Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Tentang Pengetahuan

1. Defenisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindera

manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian

besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012).

Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari

berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk,

petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya. Pengetahuan ini dapat

membantu keyakinan tertentu sehingga seseorang berprilaku sesuai keyakinan

tersebut (Kismoyo cit Afriyanti, 2011).

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (over behavior). Pengetahuan yang tercakup dalam

domain kognitif menurut Notoatmodjo (2012) mempunyai enam tingkatan yaitu :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari antara lain dapat menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan dan menyatakan. Contoh: dapat menyebutkan tanda-tanda

kekurangan kalori dan protein pada anak balita.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan-

makanan yang bergizi.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan meteri yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode dan

prinsip dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus

statistika dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan

prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam

pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan meteri atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur

organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat
dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat

bagan), membedakan, memisahkan dan mengelompokkan.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru

dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat

merencanakan, dapat meringkaskan dan dapat menyesuiakan terhadap suatu teori

atau rumusan-rumusan yang telah ada.

d. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan

pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria

yang telah ada. Misalya dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan

anak yang kurang gizi, dapat menanggapi terjadinya diare di suatu tempat dan dapat

menafsirkan sebab-sebab mengapa ibu-ibu mau ikut KB.

3. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo, (2010). Ada beberapa cara untuk memperoleh

pengetahuan.

a. Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan

1). Cara coba salah (Trial and Error)


Cara ini dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya

peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan

itu tidak berhasil maka dicoba.

2). Cara kekuasaan atau otoritas

Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat

baik formal atau informal, ahli agama, pemegang pemerintahan, atau berbagai

prinsip orang lain yang mempunyai otoritas.

3). Berdasarkan pengalaman

Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh

pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang pernah

diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu.

b. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer disebut metodologi

penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626),

kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara

untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah.

4. Jenis pengetahuan

Pemahaman masyarakat mengenai pengetahuan dalam kontek kesehatan sangat

beraneka ragam. Pengetahuan merupakan begian perilaku kesehatan. Jenis

pengetahuan menurut Budiman dan Riyanto (2013) adalah:

a. Pengetahuan implisit

Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk

pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata, seperti
keyakinan pribadi, perspektif dan prinsip. Pengetahuan seseorang biasanya sulit

untuk ditransfer ke orang lain baik secara tertulis ataupun lisan. Pengetahuan

implisit sering kali berisi kebiasaan dan budaya bahkan bisa tidak disadari.

b. Pengetahuan eksplisit

Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan atau

disimpan dalam wujud nyata, bisa dalam wujud perilaku kesehatan. Pengetahuan

nyata dideskripsikan dalam tindakan-tindakan yang berhubungan dengan

kesehatan.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Wawan (2010) adalah:

a. Faktor internal

1). Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan

manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan

dan kebahagiaan. Budiman & Agus (2013) yang menyatakan bahwa salah satu

faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah pendidikan. Pengetahuan

sangat erat kaitannya dengan pendidikan di mana diharapkan seseorang dengan

pendidikan tinggi, orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya tetapi

selain dari pendidikan formal informasi dan pengetahuan tersebut juga dapat

diperoleh dari pendidikan informal.

2). Pekerjaan
Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang

kehidupannya dan kehidupan keluarganya.

3). Usia

Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai

berulang tahun. Dan semakin tinggi usia seseorang maka semakin bijaksana dan

banyak pengalaman yang telah dijumpai dan dikerjakan untuk memiliki

pengetahuan. Usia diklasifikasikan dalam 6 tingkatan, yang dibagi berdasarkan

pembagian usia Depkes RI (2009), yaitu usia 17-25 tahun , usia 26-35 tahun,

usia 36-45 tahun, usia 46-55 tahun, usia 56-65 tahun dan usia >65 tahun.

Budiman dan Agus (2013) menyatakan bahwa usia mempengaruhi daya

tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin

berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang

diperolehnya semakin membaik. Tetapi menurut Maryam (2011) yang

menyatakan bahwa pada lansia mengalami kemunduran kemampuan kognitif

antara lain berupa berkurangnya ingatan (suka lupa).

b. Faktor eksternal

1). Faktor lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan

pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau

kelompok.

2). Sosial budaya

Sistem budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap

dalam menerima informasi.


6. Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Arikunto (2006) yang dikutip oleh Budiman dan Riyanto (2013)

pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala, yaitu:

a. Baik : hasil presentase 76 %-100 %

b. Cukup : hasil presentase 56 %-75 %

c. Kurang : hasil presentase < 55 %.

B. Konsep Tentang Sikap

1. Defenisi Sikap

Sikap dapat diposisikan sebagai hasil evaluasi terhadap obyek sikap yang

diekspresikan ke dalam proses-proses kognitif, afektif (emosi) dan perilaku. Dari

definisi-definisi di atas menunjukkan bahwa secara garis besar sikap terdiri dari

komponen kognitif (ide yang umumnya berkaitan dengan pembicaraan dan dipelajari),

perilaku (cenderung mempengaruhi respon sesuai dan tidak sesuai) dan emosi

(menyebabkan respon-respon yang konsisten). (Notoatmodjo, 2010)

2. Ciri-ciri sikap

Ciri-ciri sikap adalah menurut Anas (2013) adalah sebagai berikut :

a. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang

perkembangan itu dalam hubungannya dengan obyeknya.

b. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah

pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang

mempermudah sikap pada orang itu.


c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap

suatu obyek. Dengan kata lain sikap itu terbentuk, dipelajari, atau berubah senantiasa

berkenaan dengan suatu obyek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.

d. Obyek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan

dari hal-hal tersebut.

e. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat alamiah yang

membedakan sikap dan kecakapan- kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang

dimiliki orang.

3. Tingkatan Sikap

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang

diberikan (obyek).

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan

tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk

menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Terlepas dari

pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang tersebut menerima ide itu.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain

terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (responsible)


Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko

adalah mempunyai sikap yang paling tinggi. (Notoatmodjo, 2010)

4. Fungsi Sikap

Sikap mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

a. Fungsi instrumental atau fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat.

Fungsi ini berkaitan dengan sarana dan tujuan. Orang memandang sejauh mana

obyek sikap dapat digunakan sebagai sarana atau alat dalam rangka mencapai

tujuan. Bila obyek sikap dapat membantu seseorang dalam mencapai tujuannya,

maka orang akan bersifat positif terhadap obyek tersebut. Demikian sebaliknya bila

obyek sikap menghambat pencapaian tujuan, maka orang akan bersikap negatif

terhadap obyek sikap yang bersangkutan.

b. Fungsi pertahanan ego

Ini merupakan sikap yang diambil oleh seseorang demi untuk mempertahankan ego

atau akunya. Sikap ini diambil oleh seseorang pada waktu orang yang bersangkutan

terancam keadaan dirinya atau egonya.

c. Fungsi ekspresi nilai

Sikap yang ada pada diri seseorang merupakan jalan bagi individu untuk

mengekspresikan nilai yang ada pada dirinya. Dengan mengekspresikan diri

seseorang akan mendapatkan kepuasan dapat menunjukkan kepada dirinya.

Dengan individu mengambil sikap tertentu akan menggambarkan keadaan sistem

nilai yang ada pada individu yang bersangkutan.

d. Fungsi pengetahuan
Individu mempunyai dorongan untuk ingin mengerti dengan pengalaman-

pengalamannya. Ini berarti bila seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap suatu

obyek, menunjukkan tentang pengetahuan orang terhadap obyek sikap yang

bersangkutan. (Notoatmodjo, 2010)

5. Komponen Sikap

Komponen sikap yaitu:

a. Komponen kognitif

Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap,

komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki individu mengenai

sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah

isu atau yang kontroversial.

b. Komponen afektif

Merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah

yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek

yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah

sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki

seseorang terhadap sesuatu.

c. Komponen konatif

Merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai sikap yang dimiliki

oleh seseorang. Aspek ini berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau

bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. (Anaz, 2012).

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap yaitu:


a. Pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi dapat menjadi dasar pembentukan sikap apabila pengalaman

tersebut meninggalkan kesan yang kuat. Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila

pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor

emosional.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Individu pada umumnya cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau

searah dengan sikap seseorang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara

lain dimotivasi oleh keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang

dianggap penting tersebut.

c. Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan dapat memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat

asuhannya. Sebagai akibatnya, tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis

pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah.

d. Media massa

Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya,

berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyektif berpengaruh terhadap

sikap konsumennya.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat

menentukan system kepercayaan. Tidaklah mengherankan apabila pada gilirannya

konsep tersebut mempengaruhi sikap.


f. Faktor emosional

Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang

berfungsi sebagai sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk

mekanisme pertahanan ego. (Nursalam, 2011).

7. Cara Pengukuran Sikap

Salah satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap dan perilaku manusia

adalah masalah pengungkapan (assessment) dan pengukuran (measurement) sikap.

Ada berbagai cara untuk melakukan pengukuran sikap yaitu :

a. Thrustone

Metode penskalaan Thrustone sering disebut sebagai metode interval tampak

setara. metode penskalaan pernyataan sikap ini dengan pendekatan stimulus yang

artinya penskalaan dalam pendekatan ini ditujukan untuk meletakkan stimulus atau

pernyataan sikap pada suatu kontinum psikologis yang akan menunjukkan derajat

favourable atau anfavourable pernyataan yang bersangkutan Likert. Menurut likert,

sikap dapat diukur dengan metode rating yang dijumlahkan (Method of Summated

Ratings). Metode ini merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang

menggunakan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Nilai skala

setiap pernyataan tidak ditentukan oleh derajat favourablenya masing-masing akan

tetapi ditentukan oleh distribusi.

b. Likkert

Sikap dapat diukur dengan metode rating yang dijumlahkan (Method of Summated

Ratings). Metode ini merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang

menggunakan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Nilai skala
setiap pernyataan tidak ditentukan oleh derajat favourable nya masing-masing akan

tetapi ditentukan oleh distribusi respons setuju dan tidak setuju dari sekelompok

responden yang bertindak sebagai kelompok uji coba (pilot study).

Prosedur penskalaan dengan metode rating yang dijumlahkan didasari oleh 2

asumsi, yaitu:

1) Setiap pernyataan sikap yang telah ditulis dapat disepakati sebagai pernyataan

yang favorable atau pernyataan yang tidak favourable.

2) Jawaban yang diberikan oleh individu yang mempunyai sikap positif harus

diberi bobot atau nilai yang lebih tinggi daripada jawaban yang diberikan oleh

responden yang mempunyai pernyataan negatif.

C. Konsep Tentang Skabies

1. Defensi Skabies

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan senitasi

terhadap Sarcoptes Scabiel Var,hominis, dan produknya (Der Ber 1971). Ditandai gatal

malam hari,mengenai sekelompok orang,dengan tempat predileksi di lipatan kulit yang

tipis,hangat,dan lembab.

Skabies adalah erupsi kulit yang disebabkan infestasi dan sensititasi oleh kutu

Sarcoptes var,horminis dan bermanifestasi sebagai lesi popular, pustule , vesikel ,

kadang – kadang erosi serta krusta dan terowongan berwarna abu – abu yang disertai

keluhan subyektif sangat gatal, ditemukan terutama pada daerah celah dan lipatan, yang

penularannya terjadi secara kontak langsung dan tidak langsung, secara langsung
misalnya bersentuhan dengan penderita atau tidak langsung misalnya melalui handuk

dan pakaian (Ifa, 2015).

Skabies dalam bahasa Indonesia sering disebut kudis. Orang jawa menyebutnya

gudig,sedangkan orang sunda menyebutnya budug. Gudik merupakan penyakit menular

akibat mikroorganisme parasite yaitu sarcoptes scabei varian humoris, yang

penularannya terjadi secara kontak langsung dantidak langsung, secara langsung

misalnya bersentuhan dengan penderita atau tidak langsung misalnya melalui handuk

dan pakaian. Disamping itu skabies dapat berkembang pada higien perorangan yang

jelek, lingkungan yang kurang bersih, demografi status prilaku individu ( Siregar,2005).

2. Etiologi dan Patogenesis Skabies

Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima,

super famili Sarcoptes, penemunya adalah seorang ahli biologi Diacinto Cestoni (1637

– 1718). Pada manusia disebut sarcoptes scabiei var.hominis. Selain itu, terdapat S.

scabiei yang lain, misanya pada kambing dan babi.

Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggung cembung,

bagian perut rata, dan mempunyai 8 kaki. Tungau ini tranlusen, bewarna putih kotor,

dan tidak bermata. Ukuran betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron,

sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200 mikron. Bentuk

dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat

dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang

jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat

perekat.
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut; setelah kopulasi (perkawinan) yang

terjadi diatas kulit, tungau jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup

beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau betina yang

telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum komeum dengan kecepatan 2-3

milimeter sehari sambal meletakkan telurnya 2 hingga 50. Bentuk betina sudah

dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas biasanya dalam waktu

3 sampai 10 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat

tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan

menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki.

Seluruh siklus hidup mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlikan waktu antara

8-12 hari

Aktivitas S.scabiei di dalam kulit menyebabkan rasa gatal dan menimbulkan

respon imunitas selular dan humoral serta mampu meningkatkan IgE baik di serum

maupun di kulit. Skabies sangat menular,transmisi melalui kontak langsung dari kulit

ke kulit,dan tidak langsung melalui berbagai benda yang terkontaminasi (sprei, sarung

bantal, handuk dsb). Tungau skabies terbesar dapat hidup di luar tubuh manusia

selama 24-36 jam. Tungau dapat di transmisi melalui kontak seksual , walaupun

menggunakan kondom, karena kontak melalui kulit di luar kondom.

Kelainan kulit dapat tidak hanya disebabkan oleh tungau skabies, tapi juga oleh

penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensititasi

terhadap sekreta dan eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah

investasi. Pada saat itu, kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya
papul, vesikel, urtika, dan lain-lain. Dengan garukan timbul erosi, eksroiasi, krusta,

dan infeksi sekunder. (Sri,2016)

3. Gejala Klinis dan Diagnosis

Diagnosis dapat dibuat dengan menumbuhkan 2 dari 4 tanda cardinal sebagai berikut:

(1) Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan oleh aktivitas

tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.

(2) Penyakit ini menyerang sekolompok manusia, misalnya dalam sebuah keluarga,

sehingga seluruh keluarga tekena infeksi, di asrama, atau pondokan. Begitu pula

dalam seuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga

yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Walaupun seluruh anggota

keluarga mengalami investasi tungau, namun tidak memberikan gejala. Hal ini

dikenal sebagai hiposensititasi. Penderita bersifat sebagai pembawa (carrier).

(3) Adanya terowongan (kunikulus pada tempat-tempat predileksi yang berwarna

putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata Panjang 1

cm, pada ujung terowongan ditemukan pupul atau vesikel. Jika timbul infeksi

sekunder ruam kulit menjadi polimorf(pustul, eskoriasi ,dan lain-lain). Namun,

kunikulus biasanya sukar terlihat, karena sangat gatal pasien selalu menggaruk,

kunikulus dapat rusak karenanya. Tempat predileksinya biasanya merupakan

tempat dengan stratum korneum yang titpis , yaitu sela-sela jari tangan,

pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan,

areola mame (perempuan), umbilicus, bokong, genitalia eksterna(laki-ilaki), dan

perut bagian belakang. Pada bayi, dapat menyerang telapak tangan, telapak kaki,

wajah dan kepala.


(4) Menemukan tungau merupakan hal yang paling menunjang diagnosis. Dapat

ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau. Selain tungau dapat ditemukan

telur dan kotoran(skibala) (Sri, 2016)

4. Varian Skabies:

a. Skabies Norwegia (skabies berkrusta)

Bentuk skabies ini ditandai dengan dermatosis berkrusta pada tangan dan kaki,

kuku yang distrofik, serta skuama yanggeneralisata. Bentuk ini sangat menular, tetapi

rasa gatalnya sangat sedikit. Tungau dapat ditemukan dalam jumlah yang sangat

banyak. Penyakit terdapat pada pasien dengan retardasi mental, kelemahan fisis,

gangguan imunologik dan psikosis.

b. Skabies nodular

Skabies dapat berbentuk nodular bila lama tidak mendapat terapi, sering terjadi

pada bayi dan anak, atau pada pasien dengan imunokompremais (Sri, 2016).

5. Pencegahan

Dalam upaya preventif, perlu dilakukan edukasi pada pasien tentang penyakit

skabies, perjalanan penyakit, penularan, cara eradikasi tungau skabies, menjaga

hygiene pribadi, dan menjaga hygiene pribadi. Rasa gatal terkadang tetap berlangsung

walaupun kulit sudah bersih. Pengobatan dilakukan pada orang serumah dan orang di

sekitar pasien yang berhubungan erat. (Sri, 2016).

6. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami infestasi parasit paling sering

berfokus pada penyuluhan untuk mencegah infestasi atau membasmi infestasi yang ada.

Untuk pasien yang dirawat di rumah sakit karena pediculosis, prosedur isolasi dilakukan

sampai pasien tidak lagi mengalami infestasi.

Penyuluhan terhadap pasien dan keluarga diperlukan untuk memfasilitasi terapi di

rumah, mencegah penyebaran infestasi, dan menghilangkan bahwa kutu hanya

menginfeksi individu yang hidup dalam kondisi tempat tinggal yang kotor atau dengan

higiene yang buruk. (LeMone, 2014)

D. Landasan Teori

Berdasarkan teori diatas, yang digunakan penulis menjadi landasan teori dalam

penelitian adalah konsep pengetahuan menurut Notoatmodjo (2010), Sri (2016) dan Anaz

(2012).

1. Konsep tentang pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (Over behavior). Pengetahuan yang tercakup dalam

domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, tetapi yang menjadi landasan teori dalam

pembahasan pembahasan ini menggunakan tingkatan pertama yaitu tahu (know),

memahami (comperehention) dan aplikasi (application),

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindera

manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian

besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012).
Tahu (know) diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari,

termasuk dalam pengetahuan dalam tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

terhadap sesuatu obyek yang spesifik dan seluruh bahan yang telah dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima, oleh sebab itu “tahu” merupakan tingkat pentetahuan

yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang

dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan

sebagainya.

Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi secara benar, orang

yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan

contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari,

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya, aplikasi ini dapat diartikan sebagai

aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus metode, prinsip, dan sebagainya dalam

konteks atau situasi yang lain.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur dari subyek penelitian atau responden.

Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan

dengan tingkatan-tingkatan diatas (Wawan, 2011).

2. Konsep tentang sikap

Sikap merupakan hasil evaluasi terhadap obyek sikap yang diekspresikan ke

dalam proses-proses kognitif, afektif (emosi) dan perilaku. Dari definisi-definisi di atas
menunjukkan bahwa secara garis besar sikap terdiri dari komponen kognitif (ide yang

umumnya berkaitan dengan pembicaraan dan dipelajari), perilaku (cenderung

mempengaruhi respon sesuai dan tidak sesuai) dan emosi (menyebabkan respon-respon

yang konsisten). (Notoatmodjo, 2010).

Komponen sikap yaitu:

a. Komponen kognitif

Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap,

komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki individu mengenai

sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah

isu atau yang kontroversial.

b. Komponen afektif

Merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional

inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan

aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah

mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang

dimiliki seseorang terhadap sesuatu.

c. Komponen konatif

Merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai sikap yang

dimiliki oleh seseorang. Aspek ini berisi tendensi atau kecenderungan untuk

bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. (Anaz, 2012).

3. Konsep tentang Skabies


Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan senitasi

terhadap Sarcoptes Scabiel Var, hominis, dan produknya Ditandai gatal malam hari,

mengenai sekelompok orang dengan tempat predileksi di lipatan kulit yang

tipis,hangat,dan lembab.

Skabies adalah erupsi kulit yang disebabkan infestasi dan sensititasi oleh

kutu Sarcoptes var,horminis dan bermanifestasi sebagai lesi popular, pustule , vesikel

, kadang – kadang erosi serta krusta dan terowongan berwarna abu – abu yang disertai

keluhan subyektif sangat gatal, ditemukan terutama pada daerah celah dan lipatan,

yang penularannya terjadi secara kontak langsung dan tidak langsung, secara

langsung misalnya bersentuhan dengan penderita atau tidak langsung misalnya

melalui handuk dan pakaian (Ifa, 2015).

Etiologi dan Patogenesis Skabies, Sarcoptes scabiei termasuk filum

Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, super famili Sarcoptes, penemunya

adalah seorang ahli biologi Diacinto Cestoni (1637 – 1718). Pada manusia disebut

sarcoptes scabiei var.hominis. Selain itu, terdapat S. scabiei yang lain, misanya pada

kambing dan babi.

Siklus hidup tungau ini sebagai berikut; setelah kopulasi (perkawinan) yang

terjadi diatas kulit, tungau jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup

beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau betina yang

telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum komeum dengan kecepatan 2-3

milimeter sehari sambal meletakkan telurnya 2 hingga 50. Bentuk betina sudah

dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas biasanya dalam waktu

3 sampai 10 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat
tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan

menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki.

Seluruh siklus hidup mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlikan waktu antara

8-12 hari

Aktivitas S.scabiei di dalam kulit menyebabkan rasa gatal dan

menimbulkan respon imunitas selular dan humoral serta mampu meningkatkan IgE

baik di serum maupun di kulit. Skabies sangat menular,transmisi melalui kontak

langsung dari kulit ke kulit,dan tidak langsung melalui berbagai benda yang

terkontaminasi (sprei, sarung bantal, handuk dsb). Tungau skabies terbesar dapat

hidup di luar tubuh manusia selama 24-36 jam. Tungau dapat di transmisi melalui

kontak seksual , walaupun menggunakan kondom, karena kontak melalui kulit di luar

kondom.

Kelainan kulit dapat tidak hanya disebabkan oleh tungau skabies, tapi juga

oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensititasi

terhadap sekreta dan eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan

setelah investasi. Pada saat itu, kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan

ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan lain-lain. Dengan garukan timbul erosi,

eksroiasi, krusta, dan infeksi sekunder. (Sri, 2016).

Gejala Klinis dan Diagnosi, diagnosis dapat dibuat dengan menumbuhkan

2 dari 4 tanda cardinal sebagai berikut: Pruritus nokturna, Penyakit ini menyerang

sekolompok manusia, misalnya dalam sebuah keluarga,sehingga seluruh keluarga

tekena infeksi, di asrama, atau pondokan. Adanya terowongan (kunikulus pada

tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis


lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan pupul

atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulit menjadi polimorf(pustul,

eskoriasi ,dan lain-lain) dan menemukan tungau merupakan hal yang paling

menunjang diagnosis (Sri, 2016).

E. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian ini adalah :

1.Faktor internal
1. Tahu
Pengetahuan a. Pendidikan
2. Paham
b. Pekerjaan
3. Aplikasi
c. Umur
4. Analisis
2.Faktor eksternal
5. Sintesa
a. Lingkungan
6. Evaluasi
b. Sosial
budaya

Komponen
Penyakit
sikap
Skabies
Sikap
1. Kognitif
2. Afektif
3. Konatif
1. Pengertian
2. tanda dan
Gejala
3. Pencegahan
4. Perawatan
5. Pengobatan

Gambar 2.1 Kerangka teori

F. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini, yaitu :


Baik
Cukup
Pengetahuan
Kurang
Penyakit Skabies
Sikap Positif
Negatif

Gambar 2.2 Kerangka konsep

G. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian meliputi :

1. Bagaimana gambaran pengetahuan masyarakat mengenai penyakit skabies di Desa Sei

Asam wilayah kerja Puskesmas Barimba Kabupaten Kapuas.

2. Bagaimana gambaran sikap masyarakat mengenai penyakit skabies di Desa Sei Asam

wilayah kerja Puskesmas Barimba Kabupaten Kapuas.

Anda mungkin juga menyukai