Anda di halaman 1dari 13

Gangguan Keseimbangan Kalium dalam Tubuh Manusia

Ricky Sunandar

10.2012.227

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Rickz.Sun@gmail.com

___________________________________________________________________________

I. Pendahuluan

Tubuh manusia merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai proses fisikokimia
yang menunjang kehidupan sehari-hari. Tubuh selalu berusaha agar seluruh nilai berada
dalam batas normal melalui proses yang disebut homeostasis. Pada keadaan ini, seluruh
sistem metabolisme bekerja sama secara harmonis satu dengan lainnya dalam menjalankan
fungsinya.
Ginjal, bekerja sama dengan masukan hormonal dan saraf yang mengontrol
fungsinya, adalah organ yang terutama berperan dalam mempertahankan stabilitas volume,
komposisi elektrolit, dan osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) cairan ekstraseluler.
Pertukaran antara sel dan cairan ekstraseluler dapat sangat mengubah komposisi
cairan internal yang terbatas jika tidak terdapat mekanisme yang menjaganya stabil.
Pengeluaran abnormal melalui keringat berlebihan, muntah, maupun diare dapat
menyebabkan homeostasis di dalam tubuh terganggu.
Di dalam makalah ini akan dibahas tentang gangguan keseimbangan elektrolit terkait
dengan kasus yang diberikan. Tujuan pembuatan makalah ini adalah agar kita dapat lebih
memahami bagaimana mekanisme dan patofisiologi terjadinya gangguan keseimbangan
elektrolit di dalam tubuh manusia.

II. Pembahasan

Anamnesis

1|Page
Hal pertama yang perlu dilakukan oleh seorang dokter ketika pasien datang adalah
melakukan anamnesis. Anamnesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan
pasien dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat
penyakit pasien. Riwayat pasien merupakan suatu komunikasi yang harus dijaga
kerahasiaannya, yaitu segala hal yang diceritakan oleh penderita.1

Anamnesis atau medical history adalah informasi yang dikumpulkan oleh seorang
dokter dengan cara melakukan wawancara dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
spesifik baik itu terhadap pasien itu sendiri (auto-anamnesis) maupun dari orang yang
dianggap dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan keadaan pasien (allo-
anamnesis/hetero-anamnesis).1

Berdasarkan anamnesis yang baik, seorang dokter biasanya akan menanyakan identitas dan
keadaan pasien meliputi:1

- Nama lengkap
- Jenis kelamin
- Umur
- Tempat tanggal lahir
- Alamat tempat tinggal
- Status perkawinan
- Pekerjaan
- Suku bangsa
- Agama
- Pendidikan

Hal pertama yang ditanyakan kepada pasien adalah mengenai riwayat pribadi pasien.
Riwayat pribadi adalah segala hal yang menyangkut pribadi pasien; mengenai peristiwa
penting pasien dimulai dari keterangan kelahiran, serta sikap pasien terhadap keluarga dekat.
Termasuk dalam riwayat pribadi adalah riwayat kelahiran, riwayat imunisasi, riwayat makan,
riwayat pendidikan dan masalah keluarga.1

Setelah mendapatkan data pribadi pasien, anamnesis selanjutnya adalah menanyakan


keluhan utama pasien, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga
dan riwayat sosial.1

2|Page
Keluhan utama adalah gangguan atau keluhan yang terpenting yang dirasakan
penderita sehingga mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan pertolongan serta
menjelaskan tentang lamanya keluhan tersebut. Keluhan utama merupakan dasar untuk
memulai evaluasi pasien.1 Dari skenario didapatkan bahwa keluhan utama pasien adalah
kelemahan pada kedua tungkai sejak 1 hari yang lalu, disertai dengan nyeri otot dan badan
terasa lemas.

Riwayat penyakit sekarang adalah penyakit yang bermula pada saat pertama kali penderita
merasakan keluhan itu. Tentang sifat keluhan itu yang harus diketahui adalah:1

- Tempat
- Kualitas penyakit
- Kuantitas penyakit
- Urutan waktu
- Situasi
- Faktor yang memperberat atau yang mengurangi
- Gejala-gejala yang berhubungan

Riwayat penyakit dahulu adalah riwayat penyakit yang pernah diderita di masa lampau yang
mungkin berhubungan dengan penyakit yang dialaminya sekarang.1

Riwayat keluarga merupakan segala hal yang berhubungan dengan peranan herediter dan
kontak antar anggota keluarga mengenai penyakit yang dialami pasien. Dalam hal ini faktor-
faktor sosial keluarga turut mempengaruhi kesehatan penderita.1

Riwayat sosial mencakup keterangan mengenai pendidikan, pekerjaan dan segala aktivitas di
luar pekerjaan, lingkungan tempat tinggal, perkawinan, tanggungan keluarga, dan lain-lain.
Perlu ditanyakan pula tentang kesulitan yang dihadapi pasien.1

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik merupakan suatu tahap pemeriksaan awal yang dilakukan oleh
dokter atau petugas medis.Hal ini dilakukan dengan tujuan mengetahui keadaan fisik pasien
secara umum, guna menegakan diagnosis awal penyakit yang diderita.

Dalam keadaan normal, cairan tubuh berada dalam keseimbangan. Oleh karena suatu
sebab, keseimbangan cairan tubuh dapat mengalami gangguan. Secara garis besar, gangguan

3|Page
keseimbangan cairan tubuh terbagi dua yakni edema (hipervolemik) dan dehidrasi
(hipovolemik).2

Pemeriksaan fisik yang dilakukan secara menyeluruh , meliputi:2

a.) Sistem kardiovaskuler


Pengkajian ini meliputi pengukuran distensi vena jugularis, frekuensi denyut nadi,
tekanan darah, bunyi jantung, disritmia, dan lain-lain.
b.) Sistem pernapasan
Pengkajian pada system ini antara lain frekuensi pernapasan, gangguan
pernapasan seperti dyspnea, rales, dan bronki.
c.) Sistem gastrointestinal
Pengkajian pada system ini antara lain meliputi riwayat anoreksia, kram abdomen,
abdomen cekung, abdomen distensi, muntah, diare, hiperperistaltik, dan lain-lain.
d.) Sistem perkemihan
Pengkajian pada system perkemihan antara lain perlu dikaji adakah oliguria atau
anuria, berat jenis urine.
e.) Sistem musculoskeletal
Pengkajian pada system ini antara lain adakah kram otot, kesemutan, tremor,
hipotonisitas, atau hipertonisitas, reflex tendon, dan lain-lain.
f.) Sistem integument
Pengkajian pada sistem ini antara lain suhu tubuh, turgor kulit, kelembaban pada
bibir, adanya edema, dan lain-lain.

Pada kasus, hasil yang didapat adalah tekanan darah 120/90, napas 20 kali/menit, nadi
90 kali/menit, suhu afebris, dan motoris ekstremitas bawah menurun.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan laboratorium dalam arti luas adalah


setiap pemeriksaan yang dilakukan di luar pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang dalam
garis besarnya dimaksudkan sebagai alat diagnostik, petunjuk tatalaksana, dan petunjuk
prognosis.1
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah kadar Kalium dalam serum dan dalam urin 24
jam, kadar Mg dalam serum, analisis gas darah dan elektrokardiografi untuk mengkaji adanya
disritmia. Pada pemeriksaan kalium serum, nilainya akan <3,4 meq/L jika terdapat

4|Page
hipokalemia. Pada kasus ini, kalium serum yang didapat adalah 2,5 meq/L yang
menunjukkan terdapatnya hipokalemia. Pada pemeriksaan gas darah arteri dapat
menunjukkan alkalosis metabolik (peningkatan pH dan HCO3-) karena hipokalemia biasanya
dihubungkan dengan kondisi ini. Pada EKG bisa terdapat depresi segmen ST, gelombang T
datar, adanya gelombang U, disritmia ventrikel. Hipokalemia menimbulkan efek digitalis
sehingga EKG dapat menunjukkan tanda toksisitas digitalis meskipun kadar digitalis serum
normal.3

Keterangan Rujukan Satuan


pH 7.35-7.45 -
PaCO2 35-45 mmHg
PaO2 95-100 mmHg
HCO3 21-28 mmHg
O2 Sat 95-99 %
BE(baseexcess) Total -2.5- 2.5 -
CO2 19-24 %
Tabel 1. Nilai Rujukan Normal pada Analisa Gas Darah.3

Gambar 1. Gambaran EKG pada Penderita Hipokalemia.3

5|Page
Working Diagnosis

Hipokalemia

Dari anamnesis yang telah diketahui dan beberapa pendalaman dari differential
diagnosis, maka dapat ditentukan bahwa wanita 30 tahun tersebut menderita hipokalemi et
causa malnutrisi.

Gejala hipokalemia dan kehilangan kalium yang paling menonjol adalah gejala-gejala
neuromuskuler. Kehilangan dalam derajat sedang mungkin tidak bergejala terutama jika
timbul secara lambat. Namun demikian, beberapa pasien mengeluhkan kelemahan otot
terutama pada ekstremitas bagian bawah. Pada tingkat yang lebih berat atau akut, gejala
kelemahan otot rangka yang menyeluruh dan nyata menjadi mencolok. Hipovolemik yang
sangat berat atau terjadi mendadak dapat terjadi paralisis total, juga pada otot-otot
pernapasan. Dapat terjadi rabdomiolisis. Pada pemeriksaan fisik, pasien mungkin
menunjukkan hilang atau menurunnya reflex tendo. Disamping berkurangnya kekuatan otot.
Otot polos saluran makanan juga dapat terserang yang menimbulkan illeus paralitik.4

Kelainan elektrokardiogram juga sering dijumpai. perubahan yang khas termasuk


pendataran dan inverse gelombangg T, gelombang U yang makin menonjok dan segmen ST
yang mencekung. Perubahan ini tidak berkorelasi dengan keparahan gangguan metabolism
kalium dan tidak dapat diandalkan sebagai petunjuk makna klinis sebagai suatu deficit
kalium. Meskipun suatu kehilangan kalium dalam jumlah sedang jarang memengaruhi kerja
jantung, namun suatu penurunan kadar kalium yang terjadi secara cepat atau dalam jumlah
besar dapat menimbulkan henti jantung. Defisiensi kalium meningkatkan toksisitas digitalis
terhadap jantung.4

Derajat Hipokalemia

Hipokalemia moderat didefinisikan sebagai kadar serum antara 2,5--3 mEq/L,


sedangkan hipokalemia berat didefinisikan sebagai kadar serum < 2,5 mEq/L. Hipokalemia
yang < 2 mEq/L biasanya sudah disertai kelainan jantung dan mengancam jiwa.4

6|Page
Differential Diagnosis

Hipomagnesemia

Hipomagnesemia (kadar magnesium yang rendah dalam darah) adalah suatu keadaan
dimana konsentrasi magnesium dalam darah kurang dari 1,6 mEq/L darah. Penyakit dimana
terjadi hipomagnesemia adalah kompleks dan biasanya merupakan akibat dari gangguan
nutrisi dan metabolisme.4

Penyebab tersering dari hipomagnesemia adalah asupan yang kurang, yang berhubungan
dengan kelaparan atau kelainan penyerapan di usus dan pengeluaran yang berlebihan oleh
ginjal. Hipomagnesemia juga sering terjadi pada orang-orang yang mengkonsumsi alkohol
dalam jumlah yang banyak atau yang mengalami diare terus menerus dalam waktu yang
lama.4

Hipomagnesemia dapat menyebabkan:4

- kehilangan nafsu makan


- mual
- muntah
- mengantuk
- kelemahan
- perubahan kepribadian
- kejang otot
- gemetar.

Hipofosfatemia

Hipofosfatemia didefinisikan sebagai kadar fosfat serum yang kurang dari 2,5 mg/dL
(normalnya 2,5-4,5 mg/dL) walaupun gejala biasanya tidak timbul hingga kadar fosfat serum
kurang dari 1,0 mg / dL.

Fungsi fosfat dengan kalsium adalah untuk menyokong pembentukan tulang.


Kebanyakan fosfat berasal dari masukan diet dari produk unggas, daging, dan telur. Fosfat
adalah anion intraseluler primer.Fosfat membantu pengubahan energy dalam sel. Kira-kira
85% fosfat tubuh adalah dalam tulang, dan sisanya 15% dalam intraselular. Keseimbangan
fosfat dicapai dengan ekskresi ginjal; proses ini dipengaruhi oleh hormone paratiroid, yang
menurunkan absorpsi fosfat. Kira-kira 10% fosfat plasma adalah ikatan-protein.Fosfat plasma

7|Page
meningkatkan keseimbangan asam-basa tubuh melalui kerja sebagai buffer dalam CES.Fosfat
juga berperan dalam metabolisme glukosa, lemak, dan protein.

Hipofosfatemia terjadi melalui tiga mekanisme: penurunan absorpsi usus, peningkatan


ekskresi urine, dan peningkatan ambilan pada tulang. Hipofosfatemia terjadi pada
alkoholisme, malnutrisi, ketoasidosis diabetic, dan hipertiroidisme.Suatu kekurangan dapat
terjadi juga karena penggunaan antasida, karena aluminium hidroksida, aluminium karbonat,
dan kalsium karbonat berkombinasi dengan fosfat untuk meningkatkan kehilangan fosfat
melalui feses. Gejala yang umum meliputi anoreksia, pusing, parestesi, kelemahan otot, dan
gejala neurologis samar. Pada alkoholik, sindrom dapat tampak seperti delirium.
Ketidakseimbangan yang ekstrem ditandai oleh abnormalitas hematologis, pemecahan otot,
peka rangsang, stupor, ensefalopati, kejang, dan koma.2

Etiologi

Penyebab hipokalemia dapat dibagi sebagai berikut:5

- Asupan kalium yang kurang.


- Pengeluaran kalium yang berlebihan melalui saluran cerna seperti diare.
- Pengeluaran kalium dari ginjal akibat penggunaan terapi diuretik (tiazid, diuretik
loop).
- Kelebihan mineralokortikoid. Renin disekresi oleh aparatus jukstaglomerulus
dalam ginjal yang mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin. Angiotensin
menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal yang menyebabkan retensi
natrium urin dan kehilangan kalium. Penyebabnya antara lain adalah sindrom
Conn, sindrom Cushing, terapi kortikosteroid,.
- Kalium masuk ke dalam sel.
Kalium masuk ke dalam sel dapat terjadi pada alkalosis ekstrasel, pemberian
insulin, peningkatan aktivitas beta-adrenergik (pemakaian β2-agonis), paralisis
periodik hipokalemik, hipotermia.

Epidemiologi

Hipokalemia biasanya terjadi pada diare, ileostomi baru, adenoma villous (tumor pada
saluran GI), dan bisa juga terjadi pada pasien yang mendapat asupan karbohidrat parenteral.
Riwayat dan faktor risiko yang sering adalah pada gangguan saluran cerna seperti diare, pada
hiperaldosteronisme (misalnya pada hiperplasia adrenal kongenital), dan pasien dengan

8|Page
pemakaian diuretik. Hipokalemia juga bisa terjadi selama periode perbaikan jaringan setelah
luka bakar, trauma, atau kelaparan. Biasanya ini disertai dengan masukan atau penggantian
kalium yang tidak adekuat.6

Patofisiologi

Aldosteron adalah mekanisme pengendali utama bagi sekresi kalium pada nefron
distal ginjal. Peningkatan sekresi aldosteron menyebabkan reabsorpsi natrium (dan air) dan
ekskresi kalium. Sebaliknya penurunan sekresi aldosteron menyebabkan ekskresi natrium dan
air serta penyimpanan kalium. Rangsangan utama bagi sekresi aldosteron adalah penurunan
volume sirkulasi efektif atau penurunan kalium serum. Hipervolemia, penurunan kalium
serum, atau peningkatan natrium serum menyebabkan penurunan aldosteron. Ekskresi
kalium juga dipengaruhi oleh status asam basa dan kecepatan aliran di tubulus distal. Pada
keadaan alkalosis, ekskresi K+ akan meningkat dan pada keadaan asidosis, akan menurun.
Pada tubulus distal, ion H+ dan ion K+ bersaing untuk diekskresikan sebagai pertukaran
dengan reabsorpsi Na+ untuk mempertahankan muatan listrik tubuh yang netral. Jika terjadi
keadaan alkalosis metabolik yang disertai dengan kekurangan ion H+, tubulus akan menukar
dengan Na+ dengan K+ demi mempertahankan ion H+. Asidosis metabolik akan
meningkatkan ekskresi H+ dan menurunkan ekskresi K+. Mekanisme ini menjelaskan
mengapa hipokalemia sering disertai dengan alkalosis, dan hiperkalemia disertai asidosis.
Kecepatan aliran urine yang tinggi pada tubulus distal mengakibatkan peningkatan ekskresi
K+ total dan kecepatan aliran yang rendah akan menurunkan ekskresi K+.

Ekskresi ginjal dari kalium menurun secara perlahan pada orang yang dietnya
kekurangan kalium. Selama 10-14 hari sebelum tercapainya keseimbangan, dapat terjadi
deficit yang bermakna. Jadi, berlawanan dengan natrium, deplesi kalium dapat timbul jika
asupan yang buruk saja. Defisiensi kalium sering dijumpai pada gangguan gastrointestinal,
dengan muntah, diare, atau hilangnya sekresi gastrointestinal. Diare dapat menyebabkan
deficit kalium, karena konsentrasi kalium dalam cairan feses adalah 40-60 mmol/L.7

Hilangnya sekresi lambung melalui muntah juga merupakan penyebab deplesi kalium.
Konsentrasi kalium dari cairan lambung hanya 5-10 mmol/L, kehilangan langsung
menyebabkan keseimbangan kalium sedang sampai negative.Deficit kalium terutama
disebabkan oleh tiga mekanisme. Hilangnya asam lambung menyebabkan alkalosis
metabolic, yang meningkatkan konsentrasi kalium sel tubuler. Meningkatnya bikarbonat
plasma juga meningkatkan penghantaran bikarbonat dan cairan ke nefron distal. Pada tempat

9|Page
tersebut, kelebihan bikarbonat bertindak sebagai anion tidak direabsorbsi untuk memperbesar
ekskresi kalium. Akhirnya, hiperaldosteronisme sekunder yang disebabkan oleh kontraksi
volume ekstraseluler dapat berperan dalam mempertahankan ekskresi kalium pada kadar
yang tinggi, tanpa mempertimbangkan deplesi kalium.7

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan umum adalah dengan mengobati penyebab yang mendasari dan


berikan kalium oral dalam bentuk kalium klorida. Bila tidak mungkin diberikan per oral
(misalnya pada ketoasidosis diabetik), kalium bisa diberikan secara intravena 2g/L (26
mmol/L) larutan intravena.3
Apabila kadar kalium <2,5 mmol/L atau <3,0 mmol/L pada pasien dengan risiko
aritmia (misalnya pada pasien pascainfark miokard), berikan kalium klorida intravena sebagai
infus dengan kecepatan tidak melebihi 20 mmol/jam pada konsentrasi yang tidak melebihi 40
mmol/L, karena kalium yang pekat dapat merusak vena perifer. Apabila kadar kalium di
antara 2,5 dan 3,5 mmol/L, berikan terapi penggantian oral (kecuali apabila pasien dalam
keadaan puasa atau muntah-muntah) dengan dosis 80-120 mmol/hari yang terbagi dalam
beberapa dosis.7
Indikasi koreksi kalium dapat dibagi dalam:3
1. Indikasi Mutlak
Pemberian kalium mutlak segera diberikan yaitu pada keadaan: pasien sedang dalam
pengobatan digitalis, pasien dengan ketoasidosis diabetik, pasien dengan kelemahan otot
pernapasan, dan pasien dengan hipokalemia berat (K <2 meq/L).
2. Indikasi Kuat
Kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalu lama yaitu pada keadaan: insufisiensi
koroner/iskemia otot jantung, ensefalopati hepatikum, pasien memakai obat yang dapat
menyebabkan perpindahan kalium dari ekstra ke intrasel.
3. Indikasi Sedang
Pemberian kalium tidak perlu segera seperti pada: hipokalemia ringan (K antara 3-3,5
meq/L).
Pemberian kalium lebih disenangi dalam bentuk oral oleh karena lebih mudah.
Pemberian 40-60 meq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5 meq/L, sedang pemberian
135-160 meq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 2,5-3,5 meq/L.3
Pemberian kalium intravena dalam bentuk larutan KCl disarankan melalui vena yang
besar dengan kecepatan 10-20 meq/jam. Pada keadaan aritmia yang berbahaya atau

10 | P a g e
kelumpuhan otot pernapasan, dapat diberikan dengan kecepatan 40-100 meq/jam. KCl
dilarutkan sebanyak 20 meq dalam 100 cc NaCl isotonik. Bila melalui vena perifer, KCl
maksimal 60 meq dilarutkan dalam NaCl isotonik 1000 cc, sebab bila melebihi ini dapat
menimbulkan rasa nyeri dan dapat menyebabkan sklerosis vena.3
Terapi non farmakologis bisa berupa diet makanan yang kaya akan kalium. Sumber
karbohidrat tinggi kalium misalnya singkong, kentang, beras ketan, beras merah, tepung
terigu. Sumber protein hewani tinggi kalium misalnya keju, sosis, putih telur bebek, udang,
telur ayam. Sumber protein nabati tinggi kalium misalnya kacang kedelai, kacang merah,
kecap, kacang hijau, tahu. Buah tinggi kalium antara lain: pisang, kurma, alpukat, duku,
pepaya, apel merah, nanas, anggur. Sayuran tinggi kalium antara lain daun pepaya muda,
bayam, bawang putih, wortel, kol, tomat, selada.3

Komplikasi

Hipokalemia ringan sering terjadi tanpa gejala, tetapi hipokalemia dapat menimbulkan
kelemahan, ileus usus, penurunan kemampuan ginjal mengkonsentrasikan urin, dan
perubahan EKG berupa gelombang T yang datar, timbulnya gelombang U, dan bertambahnya
insidensi takiaritmia. Hipokalemia yang berlangsung lama dapat mengakibatkan kerusakan
(yang hampir tidak reversibel) pada tubulus distal, yang berlanjut pada kegagalan
kemampuan ginjal mengkonsentrasikan urin dan poliuria yang disertai polidipsia sebagai
mekanisme kompensasinya.8
Apabila terjadi hipokalemia berat (K+ < 2 mmol/L), gambaran klinis didominasi oleh
kelemahan otot lurik yang mungkin cukup berat dan dapat ditemukan paralisis flasid. Pada
keadaan ini dapat terjadi gagal napas, walaupun jarang.8
Hipokalemia biasanya menyebabkan alkalosis dan demikian sebaliknya. Setiap
peningkatan pH0,1 artinya peningkatan kalium serum 0,5.8
Hipokalemia berat dapat menyebabkan henti jantung dan henti napas.Tanda-tanda
klinis jarang terlihat sebelum kadar kalium serum turun di bawah 3, kecuali tingkat
kehilangannya cepat. Manifestasi klinisnya berupa keletihan, mual, muntah, kelemahan otot,
kram kaki, penurunan motilitas usus, parestesia, disritmia, peningkatan sensitifitas terhadap
digitalis.8
Hipokalemia berkelanjutan dapat menyebabkan ketidakmampuan ginjal memekatkan
urinsehingga urin menjadi encer dan terdapat rasa haus berlebih. Selain itu deplesi kalium
bisa menekan pelepasan insulin yang menyebabkan terjadinya intoleransi glukosa.8

11 | P a g e
Pencegahan

Memakan makanan yang tinggi kalium dapat membantu mencegah hipokalemia.


Makanan yang kaya akan kalium antara lain:7

- Alpukat
- Pisang
- Wortel
- Buah ara kering
- Kiwi
- Biji lima
- Susu
- Jeruk
- Selai kacang
- Kacang-kacangan
- Rumput laut
- Bayam
- Tomat

Prognosis

Prognosis pada umumnya baik. Defisit ion kalium tergantung pada lamanya kontak
dengan penyebab dan konsentrasi ion kalium serum. Pada kasus hipokalemia kronik,
penurunan ion kalium serum 1 meq sebanding dengan defisit 200 meq. Dianjurkan untuk
mempertahankan konsentrasi ion kalium serum <4.0 meq/L.

Hipokalemia dapat juga dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi,
terutama bila terjadi aritmia jantung atau kematian jantung mendadak. Namun, kontribusi
independen dari hipokalemia sendiri tidak menimbulkan peningkatan morbiditas atau
mortalitasnya.6

III. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang yang didapatkan, dimana terdapat
penurunan kadar kalium serum dibawah normal, dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut
menderita Hipokalemia. Tanda-tanda klinis yang diperlihatkan pasien tersebut adalah tanda
bahwa seseorang telah kekurangan salah satu elektrolit penting dalam tubuh, yaitu kalium.

12 | P a g e
Kalium bekerja mensintesis protein, mempengaruhi kontraksi otot, konduksi saraf,
pengeluaran hormon, transport cairan, dan perkembangan janin. Kekurangan kalium berarti
telah terjadi suatu kondisi yang dinamakan hipokalemia, yang artinya kadar kalium dalam
plasma kurang dari nilai normal yaitu kurang dari 3,5 mEq/L. Kekurangan kalium dapat
disebabkan banyak hal, termasuk kurangnya asupan kalium dalam tubuh. Jadi dapat
disimpulkan bahwa wanita berusia 30 tahun ini menderita hipokalemia yang disebabkan
kurangnya asupan kalium.

IV. Daftar Pustaka


1. Santoso M. Pemeriksaan fisik diagnosis. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan
Diabetes Indonesia; 2004.h.1-4, 6, 13-5, 20, 98.
2. Tambayong J. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2000. Hal 34.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Ed 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.h.134, 137-8, 142.
4. Isselbacher, Braundwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS. Prinsip-prinsip ilmu
penyakit dalam. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2003 .h.272-303.
5. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Kedokteran klinis. Ed 6. Jakarta: Erlangga;
2007.h.238, 240.
6. Horne MM, Swearingen PL. Keseimbangan cairan, elektrolit & asam basa. Ed 3.
Jakarta: EGC; 2004.h.91-4, 125-6.
7. Gleadle Jonathan. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2007.h.12-21.
8. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.h.236-7.

13 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai