PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam setiap diri manusia pasti mempunyai rasa keyakinan (agama) akan suatu hal atau
beberapa hal. Hal itu merupakan buah dari satu kepercayaan dalam diri individu manusia itu
sendiri. Dengan adanya keyakinan, manusia akan merasa bahwa dirinya telah percaya adanya
sesuatu yang akan membuat dirinya untuk mencapai tujuan tertentu. Orang hidup itu harus
memiliki pegangan atau dalam arti keyakinan hidup. Tanpa memiliki keyakinan orang tidak
memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan. Ketika individu manusia mengalami hal yang di
yakini sulit. Dia akan merasa bahwa tidak ada lagi cara untuk mengatasinya. Rasa itu adalah
gairah manusia dalam kesulitan. Manusia akan berpikir untuk memohon bantuan kepada yang
dianggapnya dan diyakini bisa membantu dalam keadaan tersebut. Dalam hal ini, manusia
akan meminta pertolongan kepada yang di yakininya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Dimana
kita tahu jika ita telah meyakini adanya tuhan maka kita akan berpikir bahwa apapun yng
terjadi didunia ini atas kehendak-Nya. Dengan kata lain jika kita memiliki keyakinan atas
adanya Tuhan yang berkuasa atas diri kita dan semesta alam maka kita tidak boleh ragu akan
segala ketentuan-Nya.
Apapun yang terjadi di dunia ini memang atas kehendaknya, karena jika Dia tidak
berkehendak maka sesuatu itu tidak akan terjadi.
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk
berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri
manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri
makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah,
karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya
tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat
instinktif atau implusif (seperti berzina, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau
menggunakan narkoba dan main judi).Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti
pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan,
yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah
terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai
manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri
(self control) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis dapat merumuskan beberapa
rumusan masalah antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan keyakinan dan kepercayaan?
2. Bagaimana cara Manusia Merealisasikan Perintah dari Keyakinannya (Pencipta-Nya)?
3. Apa saja faktor-faktor pembentuk kepercayaan?
4. Mengapa keyakinan perlu diwujudkan dalam kehidupan manusia?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penulis dapat merumuskan beberapa tujuan
penulisan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian keyakinan dan kepercayaan.
2. Untuk mengetahui cara Manusia Merealisasikan Perintah dari Keyakinannya.
3. Untuk mengetahui contoh keyakinan dalam kehidupan.
4. Untuk mengetahui macam-macam keyakinan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Keyakinan.
Menurut kamus Ensiklopedia Umum Bahasa Indonesia “Keyakinan” adalah suatu sikap yang
ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah
mencapai kebenaran. Karena keyakinan merupakan suatu sikap, maka keyakinan seseorang
tidak selalu benar -- atau, keyakinan semata bukanlah jaminan kebenaran. Contoh: Pada suatu
masa, manusia pernah meyakini bahwa bumi merupakan pusat tata surya, belakangan
disadari bahwa keyakinan itu keliru
Keyakinan adalah jaminan yang kita miliki di orang lain. Hal ini bisa menjadi teman kita,
pengusaha dan karyawan dan lain-lain. Ini adalah keyakinan bahwa mereka dapat melakukan
sesuatu atau yang lain reliabilitas yang kita miliki pada seseorang. Misalnya, delegasi sebuah
proyek khusus ke salah satu karyawan dan majikan.
Keyakinan yang menjadi dasar pandangan hidup manusia adalah sebuah pemikiran yang
mendasar dan mendalam terhadap suatu hal yang kemudian di anut untuk menjadi pedoman
hidup mereka. Keyakinan itu sendiri berasal dari akal atau kekuasaan tuhan. Sebuah akal
yang berfikir tentang pedoman yang di anut merupakan pemberian Allah yang kemudian di
implementasikan di kehidupan nyata. Keyakinan / kepercayaan itu sendiri nantinya akan
membentuk sebuah filsafat.
Manusia terdiri atas dimensi fisik dan non-fisik yang bersifat potensial.Dimensi non-fisik ini
terdiri atas berbagai domain rohaniah yang saling berkaitan, yaitu jiwa (psyche), fikiran
(ratio), dan rasa (sense). Yang dimaksud rasa di sini adalah kesadaran manusia akan
kepatutan(sense of ethic), keindahan (sense of aesthetic), dan kebertuhanan (sense of theistic).
Rasa kebertuhanan (sense of theistic) adalah perasaan pada diri seseorang yang menimbulkan
keyakinan akan adanya sesuatu yang Mahakuasa di luar dirinya (transendence) yang
menentukan segala nasib yang ada. Perasaan ini mendorongnya pada keyakinan akan adanya
Tuhan atau sesuatu yang perlu dipertuhankan yang menentukan segala gerak kehidupan di
alam ini.
Keyakinan akan adanya Tuhan dicapai oleh manusia melalui tiga pendekatan, yaitu :
1. Material experience of humanity; argumen membuktikan adanya Tuhan melalui
kajian terhadap fenomena alam semesta.
2. Inner experience of humanity, argumen membuktikan adanya Tuhan melalui
kesadaran batiniah dirinya.
3. Spiritual experience of humanity, argumen membuktikan Tuhan didasarkan pada
wahyu yang diturunkan oleh Tuhan melalui utusan-Nya.
Keyakinan akan adanya Tuhan ini menimbulkan suatu kecenderungan pada manusia untuk
berhubungan dengan-Nya dan kerinduan untuk mendapatkan perlindungan dan bantuan-Nya.
Oleh karena itu, manusia membutuhkan sarana untuk menyabarkan kecenderungan dan
kerinduan ini.Dalam hal ini, agama merupakan sarana yang paling representatif untuk
kepentingan ini. Dalam menyalurkan dan mengembangkan fitrah keberagamaan ini, manusia
secara individual mengadopsi salah satu agama yang telah terlembagakan, baik melalui
proses pewarisan orang tua atau pilihan sendiri secara sadar. Meskipun demikian, ada juga
segolongan manusia yang membunuh fitrah keagamaan ini dengan menolak segala ajaran
agama dan menafikan adanya Tuhan.
1. Macam-macam Keyakinan (agama) yang Diyakini Oleh Manusia
Secara garis besar agama dibedakan menjadi dua, yaitu ;
a) Agama Samawi atau Arrat yang kita kenal sebagai agama TUHAN, agama ini
diberikan oleh tuhan kepada hamba-NYA yang disampaikan melalui sang pembawa
pesan “wahyu” yang kita kenal dengan sebutan ”MALAIKAT” kepada utusannya
atau yang dikatakan sebagai RASUL.
b) Agama Kebudayaan atau Culture Religion, yaitu agama yang aturan mainnya dibuat
oleh kita “manusia” melalui cipta, karya dan karsa atau budi pekerti dengan tujuan
sama, yaitu pengakuan dan kepasrahan terhadap Zat yang memiliki kekuatan tunggal
pengatur semesta raya ini. Dengan kata lain, agama yang dihasilkan dari prosesi hidup
dan olah bathin si manusiannya dan hingga kini diturunkan secara genetis pada
generasi- generasi berikutnya dan mungkin termasuk kita.
Pada dasarnya semua agama itu baik dan dengan tujuan yang baik pula, yaitu penyerahan
diri atas keagungan sang tunggal sebagai radja diatas segala radja penguasa alam semesta
yang menguasai semesta beserta ciptaan-Nya tanpa adanya kelemahan dalam diri-Nya.
Begitu pula tentang konsep dasar sebuah keyakinan adalah pengakuan atas sebuah Hak
yang Khalik yang diyakini sebagai pencipta alam semesta ini beserta isinya lengkap dengan
kita “manusia dalam batasan seorang hamba”. Dan atas hal inilah, maka terlahir suatu dogma
– dogma atau doktrin – doktrin yang terlahir dan memang harus dilahirkan tentang sebuah
agama yang dapat dijadikan aturan main serta landasan dalam beragama, seperti adanya hari
akhir dan pembalasan, dimana pada hari itu semua manusia dikumpulkan dalam satu titik
untuk mempertanggung jawabkan segala perbuatannya selama hidup. Adanya hal – hal baik
yang digambarkan dengan alam kenikmatan tanpa batas atau bahkan sebaliknya, danya
makna tentang teori sebab dan akibat yang dibalut dengan nama dosa dan pahala, makna
sebuah kesucian dan ritualisasi yang dijalani hingga pengaplikasian tentang konsep
ketuhanan.
Keterbatasan yaang dimiliki manusia yang terbelenggu dalam bentuk panca indera untuk
menjangkau hal yang bersifat irrasional dan tak terdefinisikan inilah yang akhirnya harus
mengakui adanya Tuhan atau adanya sebuah kekuatan ghaib serta unsur magis yang
mempengaruhinya. Sebagai contoh, dahulu, jika terjadi letusan gunung, maka penduduk yang
tinggal disekitar gunung menganggap gunung yang memberinya kesejahteraan sedang murka
atau marah pada penduduk sekitar sehingga dilakukannya persembahan kepada gunung
tersebut dengan tujuan gunung tersebut setelah dikramatkan atau disucikan akan memberi
berkah kepada penduduk yang tinggan disekitarnya. Atau bahkan pada laut, pohon tua yang
besar dan lain sebagainya. Pada dasarnya hal tersebut dilakukan karena apa yang dialami
penduduk sekita gunung memiliki keterbatasan pemikiran dan belum adanya teknologi yang
memadai untuk meneliti faktor penyebab terjadinya letusan gunung tersebut. Tetapi kini
dengan adanya teknologi yang canggih, maka faktor yang menyebabkan terjadinya letusan
gunung dapat diteliti hingga gejala – gejala gunung tersebut akan meletus. Tetapi hal yang
sudah menjadi sebuah ritualisasi yang telah dilakukan sejak lama tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan masyarakat kita kini. Karena dengan adanya teknologi yang canggih pun tetap
tidak dapat mengidentifikasi adanya unsur ghaib yang dapat menggambarkan tentang konsep
tuhan. Yah lagi – lagi karena keterbatasan yang dimilki oleh manusia atau mungkin karena
Tuhan tidak ingin ada seorang pun yang dapat menebak teka – teki silang yang digulirkan
pada hamba-Nya didunia ini.
Keterbatasan yang dimiliki kita “partikel kecil yang mewarnai semesta” inilah yang
mendorong lahirnya sebuah keyakinan hingga kini lengkap dengan doktrin serta aturan main
atas tauhidiyah, moralitas atau hubungan terhadap sesama, hukum akhir yang tak pernah kita
ketahui atau mungkin dengan konsep tauhid tingkat tinggi disebut dengan keikhlasan dan
kepasrahan tanpa batas. Yah itulah yang sering disebut – sebut dalam sebuah mimbar diskusi
keagamaan dan ceramah umum yang diberikan.
Adanya pengakuan terhadap ke-Esa-an Tuhan dengan dasar agar memperoleh keselamatan
dalam hidup, penyerahan diri atas kelemahan yang kita miliki, menjaga keseimbangan antara
nafsu, ambisi melalui proses ritualisasi tersendiri serta adanya hukum sebab – akibat yang
selalu didendangkan oleh para pendahulu dan orang tua kita bahkan mungkin oleh kita nanti
pada anak – cucu kita secara tidak langsung kita pun telah menelurkan konsep sebuah
keyakinan lengkap dengan doktrin dan dogma yang kita anut dengan tujuan agar anak – cucu
kita mengikuti jejak derap langkah kaki kita dalam berkeyakinan. Tanpa adanya sebuah
paksaan dan dengan keikhlasan yang terpaksa sertra tanpa adanya sebuah pertanyaan kecil
yang dapat mengelitik tenlinga orang tua dari seorang anak mengapa kita harus menganut
sebuah agama A atau agama B. Karena manusia memiliki nalar yang terasah secara alami
tentang konsep sebuah agama da keyakinan, yaitu jika kita bertanya hal seperti itu nanti dapat
membuat murka orang tua dan berdosa.
a. Agama-Agama Besar
Di antara sekian banyak agama yang ada di permukaan bumi, ada beberapa agama yang
dianggap besar karena banyak penganutnya dan ajaran-ajarannya sistematis, yaitu: Agama
Kristen, Agama Katolik, Agama Islam, Agama Hindu, Agama Budha, Agama Kong Hu Chu,
Agama Shinto, Agama Yahudi, Agama Zoroaster, dll. Di antara agama-agama tersebut ada
yang bersifat kebangsaan (nasional) dan ada yang bersifat mendunia (mondial). Yang bersifat
kebangsaan adalah agama yang identik dengan suatu bangsa atau ras tertentu dan bangsa
penganutnya mengklaim bahwa agama tersebut sebagai miliknya saja, sedangkan bangsa atau
ras lain tidak harus menjadi pengikut dan penganutnya, seperti Yahudi bagi bangsa Yahudi
dan Hindu bagi bangsa India atau Kong Hu Chu bagi bangsa Cina, Shinto bagi orang Jepang.
Sedangkan agama mondial adalah agama yang mengklaim sebagai agama untuk seluruh
bangsa.Oleh karena itu, ajaran-ajarannya disebarkan kepada seluruh bangsa di dunia.Agama
sejenis ini disebut agama mesianis, seperti agama Islam, agama Kristen dan Budha.
b. Islam Sebagai Agama Fitrah
Allah berfirman dalam QS. Ar- Rum ayat 30 :
Artinya :
"Maka hadapkanlah arah hidupmu secara lurus pada ajaran agama ini (Islam).Agama yang
selaras dengan fitrah manusia yang telah ditetapkan padanya sejak awal penciptaan". (Ar-
Rum/30: 30).
Islam adalah sistem ajaran ketuhanan yang berasal dari Allah Swt. diturunkan kepada ummat
manusia dengan wahyu melalui perantaraan Nabi Muhammad saw. Sebagai agama yang
datang dari Tuhan yang menciptakan manusia sudah tentu ajaran Islam akan selaras dengan
fitrah kejadian manusia. Fitrah dalam arti pembawaan asal manusia secara umum sejak
kelahiran (bahkan sejak awal penciptaan) dengan segala karakteristiknya yang masih bersifat
potensial atau masih berupa kekuatan tersembunyi yang masih perlu dikembangkan dan
diarahkan oleh ihtiar manusia baik fitrah yang berkaitan dengan dimensi fisik atau non fisik,
yaitu akal, nafsu, perasaan dan kesadaran (qalb), dan ruh.
Berbicara masalah keselarasan ajaran Islam dengan fitnah kemanusiaan tidak berarti bahwa
ajaran Islam selalu mewadahi dan mengakomodasi kecenderungan-kecenderungan yang
dibawa oleh sifat dari setiap unsur fitrah tersebut.Hal ini karena setiap unsur dari fitrah
memiliki karakter dan kecenderungan yang berbeda (kearah yang positif, negatif atau
netral).Oleh karena itu, Islam mengarahkan fitrah-fitrah ini kepada hal-hal yang konstruktif
bagi kehidupan manusia, baik individual ataupun komunal tanpa membunuh potensi yang
dimiliki oleh setiap jenis fitrah tersebut. Dengan arahan ajaran Islam, fitrah kemanusiaan
akan membawa manusia ke arah kebaikan baik bagi dirinya atau yang lainnya, baik kebaikan
personal atau kebaikan komunal.
Sebagai misal, akal sebagai instrumen untuk berfikir sangat penting dan menentukan bagi
hidup manusia tetapi dalam mengembangkan kemampuan akal manusia memiliki
kecenderungan malas dan kurang minat.Oleh karena itu, ajaran Islam mendorong manusia
agar mau berfikir dan mengembangkan kemampuannya serta mengaktifkannya sehingga
terus hidup dan terus bekerja.Meskipun demikian, akal manusia memiliki sifat liar tak
terkendali.Ajaran Islam membimbing manusia ke arah mana manusia harus berfikir.
Nafsu adalah unsur pendorong gerak pada manusia sehingga manusia menjadi dinamis, tanpa
nafsu hidup manusia akan statis. Tapi bersamaan dengan itu, nafsu memiliki potensi
membawa manusia pada akibat buruk bagi kehidupan apabiia tidak dikendalikan.Oleh karena
itu, ajaran Islam mengendalikan arah perkembangan nafsu ini tanpa membunuhnya, dan
dalam batas tertentu mengeremnya agar tidak menjerumuskan manusia pada kebinasaan.
1. Mengenal.
Sebelum seseorang meyakini sesuatu pastilah ia harus mengenal apa yang ia lihat
tersebut. Mengenal merupakan langkah awal dari berpandangan hidup yang baik di
karenakan dengan mengenal, kita pun akan dapat membedakan suatu hal yang baik
dan buruk menurut cara pandang kita sehingga kita tidak akan mengambil langkah
yang salah.
2. Mengerti
Tidak cukup hanya dengan mengenal, kita harus mengerti tentang apa yang sedang
kita hadapi. Mengerti sebagai langkah lanjut dari mengenal.Mengenal di ibaratkan
hanya sebagai lapisan luar sedangkan jika kita ingin mengetahui lapisan dalamnya,
kita harus mengerti.
3. Menghayati
Setelah kita mengenal dan mengerti suatu hal tersebut, maka langkah selanjutnya
adalah menghayati.Dengan menghayati kita dapat lebih jauh mengerti.
4. Meyakini
Langkah selanjutnya adalah meyakini.Meyakini dapat kita lakukan dengan
memperdalam rasa mengenal, mengerti, serta menghayati. Dengan meyakini kita
dapat dengan kuat berpegang teguh pada cara pandang yang kita yakini.
5. Mengabdi
Langkah terakhir untuk berpandangan hidup yang baik adalah dengan
megabdi.Mengabdi merupakan suatu usaha untuk menyerahkan segenap keyakinan
kita untuk suatu hal yang kita yakini.Dengan mengabdi menjadikan kita lebih dekat
atau bahkan menjadi satu dengan hal yang kita yakini tersebut.
Artinya :
“ Hai para Rasul, makanlah dari (makanan) yang baik –baik, dan kerjakanlah kebajikan.
Sungguh, Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS AL-Mu’minun ayat 51).
Perintah Allah kepada rasul juga merupakan perintah kepada umatnya bahwa makanan
yang kita makan itu betul-betul dibuat dari bahan yang halal dan baik, baik disini berarti
makanan tersebut bergizi yang dapat menimbulkan kesehatan dan keadaannya tidak
menjijikan. Disamping harus halal dalam ilmu agama (islam) makanan itu harus baik
artinya cara pembuatannya/prosesnya dengan cara yang baik.
Kebutuhan rasa aman
Artinya bahwa manusia hidup perlu adanya pelindung sehingga terhindar dari gangguan
atau ancaman darimana pun, sehingga tercipta ketenangan hidup dan keamanan dalam
dirinya.
Kebutuhan integrasi sosial
Sebagai manusia yang normal pasti berintegrasi dengan manusia yang lainnya baik secara
lagsung maupun tidak langsung akan saling membantu dan saling membutuhkan satu
sama lain jadi artinya tidak ada manusia satupun yang hidup sendiri tanpa adanya bantuan
orang lain.
Kebutuhan harga diri
Manusia dalam hidupnya perlu adanya harga diri atau kebanggaan diri atau kata lain rasa
ingin dihargai dilingkungannya baik dilingkungan keluaraga, masyarakat ataupun
dilingkungan kerjanya.
Kebutuhan untuk mengembangkan diri
Artinya bahwa manusia itu dalam hidupnya ada kebutuhan untuk berapresiasi
mengembangkan bakat dan hobinya sehingga menghasilkan karya yang baik dan berguna
baik untuk dirinya maupun untuk orang lain sehingga tejadi kepuasan didalam dirinya.
Kembali kepada pengawasan, diatas telah disebutkan bahwa pengawasan interen yang
ada pada diri kita itu adalah keiman dan ketakwaan yang diajarkan oleh agama islam.
Keimananpun bisa tipis dan bisa tebal itu tergantung usaha kita bagaimana supaya selalu
dekat kepada Allah caranya dengan beribadah dan selalu mempelajari ajarannya. Setiap
manusia yang normal tentunya tidak akan terlepas dari lima kebutuhan tersebut dan selalu
berkaitan satu sama lain.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Manusia hakikatnya adalah makhluk biologis, psikolsogi dan sosial yang memiliki dua
predikat statusnya dihadapan Allah sebagai Hamba Allah dan fungsinya didunia
sebagai khalifah Allah), mengantur alam dan mengelolanya untuk mencapai kesejahteraan
kehidupan manusia itu sendiri dalam masyarakat dengan tetap tunduk dan patuh kepada
sunnatullah. Rasa agama dan perilaku keagamaan (agama dan kehidupan beragama)
merupakan pembawaan dari kehidupan manusia, atau dengan istilah lain merupakan “fitrah”
manusia.
Keyakinan adalah jaminan yang kita miliki di orang lain. Hal ini bisa menjadi teman kita,
kolega, pengusaha dan karyawan dan lain-lain. Ini adalah keyakinan bahwa mereka dapat
melakukan sesuatu atau yang lain reliabilitas yang kita miliki pada seseorang. Misalnya,
delegasi sebuah proyek khusus ke salah satu karyawan dan majikan.
Kepercayaan adalah keyakinan yang kita miliki di orang lain. Bahkan mengisyaratkan bahwa
orang tersebut akan percaya orang lain tanpa bukti atau pertanyaan. Kepercayaan dapat
memiliki dasar pemikiran dalam beberapa kasus, tetapi di orang lain, cenderung
mempercayai orang lain tanpa alasan apapun. Dalam hubungan dan persahabatan,
kepercayaan diperlakukan sebagai elemen inti. Hal ini karena teman-teman atau mitra yang
bersedia menerima lain tanpa pertanyaan apapun. Ketika hubungan tidak memiliki
kepercayaan, menyebabkan banyak masalah.Kepercayaan tidak dapat dibangun di atas
skenario masa lalu atau pengalaman; mungkin datang dari dalam diri individu.
Manusia memiliki bermacam ragam kebutuhan batin maupun lahir akan tetapi, kebutuhan
manusia terbatas karena kebutuhan tersebut juga dibutuhkan oleh manusia lainnya. Karena
manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama karena manusia merasa
bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya yang maha kuasa tempat
mereka berlindung dan memohon pertolongan. Sehingga keseimbangan manusia dilandasi
kepercayaan beragama.
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk
berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri
manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri
makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah,
karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya
tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat
instinktif atau implusif (seperti berzina, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau
menggunakan narkoba dan main judi).Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti
pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan,
yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah
terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai
manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri
(self control) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
Daftar Pustaka
Al-Quranul dan Terjemahannya, Kementerian Agama Republik Indonesia.
Barnes. 2003. Sosialogi; Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana .
Narwoko, J. Dwi dan Suyanto, Bagong.2004 .Sosialogi; Teks Pengantar dan Terapan.
Jakarta: Kencana.
Ratna Dwi. 2009. Kamus Ensiklopedia Umum Bahasa Indonesia, PT Prakarya, Bandung.
Syekh abdul wahhab asy-sya’roni. 2008. Pentingnya agama bagi kehidupan. PT ikhtiar,
Surabaya.
[1] Narwoko, J. Dwi dan Suyanto, Bagong.Sosialogi; Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana.2004, hal 34
[2] Ratna Dwi, Kamus Ensiklopedia Umum Bahasa Indonesia, PT Prakarya, Bandung, 2009, hal 120
[3] Syekh abdul wahhab asy-sya’roni. Pentingnya agama bagi kehidupan. PT ikhtiar, Surabaya, 2008, hal 206
[4] Barnes.Sosialogi; Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana. 2003,hal 148