Anda di halaman 1dari 45

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Sebagaimana diketahui bahwa krisis yang melanda di tahun 1998 telah membuat
sistem keuangan Indonesia porak poranda. Sejak itu maka lahirlah kesepakatan untuk
membentuk Otoritas Jasa Keuangan yang menurut undang-undang tersebut harus terbentuk
pada tahun 2002. Meskipun Otoritas Jasa Keuangan dibidani berdasarkan kesepakatan dan
diamanatkan oleh UU, nyatanya sampai dengan 2002 draft pembentukan Otoritas Jasa
Keuangan belum ada, sampai akhirnya UU No 23/1999 tentang Bank Indonesia (BI) tersebut
direvisi, menjadi UU No 24 2004 yang menyatakan tugas BI adalah mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah.

Kemudian pada tanggal 27 Oktober 2011, RUU Otoritas Jasa Keuangan disahkan
oleh DPR, dan selanjutnya Pemerintah mensahkan dan mengundangkan Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dalam Lembaran Negara Republik
pada tanggal 22 November 2011. Berikut merupakan ringkasan dari isi Undang Undang
Nomor 21 Tahun 2011.

Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini.

OJK berkedudukan di ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berfungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.

OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:


 Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
 Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
 Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan
pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan
dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.

Sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan
pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:

1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3467) dan peraturan pelaksanaannya;

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik


Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Tahun 1992 Nomor 7 tentang Perbankan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3790) dan peraturan pelaksanaannya;

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3477) dan peraturan pelaksanaannya;

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3608) dan peraturan pelaksanaannya;

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962) dan peraturan pelaksanaannya;
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK)?
2. Apakah peran dan Dasar Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)?
3. Apakah arti penting Otoritas Jasa Keuangan (OJK)?
4. Bagaimana tata kelola dan struktur Otoritas Jasa Keuangan (OJK)?

1.3 Tujuan Penulisan

Dari rumusan masalah dapat disimpulkan bahwa tujuan dari penulisan makalh ini
ialah untuk mengetahui apa itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bagaimana Tata Kelola dan
Sruktur Organisasi OJK serta mengetahui secara detail fungsi,tujuan, dan Wewenang
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Makalah ini juga bertujuan untuk memenuhuhi tugas mata kuliah Managemen
Lembaga Keuangan serta Menambah keilmuan dari Penulis dan Pembaca.
BAB II
ISI

2.1 Pengertian Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga Negara yang dibentuk berdasarkan
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan
dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan baik di sektor perbankan, pasar modal, dan sektor jasa keuangan non-bank seperti
Asuransi, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.

Secara lebih lengkap, OJK adalah lembaga independen dan bebas dari campur tangan
pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21
tersebut.

2.2 Peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Setiap lembaga atau perusahaan yang didirikan pasti mempunyai visi, misi, dan tujuan
yang ingin dicapai. Visi merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh suatu lembaga.
Kemudian untuk mencapai visi lembaga atau perusahaan haruslah menetapkan suatu misi.
Setelah visi dan misi ditetapkan maka selanjutnya adalah menetapkan tujuan pencapaian yang
diharapkan.

Visi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah menjadi lembaga pengawas jasa industri
jasa keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dan
mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang
berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum.

Misi yang diemban OJK dalam mencapai visinya adalah :

 Mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara


teratur, adil, transparan dan akuntabel
 Mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil
 Melindungi kepentingan masyarakat dan konsumen
Sedangkan tujuan OJK adalah agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan:
 Terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel
 Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil
 Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat

Selain memiliki visi, misi dan tujuan OJK juga mempunyai fungsi, tugas dan wewenang
yang telah ditentukan menurut undang-undang. Adapun fungsi, tugas, dan wewenang OJK
adalah:
1. Fungsi OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang
terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan

2. Tugas OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan, yaitu:
a. Perbankan
b. Pasar modal
c. Asuransi
d. Dana pensiun
e. Lembaga pembiayaan
f. Pegadaian
g. Lembaga pinjaman
h. Lembaga pembiayaan ekspor Indonesia
i. Perusahaan pembiayaan sekunder perumahan
j. Penyelenggara program jaminan sosial, pensiun dan kesejahteraan

3. Wewenang OJK adalah:


a. Tugas pengaturan
Merupakan peraturan pelaksanaan undang-undang OJK, peraturan perundang-
undangan di sektor jasa keuangan, peraturan dan keputusan OJK, peraturan
mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan, kebijakan mengenai pelaksanaan
tugas OJK, peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap
lembaga jasa keuangan dan pihak tertentu, peraturan mengenai tata cara pengelola
statuter, struktur organisasi dan infrastruktur, serta pengaturan mengenai tata cara
pengenaan sanksi.
b. Tugas pengawasan
OJK menetapkan kebijakan operasional pengawasan, melakukan pengawasan,
pemeriksaan penyidikan, pelrindungan, konsumen, dan tindakan lain terhadap
lembaga jasa keuangan, pelaku dan/ atau penunjang kegiatan jasa keuangan,
penunjukan dan pengelolaan pengguna statuter, memberikan perintah tertulis
kepada lembaga jasa keuangan atau pihak lain, menetapkan sanksi administrative
terhadap pelaku pelanggaran peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan, termasuk kewenangan perizinan kepada lembaga jasa keuangan.

2.3 Dasar Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah suatu bentuk unifikasi pengaturan dan
pengawasan sektor jasa keuangan, di mana sebelumnya kewenangan pengaturan dan
pengawasan dilaksanakan oleh Kementerian keuangan, Bank Indonesia dan Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).

Pembentukan OJK didasarkan kepada tiga landasan yaitu:

1. Landasan Filosofis
Mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan stabil dan
berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbang disemua sektor
perekonomian, serta memberikan kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat
Indonesia.
2. Landasan Yuridis

a. Pasal 34 UU no. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

b. UU no. 6 Tahun 2009 tentang penetapan Perppu No. 2 Tahun 2008 tentang
perubahan kedua atas Undang-Undang no.23 tahun 1999 tentang bank Indonesia.

3. Landasan Sosiologis
a. Globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan dibidang teknologi dan
informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan kompleks,
dinamis, dan saling terkait antar subsektor keuangan baik dalam hal produk
maupun kelembagaan.
b. Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan diberbagai
subsektor keuangan (konglomerasi) menambah kompleksitas transaksi dan
interaksi antar lembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan.

2.4 Arti Penting Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Otoritas jasa keuangan memiliki arti yang sangat penting, tidak hanya bagi
masyarakat umum dan pemerintah saja, akan tetapi juga bagi dunia usaha (bisnis). Bagi
masyarakat tentunya dengan adanya OJK akan memberikan perlindungandan rasa aman atas
investasi atau transaksi yang dijalankannya lewat lembaga jasa keuangan. Bagi pemerintah
adalah akan memberikan keuntungan rasa aman bagi masyarakatnya dan perolehan
pendapatan dari perusahaan berupa pajak atau penyediaan barang dan jasa yang berkualitas
baik. Sedangkan bagi dunia usaha, dengan adanya OJK maka pengolahannya semakin baik
dan perusahaan yang dijalankan makin sehat dan lancar, yang pada akhirnya akan
memperoleh keuntungan yang berlipat.

Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, danpenyidikan, sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang ini.

OJK berkedudukan di ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia serta dapat


mempunyai kantor di dalam dan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
dibentuk sesuai dengan kebutuhan. Artinya kehadiran OJK dalam melayani lembaga jasa
keuangan dapat dilayani diseluruh tiap-tiap provinsi jika dibutuhkan.

Selama ini sebelum keluarnya UU Nomor 21 Tahun 2011 pengawasan yang dilakukan
terhadap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan dilakukan oleh 2(dua) lembaga yang
ditunjuk pemerintahyaitu:

1) Lembaga keuangan bank (perbankan) dilakukan oleh Bank Indonesia (BI). Artinya
semua aktivitas perbankan sepenuhnya dilakukan oleh Bank Indonesia, termasuk
dalam hal memberi izin, menindak, atau membubarkan bank.
2) Lembaga keuangan bukan bank seperti Pasar Modal, Peransuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, Dan Lembaga Jasa Keuanagan Lainnya kegiatannya diawasi
oleh Kementerian Keuangan, BI dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK)
Namun Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan
dan pengawasan kegiatan jasa keuangan non-Bank diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Satu tahun kemudian (31 Desember 2013) peralihan yang sama dilakukan untuk
pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank Indonesia
(BI) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Artinya dengan keluarnya UU Nomor 21 Tahun 2011
maka seluruh pengawasan yang berhubungan dengan jasa keuangan, baik jasa keuangan bank
maupun non-Bank dilakukan oleh OJK.

Undang-Undang OJK pada dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan tata
kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan
terhadap sektor jasa keuangan. Artinya dengan adanya OJK akan memberikan pengelolaan
lembaga secara baik dan benar, sehingga tidak merupakan pihak-pihak yang memiliki
hubungan dengan perusahaan tersebut.

Lembaga keuangan yang memegang kepercayaan dari dana yang dititipkan


masyarakat harus terus dijaga. Tujuannya jangan sampai merugikan masyarakat sehingga
hilangnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga keuangan. Di samping masyarakat,
pemerintah juga mengalami kerugian karena tidak mampu melindungi masyarakatnya. Dan
yang paling merugi sebenarnya adalah perusahaan itu sendiri, karena telah melakukan
praktik-praktik yang tidak terpuji dan akhirnya tidak dipercaya oleh masyarakat. Lebih dari
itu dengan aanya OJK maka praktik-praktik penipuan atau kejahatan dibidang keuangan
cepat diminimalkan atau dihilangkan. Oleh karena itu, Kehadiran OJK sangat penting.

Selain itu, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Rahmat Waluyanto mengatakan,
sedikitnya ada empat alasan atas arti penting keberadaan lembaga yang dipimpinnya itu.

Pertama, kata Rahmat, makin menguatnya integrasi di pasar finansial yang diikuti
berkembangnya konglomerasi keuangan. Hingga Saat ini, OJK mencatat ada 31 perusahaan
keuangan yang berbau konglomerasi, yang telah membentuk satu raksasa sendiri dalam
industri finansial.

"Ke depan, konglomerasi dan industri ini akan semakin berkembang yang tidak cukup
diawasi oleh satu lembaga saja," kata Rahmat di Jakarta, Rabu (24/4).
Ada tren, lembaga keuangan nonbank ikut mengalami kemajuan yang pesat. Ini
terjadi, menurut Rahmat, karena di sektor ini korporat atau lembaga pemerintah bisa lebih
mudah mencari uangnya, seperti dengan menerbitkan obligasi.

Integrasi industri finansial ini, sambung dia, dapat dilihat dari percampuran produk-
produk pasar modal dengan perbankan, pasar modal dengan asuransi, atau asuransi dengan
perbankan. Lembaga seperti Bank Indonesia (BI) jelas tidak bisa masuk ke dalam ranah ini.

Kedua, Rahmat menuturkan, industri keuangan di Tanah Air harus terus berkembang
dan stabil di tengah berbagai guncangan internal dan eksternal yang muncul. Industri
keuangan harus memberikan kontribusi atas pertumbuhan ekonomi nasional untuk mengatasi
masalah pengangguran, kemiskinan, hingga pendapatan.

OJK memiliki peran penting untuk mendukung pengembangan industri keuangan ini.
"Agar ketahanan ekonomi nasional makin kuat," kata Rahmat.

Alasan ketiga, Rahmat menjelaskan, OJK memiliki wewenang untuk melakukan law
enforcment. Pada kasus-kasus yang muncul, OJK memiliki otoritas hingga menyelidiki,
sesuatu yang hanya dimiliki kepolisian, kejaksaan, dan KPK.Keempat, terkait dengan
perlindungan konsumen di mana hanya OJK yang mempunyai program ini. Menurut Rahmat,
selalu muncul persoalan terkait perlindungan konsumen ini mengingat terus tumbuhnya
produk dan jasa pada industri ini.

2.5 Tata Kelola (Governance) Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Sumber : www.ojk.go.id
Governance Principles (1)

Sumber : www.ojk.go.id

Governance Structure (2)

Struktur tata kelola terdiri dari :

1. Organ utama tata kelola adalah Dewan Komisioner; yang bersifat kolektif kolegial
2. Organ pendukung tata kelola adalah Sekretariat, Dewan Audit, Komite Etik dan
komite lainnya;
3. Infrastruktur tata kelola terdiri dari pedoman (code), piagam (charter), peraturan,
prosedur (SOP) dan sistem informasi sebagai acuan di dalam menjalankan fungsi dan
tugas, serta menerbitkan laporan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada
pemangku kepentingan.

Governance Process (3)

Pelaksananaan governance OJK didukung oleh fungsi asurans yang profesional dan obyektif
dengan menggunakan model the three lines of defense (tiga lapis pertahanan) dan
strategi combined assurance yang memberikan metode praktis untuk memastikan governance
process di OJK berjalan secara efektif.
1. The first line of defense (pertahanan lapis pertama) dilaksanakan oleh Satuan Kerja
yang melakukan aktivitas operasional sehari-hari, terutama yang merupakan garis
depan atau ujung tombak OJK;

2. The second line of defense (pertahanan lapis kedua) dilaksanakan oleh Satuan Kerja
Manajemen Risiko dan Pengendalian Kualitas yang bertanggung jawab untuk
mengembangkan dan memantau implementasi manajemen risiko OJK secara
keseluruhan sebagai bagian dari governance process; dan

3. The third line of defense (pertahanan lapis ketiga) dilaksanakan oleh Satuan Kerja
Audit Internal beserta auditor eksternal yang bertanggung jawab untuk memastikan
bahwa pertahanan lapis pertama dan lapis kedua berjalan sesuai dengan yang
diharapkan.

Governance Outcome (4)

Dengan prinisip, struktur dan proses governance yang dilaksanakan, OJK


menetapkan Governance Roadmap sbb:

Sumber : www.ojk.go.id

2.6 Struktur Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Setiap pembentukan suatu organisasi pasti sudah dilengkapi dengan struktur


organisasi di dalamnya.Seperti diketahui bahwa organisasi merupakan tempat atau wadah
untuk melaksanakan suatu kegiatan.Sedangkan struktur organisasi merupakan bagan atau
kompenen yang ada dalam suatu organisasi.Tiap kompenen memiliki tugas,tanggung jawab
dan wewenang masing-masing.
Demikian juga dengan Otoritas Jasa Keuangan memiliki struktur organisasi terdiri
atas:

1. Dewan Komisioner OJK


2. Pelaksana Kegiatan Operasional

Struktur Dewan Komisioner terdiri atas:

1. Ketua merangkap anggota;


2. Wakil ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota;
3. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota;
4. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota;
5. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian,Dana Pensiun,Lembaga Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa Keuangan lainnya merangkap anggota;
6. Ketua Dewan Audit merangkap anggota;
7. Anggota yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen;
8. Anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur
Bank Indonesia; dan
9. Anggota Ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat
Eselon I kementerian Keuangan.

Pelaksana kegiatan operasional terdiri atas:

1. Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis I;


2. Wakil Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis II;
3. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan memimpin bidang Pengawasan Sektor
Perbankan;
4. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal memimpin bidang Pengawasan Sektor Pasar
Modal;
5. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian,Dana Pensiun,Lembaga Pembiayaan,dan
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya memimpin bidang Pengawasan Sektor IKNB;
6. Ketua Dewan Audit memimpin bidang Audit Internal dan Manajemen Risiko; dan
7. Anggota Dewan Komisioner bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen
memimpin bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen.
Sumber : www.ojk.go.id

2.7 Nilai Strategis Otoritas Jasa Keuangan

OJK sebagai lembaga yang dibentuk oleh pemerintah memiliki tugas yang sangat
mulia. Kehadiran OJK yang membela semua kepentingan dengan kemajuan perekonomian
negara secara luas dan kemakmuran masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, segala sepak
terjang OJK sangat didukung oleh berbagai pihak di tanah air.

Posisi OJK dalam memajukan perekonomian negara dan meningkatkan kemakmuran


masyarakat Indonesia, sangatlah strategis. OJK memiliki senjata yang ampuh untuk
mengatur, menegakkan, dan mengambil tindakan atas tugas dan wewenang yang telah
diberikan kepadanya.

Adapun Nilai strategis Otoritas Jasa Keuangan adalah:

1. Integritas 5. Visioner
2. Profesionalisme
3. Sinergi
4. Inklusif
Integritas adalah bertindak objektif, adil dan konsisten sesuai dengan kode etik dan
kebijakan organisasi dengan menjunjung tinggi kejujuran dan komitmen mewujudkan sistem
keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.

Sinergi adalah berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan baik internal


maupun eksternal secara produktif dan berkualitas.

Inklusif adalah terbuka dan menerima keberagaman pemangku kepentingan serta


memperluas kesempatan dan akses masyarakat terhadap industri keuangan.

Visioner adalah memiliki wawasan yang luas dan mampu melihat ke depan (Forward
Looking) serta dapat berpikir di luar kebiasaan (Out of The Box Thinking).

2.8 Penanganan Pengaduan Konsumen

Mengapa penanganan pengaduan demikian pentingnya sehingga menjadi perhatian


serius OJK dan perlu diatur secara khusus dalam peraturan OJK? Secara umum, hal ini
berkaitan erat dengan upaya OJK untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
sektor jasa keuangan, dalam rangka meningkatkan akses keuangan masyarakat.

Di tengah kondisi perekonomian global dan Indonesia, OJK bersama segenap pelaku
usaha jasa keuangan berupaya memperluas akses masyarakat ke sektor jasa keuangan. Seperti
diketahui bersama, akses ke sektor jasa keuangan masih menjadi permasalahan utama bagi
masyarakat di Indonesia. Permasalahan rendahnya akses ke sektor jasa keuangan setidaknya
disebabkan oleh tiga hal, yaitu:

1. Rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat.


2. Tidak tersedianya layanan keuangan ditengah masyarakat.
3. Adanya perasaan traumatis dan persepsi negatif terhadap layanan keuangan yang pernah
dialaminya ataupun cerita yang diterimanya.

OJK meyakini bahwa melalui penanganan pengaduan yang lebih baik dan terstandar,
konsumen dan masyarakat akan lebih mempercayai produk dan/atau jasa keuangan yang
ditawarkan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) dan dapat semakin meningkatkan
sektor keuangan di Indonesia. Ada lima aspek penting dalam standar penanganan pengaduan
oleh PUJK yaitu identifikasi terhadap pengaduan, perekaman/database pengaduan, pelaporan
internal mengenai pengaduan, upaya penyelesaian dan perbaikan serta yang tidak kalah
pentingnya PUJK dapat melakukan root and cause analysis.
Untuk memberikan dukungan terhadap upaya peningkatan kualitas layanan konsumen
di sektor jasa keuangan, telah terdapat beberapa ketentuan yang diterbitkan sebagai pedoman
bagi pelaku usaha jasa keuangan, seperti Peraturan OJK Nomor : 1/POJK.07/2013 tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan SEOJK Nomor : 2/SEOJK.07/ 2014
tentang Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen pada Pelaku Usaha Jasa
Keuangan.

Penanganan pengaduan yang baik akan meningkatkan kepercayaan Konsumen


(confidence). Selanjutnya, kepercayaan Konsumen akan meningkatkan kesetiaan Konsumen
(loyalty). Dan pada akhirnya, kesetiaan Konsumen akan meningkatkan potensi pendapatan
perusahaan (profitability).

Perlindungan Konsumen dan Masyarakat

Selama ini OJK melakukan pemantauan interaksi antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan
dengan konsumen keuangan dan masyarakat. OJK melaksanakan pengawasan perlindungan
konsumen melalui berbagai cara, misalnya melalui mystery shopping dan customer testimony.
Berdasarkan Pasal 2 peraturan otoritas jasa keuangan nomor 1/pojk.07/2013 tentang
perlindungan konsumen sektor jasa keuangan, perlindungan Konsumen menerapkan prinsip:
a. transparansi;
b. perlakuan yang adil;
c. keandalan;
d. kerahasiaan dan keamanan data/informasi Konsumen; dan
e. penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa Konsumen secara sederhana,
cepat, dan biaya terjangkau.
Ketentuan mengenai perlindungan konsumen sektor jasa keuangan dapat ditemukan
dalam peraturan otoritas jasa keuangan nomor 1/pojk.07/2013 tentang perlindungan
konsumen sektor jasa keuangan.
Dalam hal perlindungan konsumen dan masyarakat, OJK diberikan kewenangan
untuk melakukan tindakan pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat. Bentuk
perlindungan adalah meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya
apabila kegiatan tersebut merugikan masyarakat. Kemudian OJK akan melakukan pembelaan
hukum untuk kepentingan konsumen berupa pengajuan gugatan di pengadilan terhadap
pihak-pihak yang menyebabkan kerugian bagi konsumen di sektor jasa keuangan.
OJK juga memberikan peringatan kepada perusahaan yang dianggap menyimpang
agar segera memperbaikinya. Kemudian memberikan informasi kepada masyarakat tentang
aktivitas perusahaan yang dapat merugikan masyarakat.

Dengan demikian, kehadiran OJK benar-benar dapat memberikan perlindungan


sepenuhnya kepada masyarakat, sehingga masyarakat merasa aman. Kehadiran OJK, mampu
meminimalkan kerugian yang diderita masyarakat akibat perbuatan nakal lembaga jasa
keuangan. Hanya saja masyarakat juga diminta lebih berhati-hati dalam melakukan bisnis,
perhatikan rambu-rambu yang jelas, sebelum melakukan kegiatan usaha terutama di bidang
bisnis jasa keuangan.

2.9 Anggaran dan Akuntabilitas Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Sebagaimana suatu lembaga untuk menjalankan aktivitasnya dibutuhkan sejumlah


dana agar lembaga tersebut dapat berjalan dengan sebaik-baiknya. Tanpa ada dukungan dana,
maka sulit diharapkan akan memperoleh hasil yang maksimal. Demikian juga halnya dengan
OJK kehadirannya memerlukan sejumlah dana yang besarnya sesuai dengan beban tugas
yang diberikan.

Sumber dana atau Anggaran OJK berasal dari APBN dan/atau pungutan dari pihak
yang melakukan kegiatan disektor jasa keuangan.Sebagai bentuk akuntabilitas dalam
perencanaan maupun penggunaan anggaran, anggaran OJK wajib terlebih dahulu
memperoleh persetujuan DPR.

Jenis pungutan Satuan Besaran


I Pungutan yang terkait dengan pengajuan
perizinan,persetujuan,pendaftaran dan
pengesahan pada ojk

A. Biaya pengajuan persetujuan pendaftaran


dan pengesahan lembaga
1. Perizinan usaha untuk :
a. Bursa efek,Lembaga Kiring dan Per Perusahaan Rp.100.000.000,00
Penjamin, Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian,Penyelenggaran
Perdaganngan Surat Utang Negara di
Luar Bursa Efek,Bank Umum,
Asuransi Jiwa,Asuransi
Umum,Reasuransi, dan Manajer
Investasi:
b. Perusahaan Pemeringkat Per Perusahaan Rp.50.000.000,00
efek,Penjamin Emisi Efek, Bank
Perkreditan rakyat,Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah,Perusahaan
Pembiayaa, Perusahaan Modal
ventura dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya.
c. Perantara Pedagang Efek yang Per Perusahaan Rp.30.000.000,00
Mengadministrasikan Rekening Efek
Nasabah.
d. Perantara Pedagang efek yang tidak Per Perusahaan Rp.5.000.000,00
mengadministrasikan Rekening efek
Nasabah,Penasihat investasi,Biro
Administrasi Efek, dan Lembaga
Penilai Harga efek.
2. Persetujuan untuk Pihak penerbit Daftar Per Perusahaan Rp.5.000.000,00
Efek Syariah, Bank Kustodian, Lembaga
Penunjang perbankan yaitu Lembaga
Pemeringkat.
3. Perizinan Lembaga Penunjang IKNB Per Perusahaan Rp.5.000.000,00
yaitu Perusahaan Pialang Asuransi,
Perusahaan Pialang Reasuransi,
Perusahaan Penilai Kerugian
Asuransi,Perusahaan Konsultan
Asuransi,Perusahaan Konsultan Aktuaria
dan Perusahaan Agen Asuransi.
4. Pendaftaran untuk :
a. Wali Amanat Per Perusahaan Rp.5.000.000,00
b. Agen Penjual Efek Reksa Dana Per Perusahaan Rp.30.000.000,00
5. Pengesahan untuk dana Pensiun Lembaga Per Lembaga Rp.50.000.000,00
Keuangan dan Dana Pensiun Pemberi
kerja.

B. Biaya Perizinan dan Pendaftaran Orang


perseorangan
1. Perizinan Untuk :
a. Wakil Manajer Investasi dan Penasihat Per Orang Rp.1.000.000,00
investasi
b. Wakil Penjamin Emisi Efek Per Orang Rp.500.000,00
c. Wakil Perantara Pedagang Efek dan Per Orang Rp.500.000,00
Wakil Agen Penjual Efek Reksa Dana
2. Pendaftaran Untuk : Per Orang Rp.5.000.000,00
a. Profedi Akuntan Perbankan yaitu
Akuntan dan Penilai
b. Profesi Penunjang Pasar Modal yaitu
Akuntan,Konsultan Hukum,Penilai dan
Notaris
c. Profesi Penunjang IKNB yaitu
Akuntan,KonsultanHukum,Penilai dan
Konsultan Aktuaria
C. Biaya Pendaftaran
1. Pernyataan Pendaftaran dalam rangka
penawaran umum :
a. Efek Bersifat ekuitas,Efek bersifat Nilai Emisi 0,05%
Utang, dalam rangka penambahan Paling Banyak
modal dengan hak memesan efek Rp.750.000.000,00
terlebih dahulu (Penawaran Umum
terbata/Right Issue), untuk
Penambahan Modal tanpa Hak
Memesan efekterlebih dahulu,Efek
yang dapat dikonversi menjadi saham,
dan Oleh pemegang saham.
b. Sukuk Nilai Emisi 0,05%
Paling Banyak
Rp.150.000.000,00

2. Pernyataan Pendaftaran Perusahaan publik Per Pernyataan Rp.10.000.000,00


Pendaftaran

3. Pernyataan Pendaftaran untuk Penawaran Per Penawaran Rp.25.000.000,00


tender Sukarela

D. Biaya Penelaahan Rencana Aksi Korporasi


:
1. Penambahan Modal tanpa Hak Memesan Nilai Emisi 0,025%
efek terlebih dahulu tanpa melalui Paling banyak
penawaran umum tidak untuk Rp.500.000.000,00
memperbaiki posisi keuangan

2. Penggabungan atau Peleburan Perusahaan Aset berdasarkan 0,05%


terbuka laporan Paling banyak
keuangan Rp.250.000.000,00
proforma
pengabunganatau
peleburan
perusahaan
terbuka
3. Perubahan Perusahaan Terbuka menjadi Per Perubahan Rp.1.000.000.000
Perusahaan Tertutup secara sukarela.

4. Pengambilalihan Perusahaan Terbuka Per Rp.25.000.000,00


Pengambilalihan
II Biaya Tahunan untuk Pengaturan,
Pengawasan, Pemeriksaan dan Penelitian
1. Bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, Pendapatan 15%
lembaga penyimapanan dan penyelesaian, usaha
penyelengara perdagangan surat utang
negara di luar bursa efek.
2. Bank Umum, Bank perkreditan Aset 0,045%
Rakyat,Bank Pembiayaan rakyat syariah, Paling banyak
Asuransi Jiwa, Asuransi umu, Reasuransi, Rp.10.000.000,00
Dana Pensiun lembaga Keuangan, Dana
Pensiun pemberi kerja, Perusahaan
pembbiayaan dan Perusahaan Modal
ventura, serta Lembaga Jasa Kauangan
lainnya.
3. Manajer Investasi Dana Kelolaan 0,045%
Paling sedikit
Rp.10.000.000,00

4. Penasihat investasi Pendapatan dari 1,2%


imbalan jasa Paling sedikit
nasihat investasi Rp.10.000.000,00

5. Agen Penjual Efek Reksa Dana Pendapatan dar 1,2%


fee keagenan Paling sedikit
Rp.10.000.000,00

6. Penjamin Emisi efek dan Perantara Pendapatan 1,2%


Pedagang Efek usaha Paling sedikit
Rp.10.000.000,00

7. Emiten Nilai Emisi Efek 0,03%


Paling sedikit
Rp.15.000.000,00
Paling Banyak
Rp.150.000.000,00

8. Perusahaan Publik Per Perusahaan Rp.15.000.000,00

9. Perusahaan Pemeringkat efek Pendapatan 1,2%


Usaha Paling sedikit
Rp.5.000.000,00

10. Lembaga Penunjang Jasa Keuangan yaitu Pendapatan 1,2%


Lembaga Pemeringkat,Biro Administrasi Usaha Paling sedikit
efek,Bank Kustodian, Wali Amanat, Rp.5.000.000,00
Perusahaan Pialang Asuransi ,Perusahaan
Penilai Kerugian asuransi,Perusahaan
Agen Asuransi
11. Kantor Akuntan Publik,Kantor Jasa Penilai Nilai Kontrak 1,2%
publik,Kantor Konsultan Hukum,Kantor dari sektor Jasa
notaris,dan Perusahaan Aktuaria sepanjang Keuangan
punya izin pendirian dari OJK
12. Profesi :
a. Prefesi penunjang perbankan yaitu Per Orang Rp.5.000.000,00
Akuntan dan Penilai
b. Profesi penunjang pasar modal yaitu
akuntan,konsultan hukum,penilai, dan
notaris
Sumber : Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 2014 Tentang Pungutan OJK
Berikut ini adalah contoh perhitingan pungutan OJK :

Contoh 1 :
PT Bank ABC Tbk, pada tahun 2016 memiliki aset sebesar 5 Triliun.Sebagai bank
mereka juga melakukan kegiatan sebagai berikut :
1. Merupakan emiten karena melakukan penawaran saham sebesar 2 Triliun

2. Melakukan kegiatan sebagai bank kustodian dan membukukan pendapatan sebesar 1


Miliar

3. Mealukan kegiatan sebagai wali amanat dan membukukan pendapatan sebesar 2


Miliar
Berapa besar pungutan yang wajib dibayar Bank ABC pada OJK?
Jawaban :
Dalam menetukan biaya tahunan,Bank ABC melakukan perhitungan sebagai berikut :
 Biaya tahunan sebagai bank umum
= 0,045% x Rp. 5.000.000.000.000,00 = Rp.2.250.000.000,00
 Biaya tahunan sebagai emiten

= 0,03% x Rp.2.000.000.000.000,00 = Rp.600.000.000,00 (paling banyak


Rp.150.000.000,00)
 Biaya tahunan sebagai bank kustodian
= 1,2% x Rp.1.000.000.000,00 = Rp.12.000.000,00
 Biaya tahunan sebagai wali Amanat
= 1,2% x Rp.2.000.000.000,00 = Rp.24.000.000,00

Berdasarkan ketentuan PP tentang Pungutan OJK,yang wajib dibayar oleh OJK adalah
Pungutan dengan besaran tertinggi yaitu : Rp.2.350.000.000,00

Contoh 2
Pada tahun 2016 diketahui bahwa laporan keuangan tahunan tahun 2015 yang telah di audit
menunjukkan pendapatan bursa efek sebesar Rp.100.000.000.000,00. Berapa besar biaya
tahunan yang wajib dibayar Bursa efek pada OJK :

Jawaban

Besar biaya tahunan yang wajib dibayar Bursa efek :

15 % x 100.000.000.000 = 15.000.000.000
Dan sebagai bentuk akuntabilitas dalam pelaksanaan tugas, OJK wajib menyusun
laporan yang terdiri atas laporan kegiatan secara berkala kepada presiden dan DPR. Selain
Laporan kegiatan OJK juga diwajibkan menyusun laporan keuangan tahunan yang diaudit
oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh
BPK.

2.10 Hubungan Kelembagaan

Didasarkan Atas kesadaran bahwa sektor jasa keuangan merupakan suatu sistem yang
kompleks , tidak hanya karena adanya beberapa otoritas yang terkait, namun juga merupakan
bagian dari suatu sistem keuangan. Maka dalam UU OJK diatur dasar hukum bagi protokol
koordinasi dan kerjasama, baik antarlembaga didalam negeri, misalnnya BI dan Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS), maupun luar negeri yang didasarkan pada prinsip timbal balik
yang seimbang.

Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, dibentuk Forum Koordinasi Stabilitas


Sistem Keuangan dengan anggota terdiri atas:

a. Menteri Keuangan selaku anggota merangkap koordinator;

b. Gubernur Bank Indonesia selaku anggota;

c. Ketua Dewan Komisioner OJK selaku anggota; dan

d. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan selaku anggota.

Ada pun fungsi Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan adalah sebgai berikut :

1. Menunjang tugas Komite Koordinasi dalam rangka pengambilan keputusan terhadap


bank bermasalah yang ditengarai bersifat sistemik

2. Berkoordinasi dan tukar informasi untuk sinkronisasi peraturan perundangan di sektor


keuangan

3. Penyiapan sistem peringatan dini makro (Macro Early Warning System) sektor
keuangan terhadap permasalahan lembaga-lembaga dalam sistem keuangan yang
berpotensi sistemik

4. . Mengkoordinasikan pelaksanaan atau persiapan inisiatif tertentu di sektor keuangan.


2.11 Penyidikan dan Pemidanaan
Selain pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), penyidikan
juaga dilakukan oleh pejabat pegawai sipil tertentu yang tugas dan tanggung jawabnya
meliputi pengawasan sektor jasa keuangan di lingkungan OJK.

Ketentuan pidana didalam UU OJK meliputi :

1. Perbuatan-perbuatan terhadap pelanggaran kerahasiaan informasi yang subjeknya


adalah setiap orang perseorangan atau korporasi.
2. Perbuatan-perbuatan terhadap pelaksanaan kewenangan OJK dalam perlindungan
konsumen.
3. Perbuatan-perbuatan dalam hal tidak mengabaikan perintah tertulis dari OJK.

2.12 Kegiatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


Dalam kegiatan melakukan pengaturan dan pengawasan OJK memiliki tigas-tugas
tertentu. Disamping itu dalam melaksanakan kegiatannya OJK juga memilki wewenang.

Berikut ini tugas OJK melaksanakan dibidang pengaturan dan pengawasan terhadap :
1. Kegitaan jasa keuangan di sektor Perbankan.
2. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal
3. Kegiatan jasa keuangan di sektor Peransurasian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan tersebut
OJK mempunyai wewenang :
a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi :
1) Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana
kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan
akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank.
2) Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan
aktivitas dibidang jasa.

b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi :


1) Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum,
batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan
pencadangan bank.
2) Laporan modal yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank.
3) Sistem informasi debitur.
4) Pengujian kredit (credit testing).
5) Standar akuntansi bank.

c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehatian-hatian bank meliputi :


1) Manajemen resiko.
2) Tata kelola bank.
3) Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang.
4) Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan.

d. Pemeriksaan bank.
Untuk melaksanakan tugas pengaturan tersebut OJK mempunyai wewenang yaitu :

1. Menetapkan peraturan pelaksanaan undang-undang ini.


2. Mentapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
3. Menetapkan peraturan dan keputusan OJK.
4. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan.
5. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK.
6. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga
Jasa Keuangan dan pihak tertentu.
7. Mentapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa
Keuangan.
8. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan
menatausahakan kekayaan dan kewajiban.
9. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan
penraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Untuk melaksanakan tugas pengawasan tersebut OJK mempunyai wewenang yaitu :

1. Menetapkan kebijakan opersional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan.


2. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif.
3. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan
lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
4. Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu.
5. Melakukan penunjukan pengelola statuter.
6. Menetapkan penggunaan pengelolaan statuer.
7. Menetapkan sansksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
8. Memberikan dan/atau mencabut :
1) Izin usaha. 6. Pengesahan
2) Izin orang perseorangan. 7. Persetujuan dan Penetapan Pembubaran
3) Efektifnya pernyataan pendaftaran. 8. Penetapan Lain
4) Surat tanda terdaftar.
5) Persetujuan melakukan kegiatan usaha.
2.13 Tindakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Sejak berdiri Otoritas Jasa Keuangan sudah melakukan beberapa tugas yang
memberikan dampak cukup signifikan bagi masyarakat. Tindakan yang dilakukan dalam
rangka imbauan, peringatan, membekukan kegiatan, mencabut izin usaha suatu lembaga jasa
keuangan. Berikut ini sebagian kegiatan tindakan yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan
selama tahun 2014-2016, yaitu:

OJK membekukan kegiatan usaha PT. Cahyagold Prasetya Finance sebagai


perusahan pembiayaan. Pembekuan dilakukan berdasarkan surat bernomor S-
367/NB.2/2-13 pada tanggal 20 Desember 2013.
Alasan: kegiatan usaha tersebut tidak memenuhi ketentuan pasal 11, pasal 28
29 Januari 2014
ayat (1), dan pasal 32 Peraturan Menkeu Nomor 84/PMK.012/2006 tentang
perusahaan pembiayaan. PT. Cahyagold juga dinilai tidak memenuhi ketentuan
pasal 4 ayat (5) Peraturan Menkeu Nomor 30/PMK.010/2010 tentang penerapan
prinsip mengenal Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non-Bank.
OJK mencabut izin usaha Unit Syariah PT. Asuransi Tokio Marine Indonesia
25 Februari 2014
berdasarkan Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor: KEP-3/NB.15/2014
Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan membekukan kegiatan usaha PT
Eterindo Pacific Finance karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 14 Peraturan
OJK Nomor 28/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan
24 November 2015
Perusahaan Pembiayaan, Pasal 4 ayat (2) tentang Penerapan Mengenal Nasabah
Bagi Lembaga Keuangan Non-Bank (PMK 30/2010), dan Pasal 62 ayat (1)
POJK Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan
Pembiayaan. Dengan dibekukannya kegiatan usaha PT Eterindo Pacific
Finance, maka perusahaan pembiayaan tersebut dilarang melakukan kegiatan
usaha.
Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut dan menyatakan
tidak berlaku terhadap Surat Izin Usaha Sebagai Perusahaan Efek atas nama PT
Multi Sarana Investama Sekuritas. Dengan dicabutnya Surat Izin tersebut, maka
PT Multi Sarana Investama Sekuritas tidak dapat lagi melakukan kegiatan usaha
sebagai Perantara Pedagang Efek yang tidak mengadministrasikan Rekening
Dana Nasabah sejak diterimanya surat Saudara Nomor KEP-8/D.04/2016
22 Februari 2016
tanggal 15 Februari 2016.

Keputusan Dewan Komisioner OJK tentang pencabutan izin usaha ini tidak
menghapus seluruh kewajiban pembayaran pungutan atau sanksi administratif
berupa denda yang belum dibayar oleh perusahaan terkait sebelum keputusan
DK OJK ini ditetapkan.
Sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK)
Nomor 27/POJK.04/2014 tentang Perizinan Wakil Penjamin Emisi Efek dan
Wakil Perantara Pedagang Efek, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai
berikut :

1. Bahwa sesuai Peraturan tersebut di atas, seluruh pemegang izin WPEE dan
WPPE wajib melakukan perpanjangan izin ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Bagi pemegang izin WPEE dan WPPE yang mendapatkan izin sebelum 19
November 2014, perpanjangan izin dapat dilakukan mulai 19 Agustus 2016
sampai dengan 18 November 2016.

2. Bagi pemegang izin WPEE dan WPPE yang mendapatkan izin


sebelum 19 November 2014 yang tidak melakukan perpanjangan izin pada
periode dimaksud, maka izin WPEE dan WPPE yang bersangkutan dinyatakan
sudah tidak berlaku lagi
14 April 2016 sejak 19 November 2016.

3. Bagi pemegang izin WPEE dan WPPE yang mendapatkan izin sejak tanggal
19 November 2014 wajib melakukan perpanjangan 90 (sembilan puluh) hari
sebelum masa berlaku izin berakhir yaitu 2 (dua) tahun sejak ditetapkannya
Surat Keputusan izin tersebut.

4. Ketentuan persyaratan perpanjangan dapat dilihat dalam POJK


Nomor 27/POJK.04/2014 melalui website OJK di alamat www.ojk.go.id.

5. Ketentuan terkait persyaratan menjadi anggota asosiasi dan keikutsertaan


dalam Pendidikan Profesi Lanjutan (PPL) mengacu pada Surat Edaran yang
akan diterbitkan oleh OJK. Selama Surat Edaran tersebut belum diterbitkan
maka kedua persyaratan dimaksud belum menjadi kewajiban dalam proses
perpanjangan izin WPEE dan WPPE.

6. Bagi pemegang izin WPEE dan WPPE yang sudah tidak berlaku dapat
mengajukan kembali izin WPEE dan WPPE sesuai dengan prosedur pengajuan
izin baru sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 27/POJK.04/2014.

7. Proses permohonan izin baru WPEE dan WPPE serta proses perpanjangan
izin WPEE dan WPPE dapat dilakukan melalui sistem e-licensing pada website
OJK.

Sumber : www.ojk.go.id
2.14 Kode Etik Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Kode Etik OJK adalah norma dan azas mengenai kepatutan dan kepantasan yang
wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh seluruh Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan
Pegawai OJK dalam pelaksanaan tugas.

Komite Etik adalah organ pendukung Dewan Komisioner yang bertugas mengawasi
kepatuhan Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK terhadap Kode Etik.

Nilai Dasar Kode Etik OJK ini dicerminkan dalam perilaku yang sesuai dengan Nilai
Strategis Organisasi OJK yakni Integritas, Profesionalisme, Transparansi, Akuntabilitas,
Sinergi, dan Kesetaraan.
Berikut ini adalah Kode etik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) :

NOMOR 01/17/PDK/XII/2012

TENTANG

KODE ETIK OTORITAS JASA KEUANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Menimbang:

a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,
Dewan Komisioner menetapkan dan menegakkan kode etik Otoritas Jasa Keuangan;

b. bahwa untuk mengawasi kepatuhan Dewan Komisioner, pejabat dan pegawai Otoritas Jasa
Keuangan terhadap kode etik, maka Dewan Komisioner membentuk Komite Etik;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang Kode Etik
Otoritas Jasa Keuangan;

Mengingat:

PERATURAN DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG KODE


ETIK OTORITAS JASA KEUANGAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:

(1) Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan
bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

(2) Dewan Komisioner adalah pimpinan tertinggi OJK yang bersifat kolektif dan kolegial.

(3) Anggota Dewan Komisioner OJK adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Ayat (4)
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

(4) Pejabat dan Pegawai OJK adalah pejabat dan pegawai baik tetap maupun dipekerjakan.
(5) Kode Etik OJK adalah norma dan azas mengenai kepatutan dan kepantasan yang wajib dipatuhi
dan dilaksanakan oleh seluruh Anggota Dewan Komisioner, Pejabat dan Pegawai OJK dalam
pelaksanaan tugas.

(6) Komite Etik adalah organ pendukung Dewan Komisioner yang bertugas mengawasi kepatuhan
Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK terhadap kode etik.

(7) Integritas adalah pemikiran, perkataan, dan tindakan yang baik dan benar dengan memegang
teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral.

(8) Profesionalisme adalah perilaku yang selalu mengedepankan sikap dan tindakan yang dilandasi
oleh tingkat kompetensi, kredibilitas, dan komitmen yang tinggi.

(9) Transparansi adalah tindakan menyampaikan informasi secara transparan, konsisten, dan
kredibel untuk memberikan layanan yang lebih baik dan lebih cepat kepada pemangku
kepentingan.

(10) Akuntabilitas adalah sikap bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan serta responsif
terhadap kebutuhan pemangku kepentingan.

(11) Sinergi adalah sikap membangun dan memastikan hubungan kerja sama internal yang produktif
serta kemitraan yang harmonis dengan para memangku kepentingan, untuk menghasilkan karya
yang bermanfaat dan berkualitas.

(12) Kesetaraan adalah sikap memperlakukan secara adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak
yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan-perundangan yang berlaku.

(13) Pejabat Pemutus adalah Dewan Komisioner atau Pejabat OJK yang berwenang menetapkan
sanksi atas pelanggaran Kode Etik.

BAB II
TUJUAN

Pasal 2
Pengaturan Kode Etik bertujuan untuk:

a. Menjaga citra, martabat, integritas, dan independensi Anggota Dewan Komisioner, Pejabat
dan Pegawai OJK dalam menjalankan tugas sesuai dengan nilai strategis organisasi OJK.

b. Memberikan kejelasan pedoman perilaku Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai
OJK dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab.

c. Mencegah pelanggaran Kode Etik OJK guna melindungi Anggota Dewan Komisioner, Pejabat,
dan Pegawai OJK dari risiko hukum dan/atau risiko reputasi yang mungkin timbul akibat perilaku
yang menyimpang dari norma sosial atau tidak sejalan dengan persepsi publik terhadap
penyelenggaraan lembaga negara yang baik.

d. Memperjelas mekanisme penanganan informasi dan proses penyelesaian dugaan pelanggaran


Kode Etik OJK oleh Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK.
Pasal 3

(1) Kode Etik OJK berlaku untuk seluruh Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK.

(2) Kode Etik OJK dilaksanakan tanpa toleransi dan pengecualian atas penyimpangannya dan
mengandung sanksi bagi yang melanggarnya.

BAB III
NILAI DASAR

Pasal 4

Nilai Dasar Kode Etik OJK dicerminkan dalam perilaku yang sesuai dengan Nilai Strategis Organisasi
OJK yang terdiri atas:

(1) Integritas;

(2) Profesionalisme;

(3) Transparansi;

(4) Akuntabilitas;

(5) Sinergi; dan

(6) Kesetaraan.

BAB IV

KODE ETIK OJK

Bagian Kesatu

Nilai Dasar Integritas

Pasal 5
(1) Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK wajib:

a. Mematuhi aturan hukum, peraturan perundang-perundangan, dan tata laksana tugas.

b. Menjaga kerahasiaan data dan informasi yang terkait dengan pelaksanaan tugas OJK, baik
selama dan setelah tidak bekerja di OJK sebagaimana diatur dalam ketentuan
mengenai penggunaan dan pengungkapan informasi rahasia.
(2) Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK dilarang:

a. Menjadi anggota, pengurus partai politik, dan atau melakukan kegiatan untuk kepentingan
partai politik.

b. Melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma kesopanan dan kesusilaan.

Meminta/menerima, memberi persetujuan untuk meminta/menerima, mengizinkan atau


c. membiarkan keluarga untuk meminta/menerima segala pemberian dalam bentuk apapun
dan hal-hal lain yang dapat dinilai dengan uang dari pihak pemangku
kepentingan secara langsung maupun tidak langsung yang:

1.) dapat menyebabkan Anggota Dewan Komisioner, pejabat, dan pegawai OJK
memiliki kewajiban kepada pihak tersebut;

2.) dapat mempengaruhi Anggota Dewan Komisioner, pejabat, dan pegawai OJK
dalam melaksanakan tugasnya; atau

3.) dapat menyebabkan Anggota Dewan Komisioner, pejabat, dan pegawai


OJK bersikap diskriminatif dalam melaksanakan tugasnya.

d. Memanfatkan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas OJK, untuk tujuan dan
alasan apapun, untuk kepentingan pribadi maupun pihak lain yang tidak berhak, kecuali
dalam rangka melaksanakan tugas OJK.

e. Menjanjikan sesuatu kepada pemangku kepentingan dalam bentuk apapun atau


mengungkapkan informasi yang masih bersifat rahasia berkenaan dengan pelaksanaan
tugas OJK yang masih dalam proses penyelesaian ataupun belum ditetapkan keputusan
final atas penyelesaiannya.

f. Membantu penyiapan dokumen atau laporan atau bantuan dalam bentuk apapun termasuk
bantuan jasa, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap pemangku
kepentingan berkaitan dengan pelaksanaan tugas OJK dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan pribadi, keluarga atau menguntungkan pihak tertentu.

g. Mempunyai Efek bersifat ekuitas dari:

1.) Emiten dan/atau Perusahaan Publik;

2.) Perusahaan yang berada di bawah pengawasan OJK; dan/atau

3.) Perusahaan yang memiliki hubungan keuangan yang signifikan dengan OJK.

h. Dalam hal kepemilikan sebagaimana dimaksud pada huruf g terjadi karena warisan, hibah
atau putusan pengadilan, maka wajib segera melaporkan kepemilikan Efek tersebut
kepada Dewan Komisioner.

i. Dalam hal kepemilikan sebagaimana dimaksud pada huruf h dialihkan maka wajib
melaporkan hasil pengalihan tersebut kepada Dewan Komisioner.
Bagian Kedua
Nilai Dasar Profesionalisme

Pasal 6

(1) Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK wajib:

a. Bekerja secara disiplin, efisien, dan efektif serta melaksanakan tugas dengan penuh
tanggung jawab, jujur, dan profesional.

b. Senantiasa meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka menjaga


kredibilitas OJK.

c. Berpenampilan yang pantas sesuai dengan nilai strategis organisasi OJK.

(2) Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK dilarang:

a. Melakukan tindakan yang dapat mencemarkan nama baik atau merugikan OJK.

b. Menggunakan kewenangan jabatan dan/atau fasilitas dari OJK baik secara langsung
maupun tidak langsung untuk tujuan dan/atau alasan apapun, kecuali dalam rangka
melaksanakan tugas OJK.

c. Memiliki rangkap jabatan yaitu:

Mempunyai benturan kepentingan di lembaga jasa keuangan dan/atau Pihak lain


1)
yang diawasi oleh OJK, yaitu:

a. menjadi pengurus dan/atau pengawas atau yang setara dengan


pengurus dan/atau pengawas di lembaga jasa keuangan dan/atau pihak lain
yang diawasi OJK;

b. menjadi pengendali dan/atau pengelola di lembaga jasa keuangan dan/atau


Pihak lain yang diawasi OJK; dan/atau

c. menjadi pengurus dari organisasi pelaku atau profesi di


lembaga jasa keuangan, kecuali berdasarkan penugasan khusus dari Dewan
Komisioner untuk kepentingan OJK.

2) Menduduki jabatan pada lembaga lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi,
tugas, dan wewenang OJK dan/atau penugasan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

d. Dalam hal Anggota Dewan Komisioner, Pejabat dan Pegawai OJK menjadi pengurus,
pengawas, pengendali dan/atau pengelola di lembaga jasa keuangan dan/atau pihak lain
yang diawasi OJK, maka yang bersangkutan harus melepaskan pengendalian dan
pengelolaannya sejak diangkat menjadi Anggota Dewan Komisioner atau Pegawai OJK.
e. Mempunyai pekerjaan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan
dan/atau mengganggu pelaksanaan tugas, atau dapat menimbulkan penyalahgunaan
jabatan, waktu, data, dan informasi serta fasilitas kantor, kecuali mendapatkan izin dari
pimpinan atau atasan.

f. Berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan pihak yang diperiksa atau
akan diperiksa oleh OJK karena diduga melakukan pelanggaran peraturan perundang-
undangan di sektor jasa keuangan, tersangka, terdakwa, dan/atau keluarganya atau pihak
lain yang terkait, yang penanganan kasusnya sedang diproses oleh OJK, kecuali
melaksanakan tugas karena perintah jabatan.

Menerima honorarium dari pihak yang diawasi OJK untuk pemberian


ceramah, menjadi narasumber, atau kegiatan sejenis lainnya, baik dalam jam kerja maupun
g.
di luar jam kerja, di luar batas kewajaran honorarium yang ditetapkan oleh Direktur Sumber
Daya Manusia.

Bagian Ketiga
Nilai Dasar Transparansi

Pasal 7

(1) Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK wajib memberikan data
dan informasi yang memadai kepada pemangku kepentingan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
(2) Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK dilarang menolak
memberikan informasi yang seharusnya diberikan kepada pemangku
kepentingan, dengan itikad tidak baik.

Bagian Keempat
Nilai Dasar Akuntabilitas

Pasal 8

(1) Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK wajib:


a. Memberikan komitmen dan loyalitas kepada OJK di atas kepentingan dan
loyalitas kelompok dan/atau pribadi.
b. Merawat dan menjaga fasilitas kantor serta menggunakannya untuk
kepentingan pelaksanaan tugas OJK.

c. Mengembalikan fasilitas, peralatan kantor dan dokumen yang berkaitan


dengan pelaksanaan tugas dan wewenang OJK, setelah tidak bekerja di
OJK.
(2) Anggota Dewan Komisioner, Pejabat dan Pegawai OJK dilarang membuat
kesepakatan, komitmen atau janji, yang dapat mengikat OJK tanpa kewenangan
dari OJK.

Bagian Kelima

Nilai Dasar Sinergi

Pasal 9
(1) Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK wajib:

a. Saling menghormati dan menghargai agama, kepercayaan, budaya, dan


adat istiadat Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK, dan
pihak lain.
b. Bersikap sopan, santun, ramah, dan menjaga hubungan yang harmonis
antar Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK,
serta pemangku kepentingan.

c. Menjaga kesehatan, keselamatan, dan keamanan lingkungan kerja


bersama.

(2) Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK dilarang:

a. Bersikap mementingkan diri sendiri.


b. Mengabaikan prosedur kerja yang dapat berakibat membahayakan
kredibilitas OJK, kesehatan, keselamatan, dan keamanan lingkungan kerja
bersama.

Bagian Keenam

Nilai Dasar Kesetaraan

Pasal 10

(1) Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK wajib memberikan
pelayanan sebaik-baiknya secara profesional dan tidak memihak (bersikap
netral) kepada pemangku kepentingan sesuai dengan bidang tugas masing-
masing.

(2) Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK dilarang bersikap atau
bertindak diskriminatif dan/atau memberikan keistimewaan perlakuan kepada
pemangku kepentingan, berdasarkan gender, suku, agama, ras, dan
antargolongan.

BAB V

PENGAWASAN DAN SANKSI

Bagian Kesatu
Pengawasan

Pasal 11
(1) Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK wajib melaporkan
secara tertulis melalui Sistem Penerimaan Pengaduan OJK (help desk) apabila
mengetahui adanya dugaan pelanggaran terhadap Kode Etik OJK atau tindak
pidana dalam pelaksanaan tugas yang dapat merugikan atau berpotensi
merugikan OJK.

(2) Komite Etik mengawasi kepatuhan Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai
OJK terhadap Kode Etik OJK.

Bagian Kedua
Sanksi

Pasal 12
(1) Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK yang melakukan
pelanggaran terhadap Kode Etik OJK dikenakan sanksi sebagaimana diatur
dalam Peraturan Dewan Komisioner OJK dan/atau Surat Edaran
Dewan Komisioner OJK.

(2) Komite Etik akan melakukan penilaian atas tingkat pelanggaran terhadap Kode
Etik OJK dan merekomendasikan pengenaan sanksi kepada Pejabat Pemutus.
(3) Pelanggaran Kode Etik OJK terdiri atas 3 (tiga) kategori pelanggaran,
yaitu:
a. pelanggaran ringan,
b. pelanggaran sedang, dan
c. pelanggaran berat.
(4) Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK wajib menerima dan melaksanakan
keputusan Pejabat Pemutus.

BAB VI

PENANGANAN PELANGGARAN KODE ETIK

Bagian Kesatu

Penanganan Informasi

Pasal 13

(1) OJK menerima informasi dugaan pelanggaran Kode Etik OJK yang dapat berasal
dari Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK, masyarakat
dan/atau melalui media massa.

(2) Komite Etik secara aktif memastikan kebenaran informasi dan melakukan
pemeriksaan.

Bagian Kedua
Proses Penegakan Kode Etik

Pasal 14
(1) Komite Etik melakukan verifikasi atas informasi dugaan pelanggaran Kode Etik
OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.

(2) Dalam hal diperlukan, Komite Etik dapat mengundang Anggota Dewan
Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK yang diduga melanggar Kode Etik OJK
untuk memberikan klarifikasi.
Pasal 15

(1) Terhadap hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14


dilakukan pemeriksaan pelanggaran Kode Etik OJK dalam sidang Komite Etik
yang bersifat tertutup.

(2) Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK yang diduga melakukan
pelanggaran Kode Etik OJK berhak melakukan pembelaan diri dalam sidang
Komite Etik.

(3) Dalam sidang Komite Etik, Komite Etik menyatakan dan memberikan
rekomendasi keputusan untuk diajukan secara tertulis kepada Pejabat Pemutus,
yaitu:

a. Pernyataan terbukti atau tidak terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik


OJK.

b. Pemulihan nama baik jika tidak terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik
OJK.

c. Pengenaan sanksi jika terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik OJK.

(4) Pernyataan terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik OJK sebagaimana


dimaksud pada ayat (3) huruf a terdiri atas 3 (tiga) kategori pelanggaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3).

(5) Rekomendasi pengenaan sanksi untuk Anggota Dewan Komisioner yang diduga
melanggar Kode Etik OJK dapat berupa:

a. Peringatan tertulis, untuk pelanggaran ringan.

b. Pembebastugasan dari sebagian atau semua pekerjaan sebagai Anggota


Dewan Komisioner dalam jangka waktu tertentu, untuk pelanggaran
sedang.

c. Diberhentikan dari jabatannya sebagai Anggota Dewan Komisioner, untuk


pelanggaran berat.

(6) Dewan Komisioner menetapkan status nonaktif bagi Anggota Dewan Komisioner
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c, sebelum pemberhentian Anggota
Dewan Komisioner ditetapkan oleh Presiden.
(7) Untuk menetapkan rekomendasi pengenaan sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), Komite Etik berpedoman pada kriteria pelanggaran
ringan, pelanggaran sedang, dan pelanggaran berat yang diatur lebih lanjut
dalam Surat Edaran Dewan Komisioner OJK.

(8) Pengaturan tentang pemberian rekomendasi pengenaan sanksi untuk Pejabat


dan Pegawai OJK yang diduga melanggar Kode Etik OJK dan kriteria
untuk kategori pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 ayat (3) diatur dalam Surat Edaran Dewan Komisioner OJK.

Bagian Ketiga

Pengenaan Sanksi

Pasal 16

(1) Pejabat Pemutus menetapkan keputusan akhir yang bersifat final berdasarkan
rekomendasi Komite Etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.

(2) Rapat Dewan Komisioner yang membahas pelanggaran Kode Etik OJK yang
dilakukan oleh Anggota Dewan Komisioner tidak dihadiri oleh Anggota Dewan
Komisioner yang diduga melakukan pelanggaran.

BAB VII

KOMITE ETIK

Bagian Kesatu

Pembentukan Komite Etik

Pasal 17

(1) Pembentukan Komite Etik diputuskan dalam Rapat Dewan Komisioner yang
dituangkan dalam Keputusan Dewan Komisioner OJK.

(2) Komite Etik terdiri atas:


a. Komite Etik level Governance yang bertugas mengawasi kepatuhan
Anggota Dewan Komisioner terhadap Kode Etik OJK.
b. Komite Etik level Manajemen yang bertugas mengawasi kepatuhan Pejabat
dan Pegawai OJK terhadap Kode Etik OJK.

Pasal 18
(1) Jangka waktu penugasan Anggota Komite Etik level Governance yang berasal
dari unsur profesi/akademisi paling lama dua (2) tahun dan dapat diperpanjang
paling banyak satu (1) kali.

(2) Penugasan Anggota Komite Etik Level Governance yang berasal dari unsur
profesi/akademisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir dalam hal:
a. jangka waktu penugasan Komite Etik telah selesai; atau
b. terdapat hal-hal yang mengakibatkan penugasan Komite Etik berakhir
berdasarkan keputusan Dewan Komisioner.
(3) Jangka waktu penugasan Anggota Komite Etik level Manajemen tidak dibatasi.

Bagian Kedua

Keanggotaan Komite Etik

Pasal 19

(1) Keanggotaan Komite Etik diputuskan dalam Rapat Dewan Komisioner yang
dituangkan dalam Keputusan Dewan Komisioner.

Keanggotaan Komite Etik terdiri atas:

a. Ketua;
b. Anggota; dan

c. Sekretariat.

Pasal 20

Susunan keanggotaan Komite Etik level Governance terdiri atas:


a. Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK sebagai Ketua;
b. Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Audit Internal dan Manajemen Risiko
sebagai Anggota; dan
c. Tiga (3) orang dari unsur profesi/akademisi sebagai Anggota.

d. Sekretariat Komite Etik Governance yaitu Direktorat Sumber Daya Manusia.

Pasal 21

Susunan keanggotaan Komite Etik level Manajemen terdiri atas:

a. Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK sebagai Ketua;

b. Deputi Komisioner Manajemen Strategis I sebagai Anggota;

c. Deputi Komisioner Manajemen Strategis II sebagai Anggota;


d. Direktur Sumber Daya Manusia sebagai Anggota;

e. Direktur Audit Internal I sebagai Anggota; dan


f. Direktur Hukum sebagai Anggota.

g. Sekretariat Komite Etik Manajemen yaitu Direktorat Sumber Daya Manusia.

Pasal 22
(1) Calon anggota Komite Etik level Governance yang berasal dari unsur
profesi/akademisi dipilih secara langsung oleh Dewan Komisioner dengan
mekanisme yang disepakati oleh Dewan Komisioner.

(3) Kriteria calon anggota Komite Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah:
a. Warga Negara Indonesia;

b. Tidak menjadi anggota partai politik;


c. Memiliki reputasi dan kredibilitas yang diakui oleh masyarakat;
d. Memiliki pengalaman dan wawasan yang luas;
e. Memiliki integritas dan independensi;

f. Tidak pemah melakukan pelanggaran good governance;


g. Sehat jasmani dan rohani; dan

h. Berusia paling kurang lima puluh (50) tahun.

Bagian Ketiga
Tugas dan Kewajiban Komite Etik

Pasal 23

a. Meneliti dugaan pelanggaran Kode Etik OJK yang dilakukan oleh Anggota
Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK.

b. Mengumpulkan dan menganalisa informasi atau keterangan dari pihak-pihak


yang berkaitan atau yang berkepentingan dengan dugaan pelanggaran Kode Etik
OJK.

c. Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran Kode Etik OJK.

d. Menyatakan bahwa dugaan pelanggaran Kode Etik OJK terbukti atau tidak
terbukti.

e. Memberikan rekomendasi keputusan atas pernyataan dugaan pelanggaran Kode


Etik OJK kepada Dewan Komisioner atau Pejabat Pemutus yang berwenang.

f. Menjadi ethic advisor dalam rangka edukasi, pencegahan, dan penindakan


pelanggaran Kode Etik OJK.

Pasal 24
Anggota Komite Etik wajib:
a. Memberikan masukan tertulis mengenai penyempurnaan pelaksanaan Kode Etik
OJK;
b. Menyusun buku manual/buku saku/sejenis mengenai Kode Etik OJK; dan

c. Hadir pada rapat dan sidang Komite Etik dalam rangka pemeriksaan dugaan
pelanggaran Kode Etik OJK dan/atau penetapan rekomendasi keputusan atas
dugaan pelanggaran Kode Etik OJK.

Bagian Keempat
Wewenang Komite Etik

Pasal 25
Komite Etik berwenang:

a. Memanggil Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK yang diduga
melakukan pelanggaran Kode Etik OJK untuk dimintai keterangan dan/atau data
di dalam atau di luar sidang Komite Etik.

b. Memanggil pihak-pihak terkait dan para saksi untuk dimintai keterangan dan/atau
data dalam sidang Komite Etik.

c. Meminta data dan informasi yang terkait dengan penanganan dugaan


pelanggaran Kode Etik OJK sesuai ketentuan yang berlaku.

Bagian Kelima

Sidang Komite Etik

Pasal 26
(1) Sidang Komite Etik dipimpin oleh Ketua Komite Etik.

(2) Dalam hal Ketua berhalangan hadir maka sidang dapat dipimpin oleh salah
seorang anggota Komite Etik berdasarkan kesepakatan.

(3) Sidang Komite Etik dapat mengambil keputusan jika dihadiri oleh lebih dari
setengah anggota Komite Etik.
(4) Pengambilan keputusan dilakukan melalui musyawarah mufakat.
(5) Dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
tercapai maka pengambilan keputusan dilakukan melalui suara terbanyak.
(6) Dalam hal anggota Komite Etik merupakan pihak yang diduga melakukan
pelanggaran Kode Etik atau memiliki benturan kepentingan dengan kasus yang
sedang diperiksa oleh Komite Etik, maka yang bersangkutan tidak
dapat menghadiri sidang Komite Etik.

Bagian Keenam
Sekretariat Komite Etik

Pasal 27

Sekretariat Komite Etik bertugas:


a. Menatausahakan pengaduan, keterangan, data, dan bukti terkait dugaan
pelanggaran Kode Etik OJK.
b. Melakukan filtering dan verifikasi awal terhadap informasi yang diterima sebelum
diteruskan kepada Komite Etik.
c. Menyiapkan surat panggilan sidang Komite Etik kepada pihak-pihak terkait.
d. Menyiapkan persidangan termasuk materi persidangan dan membuat berita
acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh Ketua dan Anggota Komite Etik
yang hadir dalam sidang Komite Etik.
e. Menyiapkan rapat Komite Etik dan menyusun risalah rapat serta keputusan rapat
Komite Etik.
f. Menyiapkan surat rekomendasi keputusan Komite Etik kepada Dewan
Komisioner atau Pejabat Pemutus.
g. Melakukan tugas lain terkait dengan penanganan pelanggaran Kode Etik OJK.

Bagian Ketujuh
Honorarium bagi Anggota Komite Etik

yang Berasal dari Unsur Profesi/Akademisi


Pasal 28
(1) Anggota Komite Etik level Governance yang berasal dari eksternal diberikan
honorarium berdasarkan kehadiran Anggota Komite Etik dalam rangka
pelaksanaan tugasnya.

(2) Jumlah honorarium untuk Anggota Komite Etik level Governance yang berasal
dari eksternal ditetapkan dalam Rapat Dewan Komisioner dan dituangkan dalam
Keputusan Dewan Komisioner OJK.

BAB VIII

AKUNTABILITAS PENGENAAN SANKSI

Pasal 29

Akuntabilitas pengenaan sanksi pelanggaran Kode Etik OJK adalah sebagaimana


tercantum dalam Lampiran 1 Peraturan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
ini.

BAB IX

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 30

(1) Mekanisme penanganan dugaan pelanggaran Kode Etik adalah sebagaimana


tercantum dalam Lampiran 2 Peraturan Dewan Komisioner OJK ini.

(2) Ketentuan mengenai Tata Tertib dan Disiplin Pejabat dan Pegawai OJK diatur
dalam Peraturan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dan Surat Edaran
Dewan Komisioner OJK.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Otoritas Jasa Keuangan atau lebih dikenal dengan istilah OJK, adalah sebuah lembaga
pengawasan jasa keuangan yang independen dan mengawasi industri perbankan, pasar modal,
reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Tujuan dibentuknya OJK
yaitu untuk mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis, menghilangkan
penyalahgunaan kekuasaan, dan mencari efisiensi di sektor perbankan dan keuangan lainnya.
Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (Otoritas Jasa Keuangan) sebagai suatu lembaga
pengawasan sektor keuangan di Indonesia yg perlu diperhatikan, karena ini harus
dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan Otoritas Jasa Keuangan
tersebut. Pada dasarnya OJK mempunyai fungsi dan tujuan dalam pembentukannya, seperti
yang sudah dijelaskan dalam pengertian OJK sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: PT RajaGrafindo 2013

http://www.ojk.go.id/id/tentang-ojk/Pages/Visi-Misi.aspx

http://erman-at.blogspot.co.id/2014/07/makalah-otoritas-jasa-keuangan-ojk.html

http://dokumen.tips/documents/makalah-ojk-55d150771d473.html

http://www.ojk.go.id/id/Pages/FAQ-Otoritas-Jasa-Keuangan.aspx

https://id.wikipedia.org/wiki/Otoritas_Jasa_Keuangan

https://riyanikusuma.wordpress.com/2013/02/14/otoritas-jasa-keuangan/

http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-otoritas-jasa-keuangan.html

http://www.ilmuekonomi.net/2015/12/pengertian-fungsi-tujuan-tugas-dan-
wewenangotoritas-jasa-keuangan-ojk.html

http://www.voaindonesia.com/content/ojk-resmi-ambil-alih-tugas-pengawasan-
perbankan-dari-bi/1820703.html

Anda mungkin juga menyukai