas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan
luas luka bakar.
e) Luka bakar listrik tegangan tinggi.
f) Disertai trauma lainnya (misal fraktur iga / lain-lain).
g) Klien-klien dengan risiko tinggi.
2) Luka bakar sedang (moderate burn)
a) Luka bakar dengan luas 15-25% pada dewasa, dengan luka bakar derajat III <
10%.
b) Luka bakar dengan luas 10-20% pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40
tahun, dengan luka bakar derajat III < 10%.
c) Luka bakar dengan derajat III < 10% pada anak maupun dewasa yang tidak
mengenai muka, tangan, kaki dan perineum.
3) Luka bakar ringan (mild burn)
b) Luka bakar dengan luas < 15% pada dewasa.
c) Luka bakar dengan luas < 10% pada anak dan usia lanjut.
d) Luka bakar dengan luas < 2% pada segala usia; tidak mengenai muka, tangan,
kaki dan perineum.
e) Luka tidak sirkumfer.
f) Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur.

6. Tanda dan Gejala


a. Riwayat terpaparnya (sengatan matahari, suhu yang sangat rendah, api, bahan kimia,
radiasi, listrik, dll)
b. Status pernapasan; tachypnea, tekanan nadi lemah, hipotensi, menurunnya
pengeluaran urine atau anuri.
c. Perubahan suhu tubuh dari demam ke hipotermi.
d. Menurut derajat luka bakar, antara lain:
a) Luka bakar derajat I:
- Kerusakan terbakar pada lapisan epidermis (superficial).
- Rasa nyeri mereda jika didinginkan
- Kesemutan
- Hiperestesia (super sensitivitas)
- Penampilan luka memerah dan menjadi putih jika ditekan.

12
- Minimal atau tanpa edema (tanpa bullae)
b) Luka bakar derajat II
- Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis
- Hiperestesia
- Sensitif terhadap udara dingin
- Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
- Penampilan luka melepuh, dasar luka berbintik-bintik merah.
- Edema (terdapat bullae)
 Derajat II dangkal (superficial).
- Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
masih utuh.
- Penyembuhan spontan dalam waktu 10-14 hari, tanpa skin graft
 Derajat II dalam (deep).
- Kerusakan hampir seluruh bagian dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
sebagian besar masih utuh.
- Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung biji epitel yang tersisa. Biasanya
penyembuhan lebih dari satu bulan. Bahkan perlu dengan operasi penambalan
kulit (skin graft).
c) Luka bakar derajat III
- Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam.
- Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf
sensorik mengalami kerusakan/kematian.
- Syok
- Hematuria dan kemungkinan hemolisis (detruksi sel darah merah).
- Kering: luka bakar berwarna putih atau gosong
- Edema
(Smeltzer, 2002).

Fase luka bakar


Dalam perjalanan penyakitnya dibedakan 3 fase pada luka bakar yaitu:
a. Fase darurat/resusitasi
Fase ini berlangsung dari awitan cedera hingga selesainya resusitasi cairan. Pada
fase ini problema yang ada berkisar pada gangguan saluran nafas karena adanya
cedera inhalasi dan gangguan sirkulasi.

Pada fase ini terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit, akibat
cedera termis yang bersifat sistemik.
b. Fase akut atau intermediat

13
Fase akut atau intermediat berlangsung sesudah fase darurat/resusitasi dan
dimulai 48 hingga 72 jam setelah terjadi luka bakar. Selama fase ini, perhatian
ditujukan pada pengkajian dan pemeliharaan yang berkesinambungan terhadap status
respirasi dan sirkulasi, keseimbangan cairan dan elektrolit, serta fungsi
gastrointestinal. Perawatan luka bakar dan pengendalian nyeri merupakan prioritas
pada tahap ini. Pada tahap ini sudah dipertimbangkan intervensi pembedahan
(debridement, skin grafting)
c. Fase rehabilitasi
Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi maturasi.
Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka bakar berupa parut
hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi karapuhan jaringan atau organ-
organ strukturil (misal, bouttonierre deformity).

7. Pemeriksaan fisik
 Inspeksi:
- Menentukan derajat luka
 Palpasi:
- Denyut nadi (frekuensi, kuat lemahnya)
 Auskultasi:
- Auskultasi bunyi nafas pada paru

8. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
 LED: mengkaji hemokonsentrasi.
 Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama
penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena
peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung. Kalium meningkat karena
cedera jaringan/kerusakan SDM dan penurunan fungsi ginjal. Natrium awalnya
menurun pada kehilangan air.
 Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya
pada cedera inhalasi asap.
 BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
 Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot
pada luka bakar ketebalan penuh luas.
 Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
 Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar
masif.
14
 Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
 Hitung darah lengkap: peningkatan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi
sehubungan dengan perpindahan/kehilangan cairan.
 Alkalin fosfat: peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan
interstitiil/ganguan pompa natrium.
 Urine: adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan jaringan dalam
dan kehilangan protein.
 Foto rontgen dada: untuk memastikan cedera inhalasi
 Scan paru: untuk menentukan luasnya cedera inhalasi
 EKG untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka bakar listrik.
 Albumin serum dapat menurun karena kehilangan protein pada edema cairan.
 Fotografi luka bakar: memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
selanjutnya.
(Doenges, 2000)

9. Indikasi Rawat Inap Klien Luka Bakar


Kebutuhan klien untuk dirawat di rumah sakit ditentukan berdasarkan pada
keparahan cedera luka bakar yang dideritanya. Berikut ini adalah kondisi dimana klien
harus dirawat di rumah sakit (Christantie Effendi, S.Kp., 1999):
a. Luka bakar derajat II > 15% pada dewasa dan > 10% pada anak.
b. Luka bakar derajat II pada muka, leher, tangan, kaki dan perineum.
c. Luka bakar derajat III > 2% pada dewasa dan setiap derajat III pada anak.
d. Luka bakar disertai trauma visera, tulang dan jalan napas.
e. Luka bakar karena sengatan listrik tegangan tinggi.

10. Therapy
Penatalaksanaan Secara Umum
Secara sistematik dapat dilakukan 6c: clothing, cooling, cleaning, chemoprophylaxis,
covering, dan comforting (contoh pengurang nyeri). Untuk pertolongan pertama dapat
dilakukan langkah clothing dan cooling, baru selanjutnya dilakukan pada fasilitas
kesehatan
- Clothing: singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian yang
menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase cleaning.
- Cooling: Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air
mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah normal,
terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif sampai dengan 3 jam setelah
kejadian luka bakar. Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap
memberikan rasa dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang
15
terlokalisasi. Jangan pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah
mengkerut (vasokonstriksi) sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko
hipotermia. Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram
dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka
bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang
mengalir.

- Cleaning: Pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa sakit.
Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat
dan risiko infeksi berkurang.

- Chemoprophylaxis: Pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih
dalam dari superficial partial thickness. Pemberian krim silver sulvadiazin untuk
penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak boleh
diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu
menyususi dengan bayi kurang dari 2 bulan

- Covering: Penutupan luka bakar dengan kasa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka
bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainnya.
Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk mengurangi
pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar.
Jangan berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan
dan meningkatkan risiko infeksi.

- Comforting: Dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri, berupa


 Paracetamol dan codein (PO-per oral) 20-30mg/kg
 Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus
 Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg
(Rosfanty, 2009)

Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda bahaya dari ABC yaitu
- Airway and breathing
Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak berwana jelaga (black
sputum), gagal napas, bulu hidung yang terbakar, bengkak pada wajah. Luka bakar pada
daerah orofaring dan leher membutuhkan tatalaksana intubasi (pemasangan pipa saluran

16
napas ke dalam trakea/batang tenggorok) untuk menjaga jalan napas yang adekuat/tetap
terbuka. Intubasi dilakukan di fasilitas kesehatan yang lengkap.
- Circulation
Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka bakar untuk
perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan intravena (melalui infus) diberikan bila
luas luka bakar >10%. Bila kurang dari itu dapat diberikan cairan melalui mulut. Cairan
merupakan komponen penting karena pada luka bakar terjadi kehilangan cairan baik
melalui penguapan karena kulit yang berfungsi sebagai proteksi sudah rusak dan
mekanisme dimana terjadi perembesan cairan dari pembuluh darah ke jaringan sekitar
pembuluh darah yang mengakibatkan timbulnya pembengkakan (edema). Bila hal ini
terjadi dalam jumlah yang banyak dan tidak tergantikan maka volume cairan dalam
pembuluh darah dapat berkurang dan mengakibatkan kekurangan cairan yang berat dan
mengganggu fungsi organ-organ tubuh. Cairan infus yang diberikan adalah cairan
kristaloid (ringer laktat, NaCl 0,9%/normal Saline). Kristaloid dengan dekstrosa (gula) di
dalamnya dipertimbangkan untuk diberikan pada bayi dengan luka bakar. Jumlah
cairan yang diberikan berdasarkan formula dari Parkland : 3-4 cc/kgBB/%TBSA + cairan
rumatan (maintenance per 24 jam). Cairan rumatan adalah 4cc/kgBB dalam 10 kg
pertama, 2cc/kgBB dalam 10 kg ke 2 (11-20kg) dan 1cc/kgBB untuk tiap kg diatas 20
kg. Cairan formula parkland (3-4cc/kgBB/%TBSA) diberikan setengahnya dalam 8 jam
pertama dan setengah sisanya dalam 16 jam berikutnya. Pengawasan kecukupan cairan
yang diberikan dapat dilihat dari produksi urin yaitu 1cc/kgBB/jam (Rosfanty, 2009).
Tatalaksana Luka Bakar Minor
 Pemberian pengurang rasa nyeri harus adekuat. Pada anak-anak dapat membutuhkan
morfin sebelum penilaian luka bakar dan pembalutan awal.
 Pada luka bakar mengenai anggota gerak atas disarankan imobilisasi denga balut dan
bidai
 Pemeriksaan status tetanus pasien
 Pembalutan tertutup disarankan untuk luka bakar partial thickness. Cairan yang keluar
dari luka bakar menentukan frekuensi penggantian balutan. Gelembung cairan
(blister) memiliki fungsi untuk proteksi dan mengurangi rasa sakit bila tetap dibiarkan
utuh selama beberapa hari. Jika gelembung cairan kecil, tidak berada di dekat sendi
dan tidak menghalangi pembalutan maka dapat tidak perlu dipecahkan. Gelembung
cairan yang besar dan yang meliputi daerah persendian harus dipecah dan dibersihkan.

17
Gelembung cairan yang berubah menjadi opak/keruh setelah beberapa hari
menandakan proses infeksi sehingga perlu untuk dibuka dan dibalut.
- Luka bakar superfisial/dangkal dapat dibiarkan terbuka. Pada bayi yang
menunjukakan kecenderungan terbentuknya gelembung cairan atau penggarukan
dapat dittup perban untuk proteksi.
- Luka bakar sebagian (partial thicknes) dilakukan pembersihan luka dan
sekelilingnya dengan salin (larutan yang mengandung garam-steril). Jika luka kotor
dapat dibersihkan dengan clorhexidine 0,1% lalu dengan salin. Luka bakar superfisial
partial thickness dapat ditutup dengan kasa yang tidak menempel lalu dibalut atau di
plester. Luka bakar deep partial thickness dilakukan penutupan dengan kasa yang
tidak lengket dan diberikan antimikroba krim silverdiazin.
 Follow up bila luka bakar dangkal tidak menyembuh dalam 7-10 hari, atau
menunjukkan tanda-tanda terinfeksi atau ternyata lebih dalam maka rujukan
sebaiknya dilakukan. Kemungkinan timbulnya jaringan parut yang berlebihan (scar
hipertrofik) harus dipikirkan apabila dalam waktu 3 minggu luka bakar belum juga
menyembuh.

Tatalaksana Luka bakar mayor


 Airway and breathing (jalan napas dan pernapasan) Apabila ada tanda-tanda luka
bakar pada saluran napas atau cedera pada paru-paru maka intubasi dilakukan
secepatnya sebelum pembengkakan pada jalan napas terjadi.
- Cairan
Jika luas area luka bakar >10% maka lakukan resusitasi cairan dan lakukan
penghitungan cairan dari saat waktu kejadian luka bakar. Pasang kateter urin jika luka
bakar >15% atau luka bakar daerah perineum NGT-pipa nasogastrik dipasang jika
luka bakar >10% berupa deep partial thickness atau full thickness, dan mulai untuk
pemberian makanan antara 6-18 jam.
- Pemberian anti tetanus diperlukan pada luka-luka sebagai berikut :
1) Disertai patah tulang
2) Luka yang menembus ke dalam
3) Luka dengan kontaminasi benda asing (terutama serpihan kayu)
4) Luka dengan komplikasi infeksi
5) Luka dengan kerusakan jaringan yang besar (contoh luka bakar)
6) Luka dengan kontaminasi tanah, debu atau produk cairan atau kotoran kuda
18
7) Implantasi ulang dari gigi yang tanggal.
- Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan pada luka bakar mayor. Hal ini untuk
menunjang tatalaksana, mengingat luka bakar mayor dapat menyebabkan kerusakan
yang lebih berat dan gangguan keseimbangan metabolisme tubuh yang berat. Hal ini
harus dikenali sehingga bisa diatasi secepat mungkin. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan yaitu Hemoglobin, hematokrit, elektrolit, gula darah, golongan darah, kadar
COHb dan kadar sianida (pada luka bakar akiibat kebakaran di ruangan).

11. Komplikasi
a. Syok hipovolemik
b. Kekurangan cairan dan elektrolit
c. Hypermetabolisme
d. Infeksi
e. Gagal ginjal akut
f. Masalah pernapasan akut; injury inhalasi, aspirasi gastric, pneumonia bakteri, edema.
g. Paru dan emboli
h. Sepsis pada luka
i. Ilius paralitik

12. Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar

Perubahan Tingkatan hipovolemik Tingkatan diuretik


( s/d 48-72 jam pertama) (12 jam - 18/24 jam pertama)
Mekanisme Dampak dari Mekanisme Dampak dari
Pergeseran Vaskuler ke Hemokonsentrasi Interstitial ke Hemodilusi.
cairan insterstitial. oedem pada vaskuler.
ekstraseluler. lokasi luka bakar.
Fungsi renal. Aliran darah Oliguri. Peningkatan aliran Diuresis.
renal berkurang darah renal karena
karena desakan desakan darah
darah turun dan meningkat.
CO berkurang.
Kadar Na+ Defisit sodium. Kehilangan Na+ Defisit sodium.
sodium/natrium. direabsorbsi melalui diuresis
oleh ginjal, tapi (normal kembali
kehilangan Na+ setelah 1 minggu).
melalui eksudat
dan tertahan
19
dalam cairan
oedem.
Kadar K+ dilepas Hiperkalemi K+ bergerak Hipokalemi.
potassium. sebagai akibat kembali ke dalam
cidera jarinagn sel, K+ terbuang
sel-sel darah melalui diuresis
merah, K+ (mulai 4-5 hari
berkurang setelah luka
ekskresi karena bakar).
fungsi renal
berkurang.
Kadar protein. Kehilangan Hipoproteinemia. Kehilangan Hipoproteinemia.
protein ke protein waktu
dalam jaringan berlangsung terus
akibat kenaikan katabolisme.
permeabilitas.
Keseimbangan Katabolisme Keseimbangan Katabolisme Keseimbangan
nitrogen. jaringan, nitrogen negatif. jaringan, nitrogen negatif.
kehilangan kehilangan
protein dalam protein,
jaringan, lebih immobilitas.
banyak
kehilangan dari
masukan.
Keseimbangan Metabolisme Asidosis Kehilangan Asidosis
asam basa. anaerob karena metabolik. sodium bicarbonas metabolik.
perfusi jarinagn melalui diuresis,
berkurang hipermetabolisme
peningkatan disertai
asam dari peningkatan
produk akhir, produk akhir
fungsi renal metabolisme.
berkurang
(menyebabkan
retensi produk
akhir tertahan),
kehilangan
bikarbonas
serum.
Respon stres. Terjadi karena Aliran darah renal Terjadi karena Stres karena luka.
trauma, berkurang. sifat cidera
peningkatan berlangsung lama
produksi dan terancam
cortison. psikologi pribadi.
Eritrosit Terjadi karena Luka bakar Tidak terjadi pada Hemokonsentrasi.
panas, pecah termal. hari-hari pertama.
menjadi fragil.

20
Lambung. Curling ulcer Rangsangan Akut dilatasi dan Peningkatan
(ulkus pada central di paralise usus. jumlah cortison.
gaster), hipotalamus dan
perdarahan peingkatan
lambung, nyeri. jumlah cortison.
Jantung. MDF Disfungsi Peningkatan zat CO menurun.
meningkat 2x jantung. MDF (miokard
lipat, depresant factor)
merupakan sampai 26 unit,
glikoprotein bertanggung
yang toxic yang jawab terhadap
dihasilkan oleh syok spetic.
kulit yang
terbakar.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
a) Pengkajian Luas Luka Bakar
Metode Rule of Nine’s

Gambar 4: Pengkajian Rule of Nine’s

21
Sistem ini menggunakan prosentase kelipatan sembilan terhadap luas permukaan
tubuh.
- Adult: kepala = 9 %, tangan kanan-kiri = 18%, dada dan perut = 18%, genetalia =
1%, kaki kanan-kiri = 36%, dan punggung = 18%
- Child: kepala = 18%, tangan kanan-kiri = 18% , dada dan perut = 18%, kaki
kanan-kiri = 28%, dan punggung = 18%
- Infant: kepala = 18%, tangan kanan-kiri =18%, dada dan perut = 18%, kaki
kanan-kiri = 28%, dan punggung = 18%

b) Pengkajian Awal
Pengkajian ini dibuat dengan cepat selama pertemuan pertama dengan pasien yang
meliputi ABC (Airway, Breathing, dan Circulation)
 Airway
- Data subjektif
pasien mengeluh sesak , pasien mengeluh nyeri .
- Data objektif
terdengar suara krekels dan stridor , terdapat edema pada laring
 Breathing
- Data subjektif
Pasien mengeluh sesak .
- Data objektif
terdapat adanya gerakan otot bantu nafas , RR lebih dari 20 kali permenit,
nampak pernafasan cuping hidung
 Circulation
- Data subjektif
pasien mengeluh pusing
- Data objektif
nadi klien meningkat > 100 x permenit .

c) Pengkajian Berdasarkan 6B
 Breathing
- Data subjektif
Pasien mengatakan susah untuk bernafas.
- Data objektif
Pasien telihat sesak (RR> 20 x/menit), pernafasan cuping hidung,
menggunakan otot bantu pernafasan
 Blood
- Data subjektif
Klien mengeluh pusing .
- Data objektif
Nadi klien meningkat > 100 x permenit , hematokrit meningkat , leukosit
meningkat , trombosit menurun.

22
 Brain
- Data subjektif
Pasien merasa pusing, pasien mengeluh nyeri kepala.
- Data objektif
Pasien mungkin disorientasi.
 Bladder
- Data subjektif
Pasien mengatakan sedikit kencing
- Data objektif
Haluaran urin menurun.
 Bowel
- Data subjektif
Pasien mengeluh susah BAB .
- Data objektif
Pasien mungkin mengalami penurunan berat badan dan konstipasi.
 Bone
- Data subjektif
Pasien mengeluh letih dan pegal-pegal.
- Data objektif

2. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obtruksi
trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher;
kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterbatasan pengembangan dada.
2) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom
kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
3) Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh
4) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute
abnormal, peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidakcukupan
pemasukan, kehilangan perdarahan.
5) Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema,
manipulasi jaringan cedera contoh debridemen luka.
6) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan
perlindungan kulit; jaringan traumatik, pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan
Hb, penekanan respons inflamasi.
7) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status
hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera
berat) atau katabolisme protein.
8) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma : kerusakan permukaan kulit
karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
23
9) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah jantung
10) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya jaringan parut
11) PK Syok hipovolemik
12) PK Anemia
13) PK GGA

3. Rencana Tindakan Keperawatan


Terlampir
4. Evaluasi
Dx 1: Jalan napas pasien kembali efektif
Dx 2: Kerusakan pertukaran gas tidak terjadi
Dx 3: Suhu tubuh pasien dalam batas normal
Dx 4: Volume cairan pasien seimbang
Dx 5: Nyeri pasien berkurang/hilang
Dx 6: Infeksi tidak terjadi
Dx 7: Intake nutrisi adekuat
Dx 8: Luka bakar mengalami perbaikan/epitelisasi
Dx 9: Perfusi jaringan efektif

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Luka Bakar, (online) (http://id.wikipedia.org/wiki/Luka_bakar, diakses 6


November 2010).

Anonim. 2009. Askep Combustio (Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka
Bakar/Combustio. (online) (http://nursingbegin.com/askep-combustio/, diakses 6
November 2010).
Doenges, M E. 200. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.

24
Rosfanty. 2009. Luka Bakar. (online) (http://dokterrosfanty.blogspot.com/2009/03/luka-
bakar.html, diakses 6 November 2010).

Smeltzer, S.C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8. Vol 3. Jakarta: EGC.

Arixs. 2008. Simulasi Rutin di RSUP Sanglah, (online), (http://www.cybertokoh.com/,


diakses 6 November 2010)

Admin.2007. Luka Bakar, (online), (http://www.sehatgroup.web.id/, diakses 26 November


2011)

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. Jakarta: EGC

Prasetyo, Budi. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Luka Bakar (combustio),
(online), (http://nurse-community.socialgo.com/, diakses 26 November 2011)

25

Anda mungkin juga menyukai