Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

GENERAL ANESTESI
TINDAKAN SIRKUMSISI PADA BALANOPOSTITIS
PASIEN ANAK LAKI-LAKI USIA 6 TAHUN
DI RSUD KARANGANYAR

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan


Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Anestesi
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing :
dr. Damai Suri, Sp.An

Diajukan Oleh:
Guprita Ningtyas
J510 1700 92

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
GENERAL ANESTESI
TINDAKAN SIRKUMSISI PADA BALANOPOSTITIS
PASIEN ANAK LAKI-LAKI USIA 6 TAHUN
DI RSUD KARANGANYAR

Diajukan Oleh :
Gusprita Ningtyas
J510 1700 92

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari

Pembimbing :
dr. Damai Suri, Sp.An (..................................)

Dipresentasikan di hadapan :
dr. Damai Suri, Sp.An (..................................)

Disahkan Ketua Program Profesi :


dr. Dona Dewi N (.................................)

BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Ar
No.RM : 004XXXX
Jenis Kelamin : laki – laki
Berat Badan : 26 kg
Masuk Tgl : 24 Januari 2018
Umur : 6 tahun
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Alamat : Brujul Jaten
Dokter Anestesi : dr. Damai Suri, Sp.An
Dokter Operator : dr. Bakri Sp.B
II. Anamnesa :
a. A (Alergy)
Tidak ada alergi terhadap obat-obatan, makanan dan asma.
b. M (Medication)
Tidak sedang menjalani pengobatan
c. P (Past Medical History)
Riwayat DM (-), hipertensi (-), sakit yang sama dan riwayat operasi (-)
d. L (Last Meal)
Pasien puasa 6 jam
e. E (Elicit History)
Seorang pasien anak usia 6 tahun datang ke poli bedah dengan susah
buang air kecil.

III. Keluhan Utama : susah buang air kecil.

IV. Riwayat Penyakit Sekarang :


Seorang pasien anak laki - laki usia 6 tahun datang ke Poli bedah
RSUD Karanganyar dengan keluhan susah buang air kecil sejak dua hari yang
lalu, pada kulit kemaluannya didapatkan bengkak dan kemerahan, pasien tidak
merasakan nyeri dan demam.
Anamnesis Sistemik
Neuro : Sensasi nyeri baik, gemetaran (-), sulit tidur (-)
Kardio : Nyeri dada (-), dada berdebar-debar (-)
Pulmo : Sesak napas (-), batuk lama (-)
Abdomen : Diare (-), konstipasi (-), nyeri perut kanan bawah (-)
Urologi : BAK (+) dan BAB(+), panas (-)
Muskolo : Nyeri (-)

V. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat penyakit yang sama : disangkal
b. Riwayat Alergi : disangkal
c. Riwayat Asma : disangkal
d. Riwayat Mondok : disangkal
e. Riwayat Hipertensi : disangkal
f. Riwayat Diabetes : disangkal
g. Riwayat penyakit jantung : disangkal

VI. Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat penyakit serupa : disangkal
 Riwayat Asma : disangkal
 Riwayat Alergi : disangkal
 Riwayat Hipertensi : disangkal
 Riwayat Diabetes : disangkal
 Riwayat penyakit jantung : disangkal

VII. Riwayat Operasi dan Anastesi


Disangkal

VIII. PEMERIKSAAN FISIK


A. Pemeriksaan Fisik
1) Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign : - Frekuensi Nafas : 20 x/ menit
- Frekuensi Nadi : 96x/ menit
- Suhu : 36,8 o C
Kepala : Konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-),
dipsneu ( -), pernapasan cuping hidung (-)
Leher : Retraksi supra sterna (-), peningkatan JVP (-),
pembesaran kelenjar limfe (-)
Thorak
Paru : Inspeksi :pergerakan dinding dada simetris
Palpasi :fremitus dinding dada simetris,
krepitasi –
Perkusi : sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+),
Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
Jantung : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : redup
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler,
Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen : Nyeri tekan (-), peristaltik (+)
Ekstremitas : hangat, kering
Pemeriksaan status lokalis : terdapat eritem dan oedem pada kulit glands
penis

IX. Pemeriksaan penunjang


1. Laboratorium

Darah Rutin Nilai Nilai normal Satuan


Hb 12.1 10.7 – 14.7 g/dL
Ht 37,9 31 – 43 Vol%
Leukosit 8,41 5,0 – 14,0 10^3/uL
Trombosit 324 181 – 521 mm3
Eritrosit 4,49 3,7 – 5,7 10^6/uL
MCV 84,3 82 – 92 fL
MCH 26,9 22 – 34 Pg
MCHC 32,0 32-37 g/dL
Limfosit 50,5 25,0– 40,0 %
Monosit 3,5 3,0 – 9,0 %
Eosinofil 2,0 0 ,5–5,0 %
Basofil 0,4 0,0-1,0 %
GDS 99 70 – 150 mg/dL
Creatinin 0,69 0,5-0,9 mg/dL
Ureum 26 10-50 mg/dL
HbsAg NR NR
2. Rontgen

Kesan : Cor dalam batas normal


Paru-paru gambaran proses spesifiks
DD bronkitis
X. DIAGNOSIS
Balanopostitis

XI. TERAPI
Tindakan Sirkumsisi

XII. KONSUL ANESTESI


Seorang anak laki – laki usia 6 tahun dengan diagnosis Balanopostitis
yang akan dilakukan tindakan operasi regional sirkumsisi pada tanggal 24
Januari 2018. Hasil laboratorium, EKG dan Vital sign terlampir.
Kegawatan Bedah : (-)
Derajat ASA : II
Rencana tindakan anestesi : General anestesi
XIII. LAPORAN ANESTESI

Nama : An. Ar
No.RM : 004XXXX
Jenis Kelamin : laki – laki
Umur : 6 tahun
Berat Badan : 26 kg
Premedikasi : Granisetron, fentalyn, sedacum
Diagnosa pra bedah : balanopostitis
Diagnosa pasca bedah : post sirkumsisi
Anestesi : General anestesi
Induksi : Recofol
Pemeliharaan : O2, N20, Isofluran
Ijin operasi : sudah (+)
Tanggal operasi : 24 Januari 2018
Jenis operasi : bedah umum
Anestesi : GA teknik facemask
Jumlah cairan : Infus tutofusin 500cc
Hemoglobin : 12,1 gr/dL
Temperatur : 36,80C,
Keadaan pernapasan : frekuensi 20x/menit, dan volume napas cukup
Keadaan gizi : kesan baik

XIV. TATA LAKSANA ANESTESI

1. Di ruang persiapan
a.Cek persetujuan operasi dan identitas penderita
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital
c.Lama puasa 6 jam
d. Cek obat dan alat anestesi
e.Posisi terlentang
f. Infus RL 20 tpm
2. Di ruang operasi
a. Menyiapkan pasien di meja operasi, manset dan monitor dipasang, ,
HR : 96x/m, Saturasi Oksigen : 99% . O 2, N2O, dan agent (isofluran)
sudah disiapkan. Obat premedikasi dimasukan melalui IV line.
- Fentalyn Inj. 50 µg/ml (2ml)
- Granisetron inj. 1 mg/ml (4ml)
- Midazolam 5mg/ml (5ml)
b. Selanjutnya dilakukan induksi dengan Propofol (2-2,5mg/kgBB),
setelah reflek bulu mata menghilang, face mask didekatkan pada
hidung.
c. Setelah terpasang baik dihubungkan dengan mesin anestesi untuk
mengalirkan N2O dan O2. N2O mulai diberikan 3L dengan O2 3 L
/menit untuk memperdalamkan anestesi, bersamaan dengan ini
isofluran dibuka sampai 2,5%.
d. Setelah obat premedikasi dan induksi masuk, kita memastikan pasien
sudah dalam keadaan tidur
e. Mengawasi pola napas pasien, pantau denyut nadi dan tekanan darah
f. Setelah operasi selesai agent, N2O, dan O2 kita tutup (matikan).
Respirasi : Spontan
Posisi : Supine
Jumlah cairan yang : Tutofusin 500 ml
masuk
Intake Cairan : RL dan Tuthofusion

3. Recovery Room
Pasien masuk Ruang RR pukul 10.45 dalam posisi supine
(terlentang) dengan kepala ekstensi, pasien mengantuk, monitoring tanda
vital serta saturasi O2 dan diberikasn O2 3 liter/ menit lewat mulut., Nadi :
76x/m, RR : 20x/m, Suhu : 36,8˚C. Jam 11.00 pasien sadar penuh dan
dipindah ke bangsal.

4. Instruksi Pasca Anestesi

a. Rawat pasien posisi terlentang, kontrol vital sign. Bila tensi turun
<100 mmHg, infus dipercepat beri efedrin. Bila muntah, berikan
ondancetron. Bila kesakitan, berikan Ketorolac 1 ampul.
b. Lain-lain
 Analgetik dan antibiotik sesuai dengan terapi bedah
 Puasa sampai dengan flatus
 Post operasi, cek Hb, bila < 10mg/dL dilakukan transfuse sampai
Hb≥10
 Monitor vital sign
5. Aldrete Score

Pasien dapat keluar dari RR apabila sudah mencapai skor Aldrete


>7(Tujuh).
TANDA KRITERIA SCORE

Gerakan  Dapat menggerakan 2


keempat ekstremitas 1
 Dapat menggerakan kedua
ekstremitas
 Tidak dapat menggerakan 0
ekstremitas
Pernafasan  Bernapas dalam dan kuat 2
serta batuk
 Bernapas berat atau 1
dispneu
 Perlu bantuan nafas atau 0
apneu
Tekanan darah  Sama dengan nilai awal 2
+20%
 Berbeda lebih dari 20-50% 1
dari nilai awal
 Berbeda lebih dari 50% 0
dari nilai awal
Kesadaran  Sadar penuh 2
 Tidak sadar, aada reaksi 1
terhadap rangsang
 Tidak sadar, tidak ada 0
reaksi terhadap rangsangan
Warna kulit  Merah 2
 Pucat, ikterus, dan lain-lain 1
 Sianosis 0

Keterangan:Score > 7 boleh keluar dari RR

Sedangkan pada pasien , didapatkan skornya 10. Skor 10


didapatkan dari
1. Dapat menggerakkan keempat ekstremitas (2)
2. Bernapas dalam dan kuat (2)
3. Tekanan darah sama dengan awal +20% (2)
4. Kesadaran sadar penuh (2)
5. warna kulit merah (2)
Dengan skor 10 ini, pasien telah dapat dipindahkan dari ruang
recovery ke bangsal Cempaka 3 RSUD Karanganyar.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANESTESI UMUM
Anestesi umum adalah meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel). Komponen anestesi yang ideal
terdiri dari : (1) hipnotik (2) analgesia (3) relaksasi otot. Obat anestesi yang masuk
ke pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar ke jaringan. Yang pertama
terpengaruh oleh obat anestesi ialah jaringan kaya akan pembuluh darah seperti
otak, sehingga kesadaran menurun atau hilang, hilangnya rasa sakit, dan
sebagainya. Seseorang yang memberikan anestesi perlu mengetahui stadium
anestesi untuk menentukan stadium terbaik pembedahan itu dan mencegah
terjadinya kelebihan dosis. Tanda-tanda klinis anestesia umum (menggunakan zat
anestesi yang mudah menguap, terutama diethyleter):
Stadium I : analgesia dari mulainya induksi anestesi hingga hilangnya
kesadaran.

Stadium II : excitement, dari hilangnya kesadaran hingga mulainya


respirasi teratur, mungkin terdapat batuk, kegelisahan atau
muntah.

Stadium III : dari mulai respirasi teratur hingga berhentinya respirasi.


Dibagi 4 plane:

Plane 1 : dari timbulnya pernafasan teratur hingga berhentinya


pergerakan bola mata.

Plane 2 : dari tidak adanya pergerakan bola mata hingga mulainya


paralisis interkostal.

Plane 3 : dari mulainya paralisis interkostal hingga total paralisis


interkostal.

Plane 4 : dari kelumpuhan interkostal hingga paralisis diafragma.


Stadium IV : overdosis, dari timbulnya paralysis diafragma hingga
cardiac arrest.

Dalam memberikan obat-obatan pada penderita yang akan menjalani


operasi maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi,
maintenance, dan lain-lain.
1. Persiapan Pra Anestesi
Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan
pembedahan baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan
tindakan tersebut. Adapun tujuan pra anestesi adalah:
 Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.
 Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai
dengan fisik dan kehendak pasien.
 Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society
Anesthesiology):1
i. ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa
kelainan faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.
ii. ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan
sedang sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis.
Angka mortalitas 16%.
iii. ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas
harian terbatas. Angka mortalitas 38%.
iv. ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam
jiwa, tidak selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi
organ, angina menetap. Angka mortalitas 68%.
v. ASA V :Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi
hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa
operasi / dengan operasi. Angka mortalitas 98%.
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) tanda
darurat .1

B. Premedikasi Anestesi
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun
tujuan dari premedikasi antara lain :1
a. memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.
b. menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
c. membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
d. memberikan analgesia, misal : pethidin
e. mencegah muntah, misal : droperidol
f. memperlancar induksi, misal : pethidin
g. mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin
h. menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin.
i. mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin dan
hiosin
C. Induksi
a. Persiapan induksi
Untuk persiapan induksi anestesi sebaiknya kita mempersiapkan STATICS :
a. S : Scope (stetoskop, laringoskop)
Stetoskop : untuk mendengarkan suara paru dan jantung.
Laringoskop : untuk membuka mulut dan membuat area mulut
lebih luas serta melihat daerah faring dan laring, mengidentifikasi
epiglotis, pita suara dan trakea.
Ada dua jenis laringoskop, yaitu:

 Blade lengkung (Miller, Magill). Biasa digunakan


pada laringoskopi dewasa.
 Blade lurus.

b. T : Tube (pipa endotraceal, LMA)


- Pipa Endotrakeal
Endotracheal tube mengantarkan gas anastetik langsung ke
dalam trakea.

- Laringeal mask airway (LMA)


Indikasi pemasangan LMA ialah sebagai alternatif dari
ventilasi face mask atau intubasi ET. Kontraindikasi
pemasangan LMA pada pasien-pasien dengan resiko aspirasi
isi lambung dan pasien-pasien yang membutuhkan dukungan
ventilasi mekanik jangka waktu lama. LMA terdiri dari 2
macam : :

1. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas.


2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas
standar dan lainnya pipa tambahanyang ujung distalnya
berhubungan dengan esofagus
c. A : Airway device (sarana aliran udara, misal sungkup muka,
pipa oropharing)
- Alat bantu jalan napas orofaring (oropharyngeal airway)
Alat bantu jalan napas orofaring menahan pangkal lidah
dari dinding belakang faring. Alat ini berguna pada pasien yang
masih bernapas spontan, alat ini juga membantu saat
dilakukan pengisapan lendir dan mencegah pasien mengigit pipa
endotrakheal (ETT)

- Alat bantu napas nasofaring (nasopharyngeal airway)


Digunakan pada pasien yang menolak menggunakan alat bantu jalan napas
orofaring atau apabila secara tehnis tidak mungkin memasang alat bantu jalan
napas orofaring (misalnya trismus, rahang mengatup kuat dan cedera berat daerah
mulut).
Sungkup muka (face mask) berguna untuk mengantarkan udara/gas anastesi
dari alat resusitasi atau system anestesi ke jalan nafas pasien
d. T : Tape (plaster)
Plester untuk memfiksasi pipa trakea setelah tindakan intubasi
supaya tidak terlepas
e. I : Introducer (stilet/ forceps Magill)
Stilet (mandren) digunakan untuk mengatur kelengkungan pipa
endotrakeal sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forseps intubasi
(Mc gill) digunakan untuk memanipulasi pipa endotrakeal nasal
atau pipa nasogastrik melalui orofaring.
f. C : Connection
Connection ialah hubungan antara mesin respirasi/anestesi dengan
sungkup muka, serta penghubung-penghubung yang lain,
g. S : Suction
Digunakan untuk membersihkan jalan napas dengan cara menyedot
lendir, ludah, dan lain-lainnya.

D. Cara memberikan anestesi


Pemberian anestesi dimulai dengan induksi yaitu memberikan obat
sehingga penderita tidur. Tergantung lama operasinya, untuk operasi yang
waktunya pendek mungkin cukup dengan induksi saja. Tetapi untuk operasi yang
lama, kedalaman anestesi perlu dipertahankan dengan memberikan obat terus
menerus dengan dosis tertentu, hal ini disebut maintenance atau pemeliharaan.
Kedaaan ini dapat diatasi dengan cara mendalamkan anestesi. Pada operasi-
operasi yang memerlukan relaksasi otot, bila relaksasinya kurang maka ahli bedah
akan mengeluh karena tidak bisa bekerja dengan baik, untuk operasi yang
membuka abdomen maka usus akan bergerak dan menyembul keluar, operasi
yang memerlukan penarikan otot juga sukar dilakukan. Keadaan relaksasi bisa
terjadi pada anestesi yang dalam, sehingga bila kurang relaksasi salah satu usaha
untuk membuat lebih relaksasi adalah dengan mendalamkan anestesi, yaitu
dengan cara menambah dosis obat.
Pada umumnya keadaan relaksasi dapat tercapai setelah dosis obat anestesi
yang diberikan sedemikian tinggi, sehingga menimbulkan gangguan pada organ
vital. Dengan demikian keadaan ini akan mengancam jiwa penderita, lebih-lebih
pada penderita yang sensitif atau memang sudah ada gangguan pada organ vital
sebelumnya. Untuk mengatasi hal ini maka ada tehnik tertentu agar tercapai trias
anestesi pada kedalaman yang ringan, yaitu penderita dibuat tidur dengan obat
hipnotik, analgesinya menggunakan analgetik kuat, relaksasinya menggunakan
pelemas otot (muscle relaxant) tehnik ini disebut balance anestesi.
Pada balance anestesi karena menggunakan muscle relaxant, maka otot
mengalami relaksasi, jadi tidak bisa berkontraksi atau mengalami kelumpuhan,
termasuk otot respirasi, jadi penderita tidak dapat bernafas. Karena itu harus
dilakukan nafas buatan (dipompa), tanpa dilakukan nafas buatan, penderita akan
mengalami kematian, karena hipoksia. Jadi nafas penderita sepenuhnya
tergantung dari pengendalian pelaksana anestesi, karena itu balance anestesi juga
disebut dengan tehnik respirasi kendali atau control respiration.
Untuk mempermudah respirasi kendali penderita harus dalam keadaan
terintubasi. Dengan menggunakan balance anestesi maka ada beberapa
keuntungan antara lain :
- Dosis obatnya minimal, sehingga gangguan pada organ vital dapat
dikurangi. Polusi kamar operasi yang ditimbulkan obat anestesi
inhalasi dapat dikurangi. Selesai operasi penderita cepat bangun
sehingga mengurangi resiko yang ditimbulkan oleh penderita yang
tidak sadar.
- Dengan dapat diaturnya pernafasan maka dengan mudah kita bisa
melakukan hiperventilasi, untuk menurunkan kadar CO2 dalam
darah sampai pada titik tertentu misalnya pada operasi otak.
Dengan hiperventilasi kita juga dapat menurunkan tekanan darah
untuk operasi yang memerlukan tehnik hipotensi kendali.
- Karena pernafasan bisa dilumpuhkan secara total maka
mempermudah tindakan operasi pada rongga dada (thoracotomy)
tanpa terganggu oleh gerakan pernafasan. Kita juga dapat
mengembangkan dan mengempiskan paru dengan sekehendak kita
tergantung keperluan. Dengan demikian berdasar respirasinya,
anestesi umum dibedakan dalam 3 macam yaitu:
- Respirasi spontan yaitu penderita bernafas sendiri secara spontan.
- Respirasi kendali/respirasi terkontrol /balance anestesi : pernafasan
penderita sepenuhnya tergantung bantuan kita.
- Assisted Respirasi : penderita bernafas spontan tetapi masih kita
berikan sedikit bantuan. Bila obat anestesi seluruhnya
menggunakan obat intravena, maka disebut anestesi intravena total
(total intravenous anesthesia/TIVA). Bila induksi dan maintenance
anestesi menggunakan obat inhalasi maka disebut VIMA (Volatile
Inhalation and Maintenance Anesthesia)1
E. Pemeliharaan
a. Nitrous Oksida /Gas Gelak (N2O)
Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis dan tidak
iritatif, tidak berasa, lebih berat dari udara, tidak mudah
terbakar/meledak, dan tidak bereaksi dengan soda lime absorber
(pengikat CO2). Mempunyai sifat anestesi yang kurang kuat, tetapi
dapat melalui stadium induksi dengan cepat, karena gas ini tidak larut
dalam darah. Gas ini tidak mempunyai sifat merelaksasi otot, oleh
karena itu pada operasi abdomen dan ortopedi perlu tambahan dengan
zat relaksasi otot. Terhadap SSP menimbulkan analgesi yang berarti.
Depresi nafas terjadi pada masa pemulihan, hal ini terjadi karena
Nitrous Oksida mendesak oksigen dalam ruangan-ruangan tubuh.
Hipoksia difusi dapat dicegah dengan pemberian oksigen konsentrasi
tinggi beberapa menit sebelum anestesi selesai. Penggunaan biasanya
dipakai perbandingan atau kombinasi dengan oksigen. Penggunaan
dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N 2O : O2 adalah
sebagai berikut 60% : 40% ; 70% : 30% atau 50% : 50%.

b. Ethrane ( Enflurane)
Merupakan anestesi yang poten. Dapat mendepresi SSP
menimbulkan efek hipnotik. Pada kontrasepsi inspirasi 3 – 3,5 % dapat
menimbulkan perubahan EEG yaitu epileptiform, karena itu sebaiknya
tidak digunakan pada pasien epilepsi. Dan dapat meningkatkan aliran
darah ke otak. Pada anestesi yang dalam dapat menurunkan tekanan
darah disebabkan depresi pada myokardium. Aritmia jarang terjadi dan
penggunaan adrenalin untuk infiltrasi relatif aman. Pada sistem
pernafasan, mendepresi ventilasi pulmoner dengan menurunkan volume
tidal dan mungkin pula meningkatkan laju nafas. Tidak menyebabkan
hipersekresi dari bronkus. Pada otot, Ethrane menimbulkan efek
relaksasi yang moderat. Menyebabkan peningkatan aktivitas obat
pelumpuh otot non depolarisasi. Penggunaan Ethrane pada operasi
sectio cesaria cukup aman pada konsentrasi rendah (0,5 - 0,8 vol %)
tanpa menimbulkan depresi pada fetus. Berhati-hati pada penggunaan
konsentrasi tinggi karena dapat menimbulkan relaksasi otot uterus.(1)

Untuk induksi, Ethrane 2 – 4 vol % dikombinasikan O 2 atau


campuran N2O-O2, sedangkan untuk mempertahankan anestesi
diperlukan 0,5 – 3 %.

Keuntungan dari Ethrane adalah harum, induksi dan pemulihan


yang cepat, tidak ada iritasi, sebagai bronkodilator, relaksasi otot baik,
dapat mempertahankan stabilitas dari sistem kardiovaskuler serta
bersifat non emetik. Sedangkan kerugiannya bersifat myocardial
depresan, iritasi pada CNS, ada kemungkinan kerusakan hati.
Sebaiknya dihindari pemberiannya pada pasien dengan keparahan
ginjal.(5)

Keberadaan Orang Tua Pasien pada Pasien Pediatri


Salah satu tujuan dari anestesi pediatric adalah menyediakan tahap pre-
operatif sebaik dan semulus mungkin. Keberadaan orang tua di sisi pasien,
merupakan salah satu cara untuk menghilangkan kecemasan pada pasien, selain
dengan menggunakan obat-obatan. Banyak rumah sakit yang telah menyediakan
video tentang petunjuk baik bagi sang pasien ataupun orang tuanya, tentang apa
dan bagaimana persiapan preoperative yang sebenar dan sebaiknya 5. Hal ini dapat
membantu terutama pada pasien usia pra sekolah.
Anak yang berusia lebih dari 4 tahun dengan orang tua yang memiliki
tingkat kecemasan lebih rendah mendapatkan keuntungan untuk mengurangi
kecemasan pada sang pasien sendiri. Namun jika orang tua pasien memiliki
kecemasan yang berlebih tentu hal ini tak akan membantu , atau bahkan menjadi
lebih sulit.
Jika pasien telah ter sedative, keberadaan orang tua tak lagi diperlukan,
dimana hal ini tidak akan berpengaruh terhadap kecemasan pasien. Keberadaan
orang tua saat induksi sangat tergantung dari tipe orang tua tersebut, instruksi
yang diberikan, pasien dan sang ahli anestesi sendiri.
BALANOPOSTITIS

DEFINISI

 Balanitis : inflamasi superfisial glans penis

 Postitis : inflamasi prepusium penis.

Balanopostitis adalah peradangan menyeluruh pada kepala penis (glans penis) dan
kulitnya.

ETIOLOGI

 Infeksi bakteri ataupun kandida dan iritasi dari iritan eksterna.

 Pada anak <5 tahun dikarenakan higiene yang kurang baik

GAMBARAN KLINIS

 Iritasi, kemerahan, eksudat, edema glans dan permukaan dalam prepusium

 Infeksi streptokokus : eksudat tipis, purulen pada sulkus korona glandis,


dapat bersamaan dengan infeksi tenggorok
TINDAKAN

 Dapat sembuh dengan pembersihan lokal sederhana

 Streptokokus à rapid test dan kultur sekret dan ampisilin sistemik


 Krim hidrokortison 0,5% dan salep antibiotik 2x1hari

 Berulang à sirkumsisi

BAB III
PEMBAHASAN

Sebelum dilakukan operasi, kondisi penderita tersebut termasuk dalam ASA


II penderita memiliki gangguan sistemik ringan sampai sedang. Selain itu dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik, tidak ditemukan kelainan organik, fisiologik,
psikiatrik, dan biokimia yang berarti. Berdasarkan diagnosis bedah pasien yaitu
Balanopostitis, rencana operasinya adalah tindakan sirkumsisi sehingga jenis
anestesi yang akan dilakukan adalah general anestesi karena pasien merasa takut
sehingga diharapkan membuat pasien lebih tenang.

Obat-obatan premedikasi yang diberikan adalah sedacum 1 ampul, fentanyl


1 ampul, dan granisetron 1 ampul. Granisetron adalah golongan antagonis reseptor
5HT3 - obat emetik ini menghambat reseptor serotonin pada sistem saraf serebral
dan saluran pencernaan. Sehingga, obat emetik golongan ini dapat digunakan
untuk mengobati mual dan muntah setelah operasi dan penggunaan obat
cytotoxic. Indikasi granisetron adalah pencegahan dan pengobatan (pengendalian)
mual dan muntah akut dan delayed yang menyertai kemoterapi dan radioterapi,
serta mual dan muntah pasca bedah. Sedacum adalah obat jenis sedativa dengn
nama generik midazolam. Pada premedikasi, obat ini berfungsi menenangkan otak
dan sistem saraf. Sedativa ini memicu rasa kantuk dan releks sehingga dapat
menurunkan tingkat kecemasan sebelum menjalankan operasi. Fentanyl adalah
suplemen analgesik narkotik pada anestesi regional atau general yang termasuk
dalam golongan opioat sebagai therapy rumatan.

Induksi anestesi pada kasus ini menggunakan anestesi general yaitu


propofol sebanyak 1 ampul. Kerja propofol adalah hipnotik murni, tidak
mempunyai efek analgetik maupun relaksasi otot. Melalui mekanisme pada
reseptor GABA di hippocampus, propofol menghambat pelepasan acethylcholine
pada hippocampus dan kortek prefrontal.

Teknik :

1. Pasien dalam posisi supine (tidur terlentang)


2. Cek infuse pasien, mesin anestesi serta sistem sirkuitnya dan gas anestesi
yang akan digunakan
3. O2, N2O dan agent sudah disiapkan (dibuka)
4. Menyiapkan stetoskop, kanul oksigen
5. Setelah obat premedikasi dan induksi masuk, kita memastikan pasien sudah
dalam keadaan tidur.
6. Mengawasi pola napas pasien, bila tampak tanda-tanda hipoventilasi berikan
napas bantuan intermiten secara sinkron sesuai dengan irama napas pasien,
pantau denyut nadi dan tekanan darah.

7. Setelah operasi selesai, pelepasan monitoring alat serta kanul oksigen.


Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti milieu interior
dalam batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid (elektrolit) atau koloid
(plasma ekspander) secara intravena. pembedahan dengan anastesia memerlukan
puasa sebelum dan sesudah pembedahan. Terapi cairan parenteral diperlukan
untuk mengganti deficit cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan,
mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi
dan mengganti cairan pindah ke ruang ketiga (ke rongga peritoneum, ke luar
tubuh) (Latief, 2002).

Resusitasi cairan pasien An. A dengan berat badan 26 kg dengan operasi


sedang diberikan tutofusin. Pada pasien tidak diberikan cairan pengganti puasa
karena selama puasa pasien mendapat pasokan makanan secara intra vena (infus)
ketika masuk ke kamar operasi. Berdasarkan jenisnya cairan intravena yang
digunakan dalam kasus ini adalah cairan kristaloid yaitu Lactate Ringers dan
tutofusin yang tujuan terapinya adalah sebagai cairan pengganti (replacement) dan
bersifat isotonis (Soenarjo, 2010)
BAB IV
KESIMPULAN

Pada kasus ini, pasien terdiagnosa balanopostitis. Dilakukan tindakan


sirkumsisi menggunakan anestesi umum (General Anestesi) dengan obat-
obatan premedikasi dan anestesi intravena maupun inhalasi yang sesuai.
Dalam Tindakan Sirkumsisi ini menggunakan General Anestesi dikarenakan
General Anestesi menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara sentral dan
juga memblock nervus vagus (saraf simpatis). Premedikasi yang diberikan
pada pasien ini adalah midazolam, fentalyn, granisetron General Anestesi
diinduksi dengan Propofol yang merupakan obat hipnotik intravena
diisopropilfenol yang menimbulkan induksi anenstesi yang cukup dengan
aktivitas eksitasi yang maksimal. kemudian diberi rumatan anestesi dengan
N2O, O2, dan isofluran. Dengan maintenance cairan menggunakan tutofusin.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. Soenarjo, dkk. Penuntun praktis anestesiologi. Bagian anestesiologi dan


terapi intensif fakultas kedokteran UNDIP. 2010
2. Latief, SA, Suryadi, KA, Dachlan, R.2007. Petunjuk Praktis
Anestesiologi edisi ketiga. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

3. Mansjoer A, Triyanti K, Wardhani WI. Et all (editor). 2007. Kapita Selekta


Kedokteran. Cetakan keenam : Media Aesculapius – FK UI.
4. Mulyono I, Harijanto E, Sunatrio S. Cairan Koloid. Panduan Tatalaksana
terapi Cairan Perioperatif. Perhimpunan Dokter Spesialis Anesetesiologi
Dan Reanimasi Indonesia. 2009 : 120-30
5. Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., “Soft Tissue Tumor”, dalam Buku
Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005,

Anda mungkin juga menyukai