Anda di halaman 1dari 64

Karya Tulis Ilmiah Studi Kasus Asuhan Keperawatan Maternitas pada

Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia Neonatorum


STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS PADA BAYI DENGAN ASFIKSIA
NEONATORUM DI RUANG PERINATOLOGI
RSUD dr Drajat Prawiranegara Serang

TAHUN 2016

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

Riza

16789934748494

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN


JURUSAN KEPERAWATAN SINGKAWANG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses persalinan merupakan masa yang paling kritis sepanjang kehidupan bayi.

Perubahan minimal yang terjadi sebelum atau pada saat persalinan dapat berpengaruh buruk,

tidak hanya bagi berlangsungnya hidup bayi tetapi juga bagi perkembangan dan pertumbuhan

bayi selanjutnya, agar kelahiran bayi sesuai dengan yang diharapkan. Banyak risiko besar yang

berakibat fatal terhadap bayi. Salah satu masalah yang bisa dialami oleh bayi baru lahir

yaitu Asfiksia Neonatorum.

Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gagal

bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat

memasukkan O2 dan tidak dapat mengeluarkan CO2 dari tubuhnya. Umumnya akan mengalami

asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu

hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau

sesudah persalinan (Nanny L.V, 2010).

Asfiksia akan terjadi apabila saat lahir mengalami gangguan pertukaran gas dan

transport O2 sehingga bayi kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2. Pada

keadaan ini biasanya bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.

Sampai sekarang asfiksia masih merupakan salah satu penyebab penting mortalitas perinatal.

Banyak kelainan pada masa neonatus mempunyai kaitan dengan faktor asfiksia ini

(Sarwono, 2007).

Kematian bayi akibat asfiksia salah satunya bisa diakibatkan karena kurang terampilnya

tenaga kesehatan dalam penanganan asfiksia pada bayi baru lahir. Untuk mengurangi angka
kematian tersebut dibutuhkan pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal

dan pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga yang profesional yang terutama memiliki

keterampilan dan kemampuan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir. Untuk mengantisipasi

hal ini perlu dilakukan suatu manajemen asuhan keperawatan agar mampu menangani asfiksia

pada bayi baru lahir (BBL). Dengan harapan penerapan tersebut dapat menekan angka

kematian bayi akibat asfiksia.

Menurut Laporan dari organisasi kesehatan dunia (WHO) tahun 2008 bahwa setiap

tahunnya kira-kira 3%, (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi

ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal

pada masa bayi baru lahir (usia dibawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat satu bayi baru lahir

yang meninggal. Penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah bayi berat lahir rendah

(29%), asfiksia (27%), trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital.

Pada tahun 2014, jumlah angka kematian bayi baru lahir (neonatal) di negara-negara

ASEAN di Indonesia mencapai 31 per 1000 kelahiran hidup. Angka itu 5,2 kali lebih tinggi

dibandingkan malaysia. 1,2 kali lebih tinggi dibandingkan Filipina dan 2,4 kali lebih tinggi jika

dibandingkan dengan Thailand.

Di Indonesia, program kesehatan bayi baru lahir tercakup di dalam program kesehatan

ibu. Dalam rencana strategi nasional Making Pregnancy Safer, target dari dampak kesehatan

untuk bayi baru lahir adalah menurunkan angka kematian neonatal dari 25/1000 kelahiran hidup

menjadi 15/1000 kelahiran hidup (JNPK-KR, 2008).

Menurut data Depkes tahun 2010, penyebab langsung kematian bayi disebabkan bayi

baru lahir BB rendah BBLR (28%), asfiksia (12%), tetanus (10%), masalah pemberian makanan

(10%), infeksi (6%), gangguan hematologik (5%) dan lain-lain (27%).

Sementara ini angka penderita asfiksia neonatorum yang di rawat di Rumah Sakit Umum

Daerah dr Drajat Prawiranegara yang peneliti dapat data terbaru yaitu dari

Januari 2014 sampai September 2015 pada pasien bayi baru baru lahir menunjukan

peningkatan seperti yang terlihat pada Tabel 1.1 dan Tabel 1.2 berikut ini.
Tabel 1.1 Perkembangan penyakit Asfiksia Neonatorum pada bayi baru Rumah Sakit Umum
Daerah dr Drajat Prawiranegara

No. Bulan Jumlah Pasien


1. Januari 3
2. Februari 3
3. Maret 5
4. April 3
5. Mei 8
6. Juni 3
7. Juli -
8. Agustus 4
9. September 10
10. Oktober 8
11. November 5
12. Desember 4
Total 56

Tabel 1.2 Perkembangan penyakit Asfiksia Neonatorum pada bayi baru lahir di RSUD dr. Abdull
Aziz Singkawang Januari-September 2015

No. Bulan Jumlah Pasien


1. Januari 8
2. Februari 10
3. Maret 10
4. April 13
5. Mei 11
6. Juni 11
7. Juli 12
8. Agustus 12
9. September 12
Total 99

Asfiksia neonatorum merupakan masalah kesehatan yang sering dialami pada sebagian

masyarakat yang ditandai dengan bayi lahir dengan pernafasan tidak normal. Kejadian asfiksia

neonatorum pada dasarnya berhubungan dengan salah satunya keadaan ibu hamil yang
preeklampsia dan eklampsia. Kurangnya pengetahuaan ibu hamil tentang bahaya dari

preklampsia dan eklampsia sehingga ibu kurang memeriksakan kandungannya. Namun

kejadian asfiksia neonatorum juga dapat terjadi tidak hanya karena faktor ibu, dimana kejadian

asfiksia neonatorum dapat terjadi pada bayi yang lahir prematur.

Banyaknya kasus kejadian asfiksia neonatorum, hal ini memerlukan perhatian dari

semua tenaga kesehatan termasuk perawat. Perawat memegang peranan penting dalam

melakukan perawatan pada bayi baru lahir dengan asfiksia neonatorum. Untuk mengurangi

kematian bayi baru lahir dan terjadinya komplikasi akibat dari asfiksia neonatorum ini, maka

perlu dilakukan asuhan keperawatan yang tepat sehingga masalah dapat teratasi.

Asfiksia neonatorum berkaitan dengan tingginya angka kematian bayi, juga dapat

berdampak serius pada kualitas generasi mendatang, yaitu akan memperlambat pertumbuhan

dan perkembangan anak. Asfiksia neonatorum memerlukan perawatan yang tepat terutama

Asuhan Keperawatan dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi agar

tidak terjadi hal-hal yang membahayakan bayi yang telah disebutkan diatas (Aziz, 2006).

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan, tentang asuhan keperawatan pada

asfiksia neonatorum yang terjadi di ruang perinatologi RSUD dr Drajat Prawiranegara Serang

yaitu masalah yang sering terjadi adalah pada sistem pernafasan. Tidak bernapas atau napas

megap-megap atau pernapasan lambat (kurang dari 30 kali per menit). Pernapasan tidak

teratur, dengkuran atau retraksi (pelekukan dada), tangisan lemah atau merintih, warna kulit

pucat atau biru (sianosis), tonus otot lemas atau ekstremitas lemah, denyut jantung tidak ada

atau lambat (bradikardi). Asfiksia neonatorum ringan : APGAR Score 7-10, Asfiksia neonatorum

sedang : APGAR Score 4-6, Asfiksia neonatorum berat : APGAR Score 0-3.

Sedangkan masalah-masalah keperawatan yang sering muncul yaitu. Bersihan jalan

nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi mukus. Pola nafas tidak efektif

berhubungan dengan hipoventilasi/hiperventilasi. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan reflek menghisap lemah. Lalu perawat membuat intervensi yang akan

dilakukan untuk melakukan asuhan keperawatan pada bayi dengan asfiksia neonatorum.
Implementasi yang dilakukan oleh perawat di ruang perinatologi RSUD dr Drajat

Prawiranegara Serang yaitu, memastikan saluran terbuka : meletakkan bayi dalam posisi

kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm, menghisap mulut, hidung dan kadang trachea. Memulai

pernafasan : memakai rangsangan taktil untuk memulai pernafasan, memakai VTP bila perlu

seperti, sungkup dan balon pipa ET dan balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi),

dan memenuhi kebutuhan bayi. Selanjutnya dilakukan evaluasi keperawatan, sehingga

tujuan perawatan pada bayi dengan Asfiksia Neonatorum dapat dicapai.

Jadi disini ada dua alasan mengapa saya mengambil kasus tentang bayi baru lahir

dengan Asfiksia Neonatorum. Pertama pada saat saya melakukan praktek keperawatan anak di

di Ruang Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah dr Drajat Prawiranegarapada bulan Juli

2015, saya menemukan kasus Asfiksia Neonatorum. Dalam seminggu saya melakukan praktek

disana ada sekitar 4 bayi yang lahir dengan Asfiksia Neonatorum.

Kedua dari data yang saya dapat dari Rumah Sakit Umum Daerah dr Drajat

Prawiranegarayaitu ada sekitar 154 kasus Asfiksia Neonatorum. Dan terjadi peningkatan dari

tahun 2014 ada 56 kasus dengan tahun 2015 ada 99 kasus.

Sehubungan dengan semakin meningkatnya kasus asfiksia yang ditemukan serta

besarnya resiko yang ditimbulkan maka penulis termotivasi untuk membahas lebih lanjut

melalui Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul Studi Kasus Asuhan Keperawatan Maternitas pada

Bayi dengan Asfiksia Neonatorum di Ruang Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah dr Drajat

Prawiranegara.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti, dapat merumuskan masalah penelitian

yaitu Bagaimana Studi Kasus Asuhan Keperawatan pada Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia

Neonatorum di Ruang Perinatologi RSUD dr Drajat Prawiranegara Serang ?


C. Tujuan

1. Tujuan Umum :

Mengetahui bagaimana Studi Kasus Asuhan Keperawatan pada Bayi Baru

Lahir dengan Asfiksia Neonatorum di Ruang Perinatologi RSUD dr Drajat Prawiranegara

Serang tahun 2016.

2. Tujuan Khusus :

a. Mengetahui asuhan keperawatan pada bayi baru lahir dengan asfiksia neonatorum di ruang

perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah dr Drajat Prawiranegara.

b. Mengetahui pengkajian yang tepat pada bayi baru lahir dengan asfiksia neonatorum di ruang

perinatologi RSUD dr Drajat Prawiranegara Serang .

c. Mengetahui diagnosa yang sering muncul pada bayi baru lahir dengan asfiksia

neonatorum di ruang perinatologi RSUD dr Drajat Prawiranegara Serang .

d. Mengetahui intervensi keperawatan yang efektif untuk penyembuhan lebih cepat tanpa

membuat permasalahan baru pada bayi baru lahir dengan asfiksia neonatorum di ruang

perinatologi RSUD dr Drajat Prawiranegara Serang .

e. Mengetahui implementasi yang tepat pada bayi baru lahir dengan asfiksia neonatorum di ruang

perinatologi RSUD dr Drajat Prawiranegara Serang .

f. Mengetahui hasil evaluasi asuhan keperawatan pada bayi baru lahir dengan asfiksia

neonatorum di ruang perinatologi RSUD dr Drajat Prawiranegara Serang .

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

Sebagai sarana dan alat untuk menambah pengetahuan dan memperoleh pengalaman

khususnya di bidang keperawatan maternitas pada bayi baru lahir dengan asfiksia neonatorum.

2. Bagi Institusi
Sebagai acuan dalam kegiatan proses belajar dan bahan pustaka tentang asuhan keperawatan

maternitas pada bayi baru lahir dengan asfiksia neonatorum.

3. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan yang diperlukan dalam pelaksanaan praktik pelayanan keperawatan

khususnya pada keperawatan maternitas pada bayi baru lahir dengan asfiksia neonatorum.

4. Bagi Keluarga Pasien

Sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan tentang perawatan bayi terutama pada

anggota keluarga khususnya pada bayi yang lahir dengan asfiksia neonatorum.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bayi Baru Lahir

1. Definisi

Bayi baru lahir adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan

berat badan lahir 2.500 gr sampai dengan 4.000 gr (Sudart, 2010).

2. Ciri-ciri bayi baru lahir

Menurut Sudart (2010), adapun ciri-ciri bayi yang dapat dikatakan normal adalah sebagai

berikut :

a. Berat badan 2500-4000 gram.

b. Panjang badan 48-52 cm.

c. Lingkar dada 30-38 cm.

d. Lingkar kepala 33-35 cm.

e. Bunyi jantung dalam menit-menit pertama 180 x/menit, kemudian menurun sampai 120-140

x/menit.
f. Pernafasan pada menit-menit pertama cepat 80 x/menit, kemudian menurun setelah tenang 40

x/menit.

g. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup terbentuk dan diliputi verniks

caeseosa.

h. Rambut lanugo telah tidak terlihat, rambut kepala biasanya tampak sempurna.

i. Kuku agak panjang dan lemas.

j. Genetalia : Labia mayora sudah menutupi labia minora (pada perempuan), testis sudah turun

(pada anak laki-laki).

k. Refleks hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.

l. Refleks moro sudah baik, bayi bila dikagetkan akan memperlihatkan gerakan seperti memeluk.

m. Graff refleks sudah baik, apabila diletakkan suatu benda ke telapak tangan, bayi akan

menggenggam/adanya gerakan refleks.

n. Eliminasi baik, urin dan mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama, mekonium berwarna

kecoklatan.

3. Penanganan Bayi Baru Lahir

Menurut Varney dan Helen (2002) hal-hal yang harus dilakukan dalam perawatan pada

bayi baru lahir adalah sebagai berikut :

a. Pertahankan kebersihan jalan nafas

1) Pegang kepala bayi lebih rendah dari badan dengan kepala dipindahkan ke sisi drainase.

2) Bersihkan wajah dan kepala, bersihkan cairan dari hidung dan mulut.

3) Hisap hidung dan mulut menggunakan spuit seperti bola lampu yang lunak (de lee).

b. Jaga bayi tetap hangat

1) Bersihkan dan keringkan bayi.

2) Tempatkan bayi diatas perut ibu.

3) Letakkan topi stockinet pada kepala bayi.

4) Gunakan penghangat.

5) Selimuti bayi.
c. Perlihatkan bayi pada orang tua dan yang lain, tempatkan pada perut ibu.

d. Klem dan potong tali pusat.

e. Catat nilai Apgar pada 1 dan 5 menit pertama.

f. Lakukan dengan segera pemeriksaan menyeluruh pada bayi.

B. Konsep Dasar Asfiksia Neonatorum

1. Anatomi fisiologi sistem pernafasan

Menurut Hidayat (2008), anatomi dan fisiologi sistem pernafasan pada manusia sebagai

berikut :

a. Saluran pernafasan bagian atas

Saluran pernapasan bagian atas terdiri atas hidung, faring, laring, dan epiglotis, yang

berfungsi menyaring, menghangatkan, dan melembabkan udara yang dihirup.

1) Hidung

Bagian ini terdiri atas naares anterior (saluran di dalam lubang hidung) yang memuat kelenjar

sebaseus dengan ditutupi bulu kasar yang bermuara ke rongga hidung, bagian hidung lain

adalah rongga hidung yang dilapisi oleh selaput lendir yang mengandung pembuluh darah.

Proses oksigenasi diawali dari sini. Pada udara masuk melalui hidung, udara akan disaring

oleh bulu-bulu yang ada didalam vestibulum (bagian rongga hidung), kemudian dihangatkan

serta dilembabkan.

2) Faring

Merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang mulai dari dasar tengkorak sampai dengan

esofagus yang terletak di belakang nasofaring (di belakang hidung), di belakang mulut

(orofaring), dan di belakang laring (laringo faring).

3) Laring

Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas bagian tulang rawan

yang diikat bersama ligamen dan membran, yang terdiri atas dua lamina yang bersambung di

garis tengah.
4) Epiglotis

Epiglotis Merupakan katup tulang rawan yang berfungsi membantu menutup laring ketika orang

sedang menelan.

b. Saluran pernafasan bagian bawah

Saluran pernafasan bagian bawah terdiri atas trakhea, tandan bronkhus, segmen bronkhus, dan

bronkhiolus, yang berfungsi mengalirkan udara dan memproduksi surfaktan.

1) Trakhea

Trakhea atau disebut sebagai batang tenggorok yang memiliki panjang kurang lebih 9

cm dimulai dari laring sampai kira-kira setinggi vertebra thorak kelima. Trakhea tersebut

tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tidak lengkap yang berupa cincin.

Trakhea ini dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia yang dapat

mengeluarkan debu atau benda asing.

2) Bronkhus

Bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakhea yang terdiri atas dua percabangan yaitu

kanan dan kiri. Pada bagian kanan lebih pendek dan lebar dari pada bagian kiri yang memiliki

tiga lobus atas, tengah, dan bawah. Sedangkan bronkhus kiri lebih panjang dari bagian kanan

yang berjalan dalam lobus atas dan bawah. Kemudian saluran setelah bronkhus adalah bagian

percabangan yang disebut sebagai bronkhiolus.

3) Paru-paru

Merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Letak paru itu sendiri di dalam rongga

thoraks setinggi tulang selangka sampai dengan diafragma. Paru terdiri atas beberapa lobus

yang diselaputi oleh pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis, kemudian juga dilindungi

oleh cairan pleura yang berisi cairan surfaktan.

2. Definisi

Asfiksia neonatorum adalah kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa depresi pernafasan

yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai komplikasi (Maryunani, 2009).


Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gangguan

tidak segera bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir (Nurarif dan Kusuma, 2015).

Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami

gagal bernapas secara spontan dan teratur segera seteah lahir, sehingga bayi tidak dapat

memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan karbon dioksida dari tubuhnya (Dewi,

2005).

Asfiksia neonatorum adalah hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis pada

bayi baru lahir (Kristiyanasari, 2010).

Asfiksia Neonatorum adalah kegagalan bayi untuk bernafas secara spontan dan teratur

pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir ditandai dengan keadaan P2O2 di didalam

darah rendah (hipoksemia), P2CO2 meningkat (hiperkarbia) dan asidosis (IDAI, 2004).

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak bernapas secara spontan dan teratur segera

setelah lahir (sarwono, 2007).

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Asfiksia Neonatorum

adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah

lahir, hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan

faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir.

3. Klasifikasi

Menurut Fida dan Maya (2012), klasifikasi Asfiksia Neonatorum terbagi

atas :

a. Asfiksia berat (Nilai APGAR 0-3)

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x/menit, tonus otot buruk,

sianosis berat kadang pucat, dan refleks iritabilitas tidak ada.

b. Mild-moderate asphyksia atau asfiksia sedang (Nilai APGAR 4-6)

Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung kurang dari 100 x/menit, tonus otot

kurang baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada.

c. Vigorus baby atau sedikit asfiksia (Nilai APGAR 7-10)


Dalam kondisi semacam itu anak dianggap sehat, sehingga tidak memerlukan perlakuan

khusus.

Tabel 1.3 Penilaian dengan Apgar Score


Skor 0 1 2
Tubuh
A : Appearence Seluruh tubuh
Biru/Pucat kemerahan,
(warna kulit) kemerahan
ekstremitas biru
P : Pulse
Kurang dari 100 Lebih dari 100
(frekuensi Tidak ada
x/menit x/menit
jantung)
G : Grimace Gerakan
Tidak ada Sedikit gerakan
(reflek) kuat/melawan
Ekstremitas
A : Activity (tonus
Lumpuh dalam fleksi Gerakan aktif
otot)
sedikit
R : Respiration Lambat, tidak Baik,menangis
Tidak ada
(usaha napas) teratur kuat.

Sumber : (Kristiyanasari, 2011).

4. Etiologi

Pengembangan paru-paru pada anak baru lahir terjadi pada menit-menit pertama

kelahiran, yang kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Proses ini bisa terganggu apabila

terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke anak, sehingga

menyebabkan asfiksia janin. Gangguan tersebut dapat timbul pada masa kehamilan,

persalinan, atau segera setelah anak dilahirkan.


Hampir sebagian besar asfiksia pada anak baru lahir merupakan kelanjutan asfiksia

janin. Itulah sebabnya, sangat penting untuk melakukan deteksi dan penilaian terhadap janin

selama masa kehamilan, serta persalinan yang memegang peranan sangat penting bagi

keselamatan bayi. Harus diingat bahwa gangguan yang muncul pada akhir kehamilan atau

persalinan hampir selalu disertai anoksia/hipoksia janin yang berakhir dengan asfiksia

neonatus. Jika ini yang terjadi, maka anak mesti mendapatkan perawatan yang itensif, adekuat,

dan maksimal saat dilahirkan (Fida dan Maya, 2012).

Menurut Weni Kristiyanasari (2010), ada beberapa penyebab terjadinya asfiksia

neonatorum yaitu sebagai berikut :

a. Faktor ibu

1) Hipoksia

Apabila ibu mengalami hipoksia, maka janin juga akan mengalami hipoksia yang dapat

berkelanjutan menjadi asfiksia dan komplikasi lain.

2) Gangguan aliran darah fetus

a) Gangguan kontraksi uterus pada hipertoni, hipotoni, tetani uteri.

b) Hipotensi, sebagai akibat penekanan vena cava inferior, yang dapat menimbulkan asfiksia janin

dengan menurunnya aliran darah uterus dan oksigenisasi.

c) Hipertensi pada penyakit toksemia, eklamsia, dll.

3) Primi tua, DM, anemia, riwayat lahir mati, ketuban pecah dini, infeksi.

4) Sosial ekonomi rendah

b. Faktor janin

1) Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat

Gangguan aliran pada tali pusat, hal ini biasanya berhubungan dengan adanya lilitan tali pusat.

Tekanan yang kuat pada tali pusat, ketuban telah pecah yang menyebabkan tali pusat

menumbung, dan kehamilan lebih bulan (post-term).

2) Prematur

3) Gemeli
4) Kelainan kongenital

c. Faktor plasenta

1) Plasenta kecil

Jika diameter tali pusatnya kekecilan untuk ukuran janin karena dapat berpengaruh pada

penyaluran oksigen dan darah.

2) Solusio plasenta

Solusio plasenta menyebabkan gangguan pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida.

3) Perdarahan plasenta

Adanya perdarahan pada plasenta dapat menyebabkan turunnya tekanan darah secara

mendadak.

d. Faktor persalinan

1) Partus lama

Adalah merupakan fase terakhir dari suatu partus yang macet dan berlangsung terlalu lama

(telah berlangsung 12 jam atau lebih) sehingga timbul gejala-gejala seperti dehidrasi, infeksi,

kelelahan ibu, serta asfiksia dan kematian janin dalam kandungan.

2) Partus tindakan

Adalah suatu keadaan dari suatu persalinan yang mengalami kemacetan dan berlangsung lama

sehingga timbul komplikasi ibu maupun janin (anak).

5. Patofisiologi

Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa

kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang

bersifat sementara pada bayi (asfiksia transient), proses ini dianggap sangat perlu untuk

merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi “primary gasping” yang kemudian

akan berlanjut dengan pernafasan.

Bila terdapat gangguan pertukaran gas/pengangkutan oksigen selama kehamilan dan

persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel

tubuh dan tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini
dapat reversible/tidak tergantung pada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai

dengan satu periode apnu (primary apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung,

selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudiaan diikuti oleh

pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi

selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan

bradikardi dan penurunan tekanan darah.

Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula gangguan metabolisme dan

pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan pertukaran

gas mungkin hanya menimbulkan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidosis

respiratorik, bila gangguan berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme anaerobik yang

berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan

berkurang asam organik terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis

metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan

oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan

mempengaruhi fungsi jantung. Terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya

sel jaringan termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian

udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tingginya resistensinya pembuluh

darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem tubuh lain akan mengalami

gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk

terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan kematian atau gejala sisa pada

kehidupan bayi selanjutnya (Maryunani, 2009).


Pathway Asfiksia Neonatorum
Faktor lain: obat2an

Pralisis pusat
pernapasan

Persalinan lama, lilitan


tali pusat, presentasi
janin abnormal

Parua-paru terisi cairan

Janin kekurangan O2 & kadar


CO2 meningkat
Asidosis respiratorik

Suplai O2 dalam darah

Suplai O2 ke paru
Gambar 2.1 Pathway Asfiksia Neonatorum

Sumber : (Nurarif dan Kusuma, 2013).

6. Tanda dan Gejala

Menurut Anik Maryunani (2009), tanda dan gejala yang sering terjadi pada bayi baru lahir

dengan Asfiksia Neonatorum :

a. DJJ lebih dari 100 x/menit atau kurang dari 100 x/menit tidak teratur.

b. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala.

c. Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot dan organ lain.

d. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen.

e. Bradikardia (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot-otot jantung

atau sel-sel otak.

f. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau

kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan.

g. Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau nafas tidak

teratur/megap-megap.

h. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen di dalam darah.

i. Pucat.

Pembagian tanda dan gejala berdasarkan klasifikasi (Dewi, 2005) :

a. Asfiksia berat (nilai APGAR 0 – 3)

Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis, sehingga memerlukan perbaikan dan

resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang muncul pada asfiksia berat adalah

sebagai berikut :
1) Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 kali per menit.

2) Tidak ada usaha napas.

3) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.

4) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan.

5) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu.

6) Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan.

b. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4 – 6)

Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut :

1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60 – 80 kali per menit.

2) Usaha napas lambat.

3) Tonus otot biasanya dalam keadaan baik.

4) bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan.

5) Bayi tampak sianosis.

6) Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses persalinan.

c. Asfiksia ringan (nilai APGAR 7 – 10)

Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut :

1) Takipnea dengan napas lebih dari 60 kali per menit.

2) Bayi tampak sianosis.

3) Adanya retraksi dada.

4) Bayi merintih (grunting)

5) Adanya pernapasan cuping hidung.

6) Dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil ronchi, rales, dan wheezing positif.

7. Komplikasi

Menurut Anik Maryunani (2009), komplikasi yang akan terjadi pada bayi baru lahir

dengan Asfiksia Neonatorum jika tidak ditangani secara cepat dan tepat adalah sebagai berikut

:
a. Otak : hipoksia iskemik, ensefalopati, edeme serebri, kecacatan cerebral palsy (CP).

b. Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan paru, edema paru.

c. Gastrointestinal : enterokolitis nekotrikans.

d. Ginjal : tubular nekrosis akut.

e. Hematologi : DIC.

8. Penegakan diagnosis

Menurut Anik Maryunani (2009), hal-hal yang perlu dilakukan dalam menegakkan

diagnosis adalah sebagai berikut :

a. Anamnesa

Dalam wawancara dengan ibu bayi, keluarga bayi, bidan atau perawat bayi menanyakan atau

mengkaji :

1) Adanya riwayat usia kehamilan kurang bulan.

2) Adanya riwayat air ketuban bercampur mekonium.

3) Adanya riwayat lahir tidak bernafas/menangis.

4) Adanya riwayat gangguan atau kesulitan waktu lahir (lilitan tali pusat, sungsang, ekstraksi

vakum, ekstraksi forcep dan lain-lain).

b. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik bayi, ditemukan :

1) Bayi tidak bernafas atau menangis.

2) Denyut jantung kurang dari 100x/menit.

3) Tonus otot menurun.

4) Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium atau sisa mekonium pada tubuh bayi.

c. Pemeriksaan laboratorium

1) PaO2 < 50 mm H2O

2) PaCO2 > 55 mm H2O

3) pH < 7,30

9. Penatalaksanaan
Menurut Anik Maryunani (2009), penatalaksanaan asfiksia neonatorum adalah resusitasi

neonatus atau bayi. Semua bayi dengan depresi pernafasan harus mendapat resusitasi yang

adekuat. Bila bayi kemudian terdiagnosa sebagai asfiksia neonatorum, maka tindakan medis

lanjutan yang komprehensif. Tindakan resusitasi neonatorum akan dipastikan sendiri, namun

pada intinya penatalaksanaan terhadap asfiksia neonatorum adalah berupa :

a. Tindakan umum

1) Bersihan jalan nafas : kepala bayi diletakkan lebih rendah agar lendir mudah mengalir, bila perlu

digunakan laringoskop untuk membantu penghisapan lendir dari saluran nafas yang lebih

dalam.

2) Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak memperlihatkan bernafas

dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan tanda achiles.

3) Mempertahankan suhu tubuh.

b. Tindakan khusus

1) Asfiksia berat

Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal, dapat dilakukan

dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O2. Tekanan O2 yang diberikan tidak 30 cm

H-20. Bila pernafasan spontan tidak timbul, lakukan massage jantung dengan ibu jari yang

menekan pertengahan sternum 80-100 kali permenit.

2) Asfiksia sedang/ringan

Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal,

lakukan pernafasan kodok (frog breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi ekstensi maksimal beri

O2 2-3 liter permenit melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakan

dagu keatas-bawah secara teratur 20 kali permenit.

3) Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi.

c. Tindakan resusitasi pada bayi baru lahir mengikuti tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi

(Prawirohardjo, 2006) :
Airway : mamastikan saluran nafas terbuka

Breathing : memulai pernafasan

Circulation : mempertahankan sirkulasi (peredaran) darah.

Bagian dari penatalaksanaan resusitasi yang dikaitkan dengan ABC resusitasi dapat dilihat

dibawah ini :

1) Memastikan saluran nafas terbuka

a) Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi (bahu diganjal).

b) Menghisap mulut, hidung, bahkan trakea.

c) Bila perlu, memasukkan pipa endotrakeal untuk memastikan saluran nafas terbuka.

2) Memulai pernafasan

a) Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernafasan.

b) Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon, atau pipa endotrakeal dan balon, mulut ke

mulut (hindari paparan infeksi).

3) Mempertahankan sirkulasi darah

d. Algoritma resusitasi asfiksia neonatorum


Algoritma

diatas

digambarkan

sebagai

langkah-

langkah

resusitasi

berikut ini :

1) Pemeriksaan

Pada

pemeriksaan

ini ditentukan

apakah bayi

mengalami

depresi

pernafasan

sehingga

memerlukan

tindakan resusitasi, seperti :

a) Apakah bayi lahir kurang bulan?

b) Apakah ada mekonium dalam cairan ketuban?

c) Apakah bayi tidak menangis atau tidak bernafas?

d) Apakah tonus otot buruk?

Apabila bayi tidak mengalami hal-hal diatas, maka bayi langsung dapat dimasukkan dalam

prosedur perawatan rutin.

2) Langkah awal
a) Berikan kehangatan untuk mencegah bayi kehilangan panas, dengan menempatkan bayi di

bawah alat pemancar panas (radiant warmer) yang telah dipersiapkan terlebih dahulu dan cepat

mengeringkan tubuh bayi dan menyingkirkan kain basah.

b) Posisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepala untuk membuka jalan nafas.

c) Bersihkan jalan nafas.

d) Keringkan bayi, rangsang pernafasan dan letakkan pada posisi yang benar.

3) Penilaian

Langkah ini adalah menilai bayi untuk menentukan perlu tidaknya resusitasi lanjutan, yang

dinilai adalah :

a) Pernafasan, yaitu dengan melihat gerakan dada yang adekuat. Pernafasan yang memerlukan

intervensi adalah pernafasan yang megap-megap dengan mulai memberikan ventilasi tekanan

positif (VTP).

b) Frekuensi denyut jantung, yaitu dengan menghitung frekuensi denyut jantung dengan

menggunakan stetoskop atau dengan meraba pulsasi/denyut pada pangkal tali pusat atau arteri

brakialis. Frekuensi jantung seharusnya diatas 100 x/menit. Bila lebih dari 100 x/menit, nilai

gejala berikutnya, bila kurang dari 100 x/menit mulai pemberian ventilasi tekanan positif (VTP).

c) Warna kulit, yaitu dengan warna kulit bayi dengan melihat bagian sentral tubuh. Warna kulit bayi

seharusnya kemerahan pada bibir dan seluruh tubuh. Sianosis yang disebabkan oleh

kekurangan oksigen dalam darah terlihat pada warna kebiruan pada bibir, lidah dan tubuh

bagian tengah. Perhatikan dan nilai warna kulit bayi. Bila terdapat sianosis sentral, berikan

oksigen.

4) Pemberian oksigen

Bila pernafasan dan frekuensi denyut jantung bayi tidak adekuat, maka perlu diberikan oksigen,

dengan cara sebagai berikut :

a) Bayi dengan sianosis sentral diberikan oksigen konsentrasi tinggi.


b) Hentikan pemberian oksigen secara bertahap bila kulit bayi berwarna kemerahan dan tidak

terdapat sianosis sentral lagi.

c) Pemberian oksigen dapat diberikan dengan menggunakan sungkup oksigen, balon, selang

oksigen dengan sumbernya oksigen dinding atau tabung oksigen.

5) Pemberian ventilasi tekanan positif

Ventilasi tekanan positif (VTP) merupakan langkah yang paling penting dan efektif dalam

resusitasi jantung paru pada bayi baru lahir yang membutuhkan. Ventilasi tekanan positif

diberikan pada bayi yang tidak bernafas atau frekuensi jantungnya kurang dari 100 x/menit atau

pada bayi dengan frekuensi jantung lebih dari 100 x/menit tetapi masih mengalami sianosis

sentral meskipun telah diberikan tambahan oksigen. Kontraindikasi ventilasi tekanan positif

adalah bayi dengan kelainan kongenital hernia diafragmatika.

a) Jenis balon resusitasi untuk ventilasi, terdapat 3 macam, yaitu :

 Balon yang mengembang sendiri (self inflating bag)

 Balon yang tidak mengembang sendiri (flow inflating bag)

 T-piece resuscitator, yang bekerja bila dialiri gas dari sumber bertekanan tinggi.

b) Langkah-langkah dalam memberikan ventilasi

 Persiapan alat, dimana alat ventilasi tekanan positif dihubungkan dengan sumber oksigen.

Siapkan balon resusitasi, dan sungkup yang semuanya berfungsi dengan baik.

 Pastikan jalan nafas bersih.

 Posisikan kepala bayi.

 Posisikan penolong, disamping atau di kepala bayi. Posisi ini untuk memudahkan memantau

dada dan perut bayi dan kompresi dada.

 Posisikan sungkup pada wajah bayi, sehingga menutupi hidung, mulut dan ujung dagu depan.

 Mulai lakukan ventilasi, dengan meremas balon secukupnya untuk melihat pengembangan

dada bayi.
 Nilai keadaan bayi setelah 30 detik. Penilaian meliputi apakah terdapat pernafasan spontan,

peningkatan frekuensi jantung, perbaikan warna kulit dan tonus otot.

6) Kompresi dada

Kompresi dada/penekanan dada/pijatan jantung luar merupakan tindakan yang terdiri dari

penekanan yang teratur pada tulang dada, yaitu dengan menekan jantung kearah tulang

belakang, meningkatkan tekanan intratorakal, dan memperbaiki sirkulasi darah keseluruh organ

vital tubuh. Indikasi kompresi dada adalah bila frekuensi jantung kurang dari 60 x/menit dan

setelah dilakukan ventilasi tekanan positif 30 detik. Perlu 2 orang tenaga yaitu 1 orang untuk

melakukan kompresi dada, 1 orang lagi untuk melanjutkan ventilasi dan memantau frekuensi

jantung dan suara nafas.

Kompresi dada dapat dilakukan dengan :

a) Teknik ibu jari, yaitu kedua ibu jari digunakan untuk menekan tulang dada dan kedua tangan

melingkari dada serta jari-jari tangan menyokong dada.

b) Teknik dua jari, yaitu menggunakan ujung jari tengah dan jari telunjuk atau jari manis dari salah

satu tangan untuk menekan tulang dada dan tangan lain digunakan untuk menopang bagian

belakang bayi.

Prinsip-prinsip dari kedua pihak ini adalah :

a) Posisi bayi : topangan yang keras pada bagian punggung bayi dengan leher sedikit

menengadah.

b) Kompresi, dengan memperhatikan :

 Lokasi kompresi : tekanan oleh ibu jari atau dua jari pada pada 1/3 bagian bawah tulang dada

yang terletak antara tulang rawan sifoid dan garis khayal yang menghubungkan kedua puting

susu.

 Kedalaman kompresi : dengan memberikan tekanan yang cukup pada saat menekan tulang

dada sedalam 1/3 diameter antetoposterior.

c) Penghentian kompresi : kompresi dan ventilasi dihentikan setelah 30 detik untuk mengevaluasi

kembali frekuensi jantung.


 Frekuensi jantung > 60 x/menit, kompresi tidak dilakukan lagi, tetapi ventilasi masih dilakukan

dengan kecepatan 40-60 x/menit.

 Frekuensi jantung > 100 x/menit dan nafas spontan, ventilasi tekanan positif dihentikan secara

perlahan-lahan.

7) Intubasi endotrakeal, biasanya dilakukan seperti pada bayi yang mengalami depresi

pernafasan, tonus otot atau frekuensi jantung, atau bila terdapat mekonium pada saat

resusitasi.

8) Pemberian obat-obatan, terdapat beberapa obat untuk resusitasi, seperti :

a) Stimulasi jantung : epinefrin.

b) Meningkatkan perfusi jaringan : volume expanders.

c) Memperbaiki keseimbangan asam basa : natrium bikarbonat.

9) Penghentian resusitasi dilakukan apabila telah dilakukan usaha resusitasi secara menyeluruh

dan adekuat.

C. Konsep Asuhan Keperawatan pada Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia Neonatorum

1. Pengkajian

Menurut Muscari (2005), Pengkajian keperawatan yang dilakukan pada bayi dengan asfiksia

neonatorum sebagai berikut :

a. Riwayat kesehatan

1) Dapatkan data-data yang mengambarkan gejala mencakup durasi, lokasi dan pencetusnya.

Gejala-gejala utama dapat meliputi :


a) Nafas pendek

b) Kesulitan bernafas

c) Kesulitan makan dan menghisap pada bayi

d) Kongesti nasal, pilek, dan bersin

e) Batuk

2) APGAR Score

Skor 0 1 2
A:
Tubuh kemerahan, Seluruh tubuh
Appearence Biru/Pucat
ekstremitas biru kemerahan
(warna kulit)
P : Pulse
Kurang dari 100 Lebih dari 100
(frekuensi Tidak ada
x/menit x/menit
jantung)
G : Grimace Gerakan
Tidak ada Sedikit gerakan
(reflek) kuat/melawan
A : Activity Ekstremitas dalam
Lumpuh Gerakan aktif
(tonus otot) fleksi sedikit
R:
Respiration Lambat, tidak Baik,menangis
Tidak ada
(usaha teratur kuat.
napas)

Keterangan :

 Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)

 Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)

 Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-10)

b. Pemeriksaan fisik

1) Tanda-tanda vital
a) Pantau suhu tubuh terhadap hipertermia dan hipotermia, yang dapat mengindikasikan adanya

infeksi.

b) Pantau frekuensi, kedalaman, dan kualitas pernafasan, Inspirasi yang memanjang dapat

menunjukan obstruksi jalan nafas bagian atas, ekspirasi yang memanjang dapat menunjukkan

gangguan obstruktif, seperti asma.

c) Pantau denyut jantung bayi.

2) Inspeksi

a) Amati kesadaran, tingkat aktivitas, dan tanda-tanda kelelahan. Kecemasaan dan gelisah

merupakan tanda awal gawat nafas. Amati posisi tubuh bayi. Catat tanda-tanda dehidrasi.

b) Amati perubahan warna kulit, terutama sianosis

c) Amati usaha tambahan dalam bernafas, catat adanya dispnea, stridor, mendengkur, pernafasan

cuping hidung, dan adanya serta keparahan retraksi intrakostal, suprasternal, sternal, dan

substernal.

d) Amati diameter dada anteroposterior yang memanjang dapat mengindikasikan udara

terperangkap dalam alveoli.

3) Perkusi

Lakukan perkusi terhadap adanya suara tumpul, suara tumpul dapat menunjukkan bahwa

cairan atau jaringan padat telah menggantikan udara.

4) Auskultasi

a) Catat kualitas suara nafas

b) Catat adanya suara paru tambahan (misalnya ronchi, ronchi basah dan kering).

c. Pemeriksaan diagnostik dan laboratorium


1) Analisa gas darah menggambarkan keadaan darah untuk mengetahui oksigenisasi darah dan

status asam basa.

2) Foto sinar-x dada merupakan tehnik pencitraan awal yang terbaik untuk mendeteksi

abnormalitas paru, mediastinal, dan struktur muskuluskeletal toraks.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Amin Huda Nurarif dan Hardhi Kusuma (2015), diagnosa keperawatan yang

sering muncul pada Bayi Baru lahir dengan Asfiksia Neonatorum :

a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan energi dan keletihan.

b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan retensi sekret dan mukus berlebih.

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi-ventilasi.

d. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan mekanisme pengaturan suhu

tubuh yang immatur.

e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan

mencerna nutrisi karena imaturitas.

f. Resiko cidera berhubungan dengan hipoksia jaringan.

3. Intervensi keperawatan
Tabel 1.4
Rencana NOC (Nursing Outcome NIC (Nursing Intervension
keperawat No. DIAGNOSA
Clasification) Clasification)
an 1. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan Intervensi mandiri
napas berhubungan tindakan keperawatan, a. Kaji frekuensi dan pola
dengan penurunan pola napas menjadi pernapasan, pehatikan
energi dan keletihan. efektif dengan kriteria adanya apnea dan
hasil : perubahan frekuensi jantung.
a. Suara nafas yang b. Isap jalan napas sesuai
bersih, tidak ada kebutuhan.
sianosis dan dyspneu. c. Posisikan bayi pada
b. Tanda-tanda vital dalam abdomen atau posisi
rentang normal. telentang dengan gulungan
c. Jalan nafas yang paten popok dibawah bahu untuk
(irama dan frekuensi menghasilkan hiperekstensi.
nafas normal). d. Tinjau ulang riwayat ibu
terhadap obat-obatan yang
dapat memperberat depresi
pernapasan pada bayi.

Intervensi kolaborasi
a. Pantau pemeriksaan
laboratorium (misalnya:
GDA, glukosa, serum,
elektrolit, kultur, dan kadar
obat) sesuai indikasi.
b. Berikan oksigen sesuai
indikasi.
c. Berikan obat-obatan sesuai
indikasi.
1) Natrium bikarbonat
2) Antibiotik
3) Aminopilin
2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Intervensi mandiri
bersihan jalan nafas tindakan keperawatan, a. Auskultasi bagian dada
berhubungan dengan bersihan jalan nafas anterior dan posterior untuk
retensi sekret dan menjadi efektif dengan mengetahui penurunan atau
mukus berlebih. kriteria hasil : ketiadaan ventilasi dan
a. Suara nafas yang adanya suara nafas
bersih, tidak ada tambahan.
sianosis dan dyspneu. b. Lakukan pengisapan jalan
b. Mampu mengidentifikasi nafas.
dan mencegah faktor c. Ajarkan keluarga tentang
yang dapat makna perubahan pada
menghambat jalan sputum, seperti warna,
nafas. karakter, jumlah, dan bau.
c. Jalan nafas yang paten d. Atur posisi pasien yang
(irama dan frekuensi memungkinkan untuk
nafas normal). pengembangan maksimal
rongga dada.
e. Pertahankan keadekuatan
hidrasi untuk mengencerkan
sekret.

Intervensi kolaborasi
a. Konsultasikan dengan dokter
tentang kebutuhan untuk
perkusi atau peralatan
pendukung.
b. Berikan udara / oksigen yang
telah dilembapkan.
3. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Intervensi mandiri
gas berhubungan tindakan keperawatan, a. Kaji suara paru ; frekuensi
dengan tidak terjadi gangguan napas, kedalaman, dan
ketidakseimbangan pertukaran gas dengan usaha napas.
perfusi-ventilasi. kriteria hasil : b. Pantau saturasi oksigen dan
a. Mendemonstrasikan hasil gas darah.
peningkatan ventilasi c. Obsevasi terhadap sianosis,
dan oksigenasi adekuat. terutama membran mukosa
b. Memelihara kebersihan mulut.
paru-paru dan bebas d. Jelaskan kepada keluarga
dari tanda distres alasan pemberian oksigen
pernafasan. dan tindakan lainnya.
c. Tanda-tanda vital dalam e. Atur posisi untuk
rentang normal. memaksimalkan potensial
d. Suara nafas yang bersih, ventilasi.
tidak ada sianosis dan
dyspneu. Intervensi kolaborasi
a. Berikan obat-obatan sesuai
indikasi.
1) Natrium bikarbonat
2) Antiaritmia
b. Pemeriksaan gas darah arteri
(GDA).
4. Risiko tinggi hipotermi Setelah dilakukan Intervensi mandiri
berhubungan dengan tindakan keperawatan, a. Kaji suhu dengan memeriksa
mekanisme suhu tubuh suhu rektal pada awalnya,
pengaturan suhu normal sesuai selanjutnya periksa suhu
tubuh yang immatur. perkembangannya aksila atau gunakan alat
dengan kriteria hasil : termostat dengan dasar
a. Suhu kulit normal terbuka dan penyebar
b. Suhu badan 36,5-37,5 C hangat.
c. TTV dalam batas normal b. Tempatkan bayi pada
d. Hidrasi adekuat. inkubator atau dalam
e. Bilirubin dalam batas keadaan hangat.
normal. c. Pantau sistem pengatur
suhu, penyebar hangat
(pertahankan batas atas
pada 98,6°F, bergantung
pada ukuran dan usia bayi).
d. Kaji haluaran dan berat jenis
urine.
e. Pantau penambahan berat
badan berturut-turut. Bila
penambahan berat badan
tidak adekuat, tingkatkan
suhu lingkungan sesuai
indikasi.
f. Perhatikan perkembangan
takikardia, warna
kemerahan, diaforesis,
letargi, apnea atau aktifitas
kejang.

Tindakan kolaborasi
a. Pantau pemeriksaan
laboratorium sesuai indikasi
(GDA, glukosa serum,
elektrolit dan kadar bilirubin)
b. Berikan obat-obat sesuai
dengan indikasi.
1) Fenobarbital
2) Natrium bikarbonat
5. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Intervensi mandiri
nutrisi kurang dari tindakan keperawatan a. Kaji maturitas refleks
kebutuhan tubuh nutrisi terpenuhi sesuai berkenaan dengan
berhubungan dengan kebutuhan dengan pemberian makan (misalnya
ketidakmampuan kriteria hasil : : mengisap, menelan, dan
mencerna nutrisi a. peningkatan berat batuk).
karena imaturitas. badan dalam kurva b. Auskultasi adanya bising
normal dengan usus, kaji status fisik dan
penambahan berat status pernapasan.
badan tetap, sedikitnya c. Kaji berat badan dengan
20-30 gram/hari. menimbang berat badan
b. Mampu mengidentifikasi setiap hari, kemudian
kebutuhan nutrisi dokumentasikan pada grafik
c. Tidak ada tanda-tanda pertumbuhan bayi.
malnutrisi. d. Pantau masukan dan dan
d. Tidak terjadi penurunan pengeluaran, hitung
berat badan yang konsumsi kalori dan elektrolit
berarti. setiap hari.
e. Kaji tingkat hidrasi,
perhatikan fontanel, turgor
kulit, berat jenis urine,
kondisi membran mukosa,
fruktuasi berat badan.
f. Kaji tanda-tanda
hipoglikemia; takipnea dan
pernapasan tidak teratur,
apnea, letargi, fruktuasi
suhu, dan diaphoresis.
Pemberian makan buruk,
gugup, menangis, nada
tinggi, gemetar, mata
terbalik, dan aktifitas kejang.
Intervensi kolaborasi
a. Pantau pemeriksaan
laboratorium sesuai indikasi
1) Glukasa serum
2) Nitrogen urea darah, kreatin,
osmolalitas serum/urine,
elektrolit urine
b. Berikan suplemen elektrolit
sesuai indikasi misalnya
kalsium glukonat 10%
6. Resiko cidera Setelah dilakukan Intervensi mandiri
berhubungan dengan tindakan keperawatan a. Identifikasi kebutuhan
hipoksia jaringan.
tidak terjadi cidera keamanan pasien, sesuai
dengan kriteria hasil : dengan kondisi fisik dan
a. Klien terbebas dari fungsi kognitif pasien dan
cidera. riwayat penyakit terdahulu
b. Keluarga mampu pasien.
menjelaskan cara untuk b. Menghindarkan dari
mencegah injury/cidera. lingkungan yang berbahaya.
c. Keluarga mampu c. Tinjau riwayat obstetrik
mengenali perubahan pasien untuk mendapatkan
status kesehatan. informasi terkait yang dapat
d. Menggunakan fasilitas mempengaruhi induksi,
kesehatan yang ada. seperti usia kehamilan, lama
persalinan sebelumnya, dan
kontraindikasi seperti
plasenta previa, insisi uterus
klasik, dan deformitas
struktur panggul.
d. Berikan materi edukasi yang
yang berhubungan dengan
strategi dan tindakan untuk
mencegah cidera.
e. Kaji tanda-tanda vital.

Intervensi kolaborasi :
a. Konsultasikan pada dokter
tentang perubahan-
perubahan kondisi pasien
yang terjadi.
4. Implementasi keperawatan

Impelementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan,

mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan

berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain.

Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan

bersama dokter atau petugas kesehatan lain.

5. Evaluasi

Merupakan hasil perkembangan bayi dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang

hendak dicapai.
D. Kerangka Teori

E.
Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana pengkajian bayi baru lahir dengan Asfiksia Neonatorum di ruang perinatologi

RSUD dr Drajat Prawiranegara Serang tahun 2016?

2. Bagaimana diagnosa keperawatan bayi baru lahir dengan Asfiksia Neonatorum di ruang

perinatologi RSUD dr Drajat Prawiranegara Serang tahun 2016?

3. Bagaimana rencana tindakan keperawatan bayi baru lahir dengan Asfiksia Neonatorum di ruang

perinatologi RSUD dr Drajat Prawiranegara Serang tahun 2016?

4. Bagaimana implementasi bayi baru lahir dengan Asfiksia Neonatorum di ruang perinatologi

RSUD dr Drajat Prawiranegara Serang tahun 2016?

5. Bagaimana hasil evaluasi asuhan keperawatan bayi baru lahir dengan Asfiksia Neonatorum

di ruang perinatologi RSUD dr Drajat Prawiranegara Serang tahun 2016?


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Desain penelitian adalah model atau metode yang digunakan peneliti untuk melakukan

suatu penelitian yang memberikan arah terhadap jalannya penelitian. Sesuai dengan tujuan

penelitian, maka jenis desain penelitian studi kasus, yaitu penelitian yang berfokus

menggambarkan dan memahami fenomena (konsep) (Dharma, 2011).

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif menggunakan pendekatan studi kasus. Peneliti

tertarik menggunakan pendekatan studi kasus karena studi kasus dapat menggambarkan

pelaksanaa asuhan keperawatan secara menyeluruh dan mendalam mulai dari pengkajian,

perumusan diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi, dan evaluasi.

B. Partisipan

Partisipan adalah orang yang ikut berperan serta dalam suatu kegiatan atau yang ikut

berperan didalam penelitian ini. Partisipan digunakan apabila subyek mewakili suatu kelompok

tertentu (Hermawanto, 2010).

Partisipan dalam penelitian ini adalah bayi dengan Asfiksia Neonatorum yang dirawat

diruang Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah dr Drajat Prawiranegara, dan memenuhi

kriteria inklusi sebagai berikut :

a. Terdiagnosa oleh dokter menderita Asfiksia Neonatorum

b. Bayi baru lahir 1-7 hari.

Pengambilan kasus dalam penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling.

Dengan menggunakan metode purposive sampling, diharapkan kriteria sampel yang diperoleh

benar-benar sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan. Purposive sampling adalah suatu

metode pemilihan sampel yang dilakukan berdasarkan maksud atau tujuan tertentu yang

ditentukan oleh peneliti (Dharma, 2011).


Jumlah partisipan yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu 2 orang bayi yang

mengalami asfiksia neonatorum. Pengambilan kasus dihentikan setelah saturasi data atau tidak

ditemukan lagi data yang baru.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian ini dilaksanakan diruang perinatologi RSUD dr Drajat Prawiranegara Serang

2. Waktu

Penelitian dilaksanakan selama 6 pada bulan Desember tahun 2015 s/d bulan Juni 2016

dengan pengambilan data penelitian dilakukan selama 1 minggu.

D. Metode Pengumpulan Data

Menurut Dharma (2011), metode pengumpulan data adalah cara yang digunakan peniliti

dalam mengumpulkan data penelitian.

Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti yaitu wawancara dengan ibu dan

keluarga bayi, observasi pada bayi, dilakukan selama 3 hari :

1. Metode Wawancara (indepth interview)

Metode ini digunakan untuk mendapatkan data secara mendalam dari keluarga bayi.

2. Metode observasi

Metode observasi adalah kegiatan yang dilakukan peneliti terhadap bayi dalam memilih kasus

yang akan diteliti.

3. Focus group discussion

Metode pengumpulan data melalui diskusi atau curah pendapat dalam kelompok kecil dengan

beberapa keluarga (orang tua) dari tiap bayi.

4. Metode dokumentasi

Untuk mendapatkan data sekunder tentang kasus yang sedang diteliti meliputi catatan medik

(medical record), catatan keperawatan atau bentuk dokumentasi lainnya.


E. Prosedur penelitian

1. Prosedur Administratif

a. Pengambilan surat izin penelitian dari Jurusan Keperawatan SEKOLAH TINGGI ILMU

KESEHATAN FALETEHAN

b. Perizinan penelitian dari Rumah Sakit Umum Daerah dr Drajat Prawiranegara.

2. Prosedur Tehnik

a.Mengenalkan diri dan menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian

b. Permintaan menjadi partisipan penelitian

c. Pemberitahuan persetujuan (Informed consent)

d.Pengumpulan data

e. Pengolahan data

f. Tahap penulisan laporan/penyusunan hasil penelitian.

F. Instrumen Penelitian

Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan instrumen yaitu lembar pengkajian dan

lembar observasi yang digunakan oleh institusi. Data yang diperoleh dari suatu pengukuran

kemudian di analisis dan dijadikan sebagai bukti (evidence) dari suatu penelitian.

G. Etika Penelitian

1. Prinsip manfaat

a. Bebas dari penderitaan

Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada subjek,

khususnya jika menggunakan tindakan khusus.

b. Bebas dari eklploitasi

Partisipasi subjek harus dihindarkan dari keadaan yang tidak menguntungkan.


c. Resiko

Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan resiko dan kuntungan yang mungkin terjadi

kepada subjek penelitian.

2. Prinsip menghargai hak asasi manusia

a. Hak untuk ikut/tidak menjadi responden

b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan

c. Inform consent

3. Prinsip keadilan

a. Hak untuk mendapatkan perilaku adil

b. Hak dijaga kerahasiannya

H. Analisa data

Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan dengan cara mengukur secara sistematis

pedoman pengkajian, selanjutnya memproses data dengan tahapan pengkajian, analisa data,

diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi.

I. Jadwal Penelitian

Tabel 1.5 Jadwal Penelitian


Bulan
No Kegiatan
Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
1. Konsultasi proposal
2. Perbaikan proposal
3. Seminar Proposal
4. Penelitian
5. Analisa data
6. Penyusunan hasil
7. Seminar hasil
BAB IV

LAPORAN KASUS

Pada bab ini penulis membahas proses asuhan keperawatan maternitas pada bayi

dengan asfiksia neonatorum yang dilakukan pada tanggal 24 Mei 2016 – 26 Mei 2016 dan 1

Juni 2016 – 3 Juni 2016 di ruang Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah dr Drajat

Prawiranegara. Prinsip dari pembahasan ini dengan memperhatikan teori proses keperawatan

yang terdiri dari tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan

evaluasi keperawatan.

A. Pengkajian
Tabel 1.6 Pengkajian pada bayi dengan Asfiksia Neonatorum

No. Teori Bayi Ny. D Bayi Ny. L


1. Data demografi
Ruang Perinatologi Perinatologi
Tanggal masuk RS 23 Mei 2016 1 Juni 2016
Tanggal Pengkajian 24 Mei 2016 1 Juni 2016
Diagnosa medis Asfiksia neonatorum Asfiksia neonatorum
Identitas klien :
Anak ke, 1 2
Umur, 2 hari 5 hari
Jenis kelamin, Laki-laki Perempuan
Berat badan, 1800 gram 3000 gram
Panjang badan, 46 cm 51 cm
Lingkar lengan, 8 cm 12 cm
Lingkar dada, 28 cm 32 cm
Lingkar perut, 27 cm 30 cm
Lingkar kepala, 30 cm 33 cm
Tempat/jam lahir. RSUD dr Drajat Puskesmas Sungai duri, 27 Mei
Prawiranegara Serang , 23 2016
Mei 2016
2. Keluhan utama Lahir dengan ibunya ada Lahir dengan sunsang bayi letak
Respirasi lebih dari 60 x riwayat eklampsia, berat kaki, berat badan 3000 gram,
setelah 5 menit, DJJ lebih dari badan 1800 gram, warna warna kulit ikterik, menangis
100 x/menit atau kurang dari kulit kemerahan, tidak lemah, bayi tampak kesulitan
100 x/menit tidak teratur, menangis, lemah, reflek bernafas, , reflek hisap baik
Takipnu (pernafasan cepat), hisap kurang, APGAR Score APGAR Score 4/6, RR =
warna kulit ikterik, reflek hisap 4/7, RR = 42 x/menit, N = 30x/menit, N = 146 x/menit, T =
buruk, tidak menangis, APGAR 130 x/menit, T = 36,6 C. 37,0 C.
Score kurang dari 9, berat
badan tidak dalam batas
normal, dan ada faktor
pencetus baik dari ibu maupun
bayi.
Pembahasan :
Bayi Ny. D mengalami asfiksia karena ibunya ada riwayat eklampsia, dan bayi Ny. L mengalami
asfiksia karena lahir dengan sunsang.
Karena suplai oksigen kurang ke seluruh tubuh sehingga bayi pun lemah kadang tidak menagis
dan reflek hisapnya buruk dan warna kulit ikterik.
3. Riwayat persalinan
Jenis persalinan Sectio caesarea Spontan
Usia kehamilan Preterm 32 minggu Aterm 38 minggu
Anak ke 1 2
Lama persalinan Kala I : 12 jam Kala I : 12 jam, Kala II : 5 menit,
Kala III : 10 menit
Warna air ketuban Putih keruh Putih keruh
Bayi lahir 30 detik Tidak menangis Menangis lemah
Resusitasi Rangsangan dada, Dilakukan pembersihan jalan
rangsang taktil, dilakukan nafas.
Inisiasi menyusui dini (IMD pembersihan jalan nafas.
Tidak dilakukan Dilakukan
Karena bayi tampak lemah
dan reflek hisap kurang.
Pembahasan :
Usia kehamilan akan mempengaruhi kondisi bayi, bayi yang lahir preterm dan posterm akan lebih
besar kemungkinan untuk terjadinya asfiksia dibandingkan dengan bayi yang lahir aterm karena
kondisi bayi yang lahir aterm sudah lebih sempurna.
Jenis persalinan spontan lebih kecil resiko terjadi asfiksia dibandingkan sectio caesarea, karena
biasanya persalinan dengan sectio caesera dilakukan karena kondisi yang tidak normal pada bayi
atau ibu sehingga harus dilakukan sectio caesarea. Dan pada Ny. D ini kandungan baru praterm
32 minggu dan dia juga ada riwayat eklampsia sehingga dilakukanlah sectio caesarea.
Ibu yang sudah pernah hamil dan melahirkan lebih banyak pengetahuannya tentang kehamilan
dibandingkan ibu yang baru hamil pertama, salah satunya didapat dari pengalaman. Bayi yang
tidak menangis dan menangis lemah adalah salah satu tanda bayi mengalami asfiksia.
4. APGAR Score
a. 1 menit
Appearance 1 0
Pulse 1 1
Grimace 1 1
Activity 1 1
Respiratory 0 1
Total 4 4
b. 5 menit
Appearance 1 0
Pulse 2 2
Grimace 1 2
Activity 1 1
Respiratory 2 1
Total 7 6

Keterangan :
 Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)
 Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)
 Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-9)
5. Riwayat kehamilan
a. Antenatal care Ibu bayi jarang Ibu bayi melakukan pemeriksaan
memeriksakan kehamilan hanya sekali dengan
kandungannya, hanya 3 kali bidan.
b. Keluhan ibu melakukan pemeriksaan
dengan bidan. Pada trimester I sering mual dan
Pada trimester I sering mual muntah di pagi hari. Pada
c. Kebiasaan waktu hamil dan muntah di pagi hari. trimester II dan III tidak
Pada trimester II dan III merasakan keluhan-keluhan.
tidak merasakan keluhan- Jarang makan sayuran dan
keluhan. buah, sering makan daging.
Sewaktu hamil sering Tidak ada mengkonsumsi obat-
makan sayuran tapi jarang obatan, jamu, rokok dan
makan buah-buahan dan penyulit kehamilannya adalah
lebih sering makan daging. letak kaki pada janin.
Tidak ada mengkonsumsi
obat-obatan, jamu, rokok,
dan penyulit kehamilannya
adalah ada riwayat
preeklampsi eklampsia.
Pembahasan :
Ibu yang sering melakukan pemeriksaan akan lebih tahu tendang kondisi kandungannya dan
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Ny. D sudah memeriksakan kandungannya karena
dia ada riwayat eklampsia yang dapat menyebabkan bayinya mengalami asfiksia sehingga bidan
setempat menyarankan dia untuk melakukan operasi caesera. Sedangkan Ny. L tidak pernah
memeriksakan kandungannya sehingga dia tidak tahun tahu ternyata bayinya letak sunsang yang
dapat memicu terjadinya asfiksia.
Kebiasaan yang buruk pada ibu bisa mengakibatkan ganguan pada kandungannya salah satunya
asfiksia, misalnya ibu yang mempunyai kebiasaan merokok, sering mengkonsumsi obat-obatan,
jamu dan minuman keras.
6. Riwayat kesehatan ibu Ada riwayat darah tinggi dan Tidak ada menderita penyakit
Ibu menderita penyakit yang eklampsia, dan baru menular maupun menurun.
dapat menyebabkan terjadinya pertama kali mengalami
asfiksia misalnya darah tinggi, operasi SC pada kehamilan
diabetes mellitus, anemia, pertamanya ini.
preklampsia-eklampsia.
Pembahasan :
Ny. D menderita penyakit hipertensi dan eklampsia sehingga resiko terjadinya asfiksia sangat
besar, sedangkan Ny. L tidak ada menderita penyakit yang dapat menyebabkan asfiksia.

7. Pola kebutuhan sehari-hari


a. Nutrisi Ada diberikan air susu Ada diberikan air susu
pertama /colostrum, bayi pertama/colostrum, bayi sulit
sulit mendapatkan ASI mendapat ASI karena reflek
karena reflek hisapnya hisapnya belum sempurna dan
belum sempurna. Bayi ibunya di rawat di rumah. Bayi
puasa (untuk menghindari diberi ASI sebanyak 10 cc per 2
aspirasi) pada beberapa jam.
jam setelah lahir, setelah 12
b. Eliminasi
jam bayi sudah boleh di beri
ASI sebanyak 2,5-5 cc per 2 Bayi sudah BAB sebanyak 1 kali
jam melalui selang OGT. dihari pertama, feses berwarna
Bayi sudah BAB sebanyak 1 hitam dengan konsistensi kental,
c. Oksigenasi kali dihari pertama, feses BAK 3 kali dihari kelima.
berwarna hitam dengan
konsistensi encer, BAK 2 Bayi membutuhkan bantuan
kali dihari pertama. untuk bernafas dengan
Bayi membutuhkan bantuan pemasangan oksigen nasal
untuk bernafas dengan kanul 3 liter.
pemasangan oksigen nasal
kanul 3 liter.
8. Pemeriksaan fisik head to
toe Lemah, bayi menangis Baik, bayi menangis lemah
Keadaan umum lemah RR : 76 x/menit, N = 149
TTV RR : 70 x/menit, N : 140 x/menit, T = 37,8C
Kulit x/menit, T : 36,4 C Ikterik
Lanugo Normal, merah muda Tidak ada
Vernik caseosa Ada Tidak ada
Tidak ada
a. Kepala Normal, bersih, rambut tampak
Normal, Bersih, rambut tipis, warna rambut hitam.
b. Mata tampak tebal, warna rambut Normal, skelera tidak ikterik,
hitam. konjungtiva tidak anemis,
c. Hidung Normal, skelera tidak ikterik, palpebra tidak edema,
konjungtiva tidak anemis, Normal, bentuk simetris,
d. Mulut palpebra tidak edema. terpasang O2 nasal kanul.
e. Leher Normal, bentuk simetris, Normal, lidah bersih, bibir
f. Dada terpasang O2 nasal kanul. tampak kebiruan.
Normal, lidah bersih. Normal, arteri karotis teraba.
g. Abdomen Normal, arteri karotis teraba. Bentuk normal, bunyi nafas
Bentuk normal, bunyi nafas vesikuler, bunyi jantung normal.
vesikuler, bunyi jantung Bentuk normal, auskultasi
normal. abdomen bising usus ada 3
Bentuk normal, auskultasi x/menit, perkusi abdomen perut
abdomen bising usus ada 2 tidak kembung, tali pusat tampak
h. Genetalia x/menit, perkusi abdomen sudah mulai mengering tidak
perut tidak kembung, tali ada tanda-tanda infeksi.
pusat masih basah dan tidak Jenis kelamin perempuan,
i. Ekstremitas ada tanda-tanda infeksi. vagina normal, labia mayora dan
labia minora sudah menutup.
Jenis kelamin laki-laki Jumlah jari tangan dan jari kaki
bentuk penis normal, lengkap.
skrotum ada, testis sudah
turun, anus ada.

Jumlah jari tangan dan jari


kaki lengkap.
9. Pemeriksaan antropometri
 Berat badan (2400-3500 1800 gram 3000 gram
gram) 46 cm 51 cm
 Panjang badan (45-50 cm) 8 cm 12 cm
 Lingkar lengan (11-15 cm) 28 cm 32 cm
 Lingkar dada (30-33 cm) 27 cm 30 cm
 Lingkar perut (31-35 cm) 30 cm 33 cm
 Lingkar kepala (33-35 cm)
10. Pemeriksaan refleks
 Refleks rooting (bila pipi bayi Ada Ada
disentuh dia akan menoleh
kearah yang disentuh).
 Refleks sucking (reflek hisap) Lemah Lemah
 Refleks grasp (reflek Negatif Ada
menggenggam) Ada Ada
 Refleks morro (bila bayi
terkejut tangan direntangkan) Negatif Lemah
 Refleks babinski (menyentuh
telapak kaki bayi)
Reflek hisap bayi buruk ataupun lemah karena kedua bayi mengalami asfiksia. Karena reflek
hisap yang buruk bisa berpengaruh pada kebutuhan cairan nutrisi bayi.
11. Pemeriksaan laboratorium
 Hemoglobin (15,0-24,6) g/dl 16,8 g/dl 20,0 g/dl
 Leukosit (9400-34000) /ul 19700 /ul 24.200 /ul
 Trombosit L (217000-497000) 133000 /ul 115000 /ul
/ul, P (229.000-553000) /ul
 Hematokrit (50-82) % 47,9 % 53,9 %
 Eritrosit (4,0-6,8) 10/ul 4,45 10/ul 5,48 10/ul
Pembahasan :
Bayi yang mengalami asfiksia biasanya kadar hemoglobinnya tidak normal karena suplai oksigen
oleh darah yang kurang, sedangkan pada kedua bayi kadar hemoglobinnya masih dalam batasan
normal.
12. Pengobatan  Terapi prifilaksis diberikan Terapi prifilaksis diberikan (Salf
(Salf mata 1 %, Vitamin K, mata 1 %, Vitamin K, Imunisasi
Imunisasi hepatitis) hepatitis)
 O2 nasal canul 3 liter  IVFD D5 10 8 tpm (umbilikal)
 IVFD D5 ¼ NS 10 tpm  O2 nasal canul 3 liter
(umbilikal)  Injeksi cinam 2x300 mg
 Injeksi gentamisin 1x15 mg  Injeksi gentamisin 1x15 mg
 Injeksi ampicilin 2x100  Injeksi dexametason 3x0,3 mg
gram  Injeksi ranitidin 2x3 mg
 Injeksi aminophilin 3x6 mg
 Injeksi meropenem 3x120 mg
 Injeksi amikasin 1x45 mg

Tabel 1.7 Analisa data bayi dengan Asfiksia Neonatorum

No Bayi Ny. D Bayi Ny. L


. Analisa Etiologi Masalah Analisa Etiologi Masalah
Data Data
1. DS : - Asfiksia Ketidakefektifan DS : - Asfiksia Ketidakefektifan
DO : pola nafas. DO : pola nafas.
 Bayi Preterm 32  Bayi Penurunan
lahir tidak minggu menangis ekspansi paru
menangis lemah
 APGAR Organ imatur  RR = 76 Janin
Score 4/7 (belum dapat x/menit, kekurangan O2
 Dilakuka bekerja N = 149 dan kadar CO2
n operasi maksimal) x/menit meningkat
sectio  Terpasa
caesarea Nafas cepat ng O2 3L Napas cepat
 Bayi nasal
prematur Ketidakefektifan canul
preterm pola nafas.  Bayi
32 tampak Ketidakefektifan
minggu ikterik pola nafas
 RR = 70  APGAR
x/menit, Score 4/6
N = 140
x/menit
 Terpasa
ng O2 3L
nasal
canul
2. DS : - Asfiksia Nutrisi kurang DO : - Asfiksia Ketidakefektifan
DO : dari kebutuhan DS : bersihan jalan
 Refleks Imaturitas tubuh.  Bayi nafas.
hisap lahir
lemah Reflek hisap dengan
 Bayi lemah / belum kondisi Eksudat di
mengala sempurna sunsang alveoli
mi  RR = 76
kesulitan Nutrisi kurang x/menit, Ketidakefektifan
menelan dari kebutuhan N = 149 bersihan jalan
 Bayi tubuh. x/menit nafas
terpasan  Ada
g OGT sekret
 Bayi keluar
terpasan dari
g IVFD hidung
D5 ¼ NS  APGAR
10 tpm Score 4/6
(umbilikal  Terpasa
) ng IVFD
D5 10 8
tpm
(umbilikal
 Bayi
tampak
kesulitan
saat
bernafas
3. DS : - Asfiksia Ketidakseimban DS : - Asfiksia Ketidakseimban
DO : gan suhu tubuh DO : gan suhu tubuh
 Bayi di Pusat pengatur  Bayi di Pusat pengatur
rawat di suhu rawat di suhu
inkubator hipotalamus inkubator hipotalamus
 Kulit belum bekerja  T = 37,8 belum bekerja
kadang maksimal. C maksimal.
teraba  Lapisan
dingin lemak Jaringan lemak
kadang bayi subkutan lebih
teraba Jaringan lemak masih tipis
panas. subkutan lebih tipis
 T = 36,4 tipis  Bayi Terpaparnya
C tampak dengan suhu
 Lapisan Terpaparnya ikterik luar
lemak dengan suhu  Pusat
bayi luar pengatur Kegagalan
masih suhu mempertahanka
tipis hipotalam n suhu tubuh
 Bayi us belum
dibedong bekerja
 Pusat Kegagalan maksimal
pengatur mempertahanka . Ketidakseimban
suhu n suhu tubuh gan suhu tubuh
hipotalam
us belum
bekerja
maksimal Ketidakseimban
. gan suhu tubuh

B. Diagnosa Keperawatan
Tabel 1.8 Diagnosa keperawatan pada bayi dengan Asfiksia Neonatorum

Bayi Ny. D Bayi Ny. L


Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan organ imatur. 1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan 2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan eksudat
ketidakmampuan mencerna nutrisi karena imaturitas. di alveoli.
. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan 3. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan fluktua
mekanisme pengaturan suhu tubuh yang immatur. suhu lingkungan.
Pembahasan :
Pada diagnosa pertama kedua bayi mempunyai masalah keperawatan yang sama yaitu ketidakefektifan pola nafas. Bsyi Ny. D disebabkan
oleh bayi ini yang lahir preterm 32 minggu sehingga organ pernafasannya masih immatur. Sedangakan bayi Ny. L disebabkan oleh terlalu
lama di jalan lahir pada saat persalinan karena lahir dengan sunsang letak kaki sehingga terdapat eksudat di alveoli.
Pada diagnosa kedua terdapat perbedaan, bayi Ny. D dengan masalah keperawatan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh karena bayi ini lah
prematur dan berat badan kurang dari normal yaitu dibawah 2500 gram karena bayi lahir preterm 32 minggu. Sedangkan bayi Ny. L dengan
masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas karena bayi ini ada keluar sekret dari hidung dan mulutnya sehingga
mengganggu jalan nafas.
Pada diagnosa ketiga masalah keperawatan yang muncul pada kedua bayi sama yaitu tentang resiko ketidakseimbangan suhu tubuh
berhubungan dengan mekanisne pengaturan suhu tubuh yang immatur dan fluktuasi suhu lingkungan.

C. Intervensi Keperawatan
Tabel 1.9 Intervensi keperawatan pada bayi dengan Asfiksia Neonatorum

o. Bayi Ny. D Bayi Ny. L


1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan organ Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi.
imatur. NOC (Nursing Outcome Clasification) :
NOC (Nursing Outcome Clasification) : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pola
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, napas menjadi efektif dengan kriteria hasil =
pola napas menjadi efektif dengan kriteria hasil = a. Suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu.
a. Suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu. b. Tanda-tanda vital dalam rentang normal.
b. Tanda-tanda vital dalam rentang normal. c. Jalan nafas yang paten (irama dan frekuensi nafas normal).
c. Jalan nafas yang paten (irama dan frekuensi nafas normal). NIC (Nursing Intervension Clasification) :
NIC (Nursing Intervension Clasification) : a. Kaji frekuensi dan pola pernapasan, pehatikan adanya apnea dan
a. Kaji frekuensi dan pola pernapasan, pehatikan adanya apnea perubahan frekuensi jantung.
dan perubahan frekuensi jantung. b. Isap jalan napas sesuai kebutuhan.
b. Isap jalan napas sesuai kebutuhan. c. Posisikan bayi pada abdomen atau posisi telentang dengan gulunga
c. Posisikan bayi pada abdomen atau posisi telentang dengan popok dibawah bahu untuk menghasilkan hiperekstensi.
gulungan popok dibawah bahu untuk menghasilkan d. Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat-obatan yang dapat
hiperekstensi. memperberat depresi pernapasan pada bayi.
d. Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat-obatan yang dapat e. Pantau pemeriksaan laboratorium (misalnya: GDA, glukosa, serum,
memperberat depresi pernapasan pada bayi. elektrolit, kultur, dan kadar obat) sesuai indikasi.
e. Pantau pemeriksaan laboratorium (misalnya: GDA, glukosa, f. Berikan oksigen sesuai indikasi.
serum, elektrolit, kultur, dan kadar obat) sesuai indikasi. g. Berikan obat-obatan sesuai indikasi.
f. Berikan oksigen sesuai indikasi. 1) Natrium bikarbonat
g. Berikan obat-obatan sesuai indikasi. 2) Antibiotik
1) Natrium bikarbonat 3) Aminopilin
2) Antibiotik
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan eksuda
ketidakmampuan mencerna nutrisi karena imaturitas. di alveoli.
NOC (Nursing Outcome Clasification) : NOC (Nursing Outcome Clasification) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, bersihan
masalah ketidakefektifan pemberian ASI teratasi dengan jalan nafas menjadi efektif dengan kriteria hasil =
kriteria hasil = a. Suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu.
a. Refleks menghisap dan menelan kuat b. Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat
b. Peningkatan berat badan dalam kurva normal dengan menghambat jalan nafas.
penambahan berat badan tetap, sedikitnya 20-30 gram/hari. c. Jalan nafas yang paten (irama dan frekuensi nafas normal).
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi NIC (Nursing Intervension Clasification) :
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi. a. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui
e. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti. penurunan atau ketiadaan ventilasi dan adanya suara nafas
NIC (Nursing Intervension Clasification) : tambahan.
a. Kaji maturitas refleks berkenaan dengan pemberian makan b. Lakukan pengisapan jalan nafas.
(misalnya : mengisap, menelan, dan batuk). c. Ajarkan keluarga tentang makna perubahan pada sputum, seperti
b. Berikan ASI/PASI warna, karakter, jumlah, dan bau.
c. Auskultasi adanya bising usus, kaji status fisik dan status d. Atur posisi pasien yang memungkinkan untuk pengembangan
pernapasan. maksimal rongga dada.
d. Kaji berat badan dengan menimbang berat badan setiap hari, e. Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk mengencerkan sekret.
kemudian dokumentasikan pada grafik pertumbuhan bayi. f. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi atau
e. Pantau masukan dan dan pengeluaran, hitung konsumsi kalori peralatan pendukung.
dan elektrolit setiap hari. g. Berikan udara / oksigen yang telah dilembapkan.
f. Kaji tingkat hidrasi, perhatikan fontanel, turgor kulit, berat jenis
urine, kondisi membran mukosa, fruktuasi berat badan.
g. Kaji tanda-tanda hipoglikemia; takipnea dan pernapasan tidak
teratur, apnea, letargi, fruktuasi suhu, dan diaphoresis.
Pemberian makan buruk, gugup, menangis, nada tinggi,
gemetar, mata terbalik, dan aktifitas kejang.
f. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi
g. Berikan suplemen elektrolit sesuai indikasi misalnya kalsium
glukonat 10%
3. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan
mekanisme pengaturan suhu tubuh yang immatur. fluktuasi suhu lingkungan.
NOC (Nursing Outcome Clasification) : NOC (Nursing Outcome Clasification) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, suhu
suhu tubuh normal sesuai perkembangannya dengan kriteria tubuh normal sesuai perkembangannya dengan kriteria hasil =
hasil = a. Suhu kulit normal
a. Suhu kulit normal b. Suhu badan 36,5-37,5 C
b. Suhu badan 36,5-37,5 C c. TTV dalam batas normal
c. TTV dalam batas normal d. Hidrasi adekuat.
d. Hidrasi adekuat. e. Bilirubin dalam batas normal.
e. Bilirubin dalam batas normal. NIC (Nursing Intervension Clasification) :
NIC (Nursing Intervension Clasification) : a. Kaji suhu dengan memeriksa suhu rektal pada awalnya, selanjutnya
a. Kaji suhu dengan memeriksa suhu rektal pada awalnya, periksa suhu aksila atau gunakan alat termostat dengan dasar
selanjutnya periksa suhu aksila atau gunakan alat termostat terbuka dan penyebar hangat.
dengan dasar terbuka dan penyebar hangat. b. Tempatkan bayi pada inkubator atau dalam keadaan hangat.
b. Tempatkan bayi pada inkubator atau dalam keadaan hangat. c. Pantau sistem pengatur suhu, penyebar hangat (pertahankan batas
c. Pantau sistem pengatur suhu, penyebar hangat (pertahankan atas pada 98,6°F, bergantung pada ukuran dan usia bayi).
batas atas pada 98,6°F, bergantung pada ukuran dan usia d. Kaji haluaran dan berat jenis urine.
bayi). e. Pantau penambahan berat badan berturut-turut. Bila penambahan
d. Kaji haluaran dan berat jenis urine. berat badan tidak adekuat, tingkatkan suhu lingkungan sesuai
e. Pantau penambahan berat badan berturut-turut. Bila indikasi.
penambahan berat badan tidak adekuat, tingkatkan suhu f. Perhatikan perkembangan takikardia, warna kemerahan, diaforesis,
lingkungan sesuai indikasi. letargi, apnea atau aktifitas kejang.
f. Perhatikan perkembangan takikardia, warna kemerahan, g. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi (GDA, glukosa
diaforesis, letargi, apnea atau aktifitas kejang. serum, elektrolit dan kadar bilirubin)
g. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi (GDA, h. Berikan obat-obat sesuai dengan indikasi.
glukosa serum, elektrolit dan kadar bilirubin) 1) Fenobarbital
h. Berikan obat-obat sesuai dengan indikasi. 2) Natrium bikarbonat
1) Fenobarbital
2) Natrium bikarbonat

D. Implementasi Keperawatan
Tabel 1.10 Implementasi keperawatan pada bayi dengan Asfiksia Neonatorum

No. Bayi Ny. D Bayi Ny. L


1. 24 Mei 2016 1 Juni 2016
 Mengkaji suara paru, frekuensi napas, kedalaman, dan usaha  Mengobservasi pernafasan, nadi, dan suhu bayi.
napas. R/ RR = 76 x/menit, N = 149 x/menit, T = 37,8 C.
R/ RR = 70 x/menit, bayi tampak kesulitan bernafas, tidak ada  Mengatur kepala bayi lebih tinggi
suara nafas tambahan, nafas dangkal. R/ bayi tampak merasa nyaman.
 Mengkaji APGAR Score  Memberikan bantuan O2 3L nasal canul
R/ APGAR Score 4/7 R/ kesulitan bernafas berkurang
 Memantau saturasi oksigen.  Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
R/ SpO2 89% R/
 Melakukan tindakan resusitasi 30:2 dan rangsangan taktil Injeksi meropenem 3x120 mg
R/ bayi mulai menangis Injeksi amikasin 1x45 mg
 Mengobservasi terhadap sianosis, terutama membran mukosa Injeksi aminophilin 3x6 mg
mulut.
R/ tidak ada sinosis, mukosa mulut tampak kering.
 Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi parenteral
R/
Injeksi gentamisin 1x15 mg
Injeksi ampicilin 2x100 gram
2. 24 Mei 2016 1 Juni 2016
 Mengkaji maturitas refleks berkenaan dengan pemberian  Mengobservasi pernafasan, nadi, dan suhu bayi.
makan misalnya mengisap. R/ RR = 76 x/menit, N = 149 x/menit, T = 37,8 C
R/ refleks hisap buruk.  Mengauskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk
 Mengauskultasi adanya bising usus mengetahui penurunan atau ketiadaan ventilasi dan adanya suara
R/ bising usus ada, 4 x/menit. nafas tambahan.
 Mengkaji berat badan dengan menimbang berat badan setiap R/ tidak ada suara nafas tambahan
hari.  Memantau sekret apakah ada yang keluar dan membersihkannya
R/ BB = 1800 gram jika ada yang keluar.
 Memantau masukan dan dan pengeluaran. R/ ada sekret keluar dari hidung dan mulut bayi 2-3 cc berwarna
R/ bayi terpasang infus IVFD D5 ¼ NS 10 tpm, bayi BAK 2 x dan putih bening.
BAB 1 x warna hitam mekonium.  Memberikan ASI jika tidak ada lagi sekret yang keluar.
 Mengkaji turgor kulit, kondisi membran mukosa. R/ ASI yang di berikan 10 cc/2 jam di habis kan bayi
R/ turgor kulit baik, membran mukosa tampak kering.  Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
 Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan elektrolit R/
intravena. Injeksi meropenem 3x120 mg
R/ IVFD D5 ¼ NS 10 tpm (umbilikal) Injeksi aminophilin 3x6 mg
3. 24 Mei 2016 1 Juni 2016
 Mengobservasi pernafasan, nadi, dan suhu bayi.  Mengobservasi pernafasan, nadi, dan suhu bayi.
R/ RR = 70 x/menit, N = 140 x/menit, T = 36, 4 C. R/ RR = 76 x/menit, N = 149 x/menit, T = 37,8 C.
 Mempertahankan bayi pada suhu inkubator  Mempertahankan bayi pada suhu inkubator
R/ bayi tampak rewel R/ bayi tampak rewel
 Mengganti segera popok yang basah  Mengganti segera popok yang basah
R/ bayi tidak rewel lagi ketika sudah diganti. R/ bayi tidak rewel lagi ketika sudah diganti.
 Mengompres hangat bayi pada kening, dada dan ketiak  Mengompres hangat bayi pada kening, dada dan ketiak
R/ bayi tampak tenang R/ bayi tampak tenang
 Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi.  Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi.
R/ pemberian PCT 2 tetes (2cc) R/ pemberian PCT 2 tetes (2cc)
1. 25 Mei 2016 2 Juni 2016
 Mengkaji suara paru, frekuensi napas, kedalaman, dan usaha  Mengobservasi pernafasan, nadi, dan suhu bayi.
napas. R/ RR = 70 x/menit, N = 138 x/menit, T = 36,8 C
R/ RR = 58 x/menit, kesulitan bernafas tampak berkurang, tidak  Mengkaji pernafasan bayi
ada suara nafas tambahan, nafas dangkal. R/ tidak ada suara nafas tambahan.
 Memantau saturasi oksigen.  Memberikan bantuan O2 3L nasal canul
R/ SpO2 94%, sesak berkurang. R/ bayi masih tampak sesak.
 Mengobservasi terhadap sianosis.  Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
R/ ada sinosis, R/
 Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi parenteral Injeksi meropenem 3x120 mg
R/ Injeksi amikasin 1x45 mg
Injeksi gentamisin 1x15 mg Injeksi aminophilin 3x6 mg
Injeksi ampicilin 2x100 gram
2. 25 Mei 2016 2 Juni 2016
 Mengkaji maturitas refleks berkenaan dengan pemberian  Mengobservasi pernafasan, nadi, dan suhu bayi.
makan misalnya mengisap. R/ RR = 70 x/menit, N = 138 x/menit, T = 36,8 C
R/ refleks hisap mulai membaik.  Memantau sekret apakah ada yang keluar dan membersihkannya
 Mengauskultasi adanya bising usus jika ada yang keluar.
R/ bising usus ada, 5 x/menit R/ sekret yang keluar kurang dari 2 cc
 Mengkaji berat badan dengan menimbang berat badan setiap  Memberikan ASI jika tidak ada lagi sekret yang keluar.
hari. R/ ASI yang di berikan 10 cc/2 jam di habis kan bayi.
R/ BB = 1800 gram  Mengatur posisi pasien yang memungkinkan untuk pengembanga
 Memantau masukan dan dan pengeluaran. maksimal rongga dada.
R/ bayi sudah diberi ASI 10 cc/2 jam, bayi BAK 4 x dan BAB 1 x. R/ bayi masih tampak sesak
 Mengkaji tingkat hidrasi, turgor kulit, kondisi membran mukosa.  Mengauskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk
RR/ turgor kulit baik, membran mukosa tampak kering. mengetahui penurunan atau ketiadaan ventilasi dan adanya suara
 Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan elektrolit nafas tambahan.
intravena. R/ tidak ada suara nafas tambahan
R/ IVFD D5 ¼ NS 10 tpm (umbilikal)  Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
R/
Injeksi meropenem 3x120 mg
Injeksi aminophilin 3x6 mg
3. 25 Mei 2016 2 Juni 2016
 Mengobservasi pernafasan, nadi, dan suhu bayi.  Mengobservasi pernafasan, nadi, dan suhu bayi.
R/ RR = 58 x/menit, N = 126 x/menit, T = 36,3 C. R/ RR = 70 x/menit, N = 138 x/menit, T = 36,8 C.
 Mempertahankan bayi pada suhu inkubator  Mempertahankan bayi pada suhu inkubator
R/ bayi tidak rewel R/ bayi tidak rewel
 Mengganti segera popok yang basah  Mengganti segera popok yang basah
R/ bayi tampak nyaman R/ bayi tampak nyaman
 Mengompres hangat bayi pada kening, dada dan ketiak
R/ bayi tampak tenang
 Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi.
 R/ pemberian PCT 2 tetes (2cc)
1. 26 Mei 2016 3 Juni 2016
 Mengkaji suara paru ; frekuensi napas, kedalaman, dan usaha  Mengobservasi pernafasan, nadi, dan suhu bayi.
napas. R/ RR = 62 x/menit, N = 140 x/menit, T = 37,6 C
R/ RR = 50 x/menit, bayi tampak nyaman, tidak ada suara nafas  Mengkaji pernafasan bayi
tambahan, nafas dangkal.. R/ tidak ada suara nafas tambahan, sesak berkurang, bayi
 Memantau saturasi oksigen. terpasang oksigen.
R/ SpO2 97%, bayi tidak sesak.  Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
 Mengobservasi terhadap sianosis. R/
R/ tidak ada sinosis Injeksi meropenem 3x120 mg
 Mengajarkan kepada ibu bayi tentang perawatan bayi yang baik Injeksi amikasin 1x45 mg
dan benar. Injeksi aminophilin 3x6 mg
R/ ibu bayi tampak mengerti.
 Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi parenteral
R/
Injeksi gentamisin 1x15 mg
Injeksi ampicilin 2x100 gram
2. 26 Mei 2016 3 Juni 2016
 Mengkaji maturitas refleks berkenaan dengan pemberian  Mengobservasi pernafasan, nadi, dan suhu bayi.
makan misalnya mengisap. R/ RR = 62 x/menit, N = 140 x/menit, T = 37,6 C
R/ refleks hisap baik.  Memantau sekret apakah ada yang keluar dan membersihkannya
 Mengauskultasi adanya bising usus jika ada yang keluar.
R/ bising usus ada, 5 x/menit R/ tidak ada sekret
 Mengkaji berat badan dengan menimbang berat badan setiap  Memberikan ASI jika tidak ada lagi sekret yang keluar.
hari. R/ ASI yang di berikan 10 cc/2 jam di habis kan bayi.
R/ BB = 1810 gram  Mengauskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk
 Memantau masukan dan dan pengeluaran. mengetahui penurunan atau ketiadaan ventilasi dan adanya suara
R/ bayi sudah diberi ASI 10 cc/2 jam, bayi BAK 3 x dan BAB 2 x. nafas tambahan.
 Mengkaji tingkat hidrasi, turgor kulit, kondisi membran mukosa. R/ tidak ada suara nafas tambahan
RR/ turgor kulit baik, membran mukosa tampak lembab.  Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
 Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan elektrolit R/
intravena. Injeksi meropenem 3x120 mg
R/ IVFD D5 ¼ NS 10 tpm (umbilikal) Injeksi aminophilin 3x6 mg
3. 26 Mei 2016 3 Juni 2016
 Mengobservasi pernafasan, nadi, dan suhu bayi.  Mengobservasi pernafasan, nadi, dan suhu bayi.
R/ RR = 50 x/menit, N = 120 x/menit, T = 36,9 C. R/ RR = 62 x/menit, N = 140 x/menit, T = 37,6 C.
 Mempertahankan bayi pada suhu inkubator  Mempertahankan bayi pada suhu inkubator
R/ bayi tampak nyaman R/ bayi tampak nyaman
 Mengganti segera popok yang basah dan membedong bayi.  mengompres hangat bayi pada kening, dada dan ketiak
R/ bayi tampak nyaman R/ bayi tampak tenang
 Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian PCT 2 tetes (2cc)
R/ suhu tubuh bayi turun jadi 36,5 C

E. Evaluasi Keperawatan
Tabel 1.11 Evaluasi keperawatan pada bayi dengan Asfiksia Neonatorum

No. Bayi Ny. D Bayi Ny. L


1. 24 Mei 2016 1 Juni 2016
S:- S:-
O: O:
 Sesak berkurang  Bayi tampak kesulitan bernafas
 SpO2 89%  Bayi menangis lemah
 Bayi lahir tidak menangis  RR = 76 x/menit
 APGAR Score 4/7  Terpasang O2 3L nasal canul
 RR = 70 x/menit, N = 140 x/menit A : Masalah belum teratasi
 Terpasang O2 3L nasal canul P : Intervensi dilanjutkan
 Tidak ada sianosis  Observasi pernafasan, nadi, dan suhu bayi.
A : Masalah belum  Berikan bantuan O2 3L nasal canul.
teratasi  Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi.
P : Intervensi dilanjutkan
 Kaji suara paru ; frekuensi napas, kedalaman, dan usaha
napas.
 Pantau saturasi oksigen dan hasil gas darah.
 Atur posisi untuk memaksimalkan potensial ventilasi.
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi parenteral.
2. 24 Mei 2016 1 Juni 2016
S:- S:-
O: O:
 Refleks hisap buruk  Ada sekret yang keluar dari hidung bayi 2-3 cc berwarna putih
 Bayi mengalami kesulitan menelan bening.
 Bayi terpasang OGT  RR = 76 x/menit, N = 149 x/menit
 Turgor kulit baik, membran mukosa tampak kering.  Refleks hisap masih kurang
 BB = 1800 gram  Terpasang O2 3L nasal canul
 Bayi terpasang IVFD D5 ¼ NS 10 tpm (umbilikal)  Tidak ada suara nafas tambahan
 Bising usus ada, 4 x/menit A : Masalah belum teratasi
A : Masalah belum P : Intervensi dilanjutkan
teratasi  Observasi pernafasan, nadi, dan suhu bayi setiap satu jam sekali
P : Intervensi dilanjutkan  Pantau sekret apakah ada yang keluar dan membersihkannya jika
 Kaji maturitas refleks berkenaan dengan pemberian makan ada yang keluar.
misalnya mengisap.  Berikan ASI jika tidak ada lagi sekret yang keluar.
 Auskultasi adanya bising usus  Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi.
 Kaji berat badan dengan menimbang berat badan setiap hari.
 Pantau masukan dan dan pengeluaran.
 Kaji tingkat hidrasi, turgor kulit, kondisi membran mukosa.
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan elektrolit
intravena.
3. 24 Mei 2016 1 Juni 2016
S:- S:-
O: O:
 Suhu tubuh bayi 36,4 C.  Suhu tubuh bayi 37,8 C.
 Bayi tampak rewel,  Bayi tampak rewel,
 Bayi tidak sianosis  Bayi tampak ikterik
A : Masalah belum teratasi A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan P : Intervensi dilanjutkan
 Observasi pernafasan, nadi, dan suhu bayi.  Observasi pernafasan, nadi, dan suhu bayi.
 Pertahankan bayi pada suhu inkubator  Pertahankan bayi pada suhu inkubator
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi.  Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi.
1. 25 Mei 2016 2 Juni 2016
S:- S:-
O: O:
 Sesak berkurang  Tidak ada suara nafas tambahan
 SpO2 94%  Bayi masih menangis lemah
 Bayi menagis lemah  RR = 70 x/menit
 RR = 58 x/menit, N = 126 x/menit  Terpasang O2 3L nasal canul
 Terpasang O2 3L nasal canul A : Masalah belum teratasi
 Ada sianosis P : Intervensi dilanjutkan
A : Masalah teratasi  Observasi pernafasan, nadi, dan suhu bayi.
sebagian  Berikan bantuan O2 3L nasal canul.
P : Intervensi dilanjutkan  Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
 Kaji suara paru ; frekuensi napas, kedalaman, dan usaha  Kaji pernafasan bayi.
napas.
 Pantau saturasi oksigen dan hasil gas darah.
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi parenteral
2. 25 Mei 2016 2 Juni 2016
S:- S:-
O: O:
 Refleks hisap mulai membaik  Ada sekret yang keluar dari hidung bayi kurang dari 2 cc berwarna
 Bayi terpasang OGT putih bening.
 Bayi diberi ASI 10 cc/2 jam  RR = 70 x/menit, N = 138 x/menit
 Turgor kulit baik, membran mukosa tampak kering.  Refleks hisap mulai membaik
 BB = 1800 gram  Terpasang O2 3L nasal canul
 Bayi terpasang IVFD D5 ¼ NS 10 tpm (umbilikal)  Tidak ada suara nafas tambahan
 Bising usus ada, 5 x/menit A : Masalah teratasi
A : Masalah belum sebagian
teratasi P : Intervensi dilanjutkan
P : Intervensi dilanjutkan  Observasi pernafasan, nadi, dan suhu bayi setiap satu jam sekali
 Kaji maturitas refleks berkenaan dengan pemberian makan  Pantau sekret apakah ada yang keluar dan membersihkannya jika
misalnya mengisap. ada yang keluar.
 Auskultasi adanya bising usus  Berikan ASI jika tidak ada lagi sekret yang keluar.
 Kaji berat badan dengan menimbang berat badan setiap hari.  Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui
 Pantau masukan dan dan pengeluaran. penurunan atau ketiadaan ventilasi dan adanya suara nafas
 Kaji tingkat hidrasi, turgor kulit, kondisi membran mukosa. tambahan.
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan elektrolit  Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi.
intravena.
3. 25 Mei 2016 2 Juni 2016
S:- S:-
O: O:
 Suhu tubuh bayi 36,3 C.  Suhu tubuh bayi 36,8 C.
 Bayi tampak rewel,  Bayi tampak rewel,
 Bayi tampak nyaman  Bayi tampak nyaman
 Bayi tampak sianosis  Ikterik berkurang
A : Masalah teratasi sebagian A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan P : Intervensi dilanjutkan
 Observasi pernafasan, nadi, dan suhu bayi.  Observasi pernafasan, nadi, dan suhu bayi.
 Pertahankan bayi pada suhu inkubator  Pertahankan bayi pada suhu inkubator
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi.
1. 26 Mei 2016 3 Juni 2016
S:- S:-
O: O:
 Bayi tidak sesak  Tidak ada suara nafas tambahan
 SpO2 97%  Bayi masih menangis lemah
 Bayi menagis lemah  RR = 70 x/menit
 RR = 50 x/menit, N = 120 x/menit  Terpasang O2
 Tidak terpasang O2  Sesak berkurang
 Tidak ada sianosis A : Masalah teratasi
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dihentikan P : Intervensi dihentikan
2. 26 Mei 2016 3 Juni 2016
S:- S:-
O: O:
 Refleks hisap baik  Tidak ada sekret
 OGT bayi dilepas.  RR = 62 x/menit, N = 140 x/menit
 Bayi diberi ASI 10 cc/2 jam  Refleks hisap baik
 Turgor kulit baik, membran mukosa tampak lembab.  Tidak terpasang oksigen
 BB = 1810 gram  Tidak ada suara nafas tambahan
 Bayi terpasang IVFD D5 ¼ NS 10 tpm (umbilikal) A : Masalah teratasi
 Bising usus ada, 5 x/menit P : Intervensi dihentikan
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi dihentikan
3. 26 Mei 2016 3 Juni 2016
S:- S:-
O: O:
 Suhu tubuh bayi 36,9 C.  Suhu tubuh bayi 36,5 C setelah dikompres dan pemberian PCT
 Bayi tidak rewel  Bayi tidak rewel dan tampak nyaman.
 Bayi tampak nyaman.  Bayi tidak ikterik
 Bayi tidak sianosis A : Masalah teratasi
A : Masalah teratasi P : Intervensi dihentikan
P : Intervensi dihentikan

BAB V

PEMBAHASAN

Bab ini penulis membahas tentang kesenjangan yang dijumpai antara tinjauan teoritis

yang terdapat pada bab II dengan tinjauan kasus pada bab IV, untuk mendapatkan

pembahasan yang sistematis maka penulis membahas langkah-langkah proses perawatan

yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

A. Pengkajian Keperawatan

Bayi Ny. D terdiagnosa asfiksia disebabkan oleh riwayat eklampsia pada ibu yang

dikarenakan ibu jarang periksa ke sarana kesehatan terdekat dan tidak mengatur pola diet dan

bayi yang lahir preterm menyebabkan bayi ini lahir dengan berat badan kurang dari normal

(2500-3500 gram). Sedangkan bayi Ny. L disebabkan oleh bayi lahir sunsang letak kaki yang
dikarenakan ibu tidak pernah periksa ke sarana kesehatan tentang keadaan kandungannya

sehingga pada saat persalinan terjadi kesulitan dan membutuhkan waktu yang lama.

Karena penyebab yang berbeda pada kedua bayi sehingga tanda dan gejala yang

ditemukan sedikit berbeda. Pada bayi Ny. D berat badan 1800 garam (tidak normal) sedangkan

bayi Ny. L berat badan 3000 gram (normal). Dan karena bayi Ny. D yang lahir preterm 32

minggu sedangkan bayi Ny. L lahir aterm 38 minggu sehingga organ-organ tubuh bayi Ny. L

sudah dapat lebih baik dari pada bayi Ny. D. Karena bayi mengalami kesulitan bernafas

sehingga suplai oksigen cuma sedikit ke seluruh tubuh sehingga bayi pun lemah kadang tidak

menagis dan reflek hisapnya buruk dan warna kulit ikterik.

B. Diagnosa Keperawatan

Perumusan diagnosa keperawatan berdasarkan tinjauan teoritis pada perdarahan post

partum menurut Huda dan Hardhi dalam NANDA NIC-NOC (2015) dan perbandingan

antarai bayi Ny. D dan bayi Ny. L.

1. Diagnosa keperawatan bayi Ny. D

a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan organ imatur.

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi

karena imaturitas.

c. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan mekanisme pengaturan suhu

tubuh yang immatur.

2. Diagnosa keperawatan bayi Ny. L

a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hipervntilasi

b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan eksudat di alveoli.

c. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan fluktuasi suhu lingkungan.

Pada diagnosa pertama kedua bayi mempunyai masalah keperawatan yang sama yaitu

ketidakefektifan pola nafas. Bsyi Ny. D disebabkan oleh bayi ini yang lahir preterm 32 minggu

sehingga organ pernafasannya masih immatur. Sedangakan bayi Ny. L disebabkan oleh terlalu
lama di jalan lahir pada saat persalinan karena lahir dengan sunsang letak kaki sehingga

terdapat eksudat di alveoli.

Pada diagnosa kedua terdapat perbedaan, bayi Ny. D dengan masalah keperawatan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh karena bayi ini lahir prematur dan berat badan kurang dari

normal yaitu dibawah 2500 gram karena bayi lahir preterm 32 minggu. Sedangkan bayi Ny. L

dengan masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas karena bayi ini ada keluar

sekret dari hidung dan mulutnya sehingga mengganggu jalan nafas.

Pada diagnosa ketiga masalah keperawatan yang muncul pada kedua bayi sama yaitu

tentang resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan mekanisne pengaturan

suhu tubuh yang immatur dan fluktuasi suhu lingkungan.

C. Intervensi Keperawatan

Menurut Huda dan Hardhi dalam NANDA NIC-NOC (2013), perencanaan asuhan

keperawatan disesuaikan dengan masalah yang dialami oleh pasien dan prioritas masalahnya

sehingga kebutuhan pasien dapat terpenuhi sesuai perencanaan yang tersusun pada tinjauan

teoritis.

Akan tetapi tidak semua perencanaan tinjauan teoritis diterapkan pada tinjauan kasus,

dikarenakan oleh faktor pengetahuan penulis yang masih terbatas, serta ada sedikit

penambahan sesuai intervensi yang diberikan pihak rumah sakit. Walaupun demikian intervensi

yang telah dibuat penulis masih sesuai dengan intervensi teoritis.

Dalam hal ini perencanaan tindakan keperawatan pada bayi Ny. D dan bayi Ny. L terdapat

sedikit perbedaan itu dikarenakan masalah yang terjadi antara kedua klien tersebut berbeda.

D. Implementasi Keperawatan

Implementasi pada bayi Ny. D dilaksanakan mulai tanggal 24 Mei 2016 sampai tanggal 26

Mei 2016 dan bayi Ny. L dilaksanakan pada tanggal 1 Juni 2016 sampai 3 Juni 2016 yang telah

terlampir di bab IV, peneliti melakukan pengkajian keperawatan dan menentukan diagnosa

keperawatan serta rencana keperawatan sekaligus memberikan implementasi. Pelaksanaan


tindakan keperawatan ini diberikan sesuai dengan rencana tindakan yang telah disusun,

dimana tindakan keperawatan memenuhi klien sehingga tujuan keperawatan dapat tercapai

dengan baik. Semua intervensi yang direncanakan dapat diimplementasikan semua. Hal ini

terlaksana karena adanya kerjasama yang baik antara klien, keluarga klien, perawat ruangan

dan tim medis lainnya.

E. Evaluasi eperawatan

Penilaian hasil akhir terhadap tindakan yang telah di implementasikan dapat mengatasi

masalah atau mengurangi keluhan yang dialami pasien. Evaluasi yang dilakukan selama dalam

perawatan bayi Ny. D dan bayi Ny. L adalah tidak semua masalah teratasi.

Setelah dilakukan implementasi 3 hari, terdapat hasil yang berbeda dari kedua bayi,

masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas pada bayi Ny. D masalah teratasi sedangkan

pada bayi Ny. L masalah teratasi sebagian. Berarti ada beberapa faktor yang mempengaruhi

hasil implementasi seperti, kondisi bayi itu sendiri. Bayi Ny. L kondisinya lebih berat dari pada

bayi Ny. D karena bayi Ny. L tampak lebih kesulitan bernafas kadang-kadang sampai tidak

bersuara ketika menangis sehingga dibutuhkan penanganan yang lebih lama.

Dengan diagnosa yang berbeda dan hasil implementasi yang berbeda juga. Bayi Ny. D

dengan diagnosa nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh masalahnya teratasi sebagian, karena

masih memerlukan asupan nutrisi yang seimbang ketika dirumah. sedangkan bayi Ny. L

dengan diagnosa ketidakefektifan kebersihan jalan nafas masalahnya teratasi karena tidak ada

lagi sekret yang keluar dari hidung dan mulut bayi.

Pada diagnosa resiko ketidakseimbangan suhu tubuh masalah teratasi pada kedua bayi.

Walaupun pada awalnya ada perbedaan dengan kondisi bayi, bayi Ny. D mengalami hipotermi

dan bayi Ny. L mengalami hipertermi. Tetapi setelah dilakukan implementasi yang hampir sama

masalah kedua bayi ini teratasi.


BAB VI

PENUTUP

Berdasarkan tujuan dan analisa data yang telah ditetapkan, dan hasil penelitian yang

diperoleh, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan metode kualitatif studi kasus dengan teknik pengambilan sampel yang digunakan

adalah purposive sampling dengan kedua cara diatas maka peneliti dapat memperoleh hasil

penelitian tentang “Asuhan Keperawatan Maternitas pada Bayi dengan Asfiksia Neonatorum di

Ruang Perinatologi RSUD dr Drajat Prawiranegara Serang ”. Dengan kriteria inklusi sebagai

berikut:

a. Terdiagnosa oleh dokter menderita Asfiksia Neonatorum

b. Bayi baru lahir 1-7 hari.

Penelitian ini dilakukan dari tanggal 24 Mei 2016 sampai tanggal 26 Mei 2016 dan tanggal

1 Juni 2016 sampai 3 Juni 2016, maka dapatlah ditarik kesimpulan dan saran sebagai

pemasukan untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan tentang pelaksanaan asuhan keperawatan maternitas

pada bayi dengan asfiksia neonatorum dan upaya menangani masalah keperawatan yang

dialami klien adalah sebagai berikut:

1. Pengkajian yang dilakukan terhadap bayi Ny. D dan bayi Ny. L telah sesuai dengan tinjauan

teoritis.

2. Diagnosa yang diangkat pada kasus bayi Ny. D yaitu :, Ketidakefektifan pola napas

berhubungan dengan organ imatur, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakmampuan mencerna nutrisi karena imaturitas, resiko ketidakseimbangan suhu tubuh

berhubungan dengan mekanisme pengaturan suhu tubuh yang immatur. Diagnosa yang
diangkat pada kasus bayi Ny. D yaitu : Ketidakefektifan pola napas berhubungan

denganm hiperventilasi, ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan eksudat di

alveoli, resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan fluktuasi suhu lingkungan.

3. Perencanaan disusun berdasarkan prioritas masalah yang timbul pada bayi Ny. D dan bayi Ny.

L. Perencanaan asuhan keperawatan pada pasien ditetapkan berdasarkan perencanaan pada

diagnosa yang telah dirumuskan pada tinjauan teoritis. Akan tetapi tidak semua perencanaan

tinjauan teoritis diterapkan pada tinjauan kasus, dikarenakan oleh faktor pengetahuan penulis

yang masih terbatas serta ada sedikit penambahan sesuai intervensi yang diberikan pihak

rumah sakit. Walaupun demikian intervensi yang telah dibuat penulis masih sesuai dengan

intervensi teoritis.

4. Pelaksanaan tindakan keperawatan pada bayi Ny. D dan bayi Ny. L dengan Asfiksia

Neonatorum dilaksanakan sesuai dengan perencanaan asuhan keperawatan kondisi klien.

Kerjasama dengan keluarga klien, fasilitas pendukung dan program medis dokter yang merawat

serta kebijakan rumah sakit yang berlaku di RSUD dr Drajat Prawiranegara Serang dengan

tetap memperhatikan beberapa aspek yaitu mengarah pada tujuan yang ingin dicapai dan

melibatkan kerjasama yang baik dengan keluarga klien, dan tim kesehatan yang lainnya.

5. Evaluasi dilaksanakan untuk menilai sejauh mana keberhasilan implementasi yang telah

dilaksanakan. Adapun evaluasi yang didapatkan pada bayi Ny. D dan bayi Ny. L dengan

Asfiksia Neonatorum adalah : Pada bayi Ny. D dan bayi Ny. L dua diagnosa teratasi dan satu

diagnosa teratasi sebagian.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai

berikut :

1. Bagi RSUD dr Drajat Prawiranegara Serang

Untuk selalu memberikan informasi dan penyuluhan kesehatan khususnya tentang

penyebab dan pencegahan bayi lahir dengan asfiksia neonatorum. Penyuluhan kesehatan
bukan hanya menjelaskan tentang Asfiksia Neonatorum tetapi mengarah kepada bagaiman

perawatan mandiri sehingga mereka dapat mengaplikasikan ke lingkungan mereka.

2. Bagi Jurusan Keperawatan Singkawang

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya yang

berhubungan dengan asfiksia neonatorum.

3. Bagi Ibu

a. Ibu mengetahui cara perawatan mandiri yang tepat pada bayi yang lahir dengan asfiksia

neonatorum.

b. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan

dan dimulai sejak umur kehamilan muda.

Anda mungkin juga menyukai