Anda di halaman 1dari 21

ASAS-ASAS DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING

Disusun Guna Memenuhi Tugas: Bimbingan dan Konseling


Dosen Pengampu: Romli, M.Pd

Disusun oleh:
Kelompok 09
Eki Safitri
Khanifatul Masruroh

PROGRAM STUDY MANAGEMENT PENDIDIKAN ISLAM (MPI)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) TULANG BAWANG
TAHUN AKADEMIK
2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
bisa menyelesaikan makalah kami mengenai Asas-asas dalam Bimbingan dan
Konseling.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen mata kuliah


Bimbingan dan Konseling yang senantiasa memberikan ilmu dan pengetahuan,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari seutuhnya bahwa masih jauh dari
kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu, kami terbuka untuk menerima segala masukan dan kritik yang bersifat
membangun dari pembaca sehingga kami bisa melakukan perbaikan makalah
kami menjadi makalah yang baik dan benar.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bisa memberi manfaat dan
inspirasi bagi para pembaca. Amin

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Tulang Bawang, 23 Januari 2018

Penulis,

KELOMPOK 09

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB. I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................ 2
BAB. II PEMBAHASAN ...................................................................................... 3
A. Definisi Asas Bimbingan dan Konseling ....................................................... 3
B. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling ........................................................... 3
1. Asas Kerahasiaan .................................................................................... 3
2. Asas Kesukarelaan .................................................................................. 4
3. Asas Keterbukaan ................................................................................... 5
4. Asas Kegiatan ......................................................................................... 6
5. Asas Kemandirian .................................................................................. 7
6. Asas Kekinian ......................................................................................... 8
7. Asas Kedinamisan .................................................................................. 9
8. Asas Keterpaduan ................................................................................... 9
9. Asas Kenormatifan ............................................................................... 10
10. Asas Keahlian ....................................................................................... 11
11. Asas Alih Tangan Kasus ...................................................................... 12
12. Asas Tut Wuri Handayani .................................................................... 13
BAB. III PENUTUP ............................................................................................ 15
A. Simpulan ...................................................................................................... 15
B. Saran ............................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 17

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan yang
bertujuan untuk membantu seseorang menjadi manusia yang dewasa dan mandiri,
yang memahami dirinya sendiri secara utuh dengan kelebihan dan kekurangannya
(Walgito, 2010: 9). Layanan bimbingan dan konseling diberikan oleh konselor/
guru pembimbing. Guru pembimbing/ konselor memiliki tugas, tanggung jawab,
dan wewenang dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling terhadap
siswa di sekolah. Tugas guru pembimbing/konselor terkait dengan pengembangan
diri siswa yang sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, dan kepribadian
yang dimiliki siswa. Dengan pemberian layanan bimbingan yang tepat dan
kontinyu diharapkan siswa mampu memahami kelebihan dan kekurangannya,
mandiri dan mampu mengoptimalkan potensi, bakat, dan minat yang dimiliki.
Guru pembimbing/ konselor memiliki tugas, tanggung jawab, dan
wewenang dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling terhadap siswa di
sekolah, dalam hal ini berarti bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan
pelayanan yang profesional, yang menguraikan pemahaman, penanganan dan
penyikapan tentang keadaan seseorang yang meliputi unsur kognisi, afeksi, dan
psikomotorik. Pekerjaan ini sangat penting sekali dalam dunia pendidikan, agar
tercipta keserasian atau keharmonisan antara guru dengan siswa.
Sesuai dengan makna uraian tentang pemahaman, penanganan dan
penyikapan (yang meliputi unsur-unsur kognisi, afeksi dan psikomotorik)
konselor terhadap kasus, pekerjaan profesional itu harus dilaksanakan dengan
mengikuti kaidah-kaidah yang menjamin efisien dan efektivitas proses dan lain-
lainnya. Kaidah-kaidah tersebut didasarkan atas tuntutan keilmuan layanan di satu
segi (antara lain bahwa layanan harus didasarkan atas data dan tingkat
perkembangan konseli), dan tuntutan optimalisasi proses penyelanggaraan
layanan di segi lain, yaitu antara lain suasana konseling ditandai oleh adanya
kehangatan, pemahaman, penerimaan, kebebasan dan keterbukaan, serta berbagai
sumber daya yang perlu diaktifkan (Prayitno dan Amti, 2013: 115).

1
Keberhasilan pelaksanaan bimbingan dan konseling itu sendiri sangat
ditentukan oleh kaidah-kaidah yang berlaku atau dalam kata lain disebut “asas”.
Asas-asas bimbingan dan konseling adalah merupakan rukun yang harus dipegang
teguh dan dikuasai oleh seorang guru pembimbing/ konselor dalam menjalankan
pelayanan atau menurut Prayitno dan Amti (2013: 115) asas-asas bimbingan dan
konseling merupakan ketentuan-ketentuan yang harus ditetapkan dalam
penyelenggaraan pelayanan itu. Asas-asas tersebut adalah sebagai jiwa dan nafas
dari seluruh kehidupan layanan bimbingan dan konseling. Apabila asas-asas itu
tidak dijalankan dengan baik, maka penyelenggaraan bimbingan dan konseling
akan berlawanan dengan tujuan bimbingan dan konseling, bahkan akan merugikan
orang-orang yang terlibat di dalam pelayanan, serta profesi bimbingan dan
konseling itu sendiri.
Berdasarkan penjelasan di atas, kami sebagai calon guru pembimbing/
konselor merasa perlu memahami asas-asas bimbingan dan konseling untuk
kemudian dapat diaplikasikan di lapangan agar aktivitas dalam layanan bimbingan
dan konseling yang nantinya akan kami tempuh tidak terjebak dalam berbagai
bentuk penyimpangan yang dapat merugikan semua pihak, khususnya pihak para
penerima jasa layanan (konseli), maka pemahaman dan penguasaan tentang asas-
asas bimbingan dan konseling oleh para konselor tidak bisa ditawar-tawar lagi dan
menjadi mutlak adanya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan asas bimbingan dan konseling?
2. Apa saja asas-asas bimbingan dan konseling?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka makalah ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui definisi dari asas bimbingan dan konseling.
2. Untuk memahami asas-asas bimbingan dan konseling.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Asas Bimbingan dan Konseling


Kamus besar bahasa Indonesia mengartikan asas sebagai “dasar”. Tetapi
asas dalam pengertian disini adalah bukan dasar tetapi “rukun”. Jadi, asas
bimbingan dan konseling berarti “rukun yang harus dipegang teguh dan dikuasai
oleh seorang guru pembimbing atau konselor dalam menjalankan pelayanan atau
kegiatan bimbingan dan konseling (Nasari, 2015)”. Setiap kegiatan selalu ada asas
yang dijadikan pegangan dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Demikian pula
dalam layanan/ kegiatan bimbingan dan konseling, ada asas yang dijadikan
pegangan dalam menjalankan kegiatan itu.

B. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling


1. Asas Kerahasiaan
Asas yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan peserta
didik (konseli) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang
tidak boleh dan tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal ini, guru pembimbing/
konselor berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan
keterangan itu sehingga kerahasiaan benar-benar terjamin (Yusuf dan Nurihsan,
2014: 22). Asas kerahasiaan ini merupakan asas kunci dalam usaha bimbingan
dan konseling. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan, maka penyelenggara atau
pemberi bimbingan akan mendapat kepercayaan dari semua pihak, terutama
penerima bimbingan yaitu konseli, sehingga mereka mau memanfaatkan jasa
bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, jika konselor tidak
dapat memegang asas kerahasiaan dengan baik, maka hilanglah kepercayaan
konseli, akibatnya pelayanan bimbingan tidak mendapat tempat di hati konseli dan
para calon konseli. Mereka takut meminta bantuan sebab khawatir masalah
mereka akan menjadi bahan gunjingan. Apabila hal terakhir itu terjadi, maka
tamatlah pelayanan bimbingan dan konseling ditangan konselor yang tidak dapat
dipercaya oleh konseli itu (Prayitno dan Amti, 2013: 115).

3
Seorang konselor berkewajiban untuk menjaga rahasia data tersebut, baik
data yang diperoleh dari hasil wawancara atau konseling, karena hubungan
menolong dalam bimbingan dan konseling hanya dapat berlangsung dengan baik
jika data informasi yang dipercayakan kepada konselor/ guru pembimbing dapat
dijamin kerahasiaannya. Dengan adanya asas kerahasiaan ini dapat menimbulkan
rasa aman dalam diri konseli (Nasari, 2015).
Berdasarkan apa yang dikemukakan di atas, maka yang terjadi saat
pelayanan bimbingan dan konseling yang dilakukan oleh konselor dan konseli
baik itu isi pembicaraan atau pun sikap konseli, kerahasiaanya perlu dihargai dan
dijaga dengan baik. Demikian pula catatan-catatan yang dibuat sewaktu atau pun
sesudah wawancara atau konseling perlu disimpan dengan baik dan kerahasiaanya
dijaga dengan cermat oleh konselor. Sebagaimana telah diketahui bahwa dalam
kegiatan bimbingan dan koseling, kadang-kadang konseli harus menyampaikan
hal-hal yang sangat pribadi/ rahasia kepada konselor. Oleh karena itu konselor
harus menjaga kerahasiaan data yang diperoleh dari konselinya. Contoh: ada
seorang konseli yang menceritakan kepada konselor bahwa konseli itu memiliki
penyakit HIV yang didapatnya sejak lama, maka seorang konselor harus bisa
menjaga kerahasian tersebut agar penyakit konseli itu tidak di ketahui oleh orang
banyak.

2. Asas Kesukarelaan
Asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik
(konseli) menjalani layanan/ kegiatan yang diperlukan baginya. Dalam hal ini
guru pembimbing (konselor) berkewajiban membina dan mengembangkan
kesukarelaan tersebut (Yusuf dan Nurihsan, 2014: 22). Proses bimbingan dan
konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan, baik dari pihak konseli
maupun dari pihak konselor. Konseli diharapkan secara sukarela dan rela tanpa
ragu-ragu ataupun merasa terpaksa menyampaikan masalah yang dihadapinya
serta mengungkapkan segenap fakta, data, dan seluk-beluk berkenaan dengan
masalahnya itu kepada konselor. Konselor hendaknya dapat memberikan bantuan
dengan tidak terpaksa, atau dengan kata lain konselor memberikan bantuan
dengan ikhlas (Prayitno dan Amti, 2013: 116).

4
Telah dikemukakan bahwa bimbingan merupakan proses membantu
individu. Membantu disini mengandung arti bahwa bimbingan bukan merupakan
suatu paksaan, akan tetapi merupakan suatu binaan. Oleh karena itu, dalam
kegiatan bimbingan dan konseling diperlukan adanya kerjasama yang demokratis
antara konselor/ guru pembimbing dengan konselinya. Kerjasama akan terjalin
bilamana konseli dapat dengan suka rela menceritakan serta menjelaskan masalah
yang dialaminya kepada konselor (Nasari, 2015). Contoh: konseli sakit hati
karena dikirim oleh wakasek kesiswaan ke ruang BK, dalam hal ini konseli masih
dalam keadaan terpaksa, dan sebisa mungkin sebelum proses konseling konseli ini
harus sukarela dulu mau di konseling, tidak boleh terpaksa.

3. Asas Keterbukaan
Asas yang menghendaki agar peserta didik (konseli) yang menjadi sasaran
layanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam memberikan
keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi
dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru
pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik (konseli).
Keterbukaan ini berkaitan dengan terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya
kesukarelaan pada diri peserta didik yang menjadi sasaran layanan/ kegiatan. Agar
peserta didik dapat terbuka, guru pembimbing/ konselor terlebih dahulu harus
bersikap terbuka dan tidak berpura-pura (Yusuf dan Nurihsan, 2014: 22).
Asas keterbukaan merupakan asas yang penting bagi konselor/ guru
pembimbing, karena hubungan tatap muka antara konselor dan konseli merupakan
pertemuan batin. Adanya keterbukaan ini dapat ditumbuhkan kecenderungan pada
konseli untuk membuka dirinya, untuk membuka kedok hidupnya yang menjadi
penghalang bagi perkembangan psikisnya. Konselor yang sukses adalah konselor
yang bisa memudahkan konseli untuk membuka dirinya dan berusaha memahami
lebih jauh tentang dirinya sendiri. Truax dan Carkhuff (dalam Nasari, 2015)
menyimpulkan bahwa ada hubungan yang erat antara keterbukaan konselor dan
kemampuan konseli membuka diri (self exploration). Keterbukaan ini bukan
hanya sekadar bersedia menerima saran-saran dari luar, lebih dari itu diharapkan
masing-masing pihak yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk

5
kepentingan pemecahan masalah. Individu yang membutuhkan bimbingan
diharapkan dapat berbicara sejujur mungkin dan berterus terang tentang dirinya
sendiri sehingga dengan keterbukaan ini penelaahan serta pengkajian berbagai
kekuatan dan kelemahan konseli dapat dilaksanakan (Prayitno dan Amti, 2013:
116).
Keterusterangan dan kejujuran konseli akan terjadi jika konseli tidak lagi
mempersoalkan asas kerahasiaan dan kesukarelaan; maksudnya, konseli betul-
betul telah mempercayai konselornya lebih jauh, keterbukaan akan semakin
berkembang apabila konseli tahu bahwa konselornya terbuka. Keterbukaan di sini
di tinjau dari dua arah. Dari pihak konseli diharapkan mau membuka diri sehingga
apa yang ada pada dirinya dapat di ketahui oleh orang lain, dan keduanya mau
membuka diri dalam arti mau menerima saran-saran dan masukan lainya dari
pihak luar. Dari pihak konselor, keterbukaan terwujud dengan kesediaan konselor
menjawab pertanyaan-pertanyaan konseli dan mengungkapkan diri konselor
sendiri jika hal itu memang dikehendaki oleh konseli (Prayitno dan Amti, 2013:
116). Contoh : ada konseli yang memiliki sifat tertutup, sebagai konselor kita
harus dapat mengubah konseli untuk berbicara secara terbuka dan tidak berpura-
pura dalam menceritakan masalah pribadinya sendiri, sehingga konseli dapat
berbicara jujur dan merasa nyaman dalam menyampaikan masalahnya.

4. Asas Kegiatan
Asas yang menghendaki agar peserta didik (konseli) yang menjadi sasaran
layanan dapat berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan layanan/ kegiatan
bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing/ konselor perlu mendorong dan
memotivasi peserta didik untuk aktif dalam setiap layanan/ kegiatan bimbingan
dan konseling yang diberikan kepadanya (Yusuf dan Nurihsan, 2014: 22).
Menurut Prayitno dan Amti (2013: 117) usaha bimbingan dan konseling
tidak akan memberikan buah yang berarti bila konseli tidak melakukan sendiri
kegiatan dalam mencapai tujuan bimbingan dan konseling, karena dalam proses
pelayanan bimbingan dan konseling terkadang konselor memberikan beberapa
tugas dan kegiatan pada konselinya. Hasil usaha bimbingan dan konseling tidak
akan tercapai dengan sendirinya, melainkan harus dengan kerja keras dari konseli

6
sendiri. Konselor hendaklah membangkitkan semangat konseli sehingga ia
mampu dan mau melaksanakan kegiatan yang diperlukan dalam penyelesaian
masalah yang menjadi pokok pembicaraan dalam konseling.
Asas ini merujuk pada pola konseling “multidimensional” yang tidak
hanya mengandalkan transaksi verbal antara konseli dan konselor. Dalam
penyelenggaraannya, yaitu konseli aktif menjalani proses konseling dan aktif pula
melaksanakan/ menerapkan hasil-hasil konseling (Prayitno dan Amti 2013: 117).
Contoh: seorang konselor harus bisa membuat suatu program kegiatan seperti
ospek maupun MOS (siswa baru) agar konseli/ peserta didik dapat mengenali
lingkungan yang baru serta mampu untuk menyesuaikan dirinya dengan
lingkungan yang baru.

5. Asas Kemandirian
Asas yang menunjukkan pada tujuan umum bimbingan dan konseling
yaitu peserta didik (konseli) sebagai sasaran layanan/kegiatan bimbingan dan
konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri, dengan ciri-ciri
mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil
keputusan, mengarahkan, serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing
(konselor) hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan
konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian peserta
didik (Yusuf dan Nurihsan, 2014: 22).
Salah satu tujuan pemberian layanan bimbingan dan konseling adalah agar
konselor berusaha menghidupkan kemandirian di dalam diri konseli. Agar dapat
tumbuh sikap kemandirian tersebut, maka konselor harus memberikan respon
yang cermat terhadap konseli atas keluhan-keluhan yang diungkapkan. Individu
yang dibimbing setelah dibantu diharapkan dapat mandiri dengan ciri-ciri pokok
mampu (Prayitno dan Amti, 2013: 117):
a) mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana mestinya;
b) menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis;
c) mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri;
d) mengarahkan diri sesui dengan keputusan itu;

7
e) mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat dan
kemampuan - kemampuan yang dimiliki.
Kemandirian dengan ciri-ciri umum di atas haruslah disesuikan dengan
tingkat perkembangan dan peranan konseli dalam kehidupan sehari-hari.
Kemandiran sebagai hasil konseling menjadi arah dari keseluruhan proses
konseling, dan hal itu didasari baik oleh konselor maupun konseli (Prayitno dan
Amti, 2013: 117). Contoh: ada seorang konseli yang cacat fisik datang pada
konselor dan menceritakan bahwa dia tidak memiliki semangat untuk meneruskan
hidupnya, sebagai konselor yang profesional harus bisa menumbuhkan rasa
semangat hidup dengan cara memberikan pemahaman agar konseli tersebut
mengenal dan menerima dirinya dan lingkungannya, serta mampu mengambil
sebuah keputusan agar konseli tersebut menjadi diri yang mandiri .

6. Asas Kekinian
Asas yang menghendaki agar objek sasaran layanan bimbingan dan
konseling, yakni permasalahan yang dihadapi peserta didik/ konseli dalam kondisi
sekarang. Layanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa
lampau pun” dilihat dampak dan memiliki keterkaitan dengan apa yang ada dan
diperbuat peserta didik (konseli) pada saat sekarang (Yusuf dan Nurihsan, 2014:
23).
Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh
menunda-nunda pemberian bantuan. Jika di minta bantuan oleh konseli atau jelas
terlihat misalnya ada siswa yang mengalami masalah, maka konselor hendaklah
segera memberikan bantuan. Konselor tidak selayaknya menunda-nunda
pemberian bantuan dengan berbagai alasan. Konselor harus mendahulukan
kepentingan konseli daripada yang lain. Jika konselor benar-benar memiliki
alasan yang kuat untuk tidak memberikan bantuannya saat iu juga, maka dia harus
dapat mempertanggungjawabkan bahwa penundaan yang dilakukan itu justru
untuk kepentingan konseli (Prayitno dan Amti, 2013: 117). Contoh: misal konseli
saat ini mengalami masalah kesulitan belajar, ya masalah konseli sekaranglah
yang dibahas (kesulitan belajar) bukan menyelesaikan masalah konseli yang telah
lampau.

8
7. Asas Kedinamisan
Asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan (peserta
didik/ konseli) yang sama hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton dan
terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap
perkembangannya dari waktu ke waktu (Yusuf dan Nurihsan, 2014: 23). Usaha
bimbingan dan konseling yang menghendaki terjadinya perubahan pada
konselinya yang dibimbing. Contoh: konseli yang mengalami masalah sering tidur
saat pelajaran, setelah proses konseling, konseli dapat berubah ke arah yang lebih
baik (tidak lagi tidur di kelas).
Keberhasilan usaha pelayanan BK ditandai dengan terjadinya perubahan
sikap dan tingkah laku konseli ke arah yang lebih baik. Demi mewujudkan
terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku itu membutuhkan proses dan waktu
tertentu sesuai dengan kedalaman dan kerumitan masalah yang dihadapi konseli.
Konselor dan konseli serta pihak-pihak lain diminta untuk memberikan kerjasama
sepenuhnya agar pelayanan BK yang diberikan dapat dengan cepat menimbulkan
perubahan dalam sikap dan tingkah laku konseli. Perubahan itu tidaklah sekadar
mengulang yang lama yang bersifat menoton, melainkan perubahan yang selalu
menuju kesuatu pembaruan, sesuatu yang lebih maju, dinamis sesuai dengan arah
perkembangan konseli yang dikehendaki karena asas kedinamisan mengacu pada
hal-hal baru yang hendaknya terdapat pada dan menjadi ciri-ciri dari proses
konseling dan hasil-hasilnya (Prayitno dan Amti, 2013: 118). Oleh karena itu,
seorang konselor harus mampu mengikuti perkembangan zaman, agar konselor
dapat menyelesaikan permasalahan konseli yang semakin hari semakin kompleks,
misalnya masalah keluarga broken dan pergaulan bebas dikalangan pemuda.

8. Asas Keterpaduan
Asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan
dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain,
saling menunjang, harmonis dan terpadu. Untuk itu kerja sama antara guru
pembimbing/ konselor dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan
pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi

9
dengan berbagai pihak yang terkait dengan bimbingan dan konseling menjadi
amat penting dan harus dilaksanakan sebaik-baiknya (Yusuf dan Nurihsan, 2014:
23). Contoh: seorang konselor melakuakan kerjasama dengan seorang psikologi
seks maupun dokter kandungan, dan mengundang ke sekolah untuk memberikan
pemahaman kepada peserta didik di sekolah agar konseli/peserta didik memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang lebih jelas tentang seks, supaya mereka tidak
terjerat dalam pergaulan bebas.
Individu memiliki berbagai aspek kepribadian yang apabila keadaannya
tidak seimbang, tidak serasi, dan tidak terpadu justru akan menimbulkan masalah.
Oleh sebab itu, usaha bimbingan dan konseling hendaknya memadukan berbagai
aspek kepribadian konseli. Selain keterpaduan pada diri konseli, juga harus
terpadu dalam isi dan proses layanan yang diberikan. Tidak boleh aspek layanan
yang satu tidak serasi apalagi bertentangan dengan aspek layanan yang lainnnya
(Prayitno dan Amti, 2013: 118). Konselor harus mampu memadukan lingkungan,
keluarga, pergaulan konseli dengan masalah yang konseli hadapi. Aspek
keterpaduan juga menuntut konselor memiliki wawasan yang luas tentang
perkembangan konseli dan aspek-aspek lingkungan konseli, serta berbagai sumber
yang dapat diaktifkan untuk menangani masalah konseli (Tohirin, 2009: 92).

9. Asas Kenormatifan
Asas yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan
dan konseling didasarkan pada nilai dan norma yang ada, tidak boleh bertentangan
dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum, peraturan,
adat istiadat, ilmu pengetahuan dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku. Bukanlah
layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat
dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai
dan norma yang dimaksudkan itu. Bahkan lebih jauh lagi, layanan/ kegiatan
bimbingan dan konseling ini harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik
(konseli) dalam memahami, menghayati dan mengamalkan nilai dan norma
tersebut (Yusuf dan Nurihsan, 2014: 23).
Seluruh isi dan proses konseling harus sesuai dengan norma-norma yang
berlaku. Demikian pula prosedur, teknik dan peralatan (instrumen) yang dipakai

10
tidak menyimpang dari norma-norma yang berlaku (Tohirin, 2009: 93). Ditilik
dari permasalahan konseli, barangkali pada awalnya ada materi bimbingan dan
konseling yang tidak bersesuaian dengan norma (misalnya konseli mengalami
masalah melanggar norma-norma tertentu), namun justru dengan pelayanan
bimbingan dan konseling tingkah yang melanggar norma itu diarahkan kepada
yang lebih bersesuaian dengan norma (Prayitno dan Amti, 2013: 119). Tetapi
harus diingat bahwa konselor tidak boleh memaksakan nilai atau norma yang
dianutnya itu kepada konselinya, konselor dapat membicarakan secara terbuka
dan terus terang segala sesuatu yang menyangkut norma dan nilai-nilai itu,
bagaimana berkembangnnya, bagaimana penerimaan masyarakat, apa dan
bagaimana akibatnya bila norma dan nilai-nilai itu terus dianut dan lain
sebagainya. Contoh: Jika dilingkungan konseli tidak melarang berboncengan
dengan lawan jenis, maka pelayanan bimbingan konseling tidak boleh melarang
hal itu.

10. Asas Keahlian


Asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini,
para pelaksana bimbingan dan konseling hendaknya merupakan tenaga yang
benar-benar ahli dalam bimbingan dan konseling. keprofesionalan guru
pembimbing/ konselor harus terwujud, baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis
layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling maupun dalam penegakan kode
etik bimbingan dan konseling (Yusuf dan Nurihsan, 2014: 23). Contoh: konseling
harus ditangani oleh guru BK/ konselor (lulusan S1, pendidikan profesi konselor,
S2, S3 bimbingan konseling), atau jika tenaga konselor tidak dapat
menyelesaikannya dapat dialihtangankan kepada yang lebih ahli.
Usaha bimbingan dan konseling perlu dilakukan asas keahlian secara
teratur dan sistematik dengan menggunakan prosedur, teknik dan alat
(instrumentasi bimbingan dan konseling) yang memadai. Untuk itu para konselor
perlu mendapat latihan secukupnya, sehingga dengan itu akan dapat dicapai
keberhasilan usaha pemberian layanan. Pelayanan bimbingan dan konseling
adalah pelayanan profesional yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli

11
khusus dididik untuk pekerjaan itu. Asas keahlian selain mengacu kepada
kualifikasi konselor (misalnya pendidikan sarjana bimbingan dan konseling), juga
kepada pengalaman. Teori dan praktik bimbingan dan konseling perlu dipadukan.
Oleh karena itu, seorang konselor ahli harus benar-benar menguasai teori dan
praktik konseling secara baik (Prayitno dan Amti, 2013: 119).

11. Asas Alih Tangan Kasus


Asas yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu
menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas
suatu permasalahan peserta didik (konseli) dapat mengalihtangankan
permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing/ konselor dapat
menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain.
Demikian pula, sebaliknya guru pembimbing/ konselor, dapat mengalihtangankan
kasus kepada pihak yang lebih kompeten, baik yang berada di dalam lembaga
sekolah maupun di luar sekolah (Yusuf dan Nurihsan, 2014: 24). Contoh: seorang
peserta didik/ konseli yang mengalami stres akibat tidak lulus sekolah datang
kepada konselor, dalam konteks ini seorang konselor tidak dapat bertidak sendiri.
Seorang konselor harus melakukan kerjasama dengna pihak yang lebih kompeten
dalam kasus ini seperti membawa konseli tersebut pada seorang psikiater maupun
dokter.
Jika konselor sudah mengerahkan segenap kemampuannya untuk
membantu individu, namun individu yang bersangkutan belum dapat terbantu
sebagaimana yang diharakan, maka konselor dapat mengirim individu tersebut
kepada petugas atau badan yang lebih ahli. Di samping itu asas ini juga
mengisyaratkan bahwa pelayanan bimbingan konseling hanya menangani
masalah-masalah individu sesuai dengan kewenangan petugas yang bersangkutan,
dan setiap masalah ditangani oleh ahli yang berwenang untuk itu. Bimbingan dan
konseling hanya memberikan kepada individu yang pada dasarnya normal dan
bekerja dengan kasus-kasus yang terbebas dari masalah-masalah kriminal ataupun
perdata (Prayitno dan Amti, 2013: 120).

12
12. Asas Tut Wuri Handayani
Asas yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara
keseluruhan dapat menciptakan suasana yang mengayomi (memberikan rasa
aman), mengembangkan keteladaan, dan memberikan rangsangan dan dorongan,
serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik (konseli) untuk maju.
Demikian juga segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling yang
diselenggarakan hendaknya disertai dan sekaligus dapat membangun suasana
pengayoman, keteladanan, dan dorongan seperti itu (Yusuf dan Nurihsan, 2014:
24). Contoh: seorang konselor harus menjadi guru teladan, dan menyenangkan
agar peserta didik/ konseli tidak takut menceritakan masalahnya kepada konselor
dan mampu mengayomi paserta didik.
Menurut Prayitno dan Amti (2013, 120) asas ini menunjuk pada suasana
umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara
konselor dan konseli. Lebih-lebih di lingkungan sekolah, asas ini makin dirasakan
keperluannya dan bahkan perlu dilengkapi dengan “ing ngarso sung tolodo (di
depan memberi contoh (teladan yang baik)), ing madya mangun karso (di tengah
memberi bimbingan) dan tut wuri handayani (di belakang memberikan dorongan
moral dan semangat)”. Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan
konseling tidak hanya dirasakan pada waktu konseli mengalami masalah dan
menghadap kepada konselor saja, namun di luar hubungan proses bantuan
bimbingan dan konseling pun hendaknya dirasakan adanya dan manfaatnya
pelayanan bimbingan dan konseling itu.
Selain asas-asas tersebut terkait satu sama lain, segenap asas itu perlu
diselenggarakan secara terpadu dan tepat waktu, yang satu tidak perlu
didahulukan atau dikemudiankan dari yang lain. Begitu pentingnya asas-asas
tersebut, sehinggga dapat dikatakan bahwa asas-asas itu merupakan jiwa dan nafas
dari seluruh proses kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Apabila asas-
asas itu tidak dijalankan dengan baik penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan
konseling akan tersendat-sendat atau bahkan berhenti sama sekali (Yusuf dan
Nurihsan, 2014: 24).
Kedua belas asas bimbingan dan konseling tersebut pada dasarnya
menegaskan bahwa para konselor merupakan para ahli yang memiliki kemampuan

13
untuk membimbing konselinya, baik secara ikhlas maupun profesional sehingga
mereka mampu meningkatkan taraf kehidupannya yang lebih baik, terutama
berkaitan dengan persoalan mentalitas konseli, baik dalam menghadapi
lingkungannya maupun orang-orang yang ada di sekelilingnya (Nasari, 2015).

14
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan pada pembahasan bab 2, dapat ditarik kesimpulkan sebagai
berikut:
1. Asas bimbingan dan konseling adalah rukun yang harus dipegang teguh
dan dikuasai oleh seorang guru pembimbing atau konselor dalam menjalankan
pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling.
2. Asas kerahasiaan, yaitu asas yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan
keterangan peserta didik (konseli) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data
atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui orang lain.
3. Asas kesukarelaan, yaitu asas yang menggambarkan proses bimbingan dan
konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan, baik dari pihak konseli
maupun dari pihak konselor.
4. Asas keterbukaan, yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (konseli)
yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura,
baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam
menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi
pengembangan dirinya.
5. Asas kegiatan, yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (konseli) yang
menjadi sasaran layanan dapat berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan
layanan/ kegiatan bimbingan.
6. Asas kemandirian, yaitu asas yang menunjukkan pada tujuan umum bimbingan
dan konseling yaitu peserta didik (konseli) sebagai sasaran layanan/kegiatan
bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri.
7. Asas kekinian, yaitu asas yang menghendaki agar objek sasaran layanan
bimbingan dan konseling, yakni permasalahan yang dihadapi peserta didik/
konseli dalam kondisi sekarang. Asas kekinian juga mengandung pengertian
bahwa konselor tidak boleh menunda-nunda pemberian bantuan.
8. Asas kedinamisan, yaitu asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap
sasaran layanan (peserta didik/ konseli) yang sama hendaknya selalu bergerak

15
maju, tidak monoton dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan
kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
9. Asas keterpaduan, yaitu asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan
kegiaan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing
maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis dan terpadu.
10. Asas kenormatifan, yaitu asas yang menghendaki agar segenap layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada nilai dan norma yang ada,
tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan
norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan dan
kebiasaan-kebiasaan yang berlaku.
11. Asas keahlian, yaitu asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah
professional.
12. Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas yang menghendaki agar pihak-pihak yang
tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat
dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (konseli) dapat
mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli.
13. Asas Tutwuri Handayani, yaitu asas yang menghendaki agar pelayanan
bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang
mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladaan, dan
memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya
kepada peserta didik (konseli) untuk maju.

B. Saran
Semoga makalah ini berguna bagi penulis dan pembaca agar menambah
wawasan tentang komunikasi dalam bidang bimbingan dan konseling. Dalam
penulisan ini masih banyak kekurangan – kekurangan untuk itu penulis berharap
dapat di beri masukan, kritik dan saran yang bersifat konstruktif.

16
DAFTAR PUSTAKA

Nasari, Pareza. 2015. Asas-Asas Bimbingan Konseling. [Online]. Tersedia:


Http://parezanasari.blogspot.co.id/2015/01/makalah-asas-asas-bimbingan-
konseling.html, diakses pada 22 Januari 2018.

Prayitno dan Amti, Erman. 2013. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling.


Jakarta: Rineka Cipta.

Tohirin. 2009. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah


(Berbasis Integrasi). Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Walgito, Bimo. 2010. Bimbingan dan Konseling [Studi dan Karir].


Yogyakarta: ANDI.

Yusuf, Syamsu, dan Nurihsan, Juntika. 2014. Landasan Bimbingan dan


Konselig. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

17

Anda mungkin juga menyukai