Pendahuluan
Kemudian pada tanggal 27 Oktober 2011, RUU Otoritas Jasa Keuangan disahkan
oleh DPR, dan selanjutnya Pemerintah mensahkan dan mengundangkan Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dalam Lembaran Negara Republik
pada tanggal 22 November 2011. Berikut merupakan ringkasan dari isi Undang Undang
Nomor 21 Tahun 2011.
Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini.
OJK berkedudukan di ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berfungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
Sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan
pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3477) dan peraturan pelaksanaannya;
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3608) dan peraturan pelaksanaannya;
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962) dan peraturan pelaksanaannya;
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK)?
2. Apakah peran dan Dasar Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)?
3. Apakah arti penting Otoritas Jasa Keuangan (OJK)?
4. Bagaimana tata kelola dan struktur Otoritas Jasa Keuangan (OJK)?
Dari rumusan masalah dapat disimpulkan bahwa tujuan dari penulisan makalh ini
ialah untuk mengetahui apa itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bagaimana Tata Kelola dan
Sruktur Organisasi OJK serta mengetahui secara detail fungsi,tujuan, dan Wewenang
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Makalah ini juga bertujuan untuk memenuhuhi tugas mata kuliah Managemen
Lembaga Keuangan serta Menambah keilmuan dari Penulis dan Pembaca.
BAB II
ISI
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga Negara yang dibentuk berdasarkan
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan
dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan baik di sektor perbankan, pasar modal, dan sektor jasa keuangan non-bank seperti
Asuransi, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.
Secara lebih lengkap, OJK adalah lembaga independen dan bebas dari campur tangan
pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21
tersebut.
Setiap lembaga atau perusahaan yang didirikan pasti mempunyai visi, misi, dan tujuan
yang ingin dicapai. Visi merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh suatu lembaga.
Kemudian untuk mencapai visi lembaga atau perusahaan haruslah menetapkan suatu misi.
Setelah visi dan misi ditetapkan maka selanjutnya adalah menetapkan tujuan pencapaian yang
diharapkan.
Visi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah menjadi lembaga pengawas jasa industri
jasa keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dan
mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang
berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum.
Selain memiliki visi, misi dan tujuan OJK juga mempunyai fungsi, tugas dan wewenang
yang telah ditentukan menurut undang-undang. Adapun fungsi, tugas, dan wewenang OJK
adalah:
1. Fungsi OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang
terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan
2. Tugas OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan, yaitu:
a. Perbankan
b. Pasar modal
c. Asuransi
d. Dana pensiun
e. Lembaga pembiayaan
f. Pegadaian
g. Lembaga pinjaman
h. Lembaga pembiayaan ekspor Indonesia
i. Perusahaan pembiayaan sekunder perumahan
j. Penyelenggara program jaminan sosial, pensiun dan kesejahteraan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah suatu bentuk unifikasi pengaturan dan
pengawasan sektor jasa keuangan, di mana sebelumnya kewenangan pengaturan dan
pengawasan dilaksanakan oleh Kementerian keuangan, Bank Indonesia dan Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
1. Landasan Filosofis
Mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan stabil dan
berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbang disemua sektor
perekonomian, serta memberikan kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat
Indonesia.
2. Landasan Yuridis
b. UU no. 6 Tahun 2009 tentang penetapan Perppu No. 2 Tahun 2008 tentang
perubahan kedua atas Undang-Undang no.23 tahun 1999 tentang bank Indonesia.
3. Landasan Sosiologis
a. Globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan dibidang teknologi dan
informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan kompleks,
dinamis, dan saling terkait antar subsektor keuangan baik dalam hal produk
maupun kelembagaan.
b. Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan diberbagai
subsektor keuangan (konglomerasi) menambah kompleksitas transaksi dan
interaksi antar lembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan.
Otoritas jasa keuangan memiliki arti yang sangat penting, tidak hanya bagi
masyarakat umum dan pemerintah saja, akan tetapi juga bagi dunia usaha (bisnis). Bagi
masyarakat tentunya dengan adanya OJK akan memberikan perlindungandan rasa aman atas
investasi atau transaksi yang dijalankannya lewat lembaga jasa keuangan. Bagi pemerintah
adalah akan memberikan keuntungan rasa aman bagi masyarakatnya dan perolehan
pendapatan dari perusahaan berupa pajak atau penyediaan barang dan jasa yang berkualitas
baik. Sedangkan bagi dunia usaha, dengan adanya OJK maka pengolahannya semakin baik
dan perusahaan yang dijalankan makin sehat dan lancar, yang pada akhirnya akan
memperoleh keuntungan yang berlipat.
Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, danpenyidikan, sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang ini.
Selama ini sebelum keluarnya UU Nomor 21 Tahun 2011 pengawasan yang dilakukan
terhadap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan dilakukan oleh 2(dua) lembaga yang
ditunjuk pemerintahyaitu:
1) Lembaga keuangan bank (perbankan) dilakukan oleh Bank Indonesia (BI). Artinya
semua aktivitas perbankan sepenuhnya dilakukan oleh Bank Indonesia, termasuk
dalam hal memberi izin, menindak, atau membubarkan bank.
2) Lembaga keuangan bukan bank seperti Pasar Modal, Peransuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, Dan Lembaga Jasa Keuanagan Lainnya kegiatannya diawasi
oleh Kementerian Keuangan, BI dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK)
Namun Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan
dan pengawasan kegiatan jasa keuangan non-Bank diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Satu tahun kemudian (31 Desember 2013) peralihan yang sama dilakukan untuk
pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank Indonesia
(BI) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Artinya dengan keluarnya UU Nomor 21 Tahun 2011
maka seluruh pengawasan yang berhubungan dengan jasa keuangan, baik jasa keuangan bank
maupun non-Bank dilakukan oleh OJK.
Undang-Undang OJK pada dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan tata
kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan
terhadap sektor jasa keuangan. Artinya dengan adanya OJK akan memberikan pengelolaan
lembaga secara baik dan benar, sehingga tidak merupakan pihak-pihak yang memiliki
hubungan dengan perusahaan tersebut.
Selain itu, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Rahmat Waluyanto mengatakan,
sedikitnya ada empat alasan atas arti penting keberadaan lembaga yang dipimpinnya itu.
Pertama, kata Rahmat, makin menguatnya integrasi di pasar finansial yang diikuti
berkembangnya konglomerasi keuangan. Hingga Saat ini, OJK mencatat ada 31 perusahaan
keuangan yang berbau konglomerasi, yang telah membentuk satu raksasa sendiri dalam
industri finansial.
"Ke depan, konglomerasi dan industri ini akan semakin berkembang yang tidak cukup
diawasi oleh satu lembaga saja," kata Rahmat di Jakarta, Rabu (24/4).
Ada tren, lembaga keuangan nonbank ikut mengalami kemajuan yang pesat. Ini
terjadi, menurut Rahmat, karena di sektor ini korporat atau lembaga pemerintah bisa lebih
mudah mencari uangnya, seperti dengan menerbitkan obligasi.
Integrasi industri finansial ini, sambung dia, dapat dilihat dari percampuran produk-
produk pasar modal dengan perbankan, pasar modal dengan asuransi, atau asuransi dengan
perbankan. Lembaga seperti Bank Indonesia (BI) jelas tidak bisa masuk ke dalam ranah ini.
Kedua, Rahmat menuturkan, industri keuangan di Tanah Air harus terus berkembang
dan stabil di tengah berbagai guncangan internal dan eksternal yang muncul. Industri
keuangan harus memberikan kontribusi atas pertumbuhan ekonomi nasional untuk mengatasi
masalah pengangguran, kemiskinan, hingga pendapatan.
OJK memiliki peran penting untuk mendukung pengembangan industri keuangan ini.
"Agar ketahanan ekonomi nasional makin kuat," kata Rahmat.
Alasan ketiga, Rahmat menjelaskan, OJK memiliki wewenang untuk melakukan law
enforcment. Pada kasus-kasus yang muncul, OJK memiliki otoritas hingga menyelidiki,
sesuatu yang hanya dimiliki kepolisian, kejaksaan, dan KPK.Keempat, terkait dengan
perlindungan konsumen di mana hanya OJK yang mempunyai program ini. Menurut Rahmat,
selalu muncul persoalan terkait perlindungan konsumen ini mengingat terus tumbuhnya
produk dan jasa pada industri ini.
Sumber : www.ojk.go.id
Governance Principles (1)
Sumber : www.ojk.go.id
1. Organ utama tata kelola adalah Dewan Komisioner; yang bersifat kolektif kolegial
2. Organ pendukung tata kelola adalah Sekretariat, Dewan Audit, Komite Etik dan
komite lainnya;
3. Infrastruktur tata kelola terdiri dari pedoman (code), piagam (charter), peraturan,
prosedur (SOP) dan sistem informasi sebagai acuan di dalam menjalankan fungsi dan
tugas, serta menerbitkan laporan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada
pemangku kepentingan.
Pelaksananaan governance OJK didukung oleh fungsi asurans yang profesional dan obyektif
dengan menggunakan model the three lines of defense (tiga lapis pertahanan) dan
strategi combined assurance yang memberikan metode praktis untuk memastikan governance
process di OJK berjalan secara efektif.
1. The first line of defense (pertahanan lapis pertama) dilaksanakan oleh Satuan Kerja
yang melakukan aktivitas operasional sehari-hari, terutama yang merupakan garis
depan atau ujung tombak OJK;
2. The second line of defense (pertahanan lapis kedua) dilaksanakan oleh Satuan Kerja
Manajemen Risiko dan Pengendalian Kualitas yang bertanggung jawab untuk
mengembangkan dan memantau implementasi manajemen risiko OJK secara
keseluruhan sebagai bagian dari governance process; dan
3. The third line of defense (pertahanan lapis ketiga) dilaksanakan oleh Satuan Kerja
Audit Internal beserta auditor eksternal yang bertanggung jawab untuk memastikan
bahwa pertahanan lapis pertama dan lapis kedua berjalan sesuai dengan yang
diharapkan.
Sumber : www.ojk.go.id
OJK sebagai lembaga yang dibentuk oleh pemerintah memiliki tugas yang sangat
mulia. Kehadiran OJK yang membela semua kepentingan dengan kemajuan perekonomian
negara secara luas dan kemakmuran masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, segala sepak
terjang OJK sangat didukung oleh berbagai pihak di tanah air.
1. Integritas 5. Visioner
2. Profesionalisme
3. Sinergi
4. Inklusif
Integritas adalah bertindak objektif, adil dan konsisten sesuai dengan kode etik dan
kebijakan organisasi dengan menjunjung tinggi kejujuran dan komitmen mewujudkan sistem
keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.
Visioner adalah memiliki wawasan yang luas dan mampu melihat ke depan (Forward
Looking) serta dapat berpikir di luar kebiasaan (Out of The Box Thinking).
Di tengah kondisi perekonomian global dan Indonesia, OJK bersama segenap pelaku
usaha jasa keuangan berupaya memperluas akses masyarakat ke sektor jasa keuangan. Seperti
diketahui bersama, akses ke sektor jasa keuangan masih menjadi permasalahan utama bagi
masyarakat di Indonesia. Permasalahan rendahnya akses ke sektor jasa keuangan setidaknya
disebabkan oleh tiga hal, yaitu:
OJK meyakini bahwa melalui penanganan pengaduan yang lebih baik dan terstandar,
konsumen dan masyarakat akan lebih mempercayai produk dan/atau jasa keuangan yang
ditawarkan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) dan dapat semakin meningkatkan
sektor keuangan di Indonesia. Ada lima aspek penting dalam standar penanganan pengaduan
oleh PUJK yaitu identifikasi terhadap pengaduan, perekaman/database pengaduan, pelaporan
internal mengenai pengaduan, upaya penyelesaian dan perbaikan serta yang tidak kalah
pentingnya PUJK dapat melakukan root and cause analysis.
Untuk memberikan dukungan terhadap upaya peningkatan kualitas layanan konsumen
di sektor jasa keuangan, telah terdapat beberapa ketentuan yang diterbitkan sebagai pedoman
bagi pelaku usaha jasa keuangan, seperti Peraturan OJK Nomor : 1/POJK.07/2013 tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan SEOJK Nomor : 2/SEOJK.07/ 2014
tentang Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen pada Pelaku Usaha Jasa
Keuangan.
Selama ini OJK melakukan pemantauan interaksi antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan
dengan konsumen keuangan dan masyarakat. OJK melaksanakan pengawasan perlindungan
konsumen melalui berbagai cara, misalnya melalui mystery shopping dan customer testimony.
Berdasarkan Pasal 2 peraturan otoritas jasa keuangan nomor 1/pojk.07/2013 tentang
perlindungan konsumen sektor jasa keuangan, perlindungan Konsumen menerapkan prinsip:
a. transparansi;
b. perlakuan yang adil;
c. keandalan;
d. kerahasiaan dan keamanan data/informasi Konsumen; dan
e. penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa Konsumen secara sederhana,
cepat, dan biaya terjangkau.
Ketentuan mengenai perlindungan konsumen sektor jasa keuangan dapat ditemukan
dalam peraturan otoritas jasa keuangan nomor 1/pojk.07/2013 tentang perlindungan
konsumen sektor jasa keuangan.
Dalam hal perlindungan konsumen dan masyarakat, OJK diberikan kewenangan
untuk melakukan tindakan pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat. Bentuk
perlindungan adalah meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya
apabila kegiatan tersebut merugikan masyarakat. Kemudian OJK akan melakukan pembelaan
hukum untuk kepentingan konsumen berupa pengajuan gugatan di pengadilan terhadap
pihak-pihak yang menyebabkan kerugian bagi konsumen di sektor jasa keuangan.
OJK juga memberikan peringatan kepada perusahaan yang dianggap menyimpang
agar segera memperbaikinya. Kemudian memberikan informasi kepada masyarakat tentang
aktivitas perusahaan yang dapat merugikan masyarakat.
Sumber dana atau Anggaran OJK berasal dari APBN dan/atau pungutan dari pihak
yang melakukan kegiatan disektor jasa keuangan.Sebagai bentuk akuntabilitas dalam
perencanaan maupun penggunaan anggaran, anggaran OJK wajib terlebih dahulu
memperoleh persetujuan DPR.
Contoh 1 :
PT Bank ABC Tbk, pada tahun 2016 memiliki aset sebesar 5 Triliun.Sebagai bank
mereka juga melakukan kegiatan sebagai berikut :
1. Merupakan emiten karena melakukan penawaran saham sebesar 2 Triliun
Berdasarkan ketentuan PP tentang Pungutan OJK,yang wajib dibayar oleh OJK adalah
Pungutan dengan besaran tertinggi yaitu : Rp.2.350.000.000,00
Contoh 2
Pada tahun 2016 diketahui bahwa laporan keuangan tahunan tahun 2015 yang telah di audit
menunjukkan pendapatan bursa efek sebesar Rp.100.000.000.000,00. Berapa besar biaya
tahunan yang wajib dibayar Bursa efek pada OJK :
Jawaban
15 % x 100.000.000.000 = 15.000.000.000
Dan sebagai bentuk akuntabilitas dalam pelaksanaan tugas, OJK wajib menyusun
laporan yang terdiri atas laporan kegiatan secara berkala kepada presiden dan DPR. Selain
Laporan kegiatan OJK juga diwajibkan menyusun laporan keuangan tahunan yang diaudit
oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh
BPK.
Didasarkan Atas kesadaran bahwa sektor jasa keuangan merupakan suatu sistem yang
kompleks , tidak hanya karena adanya beberapa otoritas yang terkait, namun juga merupakan
bagian dari suatu sistem keuangan. Maka dalam UU OJK diatur dasar hukum bagi protokol
koordinasi dan kerjasama, baik antarlembaga didalam negeri, misalnnya BI dan Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS), maupun luar negeri yang didasarkan pada prinsip timbal balik
yang seimbang.
Ada pun fungsi Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan adalah sebgai berikut :
3. Penyiapan sistem peringatan dini makro (Macro Early Warning System) sektor
keuangan terhadap permasalahan lembaga-lembaga dalam sistem keuangan yang
berpotensi sistemik
Berikut ini tugas OJK melaksanakan dibidang pengaturan dan pengawasan terhadap :
1. Kegitaan jasa keuangan di sektor Perbankan.
2. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal
3. Kegiatan jasa keuangan di sektor Peransurasian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan tersebut
OJK mempunyai wewenang :
a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi :
1) Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana
kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan
akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank.
2) Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan
aktivitas dibidang jasa.
d. Pemeriksaan bank.
Untuk melaksanakan tugas pengaturan tersebut OJK mempunyai wewenang yaitu :
Sejak berdiri Otoritas Jasa Keuangan sudah melakukan beberapa tugas yang
memberikan dampak cukup signifikan bagi masyarakat. Tindakan yang dilakukan dalam
rangka imbauan, peringatan, membekukan kegiatan, mencabut izin usaha suatu lembaga jasa
keuangan. Berikut ini sebagian kegiatan tindakan yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan
selama tahun 2014-2016, yaitu:
Keputusan Dewan Komisioner OJK tentang pencabutan izin usaha ini tidak
menghapus seluruh kewajiban pembayaran pungutan atau sanksi administratif
berupa denda yang belum dibayar oleh perusahaan terkait sebelum keputusan
DK OJK ini ditetapkan.
Sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK)
Nomor 27/POJK.04/2014 tentang Perizinan Wakil Penjamin Emisi Efek dan
Wakil Perantara Pedagang Efek, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai
berikut :
1. Bahwa sesuai Peraturan tersebut di atas, seluruh pemegang izin WPEE dan
WPPE wajib melakukan perpanjangan izin ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Bagi pemegang izin WPEE dan WPPE yang mendapatkan izin sebelum 19
November 2014, perpanjangan izin dapat dilakukan mulai 19 Agustus 2016
sampai dengan 18 November 2016.
3. Bagi pemegang izin WPEE dan WPPE yang mendapatkan izin sejak tanggal
19 November 2014 wajib melakukan perpanjangan 90 (sembilan puluh) hari
sebelum masa berlaku izin berakhir yaitu 2 (dua) tahun sejak ditetapkannya
Surat Keputusan izin tersebut.
6. Bagi pemegang izin WPEE dan WPPE yang sudah tidak berlaku dapat
mengajukan kembali izin WPEE dan WPPE sesuai dengan prosedur pengajuan
izin baru sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 27/POJK.04/2014.
7. Proses permohonan izin baru WPEE dan WPPE serta proses perpanjangan
izin WPEE dan WPPE dapat dilakukan melalui sistem e-licensing pada website
OJK.
Sumber : www.ojk.go.id
2.14 Kode Etik Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Kode Etik OJK adalah norma dan azas mengenai kepatutan dan kepantasan yang
wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh seluruh Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan
Pegawai OJK dalam pelaksanaan tugas.
Komite Etik adalah organ pendukung Dewan Komisioner yang bertugas mengawasi
kepatuhan Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK terhadap Kode Etik.
Nilai Dasar Kode Etik OJK ini dicerminkan dalam perilaku yang sesuai dengan Nilai
Strategis Organisasi OJK yakni Integritas, Profesionalisme, Transparansi, Akuntabilitas,
Sinergi, dan Kesetaraan.
Berikut ini adalah Kode etik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) :
NOMOR 01/17/PDK/XII/2012
TENTANG
Menimbang:
a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,
Dewan Komisioner menetapkan dan menegakkan kode etik Otoritas Jasa Keuangan;
b. bahwa untuk mengawasi kepatuhan Dewan Komisioner, pejabat dan pegawai Otoritas Jasa
Keuangan terhadap kode etik, maka Dewan Komisioner membentuk Komite Etik;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang Kode Etik
Otoritas Jasa Keuangan;
Mengingat:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
(1) Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan
bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Dewan Komisioner adalah pimpinan tertinggi OJK yang bersifat kolektif dan kolegial.
(3) Anggota Dewan Komisioner OJK adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Ayat (4)
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
(4) Pejabat dan Pegawai OJK adalah pejabat dan pegawai baik tetap maupun dipekerjakan.
(5) Kode Etik OJK adalah norma dan azas mengenai kepatutan dan kepantasan yang wajib dipatuhi
dan dilaksanakan oleh seluruh Anggota Dewan Komisioner, Pejabat dan Pegawai OJK dalam
pelaksanaan tugas.
(6) Komite Etik adalah organ pendukung Dewan Komisioner yang bertugas mengawasi kepatuhan
Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK terhadap kode etik.
(7) Integritas adalah pemikiran, perkataan, dan tindakan yang baik dan benar dengan memegang
teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral.
(8) Profesionalisme adalah perilaku yang selalu mengedepankan sikap dan tindakan yang dilandasi
oleh tingkat kompetensi, kredibilitas, dan komitmen yang tinggi.
(9) Transparansi adalah tindakan menyampaikan informasi secara transparan, konsisten, dan
kredibel untuk memberikan layanan yang lebih baik dan lebih cepat kepada pemangku
kepentingan.
(10) Akuntabilitas adalah sikap bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan serta responsif
terhadap kebutuhan pemangku kepentingan.
(11) Sinergi adalah sikap membangun dan memastikan hubungan kerja sama internal yang produktif
serta kemitraan yang harmonis dengan para memangku kepentingan, untuk menghasilkan karya
yang bermanfaat dan berkualitas.
(12) Kesetaraan adalah sikap memperlakukan secara adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak
yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan-perundangan yang berlaku.
(13) Pejabat Pemutus adalah Dewan Komisioner atau Pejabat OJK yang berwenang menetapkan
sanksi atas pelanggaran Kode Etik.
BAB II
TUJUAN
Pasal 2
Pengaturan Kode Etik bertujuan untuk:
a. Menjaga citra, martabat, integritas, dan independensi Anggota Dewan Komisioner, Pejabat
dan Pegawai OJK dalam menjalankan tugas sesuai dengan nilai strategis organisasi OJK.
b. Memberikan kejelasan pedoman perilaku Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai
OJK dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab.
c. Mencegah pelanggaran Kode Etik OJK guna melindungi Anggota Dewan Komisioner, Pejabat,
dan Pegawai OJK dari risiko hukum dan/atau risiko reputasi yang mungkin timbul akibat perilaku
yang menyimpang dari norma sosial atau tidak sejalan dengan persepsi publik terhadap
penyelenggaraan lembaga negara yang baik.
(1) Kode Etik OJK berlaku untuk seluruh Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK.
(2) Kode Etik OJK dilaksanakan tanpa toleransi dan pengecualian atas penyimpangannya dan
mengandung sanksi bagi yang melanggarnya.
BAB III
NILAI DASAR
Pasal 4
Nilai Dasar Kode Etik OJK dicerminkan dalam perilaku yang sesuai dengan Nilai Strategis Organisasi
OJK yang terdiri atas:
(1) Integritas;
(2) Profesionalisme;
(3) Transparansi;
(4) Akuntabilitas;
(6) Kesetaraan.
BAB IV
Bagian Kesatu
Pasal 5
(1) Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK wajib:
b. Menjaga kerahasiaan data dan informasi yang terkait dengan pelaksanaan tugas OJK, baik
selama dan setelah tidak bekerja di OJK sebagaimana diatur dalam ketentuan
mengenai penggunaan dan pengungkapan informasi rahasia.
(2) Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK dilarang:
a. Menjadi anggota, pengurus partai politik, dan atau melakukan kegiatan untuk kepentingan
partai politik.
1.) dapat menyebabkan Anggota Dewan Komisioner, pejabat, dan pegawai OJK
memiliki kewajiban kepada pihak tersebut;
2.) dapat mempengaruhi Anggota Dewan Komisioner, pejabat, dan pegawai OJK
dalam melaksanakan tugasnya; atau
d. Memanfatkan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas OJK, untuk tujuan dan
alasan apapun, untuk kepentingan pribadi maupun pihak lain yang tidak berhak, kecuali
dalam rangka melaksanakan tugas OJK.
f. Membantu penyiapan dokumen atau laporan atau bantuan dalam bentuk apapun termasuk
bantuan jasa, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap pemangku
kepentingan berkaitan dengan pelaksanaan tugas OJK dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan pribadi, keluarga atau menguntungkan pihak tertentu.
3.) Perusahaan yang memiliki hubungan keuangan yang signifikan dengan OJK.
h. Dalam hal kepemilikan sebagaimana dimaksud pada huruf g terjadi karena warisan, hibah
atau putusan pengadilan, maka wajib segera melaporkan kepemilikan Efek tersebut
kepada Dewan Komisioner.
i. Dalam hal kepemilikan sebagaimana dimaksud pada huruf h dialihkan maka wajib
melaporkan hasil pengalihan tersebut kepada Dewan Komisioner.
Bagian Kedua
Nilai Dasar Profesionalisme
Pasal 6
a. Bekerja secara disiplin, efisien, dan efektif serta melaksanakan tugas dengan penuh
tanggung jawab, jujur, dan profesional.
a. Melakukan tindakan yang dapat mencemarkan nama baik atau merugikan OJK.
b. Menggunakan kewenangan jabatan dan/atau fasilitas dari OJK baik secara langsung
maupun tidak langsung untuk tujuan dan/atau alasan apapun, kecuali dalam rangka
melaksanakan tugas OJK.
2) Menduduki jabatan pada lembaga lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi,
tugas, dan wewenang OJK dan/atau penugasan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
d. Dalam hal Anggota Dewan Komisioner, Pejabat dan Pegawai OJK menjadi pengurus,
pengawas, pengendali dan/atau pengelola di lembaga jasa keuangan dan/atau pihak lain
yang diawasi OJK, maka yang bersangkutan harus melepaskan pengendalian dan
pengelolaannya sejak diangkat menjadi Anggota Dewan Komisioner atau Pegawai OJK.
e. Mempunyai pekerjaan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan
dan/atau mengganggu pelaksanaan tugas, atau dapat menimbulkan penyalahgunaan
jabatan, waktu, data, dan informasi serta fasilitas kantor, kecuali mendapatkan izin dari
pimpinan atau atasan.
f. Berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan pihak yang diperiksa atau
akan diperiksa oleh OJK karena diduga melakukan pelanggaran peraturan perundang-
undangan di sektor jasa keuangan, tersangka, terdakwa, dan/atau keluarganya atau pihak
lain yang terkait, yang penanganan kasusnya sedang diproses oleh OJK, kecuali
melaksanakan tugas karena perintah jabatan.
Bagian Ketiga
Nilai Dasar Transparansi
Pasal 7
(1) Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK wajib memberikan data
dan informasi yang memadai kepada pemangku kepentingan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
(2) Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK dilarang menolak
memberikan informasi yang seharusnya diberikan kepada pemangku
kepentingan, dengan itikad tidak baik.
Bagian Keempat
Nilai Dasar Akuntabilitas
Pasal 8
Bagian Kelima
Pasal 9
(1) Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK wajib:
Bagian Keenam
Pasal 10
(1) Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK wajib memberikan
pelayanan sebaik-baiknya secara profesional dan tidak memihak (bersikap
netral) kepada pemangku kepentingan sesuai dengan bidang tugas masing-
masing.
(2) Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK dilarang bersikap atau
bertindak diskriminatif dan/atau memberikan keistimewaan perlakuan kepada
pemangku kepentingan, berdasarkan gender, suku, agama, ras, dan
antargolongan.
BAB V
Bagian Kesatu
Pengawasan
Pasal 11
(1) Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK wajib melaporkan
secara tertulis melalui Sistem Penerimaan Pengaduan OJK (help desk) apabila
mengetahui adanya dugaan pelanggaran terhadap Kode Etik OJK atau tindak
pidana dalam pelaksanaan tugas yang dapat merugikan atau berpotensi
merugikan OJK.
(2) Komite Etik mengawasi kepatuhan Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai
OJK terhadap Kode Etik OJK.
Bagian Kedua
Sanksi
Pasal 12
(1) Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK yang melakukan
pelanggaran terhadap Kode Etik OJK dikenakan sanksi sebagaimana diatur
dalam Peraturan Dewan Komisioner OJK dan/atau Surat Edaran
Dewan Komisioner OJK.
(2) Komite Etik akan melakukan penilaian atas tingkat pelanggaran terhadap Kode
Etik OJK dan merekomendasikan pengenaan sanksi kepada Pejabat Pemutus.
(3) Pelanggaran Kode Etik OJK terdiri atas 3 (tiga) kategori pelanggaran,
yaitu:
a. pelanggaran ringan,
b. pelanggaran sedang, dan
c. pelanggaran berat.
(4) Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK wajib menerima dan melaksanakan
keputusan Pejabat Pemutus.
BAB VI
Bagian Kesatu
Penanganan Informasi
Pasal 13
(1) OJK menerima informasi dugaan pelanggaran Kode Etik OJK yang dapat berasal
dari Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK, masyarakat
dan/atau melalui media massa.
(2) Komite Etik secara aktif memastikan kebenaran informasi dan melakukan
pemeriksaan.
Bagian Kedua
Proses Penegakan Kode Etik
Pasal 14
(1) Komite Etik melakukan verifikasi atas informasi dugaan pelanggaran Kode Etik
OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
(2) Dalam hal diperlukan, Komite Etik dapat mengundang Anggota Dewan
Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK yang diduga melanggar Kode Etik OJK
untuk memberikan klarifikasi.
Pasal 15
(2) Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK yang diduga melakukan
pelanggaran Kode Etik OJK berhak melakukan pembelaan diri dalam sidang
Komite Etik.
(3) Dalam sidang Komite Etik, Komite Etik menyatakan dan memberikan
rekomendasi keputusan untuk diajukan secara tertulis kepada Pejabat Pemutus,
yaitu:
b. Pemulihan nama baik jika tidak terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik
OJK.
(5) Rekomendasi pengenaan sanksi untuk Anggota Dewan Komisioner yang diduga
melanggar Kode Etik OJK dapat berupa:
(6) Dewan Komisioner menetapkan status nonaktif bagi Anggota Dewan Komisioner
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c, sebelum pemberhentian Anggota
Dewan Komisioner ditetapkan oleh Presiden.
(7) Untuk menetapkan rekomendasi pengenaan sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), Komite Etik berpedoman pada kriteria pelanggaran
ringan, pelanggaran sedang, dan pelanggaran berat yang diatur lebih lanjut
dalam Surat Edaran Dewan Komisioner OJK.
Bagian Ketiga
Pengenaan Sanksi
Pasal 16
(1) Pejabat Pemutus menetapkan keputusan akhir yang bersifat final berdasarkan
rekomendasi Komite Etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
(2) Rapat Dewan Komisioner yang membahas pelanggaran Kode Etik OJK yang
dilakukan oleh Anggota Dewan Komisioner tidak dihadiri oleh Anggota Dewan
Komisioner yang diduga melakukan pelanggaran.
BAB VII
KOMITE ETIK
Bagian Kesatu
Pasal 17
(1) Pembentukan Komite Etik diputuskan dalam Rapat Dewan Komisioner yang
dituangkan dalam Keputusan Dewan Komisioner OJK.
Pasal 18
(1) Jangka waktu penugasan Anggota Komite Etik level Governance yang berasal
dari unsur profesi/akademisi paling lama dua (2) tahun dan dapat diperpanjang
paling banyak satu (1) kali.
(2) Penugasan Anggota Komite Etik Level Governance yang berasal dari unsur
profesi/akademisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir dalam hal:
a. jangka waktu penugasan Komite Etik telah selesai; atau
b. terdapat hal-hal yang mengakibatkan penugasan Komite Etik berakhir
berdasarkan keputusan Dewan Komisioner.
(3) Jangka waktu penugasan Anggota Komite Etik level Manajemen tidak dibatasi.
Bagian Kedua
Pasal 19
(1) Keanggotaan Komite Etik diputuskan dalam Rapat Dewan Komisioner yang
dituangkan dalam Keputusan Dewan Komisioner.
a. Ketua;
b. Anggota; dan
c. Sekretariat.
Pasal 20
Pasal 21
Pasal 22
(1) Calon anggota Komite Etik level Governance yang berasal dari unsur
profesi/akademisi dipilih secara langsung oleh Dewan Komisioner dengan
mekanisme yang disepakati oleh Dewan Komisioner.
(3) Kriteria calon anggota Komite Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah:
a. Warga Negara Indonesia;
Bagian Ketiga
Tugas dan Kewajiban Komite Etik
Pasal 23
a. Meneliti dugaan pelanggaran Kode Etik OJK yang dilakukan oleh Anggota
Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK.
d. Menyatakan bahwa dugaan pelanggaran Kode Etik OJK terbukti atau tidak
terbukti.
Pasal 24
Anggota Komite Etik wajib:
a. Memberikan masukan tertulis mengenai penyempurnaan pelaksanaan Kode Etik
OJK;
b. Menyusun buku manual/buku saku/sejenis mengenai Kode Etik OJK; dan
c. Hadir pada rapat dan sidang Komite Etik dalam rangka pemeriksaan dugaan
pelanggaran Kode Etik OJK dan/atau penetapan rekomendasi keputusan atas
dugaan pelanggaran Kode Etik OJK.
Bagian Keempat
Wewenang Komite Etik
Pasal 25
Komite Etik berwenang:
a. Memanggil Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK yang diduga
melakukan pelanggaran Kode Etik OJK untuk dimintai keterangan dan/atau data
di dalam atau di luar sidang Komite Etik.
b. Memanggil pihak-pihak terkait dan para saksi untuk dimintai keterangan dan/atau
data dalam sidang Komite Etik.
Bagian Kelima
Pasal 26
(1) Sidang Komite Etik dipimpin oleh Ketua Komite Etik.
(2) Dalam hal Ketua berhalangan hadir maka sidang dapat dipimpin oleh salah
seorang anggota Komite Etik berdasarkan kesepakatan.
(3) Sidang Komite Etik dapat mengambil keputusan jika dihadiri oleh lebih dari
setengah anggota Komite Etik.
(4) Pengambilan keputusan dilakukan melalui musyawarah mufakat.
(5) Dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
tercapai maka pengambilan keputusan dilakukan melalui suara terbanyak.
(6) Dalam hal anggota Komite Etik merupakan pihak yang diduga melakukan
pelanggaran Kode Etik atau memiliki benturan kepentingan dengan kasus yang
sedang diperiksa oleh Komite Etik, maka yang bersangkutan tidak
dapat menghadiri sidang Komite Etik.
Bagian Keenam
Sekretariat Komite Etik
Pasal 27
Bagian Ketujuh
Honorarium bagi Anggota Komite Etik
(2) Jumlah honorarium untuk Anggota Komite Etik level Governance yang berasal
dari eksternal ditetapkan dalam Rapat Dewan Komisioner dan dituangkan dalam
Keputusan Dewan Komisioner OJK.
BAB VIII
Pasal 29
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 30
(2) Ketentuan mengenai Tata Tertib dan Disiplin Pejabat dan Pegawai OJK diatur
dalam Peraturan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dan Surat Edaran
Dewan Komisioner OJK.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Otoritas Jasa Keuangan atau lebih dikenal dengan istilah OJK, adalah sebuah lembaga
pengawasan jasa keuangan yang independen dan mengawasi industri perbankan, pasar modal,
reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Tujuan dibentuknya OJK
yaitu untuk mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis, menghilangkan
penyalahgunaan kekuasaan, dan mencari efisiensi di sektor perbankan dan keuangan lainnya.
Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (Otoritas Jasa Keuangan) sebagai suatu lembaga
pengawasan sektor keuangan di Indonesia yg perlu diperhatikan, karena ini harus
dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan Otoritas Jasa Keuangan
tersebut. Pada dasarnya OJK mempunyai fungsi dan tujuan dalam pembentukannya, seperti
yang sudah dijelaskan dalam pengertian OJK sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.ojk.go.id/id/tentang-ojk/Pages/Visi-Misi.aspx
http://erman-at.blogspot.co.id/2014/07/makalah-otoritas-jasa-keuangan-ojk.html
http://dokumen.tips/documents/makalah-ojk-55d150771d473.html
http://www.ojk.go.id/id/Pages/FAQ-Otoritas-Jasa-Keuangan.aspx
https://id.wikipedia.org/wiki/Otoritas_Jasa_Keuangan
https://riyanikusuma.wordpress.com/2013/02/14/otoritas-jasa-keuangan/
http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-otoritas-jasa-keuangan.html
http://www.ilmuekonomi.net/2015/12/pengertian-fungsi-tujuan-tugas-dan-
wewenangotoritas-jasa-keuangan-ojk.html
http://www.voaindonesia.com/content/ojk-resmi-ambil-alih-tugas-pengawasan-
perbankan-dari-bi/1820703.html