Anda di halaman 1dari 16

PANDUAN

PELAYANAN PASIEN RESIKO TINGGI


DI RSIA MUSLIMAT JOMBANG

Disusun Oleh :

Rumah Sakit Ibu dan Anak Muslimat Jombang

RSIA MUSLIMAT JOMBANG


Jl. Urip Sumaharjo No. 34 – 36 Telp. (0321) 874453 - 8664412
JOMBANG
VISI MISI MOTTO DAN TUJUAN
RSIA MUSLIMAT JOMBANG

VISI
”Menjadi Rumah Sakit Ibu dan Anak Muslimat Jombang sebagai Rumah Sakit Ibu dan
Anak dengan pelayanan prima dan dijiwai nilai-nilai Islami”.

MISI
1. Meningkatkan kompetensi SDM RSIA Muslimat, melalui pendidikan dan pelatihan
yang terus menerus, agar Skill dan Knowledge SDM dapat mengimbangi kemajuan
ilmu dan tehnologi, serta attitude SDM yang selaras dengan budaya masyarakat
berlandaskan nilai-nilai Islami.
2. Menyediakan gedung yang nyaman dan peralatan sesuai standar dalam rangka
pelayanan prima serta menjadi tempat bekerja yang nyaman bagi seluruh karyawan
RSIA Muslimat Jombang.
3. Memberikan pelayanan medis maupun nonmedis yang bermutu dan mampu
menyenangkan pelanggan.

MOTTO
‘”Kepercayaan anda adalah amanah kami. Ibu Sehat Anak Sehat”

VALUE
Kreatif
 Kerja keras dalam bekerja dan melayani
 Ramah tamah dan cinta kasih dalam bekerja dan melayani
 Efektif dan efisien dalam bekerja dan melayani
 Asih asah asuh
 Tepat, cepat dan hati-hati dalam bekerja dan melayani
 Inovatif
 Fakta dalam berargumentasi.
DAFTAR ISI

Halaman Judul --------------------------------------------------------------------------------------- i


Visi, Misi Moto dan Tujuan ----------------------------------------------------------------------- ii
Kata Pengantar -------------------------------------------------------------------------------------- iii
Daftar Isi ------------------------------------------------------------------------------------------ iv
SK Direktur RSIA Muslimat Jombang ---------------------------------------------------------- vi

BAB I DEFINISI -----------------------------------------------------------------------------


1. Definisi ----------------------------------------------------------------------------
2. Tujuan -----------------------------------------------------------------------------

BAB II RUANG LINGKUP -----------------------------------------------------------------

BAB III TATALAKSANA -------------------------------------------------------------------

BAB IV DOKUMENTASI --------------------------------------------------------------------

KEPUSTAKAAN-----------------------------------------------------------------------------------
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum wr.wb.

Alhamdulillah, kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan


rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga Panduan Pelayanan Pasien Risiko Tinggi di
RSIA Muslimat Jombang.

RSIA Muslimat Jombang memberi pelayanan bagi berbagai variasi pasien dengan
berbagai variasi kebutuhan pelayanan kesehatan. RSIA Muslimat Jombang, termasuk
pasien yang digolongkan risiko tinggi. Bahkan rumah sakit harus menyediakan berbagai
variasi pelayanan. Sehingga dibuatlah Panduan Pelayanan Pasien Risiko Tinggi di RSIA
Muslimat Jombang. Semoga dapat membantu semua pihak di RSIA Muslimat Jombang
dan tentunya dengan harapan bahwa kontinuitas pelayanan tidak terganggu dan kualitas
pelayanan dapat meningkat

Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada tim
penyusun dan semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penyusunan panduan ini,
kami menyadari bahwa panduan tidak luput dari kekurangan, namun upaya
penyempurnaan akan terus dilaksanakan dan saran dan pembaca dan pengguna panduan
ini akan sangat kami perhatikan guna penyempumaan panduan ini.

Wassalamu’ alaikum wr.wb.


KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK MUSLIMAT JOMBANG
Nomor: ___________________
Tentang:
PANDUAN PELAYANAN PASIEN RESIKO TINGGI
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK MUSLIMAT JOMBANG

Direktur RSIA Muslimat Jombang setelah:


Menimbang : 1. Bahwa pasien risiko tinggi adalah pasien yang digolongkan risiko
tinggi karena umur, kondisi, atau kebutuhan yang bersifat kritis
2. Bahwa sehubungan dengan penanganan pasien resiko tinggi,
diperlukan panduan sebagai panduan prosedur penanganan
pelayanan pasien resiko tinggi di RSIA Muslimat Jombang
3. Bahwa agar panduan pelayanan pasien resiko tinggi mempunyai
kekuatan hukum, perlu ditetapkan melalui Surat Keputusan
Direktur RSIA Muslimat Jombang
Mengingat : 1. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
2. Undang-Undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang RI Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran;
4. PerMenKes RI No 290/MenKeS/Per/III/2008 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/MenkeS/Per/IV/2007
tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/MenkeS/Per/III/2008
tentang Rekam Medis;
7. Buku Standar Akreditasi Rumah Sakit. yang diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI dengan Komisi AkreditaSi Rumah Sakit (KARS),
tahun 2011.
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : PANDUAN PELAYANAN PASIEN RESIKO TINGGI RSIA
MUSLIMAT JOMBANG
Pertama : Memerintahkan kepada semua unit terkait di RSIA Muslimat
Jombang untuk mempelajari dan melaksanakan panduan pelayanan
pasien resiko tinggi sebagaimana terlampir.
Kedua : Mengamanatkan kepada bidang pelayanan medik untuk melakukan
pemantauan, monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan panduan ini.
Ketiga : Keputusan ini berlaku tahun sejak tanggal ditetapkannya,
Keempat : Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam Surat Keputusan
ini, maka akan diadakan perbaikan dan perubahan seperlunya.

Ditetapkan di : Jombang
Tanggal :
Tepat tanggal :

Direktur,
RSIA Muslimat Jombang

Dr. H. Suparmin, SpOG. Msi


BAB I

DEFINISI

A. Definisi

Pasien risiko tinggi adalah pasien yang digolongkan risiko tinggi karena umur, kondisi,
atau kebutuhan yang bersifat kritis.

Identifikasi adalah suatu kegiatan dalam rangka menentukan dan menetapkan pasien
dengan risiko tinggi pada populasi pasien di RSIA Muslimat Jombang.

Anak dan manula umumnya dimasukkan dalam kelompok ini karena mereka sering
tidak dapat menyampaikan pendapatnya, tidak mengerti proses pelayanan dan tidak
dapat ikut memberi keputusan tentang pelayanannya. Demikian pula, pasien yang
ketakutan, bingung atau koma tidak dapat mengerti proses pelayanan sewaktu
pelayanan harus diberikan cepat dan efisien.

Selain itu ada juga pasien berisiko tinggi karena memerlukan peralatan yang kompleks,
yang diperlukan untuk pengobatan penyakit yang mengancani jiwa (misalnya pasien
dialisis), risiko bahaya pengobatan (penggunaan darah atau produk darah), potensi
yang membahayakan pasien atau efek toksik dan obat berisiko tinggi (misalnya
kemoterapi). Rumah sakit dapat pula melakukan identifikasi risiko sampingan sebagai
akibat dari suatu prosedur atau rencana pelayanan (misalnya : perlunya pencegahan
trombosis vena dalam, ulkus dekubitus dan jatuh).

B. Tujuan
1. Sebagai upaya RSIA Muslimat Jombang membangun suatu kontinuitas pelayanan,
yaitu menyelaraskan kebutuhan asuhan pasien dengan pelayanan yang tersedia di
rumah sakit, mengkoordinasikan pelayanan, pemberian pelayanan yang efisien
kepada pasien.
2. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien di RSIA
Muslimat Jombang.
BAB II

RUANG LINGKUP

Identifikasi pasien dengan risiko tinggi dilakukan terhadap semua pasien yang datang ke
RSIA Muslimat Jombang, baik pasien rawat jalan maupun rawat inap.

Identifikasi pasien dengan risiko tinggi yang ditemukan pada populasi pasien di RSIA
Muslimat Jombang meliputi:

1. Pasien anak-anak.

2. Pasien berusia lanjut (lansia).

3. Pasien cacat fisik.

4. Pasien gawat darurat.

5. Pasien koma.

6. Pasien dengan penyakit infeksi atau menular.

7. Pasien dengan immune-suppressed

8. Pasien yang mendapatkan transfusi darah.

9. Pasien dengan aplikasi restrain.

10. Pasien dengan risiko kekerasan.


BAB III

TATA LAKSANA

Prinsip Pelayanan terhadap Pasien Risiko Tinggi:

1. Setiap pasien yang datang ke rumah sakit dilakukan asesmen awal, yaitu asesmen yang
dilakukan pada awal ketika pasien datang ke rumah sakit.
2. Berdasarkan informasi dan data yang diperoleh dalam proses asesmen awal, maka
dapat diidentifikasikan pasien dengan risiko tinggi.
3. Melakukan analisis informasi dan data untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan
kesehatan pasien dengan risiko tinggi.
4. Membuat rencana pelayanan untuk memenuhi semua kebutuhan pasien risiko tinggi
yang telah diidentifikasi.
5. Pasien dengan risiko tinggi dilakukan asesmen ulang, yaitu asesmen yang dilakukan
pada pasien selama proses pelayanan pada interval tertentu berdasarkan kebutuhan dan
rencana pelayanan pasien tersebut.
6. Pelayanan pasien risiko tinggi dilakukan secara kolaboratif oleh dokter, perawat, dan
para pemberi asuhan yang lain.
7. Pertimbangan persetujuan khusus bila diperlukan.
Persetujuan khusus, misalnya persetujuan tindakan medis yang diserahkan kepada
walisah atau keluarga pasien karena pasien tidak kompeten.
8. Persyaratan pemantauan pasien.
Pasien dengan risiko tinggi membutuhkan pemantauan atau monitoring yang lebih
spesifik dibandingkan pasien pada umumnya.
9. Kualifikasi dan kemampuan yang khusus untuk staf yang terlibat dalam proses. Staf
yang memberikan pelayanan untuk pasien-pasien risiko tinggi harus memiliki
kualifikasi dan kemampuan tertentu. Misalnya untuk penanganan kegawatdaruratan,
dokter harus tersertifikasi ATLS dan ACLS.
10. Keberadaan dan penggunaan peralatan khusus. Misalnya untuk aplikasi restrain fisik
digunakan tali khusus yang minimal menimbulkan cidera.
11. Dokumentasi untuk asesmen awal di lembar asesmen, sedangkan asesmen ulang di
catatan perkembangan pasien terintegrasi.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat dijelaskan sebagai benkut:

1. Pasien anak :
 Asesmen dilakukan dengan memperhatikan bahwa kondisi anak berbeda dengan
dewasa, termasuk dalam membuat rencana pelayanannya, misalnya pengobatan
menggunakan dosis anak, dan lain-lain.
 Anak sering tidak dapat menyampaikan pendapatnya, tidak mengerti proses
pelayanan dan tidak dapat ikut memberi keputusan tentang pelayanannya. Jadi
pasien anak termasuk pasien yang belum kompeten sehingga membutuhkan wali
sah, terutama dalam membuat keputusan persetujuan atau penolakan tindakan
medis/operasi, termasuk tindakan Do Not Resuscitate (DNR).
 Jika dalam kondisi gawat darurat, tindakan resusitasinya juga dibedakan dengan
resusitasi pada pasien dewasa. Termasuk penggunaaan alat bantuan hidup,
disesuaikan dengan kebutuhan pasien anak.
 Ruang perawatan pasien anak dibedakan dengan ruang perawatan pasien dewasa.
 Pada pasien anak harus menggunakan bedrails untuk mencegah risiko jatuh.
 Pemantauan pasien anak dibedakan dengan pasien dewasa.

2. Pasien berusia lanjut (lansia)


 Asesmen dilakukan dengan memperhatikan bahwa kondisi usia lanjut berbeda
dengan dewasa, termasuk dalam membuat rencana pelayanannya, misalnya
pemilihan obat harus lebih hati-hati karena usia lanjut menglami penurunan fungsi
hati dan ginjal.
 Pada umumnya pasien usia lanjut mengalami hambatan komunikasi sehingga
dibutuhkan keluarga pasien untuk mendampingi pasien tersebut, misalnya
penyampaian edukasi, membuat keputusan persetujuan atau penolakan tindakan
medis/operasi, termasuk tindakan Do Not Resuscitate (DNR).
 Jika dalam kondisi gawat darurat, tindakan resusitasinya juga dibedakan dengan
resusitasi pada pasien dewasa. Termasuk penggunaaan alat bantuan hidup,
disesuaikan dengan kebutuhan pasien usia lanjut.
 Ruang perawatan pasien usia lanjut di RSIA Muslimat Jombang sama dengan
ruang perawatan pasien dewasa.
 Penggunaan alat bantuan khusus,misalnya kursi roda atau yang lainnya disesuaikan
dengan kebutuhan pasien.
 Penggunaan side rails dianggap berisiko, terutama untuk pasien geriatric dan
disorientasi. Pasien geriatric yang rentan berisiko terbak diantara kasur dan side
rails. Pasien disorientasi dapat menganggap side rails sebagai penghalang untuk
dipanjati dan dapat bergerak ke ujung tempat tidur untuk turun dari tempat tidur.
Saat pasien berusaha turun dari tempat tidur dengan menggunakan segala cara,
pasien berisiko terjebak, tersangkut, atau jatuh dari tempat tidur dengan
kemungkinan mengalami cedera yang lebih berat dibandingkan tanpa
menggunakan side rails.
Namun, jika pasien secara fisik tidak mampu turun dari tempat tidur, penggunaan
side rails bukan merupakan restrain karena penggunaan side rails tidak berdampak
pada kebebasan bergerak pasien.
 Pemantauan pasien usia lanjut dibedakan dengan pasien dewasa, karena secara
fisiologis sudah mengalami perubahan.
3. Pasien cacat fisik :
 Asesmen dilakukan dengan memperhatikan bahwa kondisi cacat fisik berbeda
dengan pasien tidak cacat fisik, termasuk dalam membuat rencan pelayanannya.
 Pada umumnya pasien cacat fisik mengalami hambatan komunikasi sehingga
dibutuhkan penggunaan bahasa isyarat dan keluarga pasien untuk mendampingi
pasien tersebut, misalnya penyampaian edukasi, membuat keputusan persetujuan
atau penolakan tindakan medis/operasi, termasuk tindakan Do Not Resuscitate
(DNR).
 Jika dalam kondisi gawat darurat, tindakan resusitasinya harus memperhatikan
kondisi cacat fisik pasien tersebut. Termasuk penggunaaan alat bantuan hidup, jika
diperlukan.
 Ruang perawatan pasien disesuaikan apakah pasien anak atau pasien dewasa/usia
lanjut.
 Penggunaan alat bantuan khusus,misalnya kursi roda atau yang lainnya disesuaikan
dengan kebutuhan pasien.
 Pada pasien cacat fisik harus menggunakan bedrails untuk mencegah risiko jatuh.
 Pemantauan pasien cacat fisik harus memperhatikan kondisi cacat fisik tersebut.
4. Pasien gawat
 Asesmen yang dilakukan merupakan asesmen gawat darurat.
 Pada umumnya hambatan pelayanan pada kondisi gawat darurat adalah tidak
adanya keluarga sedangkan pasien membutuhkan tindakan emergensi segera.
 Tindakan resusitasi menyesuaikan apakah pasien dewasa, anak-anak atau neonatus.
 Ruang perawatan pasien disesuaikan dengan kondisi kegawatan pasien, apakah
pasien membutuhkan ruang perawatan intensif pasca resusitasi atau ruang
perawatan biasa.
 Penggunaan dan pemilihan alat bantuan hidup dasar disesuaikan dengan kondisi
pasien.
 Penggunaan bedrails untuk mencegah risiko jatuh.
 Pemantauan pasien dengan kegawatan disesuaikan dengan kondisi pasien, yang
tentunya membutuhkan proses pemantauan yang lebih intensif dengan
memperhatikan kondisi kegawatannya.
 Kualifikasi dan kemampuan untuk dokter dan perawat yaitu tersertifikasi Cardiac
Life Support, Trauma Life Support dan Critical Care.

5. Pasien koma:
 Menentukan pasien dengan kondisi koma, sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang
dokter yang kompeten (2 orang dokter diantaranya adalah 1 dokter spesialis
anestesiologi/ intensifis dan 1 dokter spesialis Saraf.
 Pasien koma termasuk pasien yang tidak dapat menyampaikan pendapatnya, tidak
mengerti proses pelayanan dan tidak dapat ikut memberi keputusan tentang
pelayanannya. Jadi pasien koma membutuhkan wali sah, terutama dalam membuat
keputusan persetujuan atau penolakan tindakan medis/operasi, termasuk tindakan
Do Not Resuscitate (DNR) kecuali jika ada keputusan dini tentang DNR
 Ruang perawatan pasien koma disesuaikan dengan kondisi pasien.
 Penggunaan side rails bukan merupakan restrain karena penggunaan side rails
tidak berdampak pada kebebasan bergerak pasien.
 Pada pasien koma, membutuhkan asuhan keperawatan dasar yang tergantung pada
bantuan perawat atau keluarga pasien.
 Kualifikasi dan kemampuan untuk dokter dan perawat yaitu tersertifikasi Cardiac
Life Support, Trawna Life Support dan Critical Care.
6. Pasien dengan penyakit infeksi atau menular dan immune-suppressed.
 Berdasarkan hasil asesmen dapat diidentifikasikan pasien dengan penyakit infeksi
atau menular dan immune-suppressed.
 Jika diperlukan maka perlu pemeriksaan penunjang saat asesmen ulang untuk
menunjang penegakkan diagnosis.
 Ruang perawatan pasien dengan penyakit infeksi atau menular dan immune-
suppressed ditempatkan di ruang isolasi.
 Jika rumah sakit tidak mempunyai fasilitas dan sarana untuk perawatan pasien
infeksi atau menular dan immune-suppressed maka dirujuk ke rumah sakit rujukan.
 Dokter dan perawat harus mempunyai keilmuan dan keterampilan tentang penyakit
infeksi atau menular dan immune-suppressed, terutama dalam hal cara penularan,
penatalaksanaan, pencatatan dan pelaporan, dan lain-lain.

7. Pasien yang mendapatkan transfusi darah.


 Berdasarkan hasil asesmen didapatkan bahwa pasien membutuhkan transfusi darah.
 Pemberian transfusi darah sesuai prosedur yang ada, terutama identifikasi pasien,
sehingga mencegah terjadinya insiden keselamatan pasien, misalnya salah orang,
salah jenis transfusi, dan lain-lain.
 Perlunya pemantauan atau monitoring selama pemberian transfusi dan setelahnya
karena sering terjadinya reaksi transfusi.
 Pemeriksaan hemoglobin post-transfusi harus dilakukan untuk merencanakan
pelayanan selanjutnya.
 Penatalaksanaan jika terjadi kesalahan transfusi maupun reaksi transfusi harus
dipahami oleh dokter dan perawat.
 Formulir permintaan transfusi darah dan informed consent transfuse darah harus
diisi dengan lengkap, setelah memberikan penjelasan kepada pasien atau wali sah
dan keluarga pasien.
 Petugas bank darah di rumah sakit harus mempunyai keilmuan dan keterampilan
khusus terkait bank darah.

8. Pasien dengan aplikasi restrain.


 Dari hasil asesmen dapat diidentifikasi pasien yang membutuhkan aplikasi restrain.
 Aplikasi restrain dipilih jika dengan intervensi alternative tidak berhasil.
 Indikasi dan pemilihan jenis restrain disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
 Dibutuhkan informed consent aplikasi restrain dari pihak keluarga setelah
diberikan penjelasan.
 Dilakukan pemantauan atau monitoring sesuai panduan yang berlaku.
 Perawat yang mengaplikasikan restrain harus mempunyai keilmuan dan
keterampilan tentang aplikasi restrain.

9. Pasien dengan risiko kekerasan.


 Dari hasil asesmen dapat diidentifikasi pasien dengan risiko kekerasan.
 Kriteria kekerasan fisik di lingkungan rumah sakit terdiri atas : pelecehan seksual,
pemukulan, penelantaran, dan pemaksaan fisik terhadap pasien baik yang
dilakukan oleh penunggu dan pengunjung pasien maupun petugas.
 Pelayanan pasien dengan risiko kekerasan dilaksanakan sesuai prosedur yang
berlaku.
BAB IV

DOKUMENTASI

 Asesmen awal didokumentasi di lembar asesmen.


 Asesmen ulang didokumentasikan di Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi
(CPPT)
 Untuk edukasi didokumentasikan dalam Formulir Edukasi Pasien dan Keluarga
Terintegrasi.
 Informed concent didokumentasikan di lembar Persetujuan atau Penolakan Tindakan
kedokteran.
 Untuk pemantauan atau monitoring pasien didokumentasikan di lembar observasi
pasien.
 Aplikasi restrain didokumentasikan di lembar aplikasi restrain.
 Jika ada tindakan DNR didokumentasikan di formulir instruksi DNR.
 Transfer pasien didokumentasikan dalam lembar transfer pasien.
KEPUSTAKAAN

 American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS). (2013).Identzfying The High


Risk Patient. http://www.aaos.org_news/aaosnow/oct13/managing2.asp
 Calfomia Quality Collaboraive. Tips for identfIcation of high-risk patients.
http://www.calguahtv.org_storage/documents/
meteor/I.I.I.TipSheetldentifIcationffighRis kPatients.pdf.
 Patient-centered Primary Care Collaborative. (2012). Managing High-Risk Patients.
http://www.pcpcc.org.webinar_managing-high-risk-patients-acos.

Anda mungkin juga menyukai