Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam setiap diri manusia pasti mempunyai rasa keyakinan (agama) akan suatu hal atau
beberapa hal. Hal itu merupakan buah dari satu kepercayaan dalam diri individu manusia itu
sendiri. Dengan adanya keyakinan, manusia akan merasa bahwa dirinya telah percaya adanya
sesuatu yang akan membuat dirinya untuk mencapai tujuan tertentu. Orang hidup itu harus
memiliki pegangan atau dalam arti keyakinan hidup. Tanpa memiliki keyakinan orang tidak
memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan. Ketika individu manusia mengalami hal yang di
yakini sulit. Dia akan merasa bahwa tidak ada lagi cara untuk mengatasinya. Rasa itu adalah
gairah manusia dalam kesulitan. Manusia akan berpikir untuk memohon bantuan kepada yang
dianggapnya dan diyakini bisa membantu dalam keadaan tersebut. Dalam hal ini, manusia
akan meminta pertolongan kepada yang di yakininya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Dimana
kita tahu jika ita telah meyakini adanya tuhan maka kita akan berpikir bahwa apapun yng
terjadi didunia ini atas kehendak-Nya. Dengan kata lain jika kita memiliki keyakinan atas
adanya Tuhan yang berkuasa atas diri kita dan semesta alam maka kita tidak boleh ragu akan
segala ketentuan-Nya.
Apapun yang terjadi di dunia ini memang atas kehendaknya, karena jika Dia tidak
berkehendak maka sesuatu itu tidak akan terjadi.
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk
berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri
manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri
makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah,
karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya
tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat
instinktif atau implusif (seperti berzina, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau
menggunakan narkoba dan main judi).Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti
pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan,
yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah
terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai
manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri
(self control) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis dapat merumuskan beberapa
rumusan masalah antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan keyakinan dan kepercayaan?
2. Bagaimana cara Manusia Merealisasikan Perintah dari Keyakinannya (Pencipta-Nya)?
3. Apa saja faktor-faktor pembentuk kepercayaan?
4. Mengapa keyakinan perlu diwujudkan dalam kehidupan manusia?
C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penulis dapat merumuskan beberapa tujuan
penulisan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian keyakinan dan kepercayaan.
2. Untuk mengetahui cara Manusia Merealisasikan Perintah dari Keyakinannya.
3. Untuk mengetahui contoh keyakinan dalam kehidupan.
4. Untuk mengetahui macam-macam keyakinan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Keyakinan.
Menurut kamus Ensiklopedia Umum Bahasa Indonesia “Keyakinan” adalah suatu sikap yang
ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah
mencapai kebenaran. Karena keyakinan merupakan suatu sikap, maka keyakinan seseorang
tidak selalu benar -- atau, keyakinan semata bukanlah jaminan kebenaran. Contoh: Pada suatu
masa, manusia pernah meyakini bahwa bumi merupakan pusat tata surya, belakangan
disadari bahwa keyakinan itu keliru
Keyakinan adalah jaminan yang kita miliki di orang lain. Hal ini bisa menjadi teman kita,
pengusaha dan karyawan dan lain-lain. Ini adalah keyakinan bahwa mereka dapat melakukan
sesuatu atau yang lain reliabilitas yang kita miliki pada seseorang. Misalnya, delegasi sebuah
proyek khusus ke salah satu karyawan dan majikan.
Keyakinan yang menjadi dasar pandangan hidup manusia adalah sebuah pemikiran yang
mendasar dan mendalam terhadap suatu hal yang kemudian di anut untuk menjadi pedoman
hidup mereka. Keyakinan itu sendiri berasal dari akal atau kekuasaan tuhan. Sebuah akal
yang berfikir tentang pedoman yang di anut merupakan pemberian Allah yang kemudian di
implementasikan di kehidupan nyata. Keyakinan / kepercayaan itu sendiri nantinya akan
membentuk sebuah filsafat.
Manusia terdiri atas dimensi fisik dan non-fisik yang bersifat potensial.Dimensi non-fisik ini
terdiri atas berbagai domain rohaniah yang saling berkaitan, yaitu jiwa (psyche), fikiran
(ratio), dan rasa (sense). Yang dimaksud rasa di sini adalah kesadaran manusia akan
kepatutan(sense of ethic), keindahan (sense of aesthetic), dan kebertuhanan (sense of theistic).
Rasa kebertuhanan (sense of theistic) adalah perasaan pada diri seseorang yang menimbulkan
keyakinan akan adanya sesuatu yang Mahakuasa di luar dirinya (transendence) yang
menentukan segala nasib yang ada. Perasaan ini mendorongnya pada keyakinan akan adanya
Tuhan atau sesuatu yang perlu dipertuhankan yang menentukan segala gerak kehidupan di
alam ini.
Keyakinan akan adanya Tuhan dicapai oleh manusia melalui tiga pendekatan, yaitu :
1. Material experience of humanity; argumen membuktikan adanya Tuhan melalui
kajian terhadap fenomena alam semesta.
2. Inner experience of humanity, argumen membuktikan adanya Tuhan melalui
kesadaran batiniah dirinya.
3. Spiritual experience of humanity, argumen membuktikan Tuhan didasarkan pada
wahyu yang diturunkan oleh Tuhan melalui utusan-Nya.
Keyakinan akan adanya Tuhan ini menimbulkan suatu kecenderungan pada manusia untuk
berhubungan dengan-Nya dan kerinduan untuk mendapatkan perlindungan dan bantuan-Nya.
Oleh karena itu, manusia membutuhkan sarana untuk menyabarkan kecenderungan dan
kerinduan ini.Dalam hal ini, agama merupakan sarana yang paling representatif untuk
kepentingan ini. Dalam menyalurkan dan mengembangkan fitrah keberagamaan ini, manusia
secara individual mengadopsi salah satu agama yang telah terlembagakan, baik melalui
proses pewarisan orang tua atau pilihan sendiri secara sadar. Meskipun demikian, ada juga
segolongan manusia yang membunuh fitrah keagamaan ini dengan menolak segala ajaran
agama dan menafikan adanya Tuhan.
1. Macam-macam Keyakinan (agama) yang Diyakini Oleh Manusia
Secara garis besar agama dibedakan menjadi dua, yaitu ;
a) Agama Samawi atau Arrat yang kita kenal sebagai agama TUHAN, agama ini
diberikan oleh tuhan kepada hamba-NYA yang disampaikan melalui sang pembawa
pesan “wahyu” yang kita kenal dengan sebutan ”MALAIKAT” kepada utusannya
atau yang dikatakan sebagai RASUL.
b) Agama Kebudayaan atau Culture Religion, yaitu agama yang aturan mainnya dibuat
oleh kita “manusia” melalui cipta, karya dan karsa atau budi pekerti dengan tujuan
sama, yaitu pengakuan dan kepasrahan terhadap Zat yang memiliki kekuatan tunggal
pengatur semesta raya ini. Dengan kata lain, agama yang dihasilkan dari prosesi hidup
dan olah bathin si manusiannya dan hingga kini diturunkan secara genetis pada
generasi- generasi berikutnya dan mungkin termasuk kita.
Pada dasarnya semua agama itu baik dan dengan tujuan yang baik pula, yaitu penyerahan
diri atas keagungan sang tunggal sebagai radja diatas segala radja penguasa alam semesta
yang menguasai semesta beserta ciptaan-Nya tanpa adanya kelemahan dalam diri-Nya.
Begitu pula tentang konsep dasar sebuah keyakinan adalah pengakuan atas sebuah Hak
yang Khalik yang diyakini sebagai pencipta alam semesta ini beserta isinya lengkap dengan
kita “manusia dalam batasan seorang hamba”. Dan atas hal inilah, maka terlahir suatu dogma
– dogma atau doktrin – doktrin yang terlahir dan memang harus dilahirkan tentang sebuah
agama yang dapat dijadikan aturan main serta landasan dalam beragama, seperti adanya hari
akhir dan pembalasan, dimana pada hari itu semua manusia dikumpulkan dalam satu titik
untuk mempertanggung jawabkan segala perbuatannya selama hidup. Adanya hal – hal baik
yang digambarkan dengan alam kenikmatan tanpa batas atau bahkan sebaliknya, danya
makna tentang teori sebab dan akibat yang dibalut dengan nama dosa dan pahala, makna
sebuah kesucian dan ritualisasi yang dijalani hingga pengaplikasian tentang konsep
ketuhanan.
Keterbatasan yaang dimiliki manusia yang terbelenggu dalam bentuk panca indera untuk
menjangkau hal yang bersifat irrasional dan tak terdefinisikan inilah yang akhirnya harus
mengakui adanya Tuhan atau adanya sebuah kekuatan ghaib serta unsur magis yang
mempengaruhinya. Sebagai contoh, dahulu, jika terjadi letusan gunung, maka penduduk yang
tinggal disekitar gunung menganggap gunung yang memberinya kesejahteraan sedang murka
atau marah pada penduduk sekitar sehingga dilakukannya persembahan kepada gunung
tersebut dengan tujuan gunung tersebut setelah dikramatkan atau disucikan akan memberi
berkah kepada penduduk yang tinggan disekitarnya. Atau bahkan pada laut, pohon tua yang
besar dan lain sebagainya. Pada dasarnya hal tersebut dilakukan karena apa yang dialami
penduduk sekita gunung memiliki keterbatasan pemikiran dan belum adanya teknologi yang
memadai untuk meneliti faktor penyebab terjadinya letusan gunung tersebut. Tetapi kini
dengan adanya teknologi yang canggih, maka faktor yang menyebabkan terjadinya letusan
gunung dapat diteliti hingga gejala – gejala gunung tersebut akan meletus. Tetapi hal yang
sudah menjadi sebuah ritualisasi yang telah dilakukan sejak lama tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan masyarakat kita kini. Karena dengan adanya teknologi yang canggih pun tetap
tidak dapat mengidentifikasi adanya unsur ghaib yang dapat menggambarkan tentang konsep
tuhan. Yah lagi – lagi karena keterbatasan yang dimilki oleh manusia atau mungkin karena
Tuhan tidak ingin ada seorang pun yang dapat menebak teka – teki silang yang digulirkan
pada hamba-Nya didunia ini.
Keterbatasan yang dimiliki kita “partikel kecil yang mewarnai semesta” inilah yang
mendorong lahirnya sebuah keyakinan hingga kini lengkap dengan doktrin serta aturan main
atas tauhidiyah, moralitas atau hubungan terhadap sesama, hukum akhir yang tak pernah kita
ketahui atau mungkin dengan konsep tauhid tingkat tinggi disebut dengan keikhlasan dan
kepasrahan tanpa batas. Yah itulah yang sering disebut – sebut dalam sebuah mimbar diskusi
keagamaan dan ceramah umum yang diberikan.
Adanya pengakuan terhadap ke-Esa-an Tuhan dengan dasar agar memperoleh keselamatan
dalam hidup, penyerahan diri atas kelemahan yang kita miliki, menjaga keseimbangan antara
nafsu, ambisi melalui proses ritualisasi tersendiri serta adanya hukum sebab – akibat yang
selalu didendangkan oleh para pendahulu dan orang tua kita bahkan mungkin oleh kita nanti
pada anak – cucu kita secara tidak langsung kita pun telah menelurkan konsep sebuah
keyakinan lengkap dengan doktrin dan dogma yang kita anut dengan tujuan agar anak – cucu
kita mengikuti jejak derap langkah kaki kita dalam berkeyakinan. Tanpa adanya sebuah
paksaan dan dengan keikhlasan yang terpaksa sertra tanpa adanya sebuah pertanyaan kecil
yang dapat mengelitik tenlinga orang tua dari seorang anak mengapa kita harus menganut
sebuah agama A atau agama B. Karena manusia memiliki nalar yang terasah secara alami
tentang konsep sebuah agama da keyakinan, yaitu jika kita bertanya hal seperti itu nanti dapat
membuat murka orang tua dan berdosa.

a. Agama-Agama Besar
Di antara sekian banyak agama yang ada di permukaan bumi, ada beberapa agama yang
dianggap besar karena banyak penganutnya dan ajaran-ajarannya sistematis, yaitu: Agama
Kristen, Agama Katolik, Agama Islam, Agama Hindu, Agama Budha, Agama Kong Hu Chu,
Agama Shinto, Agama Yahudi, Agama Zoroaster, dll. Di antara agama-agama tersebut ada
yang bersifat kebangsaan (nasional) dan ada yang bersifat mendunia (mondial). Yang bersifat
kebangsaan adalah agama yang identik dengan suatu bangsa atau ras tertentu dan bangsa
penganutnya mengklaim bahwa agama tersebut sebagai miliknya saja, sedangkan bangsa atau
ras lain tidak harus menjadi pengikut dan penganutnya, seperti Yahudi bagi bangsa Yahudi
dan Hindu bagi bangsa India atau Kong Hu Chu bagi bangsa Cina, Shinto bagi orang Jepang.
Sedangkan agama mondial adalah agama yang mengklaim sebagai agama untuk seluruh
bangsa.Oleh karena itu, ajaran-ajarannya disebarkan kepada seluruh bangsa di dunia.Agama
sejenis ini disebut agama mesianis, seperti agama Islam, agama Kristen dan Budha.
b. Islam Sebagai Agama Fitrah
Allah berfirman dalam QS. Ar- Rum ayat 30 :
Artinya :
"Maka hadapkanlah arah hidupmu secara lurus pada ajaran agama ini (Islam).Agama yang
selaras dengan fitrah manusia yang telah ditetapkan padanya sejak awal penciptaan". (Ar-
Rum/30: 30).
Islam adalah sistem ajaran ketuhanan yang berasal dari Allah Swt. diturunkan kepada ummat
manusia dengan wahyu melalui perantaraan Nabi Muhammad saw. Sebagai agama yang
datang dari Tuhan yang menciptakan manusia sudah tentu ajaran Islam akan selaras dengan
fitrah kejadian manusia. Fitrah dalam arti pembawaan asal manusia secara umum sejak
kelahiran (bahkan sejak awal penciptaan) dengan segala karakteristiknya yang masih bersifat
potensial atau masih berupa kekuatan tersembunyi yang masih perlu dikembangkan dan
diarahkan oleh ihtiar manusia baik fitrah yang berkaitan dengan dimensi fisik atau non fisik,
yaitu akal, nafsu, perasaan dan kesadaran (qalb), dan ruh.
Berbicara masalah keselarasan ajaran Islam dengan fitnah kemanusiaan tidak berarti bahwa
ajaran Islam selalu mewadahi dan mengakomodasi kecenderungan-kecenderungan yang
dibawa oleh sifat dari setiap unsur fitrah tersebut.Hal ini karena setiap unsur dari fitrah
memiliki karakter dan kecenderungan yang berbeda (kearah yang positif, negatif atau
netral).Oleh karena itu, Islam mengarahkan fitrah-fitrah ini kepada hal-hal yang konstruktif
bagi kehidupan manusia, baik individual ataupun komunal tanpa membunuh potensi yang
dimiliki oleh setiap jenis fitrah tersebut. Dengan arahan ajaran Islam, fitrah kemanusiaan
akan membawa manusia ke arah kebaikan baik bagi dirinya atau yang lainnya, baik kebaikan
personal atau kebaikan komunal.
Sebagai misal, akal sebagai instrumen untuk berfikir sangat penting dan menentukan bagi
hidup manusia tetapi dalam mengembangkan kemampuan akal manusia memiliki
kecenderungan malas dan kurang minat.Oleh karena itu, ajaran Islam mendorong manusia
agar mau berfikir dan mengembangkan kemampuannya serta mengaktifkannya sehingga
terus hidup dan terus bekerja.Meskipun demikian, akal manusia memiliki sifat liar tak
terkendali.Ajaran Islam membimbing manusia ke arah mana manusia harus berfikir.
Nafsu adalah unsur pendorong gerak pada manusia sehingga manusia menjadi dinamis, tanpa
nafsu hidup manusia akan statis. Tapi bersamaan dengan itu, nafsu memiliki potensi
membawa manusia pada akibat buruk bagi kehidupan apabiia tidak dikendalikan.Oleh karena
itu, ajaran Islam mengendalikan arah perkembangan nafsu ini tanpa membunuhnya, dan
dalam batas tertentu mengeremnya agar tidak menjerumuskan manusia pada kebinasaan.

2. Cara-cara Manusia Merealisasikan Perintah dari Keyakinannya (Pencipta-nya)


Menurut Syekh abdul wahhab asy-sya’roni terdapat empat cara-cara manusia meyakini dan
merealisasikan suatu perintah dari Penciptanya sebagai berikut:
I. Sembah Raga
Sembah raga ialah menyembah Tuhan dengan mengutamakan gerak laku badaniah atau
amal perbuatan yang bersifat lahiriah. Cara bersucinya sama dengan sembahyang biasa, yaitu
dengan mempergunakan air (wudhu). Sembah yang demikian biasa dikerjakan lima kali
sehari semalam dengan mengindahkan pedoman secara tepat, tekun dan terus menerus
Sembah raga, sebagai bagian pertama dari empat sembah yang merupakan perjalanan hidup
yang panjang ditamsilkan sebagai orang yang magang laku (calon pelaku atau penempuh
perjalanan hidup kerohanian), orang menjalani tahap awal kehidupan bertapa,Sembah ini
didahului dengan bersuci yang menggunakan air, Yang berlaku umum sembah raga
ditunaikan sehari semalam lima kali. Atau dengan kata lain bahwa untuk menunaikan sembah
ini telah ditetapkan waktu-waktunya lima kali dalam sehari semalam. Sembah raga yang
demikian ini wajib ditunaikan terus-menerus tiada henti (wantu) seumur hidup. Dengan
keharusan memenuhi segala ketentuan syarat dan rukun yang wajib dipedomani (wataking
wawaton). Watak suatu waton (pedoman) harus dipedomani. Tanpa mempedomani syarat dan
rukun, maka sembah itu tidak sah. Sembah raga tersebut, meskipun lebih menekankan gerak
laku badaniah, namun bukan berarti mengabaikan aspek rohaniah, sebab orang yang magang
laku selain ia menghadirkan seperangkat fisiknya, ia juga menghadirkan seperangkat aspek
spiritualnya sehingga ia meningkat ke tahap kerohanian yang lebih tinggi.
II. Sembah Cipta (Kalbu)
Sembah ini kadang-kadang disebut sembah cipta dan kadang-kadang disebut sembah
kalbu, Apabila cipta mengandung arti gagasan, angan-angan, harapan atau keinginan yang
tersimpan di dalam hati, kalbu berarti hati , maka sembah cipta di sini mengandung arti
sembah kalbu atau sembah hati, bukan sembah gagasan atau angan-angan.
Apabila sembah raga menekankan penggunaan air untuk membasuh segala kotoran dan najis
lahiriah, maka sembah kalbu menekankan pengekangan hawa nafsu yang dapat
mengakibatkan terjadinya berbagai pelanggaran dan dosa ( suci tanpa air dengan menjaga
kalbu / hati ). Thaharah (bersuci) itu, demikian kata Al-Ghazali, ada empat tingkat. Pertama,
membersihkan hadats dan najis yang bersifat lahiriah. Kedua, membersihkan anggota badan
dari berbagai pelanggaran dan dosa. Ketiga, membersihkan hati dari akhlak yang tercela dan
budi pekerti yang hina. Keempat, membersihkan hati nurani dari apa yang selain Allah. Dan
yang keempat inilah taharah pada Nabi dan Shiddiqin…
Jika thaharah yang pertama dan kedua menurut Al-Ghazali masih menekankan bentuk
lahiriah berupa hadats dan najis yang melekat di badan yang berupa pelanggaran dan dosa
yang dilakukan oleh anggota tubuh. Cara membersihkannya dibasuh dengan air. Sedangkan
kotoran yang kedua dibersihkan dan dibasuh tanpa air yaitu dengan menahan dan
menjauhkan diri dari pelanggaran dan dosa. Thaharah yang ketiga dan keempat juga tanpa
menggunakan air. Tetapi dengan membersihkan hati dari budi jahat dan mengosongkan hati
dari apa saja yang selain Allah.
III. Sembah Jiwa
Sembah jiwa adalah sembah kepada Hyang Sukma (Allah) dengan mengutamakan peran
jiwa. Jika sembah cipta (kalbu) mengutamakan peran kalbu, maka sembah jiwa lebih halus
dan mendalam dengan menggunakan jiwa atau al-ruh. Sembah ini hendaknya diresapi secara
menyeluruh tanpa henti setiap hari dan dilaksanakan dengan tekun secara terus-menerus,
sembah jiwa ini menempati kedudukan yang sangat penting, ini disebut pokok tujuan atau
akhir perjalanan suluk, Inilah akhir perjalann hidup batiniah. Cara bersucinya tidak seperti
pada sembah raga dengn air wudlu atau mandi, tidak pula seperti pada sembah kalbu dengan
menundukkan hawa nafsu, tetapi dengan awas emut (selalu waspada dan ingat/dzikir kepada
keadaan alam baka/langgeng), alam Ilahi. Berbeda dengan sembah raga dan sembah kalbu,
ditinjau dari segi perjalanan suluk, sembah ini adalah tingkat permulaan (wong amagang
laku) dan sembah yang kedua adalah tingkat lanjutan. Ditinjau dari segi tata cara
pelaksanaannya, sembah yang pertama menekankan kesucian jasmaniah dengan
menggunakan air dan sembah yang kedua menekankan kesucian kalbu dari pengaruh jahat
hawa nafsu lalu membuangnya dan menukarnya dengan sifat utama. Sedangkan sembah
ketiga menekankan pengisian seluruh aspek jiwa dengan dzikir kepada Allah seraya
mengosongkannya dari apa saja yang selain Allah.
Pelaksanaan sembah jiwa ialah dengan berniat teguh di dalam hati untuk mengemaskan
segenap aspek jiwa, lalu diikatnya kuat-kuat untuk diarahkan kepada tujuan yang hendak
dicapai tanpa melepaskan apa yang telah dipegang pada saat itu. Dengan demikian triloka
(alam semesta) tergulung menjadi satu. Begitu pula jagad besar dan jagad kecil digulungkan
disatupadukan. Di situlah terlihat alam yang bersinar gemerlapan. Maka untuk menghadapi
keadaan yang menggumkan itu, hendaklah perasaan hati dipertebal dan diperteguh jangan
terpengaruh apa yang terjadi.
IV. Sembah Rasa
Sembah rasa ini berlainan dengan sembah-sembah yang sebelumnya. Ia didasarkan
kepada rasa cemas. Sembah yang keempat ini ialah sembah yang dihayati dengan merasakan
intisari kehidupan makhluk semesta alam, Jika sembah kalbu mengandung arti menyembah
Tuhan dengan alat batin kalbu atau hati seperti disebutkan sebelumnya, sembah jiwa berarti
menyembah Tuhan dengan alat batin jiwa atau ruh, maka sembah rasa berarti menyembah
Tuhan dengan menggunakan alat batin inti ruh. Alat batin yang belakangan ini adalah alat
batin yang paling dalam dan paling halus ( lubuk hai yang paling dalam/ inti ruh yang paling
halus ). Karena didalam diri manusia terdapat tiga buah alat batin yaitu, kalbu, jiwa/ruh dan
inti jiwa/inti ruh (telengking kalbu atau wosing jiwangga) yang memperlihatkan susunan
urutan kedalaman dan kehalusannya. Pelaksanaan sembah rasa itu tidak lagi memerlukan
petunjuk dan bimbingan guru seperti ketiga sembah sebelumnya, tetapi harus dilakukan salik
sendiri dengan kekuatan batinnya. Apabila sembah jiwa dipandang sebagai sembah pada
proses pencapaian tujuan akhir perjalanan suluk (pepuntoning laku), maka sembah rasa
adalah sembah yang dilakukan bukan dalam perjalanan suluk itu, melainkan sembah yang
dilakukan di tempat tujuan akhir suluk. Dengan kata lain, seorang salik telah tiba di tempat
yang dituju. Dan di sinilah akhir perjalanan suluknya. Untuk sampai di sini, seorang salik
masih tetap dibimbing gurunya seperti telah disebut di muka. Setelah ia diantarkan sampai
selamat oleh gurunya untuk memasuki pintu gerbang, tempat sembah yang keempat, maka
selanjutnya ia harus mandiri melakukan sembah rasa..
Pada tingkatan ini, seorang salik dapat melaksanakan sendiri sembah rasa sesuai petunjuk-
petunjuk gurunya. Pada tingkat ini ia dipandang telah memiliki kematangan rohani. Oleh
karena itu, ia dipandang telah cukup ahli dalam melakukan sembah dengan mempergunakan
aspek-aspek batiniahnya sendiri. Di sini, dituntut kemandirian, keberanian dan keteguhan hati
seorang salik, tanpa menyandarkan kepada orang lain. Kejernihan batinlah yang menjadi
modal utama. Sembah ini sungguh sangat mendalam, tidak dapat diselami dengan kata-kata,
tidak dapat pula dimintakan bimbingan guru. Oleh karena itu, seorang salik harus
merampungkannya sendiri dengan segala ketenangan, kejernihan batin dan kecintaan yang
mendalam untuk melebur diri di muara samudera luas tanpa tepi dan berjalan menuju
kesempurnaan dan kesemuanya itu tergantung pada diri sendiri.[3]
B. Kepercayaan.
Kepercayaan adalah keyakinan yang kita miliki di orang lain. Bahkan mengisyaratkan bahwa
orang tersebut akan percaya orang lain tanpa bukti atau pertanyaan. Kepercayaan dapat
memiliki dasar pemikiran dalam beberapa kasus, tetapi di orang lain, cenderung
mempercayai orang lain tanpa alasan apapun. Dalam hubungan dan persahabatan,
kepercayaan diperlakukan sebagai elemen inti. Hal ini karena teman-teman atau mitra yang
bersedia menerima lain tanpa pertanyaan apapun. Ketika hubungan tidak memiliki
kepercayaan, menyebabkan banyak masalah.Kepercayaan tidak dapat dibangun di atas
skenario masa lalu atau pengalaman; mungkin datang dari dalam diri individu.
Menurut Barnes Kepercayaan adalah keyakinan bahwa seseorang akan menemukan apa yang
diinginkan pada mitra pertukaran kepercayaan melibatkan kesediaan seseorang untuk
bertingkah laku tertentu karena keyakinan bahwa mitranya akan memberikan apa yang ia
harapkan dan suatu harapan umumnya dimiliki seseorang bahwa kata, janji atau pernyataan
orang lain dapat dipercaya.[4]
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution Proses seseorang untuk mencapai tahapan kepercayaan
ada 5 :

1. Mengenal.
Sebelum seseorang meyakini sesuatu pastilah ia harus mengenal apa yang ia lihat
tersebut. Mengenal merupakan langkah awal dari berpandangan hidup yang baik di
karenakan dengan mengenal, kita pun akan dapat membedakan suatu hal yang baik
dan buruk menurut cara pandang kita sehingga kita tidak akan mengambil langkah
yang salah.
2. Mengerti
Tidak cukup hanya dengan mengenal, kita harus mengerti tentang apa yang sedang
kita hadapi. Mengerti sebagai langkah lanjut dari mengenal.Mengenal di ibaratkan
hanya sebagai lapisan luar sedangkan jika kita ingin mengetahui lapisan dalamnya,
kita harus mengerti.
3. Menghayati
Setelah kita mengenal dan mengerti suatu hal tersebut, maka langkah selanjutnya
adalah menghayati.Dengan menghayati kita dapat lebih jauh mengerti.
4. Meyakini
Langkah selanjutnya adalah meyakini.Meyakini dapat kita lakukan dengan
memperdalam rasa mengenal, mengerti, serta menghayati. Dengan meyakini kita
dapat dengan kuat berpegang teguh pada cara pandang yang kita yakini.
5. Mengabdi
Langkah terakhir untuk berpandangan hidup yang baik adalah dengan
megabdi.Mengabdi merupakan suatu usaha untuk menyerahkan segenap keyakinan
kita untuk suatu hal yang kita yakini.Dengan mengabdi menjadikan kita lebih dekat
atau bahkan menjadi satu dengan hal yang kita yakini tersebut.

I. Jenis – Jenis Kepercayaan


Terdapat tiga jenis kepercayaan menurut Mowen, yaitu :
a. Kepercayaan Atribut Objek
Pengetahuan tentang sebuah objek memiliki atribut khusus yang disebut kepercayaan atribut
objek. Kepercayaan atribut objek menghubungkan sebuah atribut dengan objek, seperti
seseorang, barang atau jasa, melalui kepercayaan atribut objek, konsumen menyatakan apa
yang diketahui tentang sesuatu hal variasi atributnya.
b. Kepercayaan Manfaat Atribut
Seseorang mencari produk dan jasa yang akan menyelesaikan masalah dan memenuhi
kebutuhannya dengan kata lain memiliki atribut yang akan memberikan manfaat yang dapat
dikenal. Hubungan antara atribut dan manfaat ini menggambarkan jenis kepercayaan
kedua.Kepercayaan atribut manfaat merupakan persepsi konsumen tentang seberapa jauh
atribut tertentu menghasilkan, atau memberikan manfaat tertentu.
c. Kepercayaan Manfaat Objek
Jenis kepercayaan ketiga dibentuk dengan menghubungkan objek dan manfaatnya.
Kepercayaan manfaat objek merupakan persepsi konsumen tentang seberapa jauh produk,
orang atau jasa tertentu yang akan memberikan manfaat tertentu.
II. Faktor – Faktor Pembentuk Kepercayaan
Pendekatan yang juga perlu dilakukan untuk membentuk kepercayaan dan hubungan adalah
dengan mendengarkan, yang merupakan kunci membangun kepercayaan karena tiga faktor
penting :
1. Manusia lebih cenderung mempercayai seseorang yang menunjukkan rasa hormat dan
apa yang dikatakannya.
2. Manusia cenderung lebih mempercayai seseorang bila seseorang mendengarkan dan
membantu masalah-masalahnya.
3. Semakin banyak manusia memberitahu maksudnya, semakin besar rasa
kepercayaannya.

C. Perbedaan Antara Keyakinan dan Kepercayaan


Keyakinan adalah jaminan yang kita miliki di orang lain. Hal ini bisa menjadi teman kita,
kolega, pengusaha dan karyawan dan lain-lain. Ini adalah keyakinan bahwa mereka dapat
melakukan sesuatu atau yang lain reliabilitas yang kita miliki pada seseorang. Misalnya,
delegasi sebuah proyek khusus ke salah satu karyawan dan majikan.
Ketika ditanya ia menjawab “Saya memiliki keyakinan dalam dirinya.” Ini menyoroti bahwa
majikan percaya bahwa karyawan memiliki potensi dan diperlukan keterampilan ditetapkan
untuk melakukan tugas tersebut. Jika dia menjawab dengan ‘Karena aku percaya padanya’,
ini menunjukkan sesuatu yang lain. Saat ia menjawab dengan keyakinan kata, itu juga
menunjukkan bahwa kinerja masa lalu telah mempengaruhi keputusannya. Hal ini
memungkinkan seseorang untuk mengidentifikasi keyakinan yang dibangun di atas
pengalaman.Keyakinan adalah kualitas yang sangat penting terutama dalam lingkungan kerja.
Sebagai contoh, jika seorang pemimpin tidak memiliki keyakinan pada pengikutnya maka
sangat tidak mungkin bahwa para pengikut akan termotivasi untuk mengikuti pemimpin.
Juga, kecuali seseorang memiliki keyakinan pada orang lain, dia tidak akan menjadi sangat
positif hasilnya. Hal ini akan membawa dia untuk melakukan sebagian besar tugas sendiri.
Ketika seorang pemimpin tidak mendelegasikan otoritas, tetapi menempel pada tugas yang
sangat tanpa memberikan orang lain kesempatan, ini mempengaruhi dinamika kelompok.
Kepercayaan adalah keyakinan yang kita miliki di orang lain. Bahkan mengisyaratkan bahwa
orang tersebut akan percaya orang lain tanpa bukti atau pertanyaan. Kepercayaan dapat
memiliki dasar pemikiran dalam beberapa kasus, tetapi di orang lain, cenderung
mempercayai orang lain tanpa alasan apapun. Dalam hubungan dan persahabatan,
kepercayaan diperlakukan sebagai elemen inti. Hal ini karena teman-teman atau mitra yang
bersedia menerima lain tanpa pertanyaan apapun. Ketika hubungan tidak memiliki
kepercayaan, menyebabkan banyak masalah.Kepercayaan tidak dapat dibangun di atas
skenario masa lalu atau pengalaman; mungkin datang dari dalam diri individu.
Perbedaan antara Kepercayaan dan Keyakinan.
1. Keyakinan mengacu pada jaminan yang kita miliki pada seseorang.
2. Kepercayaan mengacu pada keyakinan bahwa seseorang pada individu lain.
3. Keyakinan dibangun di atas pengalaman, tapi kepercayaan tidak.
4. Seseorang dapat memiliki dasar alasan untuk mempercayai lain. Lain seseorang secara
membabi buta bisa mempercayai orang lain. Kualitas ini tidak dapat dilihat pada Keyakinan.

D. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama


Manusia memiliki bermacam ragam kebutuhan batin maupun lahir akan tetapi, kebutuhan
manusia terbatas karena kebutuhan tersebut juga dibutuhkan oleh manusia lainnya. Karena
manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama karena manusia merasa
bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya yang maha kuasa tempat
mereka berlindung dan memohon pertolongan. Sehingga keseimbangan manusia dilandasi
kepercayaan beragama. Sikap orang dewasa dalam beragama sangat menonjol jika,
kebutuhan akan beragama tertanam dalam dirinya. Kestabilan hidup seseorang dalam
beragama dan tingkah laku keagamaan seseorang, bukanlah kestabilan yang statis. Adanya
perubahan itu terjadi karena proses pertimbangan pikiran, pengetahuan yang dimiliki dan
mungkin karena kondisi yang ada. Tingkah laku keagamaan orang dewasa memiliki
perspektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya.
Kita mungkin telah dapat merasakan bagaimana pentingnya peranan yang telah dimainkan
oleh agama dalam kehidupan manusia. Hal itu malah mungkin menimbulkan kekecewaan
pada manusia, karena betapa sering perwujudan agama gagal. Begitu juga kita telah
merasakan betapa pentingnya mutu kehidupan beragama itu bagi seluruh tradisi manusia.
Barangkali kita juga telah mengambil sikap baru terhadap agama lain yang bukan agama kita
peluk sendiri. Bukan dalam arti bahwa kita menyetujui semua agama tersebut. Dalam
menelaah kehidupan semua agama manusia tersebut, tidak ada hal yang mengharuskan garis
batas keyakinan agama lain terlewati. Namun barangkali kita telah dapat memandang agama-
agama tersebut sebagai keyakinan yang dianut oleh manusia yang hidup, yaitu orang-orang
yang juga mempertanyakan berbagai masalah dasar yang juga kita pertanyakan, mereka juga
mencari hidup yang lebih luhur terhadap agamanya.
Agama mengambil bagian pada saat-saat yang paling penting dan pada pengalaman hidup.
Agama merayakan kelahiran, menandai pergantian jenjang masa dewasa, mengesahkan
perkawinan, serta kehidupan keluarga, dan melapangkan jalan dari kehidupan kini menuju
kehidupan yang akan datang. Bagi juataan manusia, agama berada dalam kehidupan mereka
pada saat-saat yang paling khusus maupun pada saat-saat yang paling mengerikan. agama
juga memberikan jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan
kita. Adakah kekuatan tertinggi lain yang mampu memberikan jawaban terhadap pertanyaan-
pertanyaan kita? Bagaimanakah kehidupan dimulai? Apa arti semuanya ini? Mengapa orang
menderita? Apa yang terjadi terhadap diri kita apabila kita telah mati?
Mengingat hal demikian wajarlah jika agama menjadi sangat dibutuhkan oleh manusia,
karenanya ia mampu memberikan jawaban sekaligus inspirasi bagi terwujudnya kehidupan
yang diinginkan manusia.

E. Pentingnya Agama Dalam Kehidupan Manusia


Berikut ini adalah sebagian dari bukti-bukti mengapa agama itu sangat penting dalam
kehidupan manusia.
a. Karena agama sumber moral.
b. Karena agama merupakan petunjuk kebenaran.
c. Karena agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika.
d. Karena agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia, baik di kala suka maupun
dikala duka.
Peran yang paling pertama dan utama dalam hidup dan kehidupan manusia itu tidak lain
adalah agama, dengan kata lain hanya dengan agamalah manusia hidup teratur dan
terkendali juga sebagai penggerak atau pendorong untuk semangat hidup yang lebih baik
didunia ini dan untuk kembali ketempat yang lebih kekal yaitu diakhirat kelak. Keimanan dan
ketaqwaan terhadap ajaran agam adalah merupakan kunci dan kendali segala pemuas
kebutuhan manusia yang tidak ada batasnya, hal itu merupakan pengawasan interen yang ada
pada diri kita sedang pengawasan ekterennya adalah norma atau aturan. Kenapa hal ini perlu
ditegaskan ? karena dalam diri manusia terdapat motivasi (dorongan) untuk pemuas
kebutuhan dasar seperti dikatakan oleh Teori Abraham A Maslow :
 Kebutuhan fisik
Misalnya kebutuhan untuk makan, minum dan bernapas. Untuk kesehatannya manusia
perlu asupan makanan dengan gizi yang sehat dan seimbang, sehat menurut ilmu
kesehatan bahwa makanan yang kita makan adalah makanan yang dibuat, dan disajikan
dari bahan dan penyajian yang sehat. Sedangkan menurut ilmu agama bahwa makanan
yang sehat itu selain yang disebutkan diatas, bahwa makanan atau minuman itu harus baik
dan halal. Dasar hukum tentang makanan yang halal sebagaimana Allah
berfirman dalam QS AL-Mu’minun ayat 51:

Artinya :
“ Hai para Rasul, makanlah dari (makanan) yang baik –baik, dan kerjakanlah kebajikan.
Sungguh, Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS AL-Mu’minun ayat 51).
Perintah Allah kepada rasul juga merupakan perintah kepada umatnya bahwa makanan
yang kita makan itu betul-betul dibuat dari bahan yang halal dan baik, baik disini berarti
makanan tersebut bergizi yang dapat menimbulkan kesehatan dan keadaannya tidak
menjijikan. Disamping harus halal dalam ilmu agama (islam) makanan itu harus baik
artinya cara pembuatannya/prosesnya dengan cara yang baik.
 Kebutuhan rasa aman
Artinya bahwa manusia hidup perlu adanya pelindung sehingga terhindar dari gangguan
atau ancaman darimana pun, sehingga tercipta ketenangan hidup dan keamanan dalam
dirinya.
 Kebutuhan integrasi sosial
Sebagai manusia yang normal pasti berintegrasi dengan manusia yang lainnya baik secara
lagsung maupun tidak langsung akan saling membantu dan saling membutuhkan satu
sama lain jadi artinya tidak ada manusia satupun yang hidup sendiri tanpa adanya bantuan
orang lain.
 Kebutuhan harga diri
Manusia dalam hidupnya perlu adanya harga diri atau kebanggaan diri atau kata lain rasa
ingin dihargai dilingkungannya baik dilingkungan keluaraga, masyarakat ataupun
dilingkungan kerjanya.
 Kebutuhan untuk mengembangkan diri
Artinya bahwa manusia itu dalam hidupnya ada kebutuhan untuk berapresiasi
mengembangkan bakat dan hobinya sehingga menghasilkan karya yang baik dan berguna
baik untuk dirinya maupun untuk orang lain sehingga tejadi kepuasan didalam dirinya.
Kembali kepada pengawasan, diatas telah disebutkan bahwa pengawasan interen yang
ada pada diri kita itu adalah keiman dan ketakwaan yang diajarkan oleh agama islam.
Keimananpun bisa tipis dan bisa tebal itu tergantung usaha kita bagaimana supaya selalu
dekat kepada Allah caranya dengan beribadah dan selalu mempelajari ajarannya. Setiap
manusia yang normal tentunya tidak akan terlepas dari lima kebutuhan tersebut dan selalu
berkaitan satu sama lain.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Manusia hakikatnya adalah makhluk biologis, psikolsogi dan sosial yang memiliki dua
predikat statusnya dihadapan Allah sebagai Hamba Allah dan fungsinya didunia
sebagai khalifah Allah), mengantur alam dan mengelolanya untuk mencapai kesejahteraan
kehidupan manusia itu sendiri dalam masyarakat dengan tetap tunduk dan patuh kepada
sunnatullah. Rasa agama dan perilaku keagamaan (agama dan kehidupan beragama)
merupakan pembawaan dari kehidupan manusia, atau dengan istilah lain merupakan “fitrah”
manusia.
Keyakinan adalah jaminan yang kita miliki di orang lain. Hal ini bisa menjadi teman kita,
kolega, pengusaha dan karyawan dan lain-lain. Ini adalah keyakinan bahwa mereka dapat
melakukan sesuatu atau yang lain reliabilitas yang kita miliki pada seseorang. Misalnya,
delegasi sebuah proyek khusus ke salah satu karyawan dan majikan.
Kepercayaan adalah keyakinan yang kita miliki di orang lain. Bahkan mengisyaratkan bahwa
orang tersebut akan percaya orang lain tanpa bukti atau pertanyaan. Kepercayaan dapat
memiliki dasar pemikiran dalam beberapa kasus, tetapi di orang lain, cenderung
mempercayai orang lain tanpa alasan apapun. Dalam hubungan dan persahabatan,
kepercayaan diperlakukan sebagai elemen inti. Hal ini karena teman-teman atau mitra yang
bersedia menerima lain tanpa pertanyaan apapun. Ketika hubungan tidak memiliki
kepercayaan, menyebabkan banyak masalah.Kepercayaan tidak dapat dibangun di atas
skenario masa lalu atau pengalaman; mungkin datang dari dalam diri individu.
Manusia memiliki bermacam ragam kebutuhan batin maupun lahir akan tetapi, kebutuhan
manusia terbatas karena kebutuhan tersebut juga dibutuhkan oleh manusia lainnya. Karena
manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama karena manusia merasa
bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya yang maha kuasa tempat
mereka berlindung dan memohon pertolongan. Sehingga keseimbangan manusia dilandasi
kepercayaan beragama.
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk
berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri
manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri
makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah,
karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya
tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat
instinktif atau implusif (seperti berzina, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau
menggunakan narkoba dan main judi).Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti
pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan,
yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah
terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai
manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri
(self control) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
Daftar Pustaka
Al-Quranul dan Terjemahannya, Kementerian Agama Republik Indonesia.
Barnes. 2003. Sosialogi; Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana .
Narwoko, J. Dwi dan Suyanto, Bagong.2004 .Sosialogi; Teks Pengantar dan Terapan.
Jakarta: Kencana.
Ratna Dwi. 2009. Kamus Ensiklopedia Umum Bahasa Indonesia, PT Prakarya, Bandung.
Syekh abdul wahhab asy-sya’roni. 2008. Pentingnya agama bagi kehidupan. PT ikhtiar,
Surabaya.

[1] Narwoko, J. Dwi dan Suyanto, Bagong.Sosialogi; Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana.2004, hal 34
[2] Ratna Dwi, Kamus Ensiklopedia Umum Bahasa Indonesia, PT Prakarya, Bandung, 2009, hal 120
[3] Syekh abdul wahhab asy-sya’roni. Pentingnya agama bagi kehidupan. PT ikhtiar, Surabaya, 2008, hal 206
[4] Barnes.Sosialogi; Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana. 2003,hal 148

Anda mungkin juga menyukai