Numerical Weather Prediction (NWP) atau PCN didefinisikan sebagai suatu metode
prakiraan cuaca yang menerapkan sejumlah persamaan matematis untuk mendeskripsikan
aliran fluida dan NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) mendefinisikan PCN
sebagai penggunaan model matematis dari atmosfer untuk membuat prediksi atau prakiraan
cuaca.
Dalam setiap model PCN, terdapat 5 komponen utama yang menjadi dasar pemodelan
(Jankov dkk., 2005):
a. Persamaan pengatur
b. Metode numerik
c. Parameterisasi
d. Domain
e. Kondisi awal dan kondisi batas
Parameterisasi adalah salah satu komponen utama pada PCN. Adanya parameterisasi
menjadi komponen penting pada model PCN dikarenakan model tidak mampu memecahkan
fitur-fitur cuaca serta proses-proses yang terjadi pada satu kotak grid. Contoh dari proses-proses
tersebut dapat berupa gesekan yang besar di atas pohon atau bangunan yang tinggi, Eddies
turbulen yang terbentuk di antara bangunan gedung atau penghalang lainnya, dan gaya gesekan
permukaan yang lebih kecil pada area terbuka. Parameterisasi merupakan sebuah metode
dalam meniru proses – proses fisis yang dirancang untuk mewakili proses tersebut tanpa
memerlukan resolusi model spasial dan temporal yang rinci dimana dalam parameterisasi
didasarkan pada konsep fisika namun melibatkan koefisien yang dapat diatur (Pielke dkk., 2006).
Beberapa parameterisasi pada model WRF diantaranya (Wang dkk., 2017): Parameterisasi
Mikrofisis (mp_physics), Parameterisasi Kumulus (cu_physics), Parameterisasi Lapisan Batas
Atmosfer (bl_pbl_physics), Parameter Radiasi, dll.
1. Skema Kain-Fritsch
2. Betts-Miller
Persamaan yang dapat merepresentasikan skema Betts-Miller yaitu :
𝑃𝑇
𝑞𝑅 − 𝑞 𝑑𝑝
𝑃𝑅 = ∫
𝑃𝐵 𝜏 𝑔
Dimana q adalah kelembapan spesifik pada model dan qR adalah kelembapan spesifik
referensi (fungsi dari ketinggian). 𝜏 adalah skala waktu untuk perhitungan curah hujan ini. 𝑃𝑇
dan 𝑃𝐵 merupakan tekanan pada puncak dan dasar awan.
1) Batas mixing-line didesain untuk laut tropis, grid yang kasar dan kasus-kasus yang
mempengaruhi lingkungan
2) Sangat sempurna untuk berbagai variasi aplikasi dan dapat mengadaptasi untuk
mesoscale dengan penyesuaian beberapa parameter. Hal tersebut digunakan dalam
operasional NCEP Eta Model
3. Grell
Persamaan Grell :
𝑃𝑅 = 𝐼𝐼 𝑚𝑏 (1 − 𝛽)
Dimana 𝐼𝐼 adalah kondensasi yang terintegrasi dengan updraft, mb adalah flux masa
pada dasar awan dari updraft, dan (1- 𝛽) adalah efisiensi presipitasi yang diasumsikan
sebagai fungsi dari total wind shear di troposfer bawah. Pengaruh dari downdrafts skala
konvektif diparameterisasi pada skema ini.
Skema ini diasumsikan :
1) Menggunakan kelembaban dan updraft dalam lingkungan untuk memicu konveksi baru
dan curah hujan di daerah ini.
2) Skema ini terus menghasilkan curah hujan di daerah yang sama dengan skema Kain-
Fritsch tapi tidak dapat mensimulasikan terisolasi sifat konveksi tersebut.
1) Skema ensemble Grell-Devensi saat ini tidak dapat menangani konveksi idela di grid kecil
5. Skema Anthes-Kuo
Skema ini dapat ditulis dengan persamaan :
𝑃𝑅 = (1 − 𝑏)𝑀
Dimana b = 2(1-RH), dengan RH disini adalah rata-rata pada 1 kolom grid model. Skema ini
tidak memasukkan model awan ataupun memarameterisasi downdraft.
1) Batas konvergensi pengembunan sangat baik untuk daerah tropis dan penerapan pada
grid yang kasar
2) Memiliki kelebihan yang baik untuk skala global seperti NCEP, NGM dan model global
lainnya
3) Penambahan skala berdasarkan data empiric dari profil untuk kalor bersih dan
kelembaban dari konveksi yang memungkinkan efisiensi perhitungan timbal balik ke
lingkungan
1) Untuk ukuran 30 km atau kurang dapat menghasilkan curah hujan yang sanagt lebat
2) Tidak memasukkan konvektif, downdraft dan hal tersebut tidak baik untuk simulasi
system konvektif mesoscale yang dipengaruhi oleh aliran boundary.
6. Skema Arakawa-Schubert
Skema ini diasumsikan bahwa:
1) Awan yang terbentuk merupakan gabungan dari awan-awan kecil dengan mengurangi
awan lainnya
2) Batas/penutup berdasarkan asumsi bahwa intensitas dikontrol oleh fungsi awan yang
mengukur timbulnya gaya bouyanci yang terintegrasi dalam lingkungan tersebut, yang
berhubungan dengan timbulnya energy kinetic diisi awan, sehingga konveksi
disekitarnya menghalangi laju produksi bouyanci pada tiap grid
3) Model awan memasukkan efek menjalar, tetapi penurunan hanya terjadi pada puncak
awan dan didefinisikan sebagai keadaan stedy-state
4) Laju hujan merupakan bagian dari air cair updraft, yang bergantung pada ukuran awan
dan wind shear.
1) Fungsi cloud-work yang membatasi skema tidak tepat dihubungkan dengan keadaan
non-steady-state seperti konveksi eksplosive di kontingen lingtang menengah
2) Leboh memerlukan biaya dalam melakukan perhitungan untuk awan
3) Tidak memasukan skala konvektif downdraft