MODUL 1 1
Bab I
DASAR-DASAR PENGELOLAAN
PENDERITA GAWAT DARURAT
Pendahuluan
Penderita gawat darurat ialah penderita yang oleh karena suatu penyebab
(penyakit, trauma, kecelakaan, tindakan anestesi) yang bila tidak segera ditolong
akan mengalami cacat, kehilangan organ tubuh atau meninggal.
MODUL 1 2
T. I. U
T. I. K
MODUL 1 3
a. Jalan nafas bebas ? disebut bebas bila penderita dapat bernafas atau diberi nafas
dengan mudah. Suara nafas bersih dan tidak ada suara nafas tambahan. Bila
tidak demikian,
1. Bantuan manual dengan triple airway manouvre yaitu :
Hiperekstensi kepala, angkat tengkuk, ganjal bahu
Jaw thrust, dorong rahang bawah ke depan
Buka mulut
2. Bantuan jalan nafas buatan yaitu :
Jalan nafas oro / nasopharynx
Jalan nafas oro / naso tracheal
Cricothyrotomy / tracheostomy
b. Penderita bernafas ?
1. Bila penderita tidak bernafas, tapi mungkin tidak memadai
Nafas buatan tanpa alat – mulut ke mulut / hidung
Nafas buatan dengan alat :
Ambu bag, Jackson Reese
Respirator
2. Bila penderita bernafas, tapi mungkin tidak memadai
Bronchial toilette
Dicoba dahulu batuk sendiri. Tetapi bila tidak mampu mengeluarkan secret,
lakukan penghisapan intra tracheal / bronchial.
MODUL 1 4
Nafas buatan jangka panjang melalui endotracheal tube atau tracheostomy,
diberikan bila point I s/d III tersebut gagal memberikan O 2 dan CO2 artetial yang
memadai
Untuk itu periksalah perifer (perfusi), tekanan darah, nadi (rate dan
pengisiannya). Perfusi disebut baik bila jari-jari dan telapak tangan hangat, kering
dan merah. Tekanan darah memang membantu diagnosis, tetapi bukan satu-
satunya cara diagnosis. Per definisis, syok adalah ; gangguan perfusi organ vital
atau gangguan oksigenasi jaringan vital.
MODUL 1 5
Jenis syok Tanda khas Therapy
Hipovolemik (kehilangan CVP rendah Cairan 2-4 x kehilangan
volume) volume bila Hb 7 ½
tranfusi
Kardiogenik (pump failure) CVP tinggi mungkin ada Diuretic
aritmia
Digitalis
Beta mimetic
Obat-obat aritmia
Peripheral pooling CVP rendah Vasokonstriktor
Vasodilatasi hebat
Septik Hyperdinamic & Suportif
hypodinamic stage Antibiotika
Febris Hilangkan fokus infeksi
Perlu diketahui tingkat kesadaran penderita dan gejala neurologis yang ada.
MODUL 1 6
Eye opening (E) :
4 spontaneous
3 to speech
2 to pain
1 nil
Penderita dikatakan coma bila mata tak pernah terbuka, tidak bisa diperintah
dan tak pernah terucap kata suara dari mulutnya :
Glasgow Coma Scale :
b. Lebih praktis
c. Lebih dapat dilakukan oleh dokter maupun paramedis
d. Dapat dilakukan oleh dokter dari waktu ke waktu
f. Dapat untuk meramalkan prognose / out come
MODUL 1 7
Bila penderita dapat hidup mandiri tapi ada kelainan neurologis dan intelektual.
3. Severe disability
Kesadaran penderita baik, tapi untuk melakukan kegiatan sehari-hari masih
memerlukan bantuan orang lain.
4. Vegetative state
5. Dead
Hubungan antara Glasgow Scale pada 24 jam I dan prognosa / outcome
dapat disebut pada tabel berikut (5).
Anggota gerak :
Adanya hemiplegia atau para plegia dapat untuk memperkirakan dimana letak
lesi.
Sistim autonom :
Nadi, tensi, pernafasan dan suhu.
Bila diperlukan dan ada fasilitas dapat dilakukan pemeriksaan C.T. scan,
arteriografi, EEG dan lain-lain.
Gangguan nafas
MODUL 1 8
Harus diingat bahwa salah satu penyebab gangguan kesadaran yang cukup
sering adalah kegagalan nafas mendadak.
Hipoksemia : Sel otak sangat peka akan kekurangan oksigen. Bila dalam
waktu 3 – 5 menit tidak mendapat oksigen maka akan terjadi
kerusakan yang irreversible.
Gangguan sirkulasi
- Syok / cardiac arrest :
Aliran darah ke otak berkurang, maka akan terjadi hipoksemia dan
kerusakan sel otak.
- C. V. A :
Perdarahan
Thrombosis
Trauma
Menyebabkan perdarahan, edema sampai lacerasi otak. Bila ada tanda-tanda
kenaikan tekanan intra kranial (muntah-muntah, tensi – nadi, nadi turun,
kesadaran menurun, ada edema papil), segera lakukan :
- Cortico steroid dosis tinggi
- Diuretika furosemid
Manitol hanya diberikan bila yakin bahwa tidak perdarahan intra cranial
- Posisi tidur slight head up
- Nafas buatan dengan hiperventilasi sampai tekanan CO2 arteri sekitar 30
mm Hg.
Metabolik
- Gangguan faal ginjal (koma urenikum)
- Gangguan faal hepar (koma hepatikum)
- Gangguan endokrin (koma diabetikum)
Dalam hal ini perlu bantuan pemeriksaan laboratorium yang lebih teliti.
Infeksi : encephalitis, meningitis dan lain-lain.
Obat-obatan : obat anestesi, traquilizer, sedativum
Tumor : menyebabkan kenaikan intra kranial dan herniasi otak
MODUL 1 9
Disini yang dinilai adalah fungsi ginjal terhadap ancaman terjadinya
kegagalan ginjal mendadak (acute renal failure)
Samuel Pawers (7) menyatakan bahwa :
“Persistent oliguria below 25 ml per hour for more than two hours, contitutes
a true medical emergency reguiring the most urgent and aggressive
corrective therapy”.
Karena itu untuk bisa menilai fungsi ginjal perlu diperiksa :
Urine
Volume
- Normal : 1-2 ml/kg BB
- Anuria : 20 ml/24jam
- Oliguria : 25 ml/jam atau 400 ml/24jam
- Poliuria : 2500 ml/24jam
Kwalitas
- Berat jenis
- Sedimen dan lain-lain
Pemeriksaan serum creatinin, BUN dan bila mungkin clearance creatinin,
perbandingan urine creatinin/serum creatinin dan UUN / BUN
Urine
Secara kasar dapat untuk menggambarkan keadaan :
- Fungsi ginjal dan salurannya
- Hemodinamik penderita (hipotensi produksi urine berkurang)
- Hidrasi penderita (hipovolemia produksi urine berkurang dan pekat)
- Hormonal : Diabetes melitus, prodoksi urine meningkat. Diabetes
insipidus, poliguria, berat jenis rendah
MODUL 1 10
Myoglobinuria karena crush syndrome
Radang
* Post renal
Batu, debris
Urutan Tindakan
Bila memang jelas ada tanda hipovolemia, berilah cairan ringer lactate atau
normal saline sampai tanda hipovolemia hilang.
- Furosemid test : diberikan 1 ampul furosemid intra vena, ditunggu 20–30 menit
bila urine belum bertambah, dosis ditingkatkan dua kali sampai botol dosis 1
gram.
Bila tetap tidak ada response, penderita diterapi sebagai acute renal failure
dengan cara :
- Pengaturan pemberian cairan yang ketat dengan monitoring CVP. Jumlah
cairan yang masuk harus sama dengan yang keluar (kira-kira 400 cc
ditambah cairan yang keluar).
- Diberikan kalori yang cukup tinggi lewat infus (Dextrose 20-50%) dan
diberikan regular insulin 1 unit / 5 gr glucose, selain untuk metabolisme
glucose juga untuk mendorong kalium masuk ke dalam sel.
- Stop / kurangi pemberian kalium pasang maagslang untuk drainge K+ dan
H+dari lambung sehingga mengurangi terjadinya hiperkaliemia dan acidosis.
- Bila ada asidosis berikan nabic.
- Cegah terjadinya infeksi dan pemberian obat yang nefrotoksik.
- Kalau perlu dialisis
MODUL 1 11
Yang perlu diperhatikan adalah
Perut yang kembung atau distensi (menyangkut masalah B1)
Contoh :
Berat badan 50 kg – dehydrasi berat (10 %)
MODUL 1 12
Diberikan cairan (RL/PZ) 20 ml/kg BB (1000 ml)
Segera. Bila belum mengatasi syoknya, diberikan ulang sejumlah yang sama.
Untuk mengoreksi defisitnya : 10/100 x 501 = 5000 ml. Diberikan bertahap,
8 jam I 2500 cc dan 16 jam berikutnya
2500 ml. Selain itu jika penderita belum bisa intake oral. Kuga diberikan
cairan maintenance sebanyak 40 – 50 cc/kg/24 jam.
Nutrisi
Bila oleh karena satu dan lain sebab penderita tidak bisa intake per oral maka
dipertimbangkan untuk memberikan nutrisi parenteral untuk mencegah
katabolisme yang berlebihan dari protein tubuh yang dapat menurunkan daya
tahan tubuh.
Hepar
Diperiksa apakah ada hepatomegeli, cirrhosis hepatis dan gangguan faal hepar.
Limpa
Apakah ada splenomegeali, perlu dicari penyebabnya. Limpa mudah rupture
oleh karena trauma.
Pada umumnya penyakit tulang atau patah tulang tidak menyebabkan kematian
secara langsung kecuali :
MODUL 1 13
Dapat menyebabkan terjadinya emboli lemak yang pasif sehingga dapat
menyebabkan kematian penderita karena gangguan nafas (B1)
1.2 Kesimpulan
Dalam menangani penderita gawat darurat dituntut untuk bertindak cepat dan
tepat baik dalam mendiagnosa maupun terapinya. Dengan demikian diperlukan :
1. Kerjasama antar medik yang terlatih terampil dan cekatan
2. Cara penanganan / pengelolaan yang praktis, sistematis sehingga mudah diingat
dan dilaksanakan.
3. Fasilitas alat dan obat yang cukup
1.3 Penutup
Telah dibicarakan dasar-dasar penanganan penderita gawat darurat ternyata
masalah gawat darurat medik adalah sangat luas sehingga tidak cukup untuk
dibicarakan semua.
Bahan Bacaan
1. Beal J. M
Critical care for surgical patients
Macmillan Publishing Co Inc – New York – 1982
2. Bendixen M. H.
Respiratory Care
C. V. Mosby Co – Saint Louis – 1965.
3. Chung E. K.
Cardiac Emergency Care
Lea dan Febiger – Philadelphia – 1980
5. Jennett B.
Diagnosis and monitoring of Coma
MODUL 1 14
Management of Medical Emergencies
Edited by Howard Baderman
Pitmen: Medical Publishing Co. Ltd. London 1978
8. Safar Peter
Cardio Pulmonary Cerebral Resusitation
Asmund S. Laerdal Stavanger. Norway 1981.
11.Weil M. H. Shubin H.
Critical Care Medicine, Current Principles and Practices, Harper and Row
Publisher – Maryland – 1981.
12.Zorab J. S. M.
Immediate Care
W. B. Saunders Co. Ltd – London – 1977
MODUL 1 15
Bab II
SUMBATAN JALAN NAFAS
Pendahuluan
Hipoksemia merupakan pembunuh utama penderita gawat darurat. Hipoksemia
yang disebabkan oleh sumbatan jalan nafas terjadi paling cepat dibandingkan
hipoksemia akibat gangguan fungsi organ yang lain. Oleh karena itu pencegahan
hipoksemia merupakan prioritas utama dengan cara jalan nafas dipertahankan
terbuka, ventilasi adekwat dan diberi oksigen.
Kesalahan yang paling sering ditemukan dalam pengelolaan jalan nafas adalah
bahwa penolong tidak menyadari adanya sumbatan jalan nafas, keterlambatan
memberikan pertolongan, kesulitan teknik dan kurangnya ketrampilan.
Sumbatan jalan nafas dapat disebabkan oleh tindakan anestesi (penderita tak
sadar, obat pelumpuh otot, muntahan), suatu penyakit (koma apapun sebabnya,
stroke, radang otak), trauma/kecelakaan (trauma maksilofasial, trauma kepala,
keracunan). Tapi apapun penyebabnya dasar-dasar pengelolaannya adalah sama.
T. I. U
T. I. K
Trauma tumpul pada leher dapat menimbulkan edema dan kerusakan pada
laring dan trakhea yang dapat menyumbat jalan nafas.
Parsial
Ringan
Berat
Total
MODUL 1 17
Pada keadaan penderita yang masih bernafas, mengenali ada tidaknya sumbatan
jalan nafas dapat dilakukan dengan cara lihat (look), dengar (listen), dan feel
(raba).
Lihat (look)
Dilihat pula pergerakan dada dan perut waktu bernafas, normalnya pada posisi
berbaring waktu inspirasi dinding dada bergerak keatas dinding-dinding perut
bergerak keatas dan waktu ekspirasi dinding dada turun dinding perut juga turun.
Pada sumbatan jalan nafas total atau parsial berat, waktu inspirasi dinding dada
bergerak turun tapi dinding perut bergerak naik sedangkan waktu ekspirasi terjadi
sebaliknya. Gerak nafas ini disebut see saw atau rocking respiration.
Adanya retraksi sela iga, supra klavikula atau subkostal merupakan tanda
tambahan adanya sumbatan jalan nafas. Sianosis yang terlihat di kuku atau bibir
menunjukkan adanya hipoksemia akibat oksigenasi yang tidak adekwat. Pada
penderita trauma perlu dilihat adanya deformitas daerah maksilofasial atau leher
serta adanya gumpalan darah, patah tulang, gigi dan muntahan yang dapat
menyumbat jalan nafas.
Dengar (listen)
Didengar suara nafas dan ada tidaknya suara tambahan. Adanya suara nafas
tambahan berarti ada sumbatan jalan nafas parsial. Suara nafas tambahan dapat
berupa dengkuran (snoring), kumuran (gurgling), atau siulan (crowing/stridor).
Snoring disebabkan oleh lidah yang menutup orofaring, gurgling karena sekret,
darah atau muntahan dan crowing/stridor menunjukkan adanya penyempitan jalan
nafas karena spasme, edema atau pendesakan. Suara bicara penderita yang normal
menunjukkan tidak ada sumbatan jalan nafas sedangkan suara yang parau
menunjukkan adanya masalah di daerah laring.
Raba (feel)
Dirabakan hawa ekspirasi yang keluar dari lubang hidung atau mulut, dan ada
tidaknya getaran di leher waktu bernafas. Adanya getaran di leher menunjukkan
MODUL 1 18
sumbatan parsial ringan. Pada penderita trauma perlu diraba apakah ada fraktur di
daerah maksilofasial, bagaimana posisi trakhea.
Tabel
Penilaian dan pengelolaan jalan nafas harus dilakukan dengan cepat tepat dan
cermat untuk mencegah terjadinya hipoksemia.
Tindakan ditujukan untuk membuka dan menjaga jalan nafas tetap bebas dan
waspada terhadap keadaan klinis yang menyumbat atau potensial akan menyumbat
jalan nafas.
Pada penderita yang mengalami penurunan tingkat kesadaran maka lidah akan
jatuh ke belakang menyumbat hipofarings atau epiglotis jatuh kebelakang menutup
rima glotidis.
Dalam keadaan seperti ini, pembebasan jalan nafas dapat dilakukan tanpa alat
maupun dengan menggunakan jalan nafas buatan. Membuka jalan nafas tanpa alat
dilakukan dengan cara head tilt, chin lift, jaw thrust.
Sedangkan alat-alat yang dipakai untuk mengatasi sumbatan jalan napas karena
lidah adalah jalan nafas orofaringeal atau nasofaringeal.
MODUL 1 19
Pada penderita trauma, tindakan-tindakan yang dilakukan untuk membuka jalan
nafas, dapat menyebabkan atau memperburuk cedera tulang leher. Oleh karena itu
pada penderita trauma dengan dugaan cedera tulang leher cara yang dianjurkan
hanya jaw thrust dan chin lift dengan immobilisasi kepala dan leher (in-line im
mobilization) secara manual atau memakai neck collar.
* Chin Lift
Empat jari salah satu tangan diletakkan di bawah rahang ibu jari diatas dagu,
kemudian secara hati-hati dagu diangkat ke depan. Bila perlu ibu jari
dipergunakan untuk membuka mulut/bibir atau dikaitkan pada gigi seri bagian
bawah untuk mengangkat rahang bawah. Manuver chin lift ini tidak boleh
menyebabkan posisi kepala hiperekstensi.
* Jaw Thrust
Mendorong agulus mandibula kanan dan kiri ke depan dengan jari-jari kedua
tangan sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas, kedua ibu
jari membuka mulut dan kedua telapak tangan menempel pada kedua pipi
penderita untuk melakukan immobilisasi kepala.
Tindakan jaw thrust, buka mulut dan head tilt disebut triple airway maneuver.
MODUL 1 20
sampai palatum molle kemudian diputar 180o sehingga bagian yang cekung
mengarah ke caudal. Alat ini merangsang muntah dan tidak disukai bila
kesadaran penderita membalik.
* Jalan Nafas Nasofaringeal
Alat dipasang lewat salah satu lubang hidung sampai ke faring yang akan
menahan jatuhnya pangkal lidah agar tidak menutup hipofaring.
Diameter disesuaikan dengan besarnya lubang hidung penderita, secara
gampang kira-kira sebesar diameter jari kelingking penderita. Pada waktu
memasang, pelumasan harus baik agar tidak melukai pembuluh darah yang ada
di rongga hidung. Alat ini lebih dapat diterima oleh penderita dan lebih kecil
kemungkinan merangsang muntah dibandingkan jalan nafas orofaringeal.
Penghisap yang berfungsi baik dan berkemampuan tinggi harus ada di ruang
gawat darurat untuk menghisap darah, muntahan atau sekret yang berada di jalan
nafas. Ada 2 macam kateter penghisap yang sering digunakan yaitu rigid tonsil
dental suction tip atau soft catheter suction tip. Untuk menghisap rongga mulut
dianjurkan memakai yang rigid tonsil/dental tip sedangkan untuk menghisap lewat
pipa endotrakheal atau trakheostomi menggunakan yang soft catheter tip. Jangan
menggunakan soft catheter tip lewat lubang hidung pada penderita yang dengan
MODUL 1 21
fraktur lamina cribosa karena dapat menembus masuk rongga otak. Harus
diperhatikan tata cara penghisapan agar tidak mendapatkan komplokasi yang dapat
fatal. Benda asing misalnya daging atau patahan gigi dapat dibersihkan secara
manual dengan jari-jari. Bila terjadi chocking (tersedak) umumnya “nyantol” di
daerah subglotis, dicoba dulu dengan cara back blows, abcominal thrust(Heimlich
maneuver).
Dicoba membebaskan jalan nafas dengan cara-cara diatas, tapi bila tidak
berhasil segera dilaksanakan pemasangan jalan nafas yang definitif yaitu intubasi
endotrakeal atau krikotiroidotomi, atau trakheostomi.
Yang dimaksud jalan napas definitif adalah pipa jalan napas yang dilengkapi
dengan balon (cuff), yang dapat dikembangkan yang dapat dipasang di trakhea.
Beberapa keadaan klinik yang memerlukan jalan nafas definitif antara lain
apnea, tidak mampu mempertahankan jalan nafas dengan cara-cara yang lain,
pencegahan aspirasi darah atau muntahan, ancaman terjadinya sumbatan jalan
nafas (contoh trauma inhalasi, status konvulsi, trauma maksilofasial, trauma/
cedera kepala tertutup dengan GCS kurang dari 8, tak berhasil memperoleh
oksigenasi yang adekwat dengan menggunakan masker.
Intubasi endotrakheal
Harus dilakukan oleh mereka yang terlatih terampil disertai peralatan yang
lengkap. Dapat dilakukan lewat mulut (orotrakheal) atau lewat hidung
(nasotrakheal) secara avue (dengan bantuan laringoskop) atau blind (tanpa
MODUL 1 22
laringoskop dengan tuntunan nafas penderita). Pada penderita yang awake atau
asleep (tak sadar atau ditidurkan). Untuk yang asleep dapat secara non apnea
(memang tak bernafas atau diberi pelumpuh otot.)
Cara intubasi yang dipilih tergantung keadaan penderita, pengalaman,
keputusan dan ketrampilan dokter. Sebelum dilakukan intubasi perlu oksigenasi
dan bila perlu bantuan ventilasi. Akan lebih baik bila dilakukan monitoring
saturasi oksigen dengan pulse oxymetri dan EKG
Gambar 3
Surgicak Airway
MODUL 1 23
dengan Y konektor dihubungkan ke sumber oksigen dengan aliran 12-15 I/m.
Cara ini disebut jet insufflation untuk memberikan oksigen dengan cepat
Gambar 4
Bahan Bacaan
MODUL 1 24
Bab III
GAWAT NAFAS AKUT
Pendahuluan
Gangguan nafas dapat berupa hipoventilasi sampai ke henti nafas yang dapat
disebabkan oleh bermacam-macam faktor antara lain :
Tindakan anestesi
Anestesi yang terlalu dalam
Sisa obat pelemas otot
Obat narkotik
Suatu penyakit
Radang otak
Radang syaraf
Stroke
Tumor otak
Edema paru
Gagal jantung
Miastenia grafis
Trauma – kecelakaan
Cedera kepala
Cedera tulang leher
Cedera torak
Keracunan obat
MODUL 1 25
T. I. U
T. I. K
III.1 Patofisiologi
Jalan nafas yang tersumbat akan menyebabkan gangguan ventilasi karena itu
langkah yang pertama adalah membuka jalan nafas dan menjaganya agar tetap
bebas. Setelah jalan nafas bebas tetapi tetap ada gangguan ventilasi maka harus
dicari penyebab yang lain.
Penyebab lain yang terutama adalah gangguan pada mekanik ventilasi dan
depresi susunan syaraf pusat.
Untuk inspirasi agar diperoleh volume udara yang cukup diperlukan jalan nafas
yang bebas, kekuatan otot inspirasi yang kuat, dinding torak yang utuh, rongga
pleura yang negatif dan susunan syaraf yang baik.
Bila ada gangguan dari unsur-unsur mekanik diatas maka akan menyebabkan
volume udara inspirasi tidak adekwat sehingga terjadi hipoventilasi yang
mengakibatkan hiperkarbia dan hipoksemia. Hiperkarbia menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah otak yang akan meningkatkan tekanan intrakranial,
yang dapat menurunkan kesadaran dan menekan pusat nafas bila disertai
hipoksemia keadaan akan makin buruk. Penekanan pusat nafas akan menurunkan
ventilasi. Lingkaran ini harus dipatahkan dengan memberikan ventilasi dan
oksigenasi.
Pusat nafas bekerja secara otomatis dan menurut kendali. Oleh karena itu pada
penderita dengan gangguan ventilasi dimana penolong belum mampu menguasai
MODUL 1 26
ventilasinya dan masih diperlukan kooperasi dengan penderita sebaiknya penderita
tidak ditidurkan, tetap dalam keadaan sadar.
Gangguan ventilasi dan oksigenasi juga dapat terjadi akibat kelainan di paru
dan kegagalan fungsi jantung.
Parameter ventilasi :
* PaCO2 (N : 35-45 mmHg)
* ETCO2 (N : 25-35 mmHg)
Parameter Oksigenasi :
* PaO2 (N : 80-100 mmHg)
* SaO2 (N : 95-100 %)
Seperti apa yang telah disinggung di depan, banyak faktor dapat menyebabkan
gangguan nafas, tapi pada dasarnya dapat dibagi dalam dua kelompok :
Jalan nafas
Sumbatan jalan nafas akan mengganggu ventilasi dan oksigenasi, tetapi setelah
jalan nafas bebas masih tetap ada gangguan ventilasi maka harus dicari
penyebab yang lain.
Paru
Kelainan di paru seperti radang, aspirasi, atelektasis, edema, contusio, dapat
menyebabkan gangguan nafas.
Rongga pleura
Normalnya rongga pleura kosong dan bertekanan negatif, tetapi bila ada sesuatu
yang menyebabkan tekanan menjadi positif seperti udara (pneumotorak), cairan
(fluidotorak), darah (hematotorak) maka paru dapat terdesak dan timbul
gangguan nafas.
Dinding dada
MODUL 1 27
Pada tulang iga yang multipel apalagi segmental akan menyebabkan nyeri
waktu inspirasi dan terjadinya flail chest sehingga terjadi hipoventilasi sampai
atelektasis paru
Otot nafas
Otot inspirasi utama adalah diafragma dan interkostal eksternus. Bila ada
kelumpuhan otot-otot tersebut misal karena sisa obat pelumpuh otot, myastenia
gravis, akan menyebabkan gangguan nafas. Tekanan intra abdominal yang
tinggi akan menghambat gerak diafragma.
Syaraf
Kelumpuhan atau menurunnya fungsi syaraf yang menginervasi otot interkostal
dan diafragma akan menurunkan kemampuan inspirasi sehingga terjadi
hipoventilasi.
Contoh : Blok subarachnoid yang terlalu tinggi, cedera tulang leher, Guillain
Barre Syndrome, Poliomyelitis.
Jantung
Kelainan pada jantung seperti payah jantung kiri, infark miokard akut,
tamponade jantung dapat menyebabkan gangguan pada paru yang akan
menimbulkan gangguan nafas.
MODUL 1 28
Gambar 1 : komponen gangguan pernafasan
III.3. Tanda-Tanda Gangguan Ventilasi
Lihat (look)
Takhipnea
Takhipnea walaupun dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti nyeri,
ketakutan, shock, dapat dianggap sebagai tanda dini adanya masalah jalan nafas
dan ventilasi. Lebih-lebih bila disertai dengan upaya nafas yang berat
(abnormal breathing)
Perubahan status mental
Agitasi menunjukkan adanya hipoksemia sedangkan penurunan kesadaran
mungkin akibat hipoventilasi sehingga terjadi peningkatan PaCO 2 yang akan
meningkatkan tekanan intrakranial.
Gerak nafas
Bagaimana pengembangan dada dan perut waktu inspirasi? Apakah besar,
normal atau menurun? Bila menurun awas hipobentilasi.
Apakah ada paralisis otot nafas (interkostal atau diafragma), bila hal ini terjadi
pada penderita trauma mungkin ada cedera tulang leher.
Apakah ada asimetri gerak dada kanan dan kiri. Awas mungkin ada
pneumotorak, hematorak, fluidotorak atau atelektasis paru.
Apakah digunakan otot nafas tambahan?
Sianosis
Bila ada berarti ada hipoksemia, tetapi bila tidak nampak bukan berarti tidak
ada sumbatan jalan nafas atau gangguan ventilasi, mungkin baru tahap awal
atau hemoglobin kurang dari 5%.
Distensi vena leher
Perlu dilihat pada penderita trauma, mungkin ada tension pneumotoraks atau
tamponade jantung.
Jejas di dada
Dapat berupa luka tusuk, luka lecet, hematoma, atau bekas roda.
Dengar (listen)
Keluhan
Bila penderita masih sadar dapat ditanyakan apakah ada keluhan sesak.
Suara nafas
MODUL 1 29
Didengarkan apakah suara nafas normal, menurun atau hilang. Apakah ada
suara tambahan stridor, wheeze, ronkhi.
Raba (Feel)
Hawa ekspirasi
Diraba di lubang ekshalasi, hidung, mulut, trakheostomi atau pipa endotrakheal.
Emfisema subkutis
Pada penderita trauma sering terjadi patah tulang iga multipel yang
menimbulkan emfisema subkutis. Awas pneumotorak.
Krepitasi/nyeri tekan
Pada trauma thorak sering terjadi patah tulang iga multipel yang menimbulkan
nyeri pada waktu dipakai bernafas, sehingga penderita cenderung bernafas
dangkal yang dapat menyebabkan hipoventilasi dan atelektasis paru.
Deviasi trakhea
Bila ada deviasi trakhea curiga adanya atelektasis, tension pneumothorak,
hemato/fluidothorak masif dan hematoma.
Pemeriksaan Tambahan
Pulse oximeter
Untuk mengukur saturasi O2 secara kontinyu dan tidak invasif
CO2 detector (capnograf)
Untuk mengukur kadar CO2 pada hawa akhir ekspirasi (End Tial CO2) secara
kontinyu dan tidak invasif. Dapat pula untuk membantu mencheck apakah
intubasi yang dilakukan masuk trakhea atau esofagus. Bila masuk esofagus
kadar CO2 rendah.
Gas darah
Tindakan invasif untuk mengukur pH, PaO2, PaCO2, dan BE sehingga bisa
diketahui oksigenasi, ventilasi dan asam basa penderita saat itu.
Foto Torak
Untuk mengetahui jalan nafas, paru, rongga pleura, sinus phrenicocostalis,
diafragma, tulang dinding dada, jantung dan mediastinum. Untuk melihat
keadaan trakhea, paru, rongga pleura, jantung dan dinding dada.
III.4.1 Pontoppidan
MODUL 1 30
Menentukan kriteria gagal nafas berdasarkan mechanic of breathing,
oksigenation dan ventilation (lihat tabel)
Tabel 1
Kolom paling kanan menunjukkan keadaan gagal nafas yang harus dilakukan
intubasi endotrakheal atau trakheostomi dan bantuan ventilasi.
Kolom tengah menunjukkan keadaan hipoventilasi atau gawat nafas yang sering
perlu monitoring ketat terapi oksigen dan fisioterapi nafas.
Tetapi semua ini hanyalah suatu pedoman, yang paling penting mengetahui
keseluruhan keadaan penderita dan mencegah tidak mengalami gagal nafas.
III.4.2. Shapiro
Gagal nafas akut bila tekanan oksigen arteri (PaO2) < 50 mmHg dan tekanan
CO2 arteri (PaCO2) > 50 mmHg (Rule Of Fifty)
III.4.3. Petty
MODUL 1 31
PaO2 < 50 mmHg, tanpa atau disertai kenaikan PaCO2
b. Acute ventilatory failure
PaCO2 < 50 mmHg
MODUL 1 32
Pada keadaan dimana terjadi hipoventilasi (PaCO2 > 50 mmHg) atau henti
nafas maka perlu diberikan bantuan ventilasi. Bantuan ventilasi dapat diberikan
dengan tanpa alat (mouth to mouth, mouth to nose) atau dengan bantuan alat
(mouth to facemask, bag-valve-mask sampai bentilasi mekanik). Di rumah sakit
pada umumnya bantuan ventilasi awal mempergunakan bag-valve-mask / tube
atau lazim disebut Ambu bag dengan masker atau lewat pipa endotracheal yang
bila ditambah dengan oksigen dapat sekalian untuk melakukan oksigenasi.
Dasar pemberian ventilasi bantuan adalah ventilasi bertekanan positif berkala
(IPPV= Intermittent Positive Pressure Ventilation). Untuk melakukan tindakan
ini dituntut ketrampilan penolong karena bila tidak benar dapat menyebabkan
distensi lambung dan resiko terjadinya aspirasi isi lambung. Hal ini bisa
dicegah bila penderita telah terpasang jalan nafas endotrakheal. Sebagai ukuran
bahwa pemberian nafas kita cukup baik dengan melihat pengembangan dada
yang adekwat, monitoring dengan Capnograf End Tidal CO2 (ETCO2) 25-35
mmHg dan analisa gas darah PaCO2 35-45 mmHg.
Cirvulation / Sirkuler
Diperlukan hemodinamik yang baik, sebab tanpa hemodinamik yang baik
oksigen yang diberikan tidak akan sampai ke jaringan / sel. Bila ada chock
harus segera diatasi.
Disability / Brain / Neurologik
Tingkat kesadaran penderita dapat menurun akibat hiperkarbia dan hipoksemia
yang berat, karena itu perbaikan tingkat kesadaran dapat dipakai sebagai
indikator keberhasilan ventilator dan oksigenasi.
Bahan Bacaan
MODUL 1 33
Bab IV
SYOK
Pendahuluan
T. I. K
MODUL 1 34
IV.1. Definisi dan Patofisiologi
B. 1. Syok hipovolemik
2. Syok cardiogenik
3. Syok obstruktif
4. Syok distributif
C. 1. Syok hemorrhagic
2. Syok non hemorrhagic
Syok hipovolemik
MODUL 1 35
Syok yang disebabkan karena tubuh kehilangan darah, plasma atau cairan tubuh
yang lain, misalnya ; pembedahan, trauma, luka bakar atau muntah dan diare.
Kehilangan bentuk lain disebut third space loss, misalnya : peritonitis, pancreatitis,
obstruksi ileus.
Syok kardiogenik
Syok septik
Syok yang terjadi karena penyerbaran atau invasi kuman dan toksinya didalam
tubuh, yang berakibat vasodilatasi.
Syok meurogenik
Gangguan perfusi jaringan yang disebabkan karena disfungsi sistim saraf simpatis,
sehingga juga vasodilatasi misalnya ;
1. Trauma pada tulang belakang
2. Spinal syok
Anestesi yang terlalu dalam
Syok anafilaktik
MODUL 1 36
Sistim Sirkulasi : Ekstrimitas pucat, dingin, dan berkeringat dingin, nadi
cepat dan lemah. Waktu pengisian kapiler > 2 detik,
tekanan darah turun bila kehilangan darah mencapai 30 %.
Vena tampak kolaps dan kalau diukur CVP < 5 cmH2O.
Sistim syaraf pusat : Keadaan mental atau kesadaran penderita bervariasi
tergantung derajat syok, dimulai dari gelisah atau bingung
sampai keadaan tidak sadar.
Sistim kulit / otot : turgor menurun, mata cowong, mukosa lidah kering
IV.4. Terapi
Tergantung pada penyebabnya pada umumnya adalah :
Syok hipovolemi
Segera pasang infus dengan jarum ukuran besar (# 14,16), pasang di dua tempat.
Jumlah cairan yang diberikan pada awal pengobatan tergantung derajat syok, rata-
rata 100-2000 cc-grojog.
MODUL 1 37
Macam-macam cairan yang digunakan :
Kristalloid : ringer lactate, normal saline.
Karena sifatnya yang tidak dapat bertahan lama di intravaskuler maka larutan
kristalloid diberikan 3 – 4 x jumlah perkiraan perdarahan RL lebih fisiologis
dibandingkan dengan normal saline.
Kolloid terbagi menjadigolongan protein; albumin atau plasma dan golongan non
protein ; dextran atau gelatin
Darah : whole blood – fresh atau stored, PRC
Hemodilusi
Mengingat sukarnya mendapatkan darah dalam waktu cepat dengan jumlah yang
banyak, disertai dengan kemungkinan timbulnya reaksi tranfusi, maka pada tahap
awal untuk resusitasi cairan digunakan larutan, kristalloid atau kolloid. Penelitian-
penelitian membuktikan bahwa pemberian darah tahap awal resusitasi akan
meningkatkan angka kematian.
Hemodilusi adalah mengganti kehilangan darah dengan larutan kristalloid atau
kollod sampai hemodinamik stabil yang ditandai dengan nadi < 100/menit.
Tekanan darah > 100 sistole, perfusi perifer hangat dan kering, waktu pengisian
kapiler < 2 detik dan tranfusi jantung atau paru-paru atau bukan anak atau bayi.
Syok kardiogenik
Karena masalahnya adalah berkurangnya kekuatan memompa dari jantung maka
terapinya adalah memperkuat fungsi pompa pada jantung dengan menggunakan
inotropik ; dopamine, dobutamin atau isoprenalai dan nor – adrenalin.
Syok septik
1. Normalisasi volume darah
2. Antibiotika sesuai hasil kultur
3. Vasopressor
4. Inotropik
5. Menghilangkan sumber infeksi
Syok analilaktik
1. Normalisasi volume darah
2. Adrenalin 0,5 mm IV
3. Steroid
4. Antihistamin
5. Bronchodilator bila terjadi bronchospasme
Syok neurogenik
MODUL 1 38
1. Normalisasi volume darah
2. Inotropik
MODUL 1 39
Bab V
ARITMIA
T. I. U
T. I. K
Aritmia atau disaritmia adalah perubahan abnormal dari denyut jantung, baik
yang berupa gangguan pada jumlah denyut (rate) keteraturan irama denyut
(rhythm), sumber asal denyut (pacemaker) dan cara penjalaran rangsang denyut
jantung (impulse conduction). Aritmia dapat terjadi spontan, atau akibat penyakit
akut atau karena pengaruh anesthesia dan pembedahan. Aritmia yang semula
benign (jinak dapat berkembang menjadi kelainan yang mengancam jiwa.
MODUL 1 40
V.1.2 Irama Denyut
Jantung normal akan berdenyut teratur, dengan jarak antara gelombang R-R
selalu konstan atau bervariasi kecil sekali. Ketidak teraturan irama dapat berupa :
a. Denyut normal tidak muncul pada waktu seharusnya karena tertunda atau
hilang (Sinus arrhythmia, sinus arrest, AV block).
b. Muncul denyut baru sebelum waktunya atau mengganti denyut normal yang
seharusnya muncul (Paroxysmal Atrial Contraction, Premature Ventricular
Contraction, Atrial/Ventricular Escape Beats).
c. Gangguan konduksi (penjalaran) impulse antara antara sinoatrial node,
atrioventricular node dan intgraventrikuler mempunyai bentuk aritmia tersendiri
yang kompleks. Hal ini tidak diuraikan lebih lanjut.
Tiga permasalahan yang menjadi penyebab aritmia ini (rhythm, pacemaker dan
konduksi) adalah saling terkait sehingga tidak dapat dibahas terpisah.
Dalam uraian ini akan dibahas hanya beberapa jenis aritmia yang banyak
berkaitan dengan resiko anestesi dan keadaan darurat yaitu :
1. Fibrilasi ventrikel dan takhikardia ventrikel (VF/VT)
2. Denyut tambahan ventrikuler (Premature Ventriculer Contraction/PVC atau
Ventrikuler Extra Systoles/VES).
3. Denyut ventrikel (ventricular Escape Beats)
4. Hambatan konduksi atrioventrikuler (AV-block derajat 1, 2, 3)
5. Gangguan pembentukan impuls atrial (Sinus arrythmia, sinus arrest, fibrilasi
atrium / AF
MODUL 1 41
Kematian akibat aritmia terjadi akibat :
1. Aritmia berubah menjadi fibrilasi ventrikel (VF) atau takhikardia ventrikel
tanpa denyut nadi karotis / pulseless VT (cardiac arrest). Aritmia dalam
kelompok ini adalah PVC multiple >6 x per menit, PVC berurutan (salvo), PVC
berasal dari banyak sumber (multifocal), PVC berpasangan (bigemini, trigemini
dll), TR on T (gelombang R denyut berikutnya jatuh terlalu dini pada waktu
denyut sebelumnya masih repolarisasi / gelombang T).
2. Aritmia menyebabkan penurunan drastic dari cardiac output sehingga tidak
cukup untuk perfusi otak (Adam Stokes syndrome). Gangguan cardiac output
dapat terjadi karena denyut terlalu lambat seperti pada aritmia jenis AV block
derajat 3 atau Ventricular Escape Beat. Cardiac output yang rendah juga terjadi
jika aritmia menyebabkan jantung berdenyut terlalu cepat seperti para aritmia
jenis fibrilasi atrium (AF) dengan denyut ventrikel tinggi (> 200) dan
takhikardia ventrikel (VT).
Aritmia dapat disebabkan oleh penyebab di luar jantung (extra – cardiac) dan
penyebab di jantung sendiri (cardial).
Rangsangan berlebihan pada nervus vagus (vagal reflex) yang terjadi pada
daerah peritoneum, organ viscera, perineum, rectum dan genitalia.
Rangsangan pada bola mata, otot bola mata dan sinus caroticus.
MODUL 1 42
V.4. Penanggulangan Aritmia
a. Supraventrikuler
Aritmia supraventrikuler ditandai oleh adanya gelombang “p” yang diikuti oleh
gelombang “QRS”. Seharusnya, semua gelombang “p” diikuti gelombang
“QRS”. Pada aritmia, tidak selalu setiap “p” diikuti “QRS”. Gelombang “QRS”
harus sempit, hal ini menandakan bahwa sumber impuls berada di
supraventrikuler. Jika denyut nadi carotis masih terasa dan tekanan darah masih
baik (tidak shock), maka pasien dapat diberi terapi mekanis atau terapi
farmakologis. Jika pasien shock karena aritmiannya, maka terapi satu-satunya
adalah cardiaoversu dengan memberikan DC-Shock synchronized.
Terapi mekanis ; menggunakan fenomena occulo-cardiac reflex atau sinus
caroticus reflex. Jika kedua bola mata ditekan, akan terjadi pelambatan denyut
jantung. Hal yang sama juga terjadi jika sinus caroticus yang berada di leher
(percabangan arteria carotis communis menjadi cabang interna dan externa).
Menekan carotid body hanya boleh satu sisi saja.
MODUL 1 43
Terapi farmakologis menggunakan :
1. Cacium channer blocker ; verapamil
2. Beta – blocker ; propanolol
3. Digitalis (quick acting)
4. Sulfas quinidine (oral)
Dosis dapat dibaca dalam lampiran (appendix)
Terapi dengan DC – Shock :
Alat DC-shock dipasang pada mode synchronixed dan terhubung pada pasien
sehingga jelas pada layar nampak ECG lengkap dengan QRS yang jelas. Dosis
diberikan 1 – 3 Joules / kg berat badan. Jika shock yang diberikan efektif, akan
nampak pelambatan denyut ventrikel dan tekanan darah akan meningkat.
b. Ventrikuler
Terapi farmakologis pada aritmia ventrikuler diberikan dengan :
1. Lidocain
2. Beta-blocker ; propanolol
3. Sulfas quinidine (oral)
Terapi farmakologis
Menggunakan atropin. Injeksi intravena sulfas atropin dengan cepat mengatasi
sinus arrest, sinus bradycardia dan beberapa kasus AV-block derajat 1 dan 2. AV
block derajat 3 tidak dapat diatasi dengan atropin. Isoproterenol (isuprel) dapat
meningkatkan denyut jantung tetapi mudah juga menyebabkan PVC yang dapat
menjadi maligna.
Terapi Mekanis
Untuk bradikardi adalah pemasangan pacu jantung. Kabel elektrode alat pacu
dimasukkan melalui vena sentral sampai menyentuh endocard ventrikel kanan.
MODUL 1 44
Impulse listrik pemacu diberikan dari generator yang berada di luar tubuh. Jika
pasien ternyata memerlukan pacuan jangka panjang, pada tahap berikutnya dapat
dipasang generator yang ditanamkan di dalam tubuh.
Untuk mencegah hal ini maka pad anestesi halothan harus dilakukan :
a. Pemberian kadar oksigen setinggi mungkin, minimal 40 %.
b. Memastikan tidak ada hipoventilasi dengan membantu pernafasan berkala atau
sepenuhnya memberikan nafas buatan.
c. Menggunakankadar halothan serendah mungkin (0,5 – 1,0 volume percent)
dibantu dengan dosis narkotik yang cukup.
d. Memastikan bahwa CO2 – absorber pada sistim semi –closed berfungsi baik.
e. Menghindari penyuntikan adrenalin atau sangat membatasinya dengan dosis
maksimal larutan 1 : 100.000 sebanyak 10 ml dalam rentang waktu 30 menit.
f. Siap dengan obat lidocain i.v. untuk mengatasi PVC yang maligna. Dosis awal
adalah 1 – 2 mg/kg berat badan intravena. Jika PVC masih berlanjut, dosis
dapat diulang sekali lagi dan dilanjutkan dengan drip 1 – 3 mg/menit.
MODUL 1 45
Bab VII
KONSEP DASAR TRIAGE DAN RESUSITASI
DI INSTALASI RAWAT DARURAT
Pendahuluan
T.I.U.
T.I.K.
Penderita gawat darurat adalah penderita yang karena penyakitnya yang berat
apapun sebabnya mengalami gangguan fungsi vital, bila tidak segera ditangani
dapat menyebabkan terjadinya kecacatan / kematian. Pada dasarnya tindakan
pertama yang harus dilakukan adalah tindakan penyelamatan jiwa dengan tepat,
cermat dan cepat untuk mengatasi gangguan fungsi vitalnya.
Diagnostik penyakit penyebab baru dilakukan sesudah kondisi fungsi vital
stabil.
a. Triage
b. Survey primer
Diagnostik gangguan fungsi vital
Airway
Breath
Circulation
Brain dan C spine control pada trauma
c. Resusitasi stabilitasi
d. Diagnostik definitif
e. Terapi definitive
VII.2.1 Tujuan
Mengenali tingkat penderita yang datang di IRD secara tepat dan kemudian
menentukan siapa yang mendapatkan prioritas penanganan.
MODUL 1 47
a. Ada tidaknya gangguan fungsional fungsi vital misalnya sistim nafas, sistim
sirkulasi yang nyata (factual) atau diperkirakan akan segera terjadi (potensial).
b. Ada tidaknya kelainan anatoni yang dapat mengganggu fungsi vital misalnya
fraktur nasal, fraktur maxillo facial, fraktur costae multiple dan lain-lain.
c. Mekanisme terjadinya penyakit / trauma
d. Kondisi klinis secara keseluruhan
VII.2.3. Output triage
Penderita yang datang dikelompokkan dalam kategori:
a. Gawat darurat mengancam jiwa
b. Gawat darurat
c. Darurat tidak gawat
d. Tidak gawat dan tidak darurat
guna mempermudah pengenalan kelompok berdasar tingkat kegawatan, masing-
masing kelompok ini ditandai dengan kode warna tertentu, misalnya di IRD RS
Dr. Soetomo kelompok masing-masing ditandai dengan kode warna warna sebagai
berikut:
a. Gawat darurat mengancam jiwa warna biru
b. Gawat darurat warna merah
c. Darurat tidak gawat warna kuning
d. Tidak darurat dan tidak gawat warna hijau
VII. 3 Resusitasi
VII.3.1 Tujuan resusitasi
Mencegah kematian segera akibat gangguan fungsi vital apapun penyebab
gangguan fungsi vitalnya. Tindakan resusitasi dilakukan sesudah dilakukan
pemeriksaan fungsi vital / survey primer yang meliputi pemeriksaan:
MODUL 1 48
Airway / jalan nafas dengan c-spine control pada penderita trauma
Breath / nafas
Circulation / sistem sirkulasi
Brain / kesadaran
MODUL 1 49
Pada dasarnya tindakan yang dilakukan untuk mencegah keadaan bertambah
buruk. Misalnya pada trauma kepala akibat obstruksi nafas parsial terjadi
hypoventilasi pCO2 meningkat vasolidasi pembuluh darah otak tekanan
intra cranial makin meningkat gangguan kesadaran makin berat. Untuk cara
resusitasi secara rinci dibaca pada Modul dengan judul terkait prosedur resusitasi
VII.3.5 Lain-lain
Agar tindakan resusitasi dapat dilaksanakan dengan tepat, cermat, dan cepat
di IRD setempat perlu dipersiapkan hal sebagai berikut:
a. Tempat resusitasi
Hendaknya diatur sedekat mungkin dengan tempat kedatangan penderita
b. Peralatan
Disiapkan peralatan resusitasi siap pakai didekat tempat resusitasi meliputi
obat, bahan habis pakai dan peralatan penunjang hidup / life support sesuai
fasilitas tersedia setempat
c. Sumber daya manusia
Telah mendapatkan latihan yang cukup untuk tindakan life support baik tenaga
dokter maupun perawat R. resusitasi
Bahan Bacaan
1. Baskett Peter JF
Field Stabilization
Textbook of Trauma Anesthesia & Critical Care, Mosby YearBook Inc. 1993
MODUL 1 50
Bab VIII
RUJUKAN DAN TRANSPORTASI
PENDERITA GAWAT
PENDAHULUAN:
Dalam menghadapi penderita gawat ada beberapa pilihan cara mengatasinya,
yaitu:
1. Diatasi ditempat karena fasilitas dan kemampuan memungkinkan
2. Meminta advis ke pusat rujukan dan selanjutnya ditangani sendiri
3. Terpaksa menangani sendiri sebatas kemampuan sebab tidak mungkin dirujuk
karena bermacam masalah
4. Dirujuk ke pusat rujukan terdekat
Transportasi dapat dilakukan melalui sarana transportasi darat, laut atau udara.
Diperlukan persiapan yang baik sebelum dan selama transportasi karena bila
dilakukan dengan cara yang salah dapat membahayakan dan bahkan dapat
menyebabkan kematian penderita.
Bagi penderita, konsultasi langsung dokter setempat dengan dokter ahli di pusat
rujukan lebih memberikan jaminan ketepatan penanganan dan persiapan yang
lebih baik dipusat rujukan.
MODUL 1 51
memberikan pengalaman belajar yang baik guna penanganan kasus yang sama
pada waktu selanjutnya
T.I.U
Mampu merencanakan transportasi dan rujukan penderita gawat
T.I.K.
Memahami masalah rujukan
Mampu merencanakan cara persiapan pra rujukan & transportasi penderita
gawat
Memahami pentingnya komunikasi pra dan pasca rujukan
Penanganan penderita gawat dimulai dari tempat kejadian oleh orang terdekat
di-sekitarnya segera sesudah penderita ditemukan dalam keadaan gawat,
dilanjutkan dengan transportasi ke fasilitas medis terdekat, pertolongan di
Puskesmas atau UGD Rumah Sakit, pengobatan definitif atau rujukan ke Rumah
Sakit lain yang lebih lengkap sesuai kondisi penderita.
Peran utama masing2 tingkat secara singkat dapat dijabarkan sebagai berikut:
Tempat Kejadian:
Pertolongan oleh orang disekitarnya idealnya dilakukan penilaian keadaan jalan
nafas (Airway), pernafasan (Breath), keadaan sirkulasi (Circulation), gangguan
kesadaran (Brain) dan pada penderita trauma kemungkinan terjadinya patah tulang
leher (C-spine control) dilanjutkan tindakan resusitasi/stabilisasi, minimal jangan
membuat kondisi bertambah jelek misalnya tidak sadar diberi minum atau tidur
dengan bantal
MODUL 1 52
Bila dilakukan oleh petugas ambulans, dimulai kembali dengan penilaian A-
B-C-Brain & C-spine control dilanjutkan dengan resusitasi-stabilisasi misalnya
pembebasan jalan nafas, nafas buatan bila perlu, pasang infus, penghentian
perdarahan nampak, fixasi fraktur. Selanjutnya transportasi ke fasilitas medik
terdekat
Bila tak mampu menangani, disiapkan stabilisasi yang lebih baik untuk dirujuk
ke Rumah Sakit yang lebih lengkap dengan cara yang lebih aman dan observasi
fungsi vital selama perjalanan.
VIII.2 Transportasi
VIII.2.1 Persiapan pra rujukan / pra transportasi
Pada dasarnya transportasi dilakukan sesudah stabilisasi fungsi vital tercapai
dan selama transportasi fungsi vital harus tetap dipertahankan dalam keadaan baik.
Transportasi yang dilakukan pada saat penderita belum stabil bahkan "hanya"
transpor-tasi antar ruang yang didalam lingkungan intra Rumah Sakit sendiri,
dapat menyebabkan kematian.
Dimaksud dengan fungsi vital telah stabil bila:
a. Tidak ada/telah dapat diatasi semua gangguan jalan nafas baik obstruksi total
maupun parsial jalan nafas
Gangguan nafas baik berupa pneumothorax (close maupun open), tension
pneumothorax, flail chest telah dapat diatasi.
b. Fungsi hemodinamik telah kembali normal atau tingkat stabilitas tertentu yang
tidak membahayakan hidupnya telah tercapai. Bila pernah atau diperkirakan
akan terjadi gangguan hemodinamik. Apapun sebabnya harus telah terpasang
MODUL 1 53
i.v.line/infus yang berjalan baik. Semua sumber perdarahan yang tampak harus
telah dapat dihentikan.
c. Semua fraktur telah difixasi dengan baik untuk mencegah kerusakan jaringan
tubuh disekitarnya dan untuk mengurangi rasa nyeri. Bila dicurigai patah tulang
leher, telah dipasang fixasi leher dengan sempurna sebelum memindahkan
penderita. Perlu disiapkan alat dan obat yang mungkin diperlukan selama
perjalanan untuk mempertahankan fungsi vital dan melakukan tindakan
resusitasi bila diperlukan.
Cara transport:
a. Selama transportasi fungsi vital harus diobservasi secara teratur, makin gawat
kondisi penderita, makin sering pengukuran fungsi vital dilakukan
b. Kecepatan kendaraan harus konstan, percepatan/perlambatan dilakukan
"sehalus" mungkin.
c. Lampu rotary sebagai tanda permintaan prioritas jalan. Sirene hanya saat tanpa
penderita didalamnya atau saat akan melintasi perempatan jalan atau untuk
pembuka jalan pada saat tertentu.
d. Ikuti semua peraturan lalu lintas yang ada, jangan menentang arus lalu lintas
e. Posisi tidur penderita disesuaikan kondisi:
- distress nafas masih sadar, posisi setengah tidur; tidak sadar tidur terlentang
tanpa bantal
MODUL 1 54
- infark myokard tanpa penyulit posisi sesuai keinginan penderita/setengah
duduk
- trauma dengan gangguan kesadaran posisi datar tanpa bantal, kepala miring
bila muntah (kecuali bila ada dugaan fraktur tulang leher)
- non trauma dengan gangguan kesadaran posisi datar tanpa bantal, harus
selalu dijaga jalan nafas tetap terbuka
- syok karena perdarahan, posisi kaki lebih tinggi, bila mungkin posisi
Trendelenburg
Sebagai gambaran perubahan tekanan udara dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
MODUL 1 55
2000 650 86 95
4000 1200 80 93
8000 2400 55 86
Pada pesawat terbang dengan pressurized cabin, masalah tekanan udara luar
yang rendah ini dapat dikompensasi demikian rupa sehingga meskipun pesawat
terbang pada ketinggian 25.000 feet (8000 meter) tekanan udara dalam kabin
relatif masih mendekati 1 atm (kira-kira 14.06 opsi) yang masih dapat ditoleransi
oleh penderita dengan tekanan oksigen arteri rendah.
Helikopter umumnya tidak mempunyai pressurized cabin, perlu perhatian
khusus tentang tinggi terbang, disesuaikan dengan kondisi penderita. Untuk itu
diperlukan diskusi pra penerbangan dengan penerbangnya.
Makin tinggi terbang, makin rendah suhu udara (-36 C pada ketinggian 17.000
feet/5.500 meter). Pada pesawat modern bukan masalah terlalu besar.
Peralatan medik:
MODUL 1 56
didalam tangki relatif akan meningkat tajam dengan resiko peledakan tangki
oksigen saat terbang.
Oksigen yang biasa dipakai dipesawat terbang tingkat humiditasnya sangat
rendah dibandingkan dengan oksigen medik guna mencegah pembekuan oksigen
karena turun-nya suhu dipesawat terbang. Karena itu bila akan diberikan pada
penderita harus melalui humidifier lebih dahulu.
Masalah penderita
Evaluasi penderita terutama pra transportasi ditujukan pada kemampuan
penyesuaian terhadap perubahan tekanan udara, khususnya pengaruh perubahan
tekanan parsial oksigen darah arteri dan udara abnormal yang terperangkap dalam
tubuh.
Beberapa penyakit dibawah ini merupakan kontra indikasi untuk evakuasi udara
yang bisa bersifat relatif atau pada kondisi tertentu bersifat mutlak. Untuk itu
perlu dikaji keuntungan dan kerugian transportasi udara bagi penderita pra
transportasi.
a. Penyakit dengan gangguan oksigenasi misalnya:
- dekompensasi kordis
- pneumonia berat
- keracunan cyanida
- anemia berat (Hb<6 g%)
- shunting paru berat
- syok
b. Penyakit yang menghebat dengan mengembangnya gas yang terperangkap
dalam tubuh misalnya:
- close pneumothorax
- post pneumoencephalogram
- trauma tembus okuli
- penyakit hypebaric
- ileus berat
c. Penyakit yang mengganggu lingkungan misalnya:
- penyakit menular
- psikosis dalam faser akut
MODUL 1 57
gangguan akibat "pengembangan" udara tersebut dalam tubuh karena penurunan
tekanan udara lu-ar akibat ketinggian terbang.
Anemi berat (Hb<8,5 g%) memerlukan pemberian oksigen, demikian pula
penderita dengan tekanan oksigen arteri kurang dari 80 torr.
Bila oksigen tidak tersedia, maka tinggi terbang maksimum pada unpressurized
cabin adalah 2000 feet.
MODUL 1 58
Sebelum pengangkutan penderita dengan pesawat terbang dilakukan, harus
melaporkan pada perusahaan penerbangan setempat dan selanjutnya diharuskan
mengisi for-mulir tentang kondisi medik penderita guna evaluasi apakah
transportasi udara dimungkinkan.
Tujuan utama komunikasi pra rujukan untuk ketepatan indikasi rujukan dan
mendapatkan kepastian apakah Rumah Sakit penerima mampu dan siap
menerima penderita. Selain itu dapat dimanfaatkan untuk diskusi guna
penyiapan stabilitas penderita yang lebih baik untuk perjalanan rujukannya.
MODUL 1 59
Komunikasi pasca rujukan
Informasi balik dan diskusi hasil akhir diagnosti serta perkembangan di Rumah
Sakit rujukan sangat penting untuk meningkatkan kemampuan dokter pengirim.
Dapat sebagai sarana pendidikan berkelanjutan jarak jauh.
Keunggulan utama perangkat ini tidak memerlukan kabel antar tempat sehingga
pada bencana alam maupun karena bencana buatan manusia (konflik lokal /
perang) perangkat masih dapat berfungsi
Secara liar akan mengganggu dinas lain, mungkin pula negara lain dan bahkan
berpotensi mencelakakan pihak lain misalnya bila sampai mengganggu frekuensi
penerbangan.
b. Pesawat pemancar/penerima:
bekerja pada frekuensi tertentu
Umumnya yang digunakan:
Kelompok Ultra High Frequency (UHF Band)
MODUL 1 60
Cara perambatan seperti sinar, jarak efektif 25-50 km pada kekuatan pancar 25-
40 watt.
Kedua kelompok ini tersedia perangkat handy talky atau perangkat yang dapat
dengan mudah dipasang dimobil ambulans.
Kelompok High Frequency (HF Band)
Cara perambatan gelombang melalui pantulan lapisan ionosfer. Karena itu
jarak dekat kadang tak terjangkau namun jarak ratusan kilometer dapat
tertangkap dengan baik. Ketinggian ionosfer berubah tiap saat tergantung cuaca
sehingga ada waktu-waktu tertentu dua tempat tidak bisa saling berhubungan
dan jelas bukan disebabkan kerusakan perangkat radio.
Jarak jangkau efektif 300-500 km (5,4 MHz), kwalitas suara lebih jelek
dibanding kelompok VHF Band. Frekuensi lebih tinggi misalnya 15 MHz
mempunyai daya jangkau sampai 2500-3000 km
c. Antena dan Kabel antena (Coaxial cable):
Tiap frekuensi mempunyai ukuran antena tertentu yang hanya sesuai untuk
frekuensi tersebut. Pemakaian antena yang tidak sesuai dapat merusak bagian
pemancar radio dengan gejala tidak dapat memancar namun dapat menerima
dengan baik.
Dikenal jenis antena satu arah dan multi arah. Penggunaan antena satu
arah hanya akan memancar/menangkap dengan baik sesuai arah antena.
Kabel antena menggunakan kabel 50 ohm (kabel TV bentuk hampir sama,
ukuran 75 ohm), harus terhubung secara baik dengan perangkat pemancar dan
antena melalui konektor khusus. Hubungan yang tidak baik menyebabkan
kerusakan perangkat pemancar.
Bahan bacaan:
1. Grant, Harvey D,; Murray, Robert H,; Bergeron, J. David
Emergency Care 6th edition
Prentice Hall Inc. 1994
2. Lensworth M Jacobs,; Barbara R Bennett
Emergency Patient Care : Pre Hospital and Air Procedures
MODUL 1 61
Macmillan Publishing Co. 1983
3. McSwain, Norman E; White, Roger D.
The Basic EMT, Comprehensive Pre Hospital Patient Care
Mosby Yearbook Inc. 1997
4. Nancy L. Caroline
Emergency Medical Treatment, A Manual for Instructors
Little Brown & Co 1987
Bab IX
DASAR - DASAR ICU
Pendahuluan
Keadaan gawat biasanya menyangkut gangguan 4 sistim organ yaitu
pernafasan sirkulasi, neurologis dan sistim ginjal / elektrolit. Padamulannya
mungkin hanya mengenai I fungsi organ akan tetapi bila penanganan kurang
baik dapat mengenai organ -organ yang lain, misalnya pasien dengan gagal
ginjal jarung karena miokard infark dapat pula mengakibatkan terjadinya gagal
nafas dan gagal ginjal, demikian pula pasien dengan primer gagal nafas dapat
pula mengalami gagal jantung dan gagal ginjal:
Penanganan pasien dengan memperhatikan hubungan yang erat diantara
fungsifungsi organ tubuh merupakan dasar penanganan pasien di ICU.
Dalam sejarahnya ICU berkembang dari adanya unit - unit yang terpisah
misalnya unit paru-paru untuk pemakaian ventilator, unitginjal untuk dialisa,
unit koroner untuk perawatan pasien dengan penyakit janrung koroner. Karena
penagnanan pasien gawat lebih kurang samaa apapun penyakitnya maka
pasien ,pasien gawat tersebut lebih efektif bila dirawat disuatu .ruang tertentu
yang disebut ICU umum (general ICU).
Dari segi ekonomi dan penyediaan tenaga clan peralatan, perawatan pasien
gawatyang dilakukan di ICU lebih menguntungkan.
MODUL 1 62
T.I.U.
Dapat menjelaskan pengertian ICU dan kriteria masuk keluar ICU
T.I.K.
Dapat menjelaskan pengertian ICU
Uapat menjelaskan kriteria masuk ke ICU dan keluar dari ICU Dapat
IX.1.Pengertian ICU
menjelaskan design ruang ICU
Icu adalah suatu unit didalam rumah sakit yang mengetrapkan terapi yang
Dapat menjelaskan
aggresif, lembar pencatatan
dengan menggunakan alat-alat canggih baik invasive atau
noninvasive, pada pasien
Dapat menjelaskan - pasien
problem yang
etika di ICUgawat baik actual atau potential
(pasien resiko tinggi), diharapkan pasien akan memperoleh manfaat yang
besar bila dirawat di ICU, oleh karena itu pasien dengan penyakit terminal
atau tak dapat disebuhkan kurang mendapatkan manfaat maksimal bila
dirawat di ICU. Prinsip kerja di ICU adalah instant diagnose dan instant
terapi, karena itu hasil pengamatan adanay perubahan fisiologis atau hasil
pemeriksaan baik fisik, laboratorium atau diagnostik lain yang menunjang
keberhasilan penanganan pasien di ICU.
Pasien gawat adalah pasien yang karena penyakitnya baik karena trauma,
pembedahan atau medik dapat mengancam jiwanya, bila tidak segera
dilakukan pertolongan berakibat kematian, kecacatan.
Sesuai dengan macam perawatan yang dapat dilakukan maka ICU terbagi
menjadi 3 level yaitu level I, II dan III
Level I
Disebut pula high dependency unit, di unit ini hanya dilakukan
monitoring / observasi fungsi vital, trmasuk monitoring EKG. Fasilitas untuk
melakukan resusitasi juga tersedia di unit kalau paien memerlukan respirator
dimungkinkan pula tetapi hanya dalam jangka waktu < 24 jam.
Level ll
Perawatan respirator dalam waktu lebih lama, terdapat dokter jaga dalam
24 jam, serta setiap waktu dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium,
radiology.
Level III
MODUL 1 63
Biasanya terletak dirumah sakit besar (tipe A), melakukan semua tindakan
berkaitan dengan perawatan intensifpada semua gagal organ. Di unit ini
terdapat seorang intensive atau anestetistyang bekerjasama dengan semua
dokter dari disiplin lain, yang dapat saling berhubungan dalam 24 jam.
Perawat yang bekerja di unit ini harus berpendidikan khusus (critical care
nurse).
Sistim pelayanan di ICU dapat bersifat closed system, yaitu adanya 1
tim dokter yang melakukan perawat pasien, dokter - dokter lain bisa
memasukkan pasien ke ICU setelah mendapat persetujuan dari tim dokter
tersebut, dan semua kebi jakan perawat pasien diserahkan pada tanggung
jawab tim dokter di Icu. Opened system, yaitusistim yang memperkenankan
setiap dokter merawat pasiennya di ICU dengan kebijakan perawatan dari
masing-masingdokter. Sedangkan sistim yang lebih kompromitas adalah sistim
menagement-in-concultation yaitu adanya dokter intensivist atau dokter
anestesi yang bertindak sebagai koodinator dalam pelayanan pasien disini
faktor komunikasi, informasi dan edukasi sangat penting demi kebaikan
pelayanan pada pasien. Harus dihindari terjadinya "single organ doctor" yang
dapat menimbulkan konflik dalam pemberian terapi.
Pada dasarnya suatu ICU harus mempunyai area atau ruang untuk perawatan
pasien, ruang penyimpanan barang / alat / obat, ruang laboratorium dan ruang
untuk tunggu atau komunikasi dengan keluarga atau fami(i penderita.
MODUL 1 64
Ruangan ICU harus diberi jendela kaca yang bening supaya pasien tidak
merasa diisolasi atau mengalami disorientasi waktu, yang dapat meningkatkan
stress. Di area nurse station, sebaiknya bisa mengamati semua pasien,
dilengkapi dengan _ rak penyimpanan obat, kulkas baik untuk obat atau
specimen, telepon serta formulir-formuliryang digunakan.
Tempat cuci tangan harus disediakan dalam jumlah yang cukup, sebaiknya
berdekatan den-an tempat tidur pasien. Alat viewer untuk membaca foto juga
merupakan keharusan di suatu ICU.
MODUL 1 65
Parameter yang harus ada dilembar pencatatan.
Tanda/ fungsi vital; tekanan darah, nadi, suhu, respirasi. Respirasi ; Sp02, tidal
volume, minute ventilation, airway pressure, AaD02, compliance.
Hemodinamik; CVP, arterial pressure, cardiac output, tekanan A, pulmonalis
Setting ventilator: mode, PEEP, Fo02.
5. Status neurologis : GCS, ukuran pupil, reaksi cahaya.
Balans cairan input dan output.
Obat-obat yang diberikan
Data-data laboratorium
MODUL 1 66