Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lipstik merupakan salah satu jenis kosmetik dekoratif yang digunakan

sebagai pewarna bibir dimana sangat diminati oleh masyarakat terutama kalangan

wanita. Faktanya, lipstik saat ini telah tersedia sekitar ratusan jenis warna hanya

untuk memenuhi permintaan dari konsumen wanita (Chattopadhyay, 2005). Oleh

karena itu, warna dari lipstik dapat meningkatkan nilai estetika suatu sediaan dan

menarik konsumen. Namun, biasanya pewarna yang digunakan ialah pewarna

sintetis dimana banyak diantaranya bersifat irritant dan dapat menim bulkan reaksi

alergi.

Untuk mencegah terjadinya hal yang membahayakan masyarakat

pengguna lipstik, terdapat banyak tanaman yang berpotensi sebagai zat warna

alami. Tanaman yang berpotensi sebagai zat warna salah satunya ialah bunga

kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.). Berdasarkan penelitian sebelum nya,

bunga kembang sepatu berpotensi sebagai zat warna alami dimana memiliki

kandungan senyawa antosian.

Hal yang menjadi daya tarik konsumen pengguna lipstik tidak hanya dari

segi warna tetapi juga dari segi fisiknya. Konsistensi dan bentuk fisik lipstik

dipengaruhi oleh basis yang digunakan. Perbandingan komposisi basis berperan

penting dalam menghasilkan lipstik yang berkualitas. Kualitas dari lipstik dapat

1
2

dilihat dari stabilitas fisiknya. Stabilitas fisik suatu sediaan lipstik selama proses

produksi hingga sampai ke tangan konsumen sangat ditentukan oleh konsistensi

dari lipstik itu sendiri.

Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik, stabilitas fisik,

dan keamanan formula optim um dengan kombinasi basis carnauba wax dan

beeswax dalam sediaan lipstik menggunakan ekstrak etanolik mahkota bunga

kembang sepatu (H. rosa-sinensis) sebagai pewarna. Digunakan kedua basis

tersebut dikarenakan menurut Pramitasari (2011), dapat menghasilkan sediaan

lipstik yang lembut. Untuk mendapatkan formula yang paling baik dapat

dilakukan dengan menggunakan metode Simplex Lattice Design untuk

menghindari trial and error. Formula optimum lipstik kemudian perlu diamati

bagaimana stabilitas fisiknya selama penyimpanan. Oleh karena itu perlu

dilakukan penelitian mengenai stabilitas fisik formula optimum dari lipstik

ekstrak etanolik mahkota bunga kembang sepatu (H. rosa-sinensis).

B. Perumusan Masalah

1. Berapakah perbandingan komposisi carnauba wax dan beeswax dalam

sediaan lipstik ekstrak etanolik mahkota bunga kembang sepatu (H. rosa-

sinensis) menghasilkan formula yang memberikan sifat fisik paling baik?

2. Apakah formula optimum sediaan lipstik ekstrak etanolik mahkota bunga

kembang sepatu (H. rosa-sinensis) dengan menggunakan basis kombinasi

carnauba wax dan beeswax stabil secara fisik?


3

3. Apakah lipstik dengan pewarna dari ekstrak etanolik mahkota bunga kembang

sepatu (H. rosa-sinensis) aman untuk digunakan?

C. Tujuan Penelitian

1. M engetahui perbandingan kom posisi carnauba wax dan beeswax dalam

sediaan lipstik ekstrak etanolik mahkota bunga kembang sepatu (H. rosa-

sinensis) yang menghasilkan formula paling optimum .

2. M engetahui stabilitas fisik formula optimum sediaan lipstik ekstrak etanolik

mahkota bunga kembang sepatu (H. rosa-sinensis) menggunakan basis

kombinasi carnauba wax dan beeswax.

3. M engetahui apakah ekstrak etanolik mahkota bunga kembang sepatu (H. rosa-

sinensis) aman digunakan sebagai pewarna dalam sediaan lipstik .

D. Tinjauan Pustaka

1. Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.)

a. Klasifikasi Tumbuhan

Divisi : Spermatophyta

Sub-divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : M alvales

Suku : M alvaceae

M arga : Hibiscus
4

Jenis : Hibiscus rosa-sinensis L.

(Hutapea, 2000)

Gam bar 1. Bunga kem bang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.)

b. M orfologi

M erupakan tanaman perdu dengan tinggi 1-4 m. M emiliki daun

bertangkai, bulat telur, meruncing, kebanyakan tidak berlekuk, bergerigi kasar,

dengan ujung runcing dan pangkal bertulang daun menjari. Daun penumpu

berbentuk garis. Tangkai bunga beruas. Bunga berdiri sendiri, tidak atau sedikit

menggantung. Kelopak berbentuk tabung. Daun mahkota bulat telur terbalik

dengan panjang sekitar 5,5-8,5 cm, merah dengan noda tua pada pangkalnya,

berwarna daging, oranye, atau kuning. Panjang tabung benang sari kurang lebih

sama seperti mahkotanya (Steenis, 2008).

c. Kandungan Kimia

Bunga dari kembang sepatu (H. rosa-sinensis) mengandung sianidin

diglukosida, flavonoid dan vitamin seperti thiamin, riboflavin , niasin, dan asam
5

askorbat. Pada penelitian sebelumnya, antosian yang terkandung pada bunga

kembang sepatu berwarna merah adalah sianidin-3-sophorosida (Nakamura et al.,

1990). Sedangkan, pada bunga kembang sepatu berwarna kuning terdapat

sianidin-3,5-diglukosida dan sianidin-3-sophorosida-5-glukosida (Kumar &

Singh, 2012).

2. Antosian in

Antosianin merupakan pigmen yang paling tersebar luas dalam tumbuhan.

Pigmen tersebut memberikan warna oranye, merah, ungu dan biru pada bunga dan

tanaman lainnya. Antosianin banyak ditemukan di alam sebagai glikosida dari

polihidroksi dan polimetoksi turunan garam flavilium (Welch et al., 2009).

Gam bar 2. Struktur dasar antosian (Delgado -Vargas & Paredes-Lopez, 2003)

Stabilitas antosianin dipengaruhi oleh pH, suhu penyimpanan, cahaya,

enzim, oksigenasi, perbedaan struktur dalam antosian, dan konsentrasi da ri

antosian. Pada pH rendah atau asam, antosianin berwarna merah dan jika berada

pada lingkungan dengan pH tinggi maka berubah men jadi warna violet kemudian

biru (Bernad et al., 2012).


6

Warna dari antosian dipengaruhi oleh jumlah dari gugus hidroksil dan

metoksil. Semakin banyak gugus hidroksil, maka semakin biru warna yang

dihasilkan. Sebaliknya, semakin merah jika gugus metoksil semakin banyak

(Delgado-Vargas & Paredes-Lopez, 2003). Pada pH sangat asam, kation flavilium

berwarna merah mendominasi (Rein, 2005). Peningkatan pH menyebabkan

terbentuknya struktur quinonoidal dimana akan terjadi perubahan warna menjadi

biru. Dapat disimpulkan bahwa kation flavilium muncul pada pH rendah dan pada

pH lebih tinggi dapat ditemukan campuran dari struktur quinonoidal. Oleh karena

itu, antosianin berwarna merah pada pH asam, ungu pada pH netral, dan biru pada

pH basa (Delgado-Vargas & Paredes-Lopez, 2003).

Gam bar 3. Reaksi perubahan warna antosian (De lgado -Vargas & Paredes-Lopez, 2003)

Stabilitas dari antosianin juga dipengaruhi oleh temperatur. Kecepatan

degradasi dari antosian akan meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur.

Hal ini menyebabkan penurunan intensitas warna dari antosianin. Bentuk dari

kalkon adalah langkah awal dari adanya degradasi antosianin yang dipengaruhi
7

oleh suhu dimana pada akhirnya akan berubah menjadi warna coklat, terutama

jika terdapat oksigen (Rein, 2005).

3. Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses pemisahan antara suatu komponen menggunakan

suatu pelarut sesuai dengan prosedur ekstraksi (Handa et al., 2008). Berbagai

macam pelarut telah digunakan untuk ekstraksi fitokonstituen yang berbeda.

Bagian tanaman dikeringkan terlebih dahulu agar dapat memperpanjang masa

penyimpanan (Doughari, 2012).

Adapun dua macam metode ekstraksi, yaitu:

a. M aserasi

Pada metode maserasi, biasanya bahan dihaluskan kemudian direndam

dalam pelarut hingga meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat yang

mudah larut akan melarut. Ekstrak kemudian dipisahkan dari ampasnya. M aserasi

o o
biasanya dilakukan pada temperatur 15 C-20 C dalam waktu selama 3 hari hingga

bahan yang diinginkan benar-benar melarut.

b. Perkolasi

Perkolasi ialah proses dimana bahan yang sudah halus diekstraksi dalam

pelarut yang cocok dengan cara dilewatkan secara perlahan di dalam suatu kolom.

Aliran pelarut dalam kolom umumnya dari atas ke bawah. Dalam percolator yang

khusus dan lebih canggih, ada penambahan tekanan pada kolom dimana didesak

oleh tekanan udara yang ditiupkan melalui lubang masuk kemudian dikeluarkan

melalui lubang keluar (Ansel, 1989).


8

4. Lipstik

Lipstik merupakan kosmetik yang digunakan pada bibir dan umumnya

berbentuk stick (EIRI Board of Consultants and Engineers, 2007). Ada banyak

faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan lipstik, terutama agar dapat

diterima dan digunakan oleh konsumen. Persyaratan tersebut ialah masalah

penampilan dan konsistensi lipstik itu sendiri, bagaimana sifatnya saat

diaplikasikan pada bibir, dan karakteristik film yang ditinggalkan pada bibir. Film

tersebut harus menutupi bibir secara keseluruhan, menimbulkan efek mengkilap,

dan dapat bertahan lama. Oleh karena itu, film tersebut harus dapat ber -adhesi

secara kuat pada bibir (Jellinek, 1970).

Ciri-ciri lipstik yang baik adalah tidak mengiritasi, mudah diaplikasikan,

tidak membuat bibir menjadi kering, warna dapat bertahan lama tetapi mudah

dihapus, bertahan lama pada temperatur kamar, dan warnanya yang homogen

(EIRI Board of Consultants and E ngineers, 2007).

a. Komposisi Lipstik

1) Basis

Basis dalam lipstik memegang peranan yang sangat penting. Suatu

basis harus dapat mendistribusikan warna secara uniform, dapat

dicetak dengan mudah, tidak mudah patah setelah dicetak, dan muda h

diaplikasikan. M asing-masing dari jenis basis tidak memiliki

karakteristik yang ideal, sehingga sangat dibutuhkan kombi nasi dari

basis-basis tersebut (Lauffer, 1972). Adapun material yang dapat

digunakan untuk basis, yaitu:


9

a) M inyak

Komponen minyak pada lipstik dipilih untuk dapat melarutkan

pewarna. M inyak yang biasa digunakan adalah castor oil,

tetrahidrofufuril alkohol, asam lemak alkilonamid, alkohol

dihidrat, isopropil miristat, isopropil palmitat, paraffin oil.

b) Lemak

Fungsi dari lemak pada sediaan lipstik adalah untuk memberikan

lapisan pada bibir, memperhalus bibir, dan meningkatkan dispersi

dari pigmen yang tidak larut. Lemak yang biasa digunakan adalah

cocoa butter, setil alkohol, dan adeps lanae.

c) Lilin

Konsistensi dari lipstik sangat dipengaruhi o leh lilin yang

digunakan. Lilin yang biasanya digunakan pada sediaan lipstik

adalah carnauba wax, ozokerit, beeswax, candelilla wax, dan

ceresin (Jellinek, 1970).

2) Pewarna

Warna dari lipstik merupakan hal pertama yang dilihat oleh konsumen.

Terdapat 2 (dua) cara dalam mewarnai bibir, yaitu dengan mewarnai

kulit dari bibir dikarenakan pewarna tersebut berpenetrasi ke dalam

lapisan luar bibir. Cara yang kedua adalah dengan cara melapisi bibir

tersebut dengan pewarna.


10

Berikut ini adalah proporsi yang biasanya digunakan pada lipstik:

a) Bahan pewarna / staining dyes (bromo acid) : 0.5-3%

b) Pigmen larut minyak : 2%

c) Pigmen tidak larut minyak : 8-10%

d) Titanium dioksida : 1-4%

(Harry et al., 1982)

3) Parfum

M inyak parfum sangat mempengaruhi minat konsumen dalam mem ilih

lipstik. Parfum tersebut juga sebaiknya tidak mengiritasi dan memiliki

rasa yang tidak enak. Wanginya harus dapat menghilangkan bau lemak

dari basis yang digunakan. Bahan yang ditemukan dapat mengiritasi

salah satunya adalah metil heptin karbonat, benzilidene-aseton, minyak

bergamot (Lauffer, 1972).

b. Proses Pembuatan Lipstik

1) Persiapan dan Pencampuran

Proses pencampuran lipstik ada dua macam cara, pertama pewarna

dicampur dengan bahan yang sesuai dari formula lipstik tersebut. Cara

yang kedua adalah dengan mendispersikan zat warna ke dalam seluruh

basis yang digunakan. Tujuan dari pencampuran ini adalah agar didapat

warna yang homogen.

Zat warna dicampur terlebih dahulu dengan pelarutnya,

menggunakan panas jika diperlukan. Setelah homogen, sisihkan terleb ih

dahulu sambil membuat larutan pigmen.


11

Saat menyiapkan larutan pigmen, warna terlebih dahulu dikecilkan

partikelnya dengan zat pembasah, seperti lanolin, komponen poliglikol,

dan sebagainya.

Proses pembuatan lipstik sebaiknya pada suhu se minimal mungkin

(Harry et al., 1982). Pencampuran dalam kecepatan tinggi harus

dihindarkan. Setelah campuran meleleh dan tercampur sempurna,

ditambahkan parfum. Lipstik yang telah dicampur dengan parfum harus

ditutup secara rapat di dalam ruang yang gelap dan suhu yang r endah jika

memungkinkan (Lauffer, 1972).

2) Moulding

M assa lipstik dilelehkan kembali jika perlu dan aduk selama

kurang lebih 30 menit, untuk menghindari adanya udara di dalam massa

tersebut, sebelum dimasukkan ke dalam cetakan. Cetakan lipstik biasanya

terbuat dari alumunium. Setelah dicetak, stik dapat disim pan hingga satu

minggu sebelum dapat ditaruh ke dalam wadah lipstiknya (Harry et al.,

1982).

3) Flam ing

Setelah lipstik ditaruh di dalam wadahnya, lapisan luar dipanasi

secara cepat agar penampilannya lebih baik. Caranya adalah dengan

melewatkan lipstik pada api yang menyala atau pemanas elektrik. Jika

sumber api hanya satu sisi saja, maka lipstik perlu diputar sehingga

seluruh permukaan lipstik terkena api. Setelah itu lipstik dapat dikemas ke

dalam kemasan sekunder (Lauffer, 1972).


12

c. Bahan-bahan Lipstik yang D igunakan

1) Beeswax

Beeswax atau bisa disebut juga cera alba, merupakan lilin lebah yang

telah diputihkan. Beeswax mengandung 70-75% campuran ester dan

ikatan alkohol monohidrat. Biasanya beeswax digunakan untuk

meningkatkan konsistensi pada sediaan krim dan salep. Dapat juga

digunakan untuk menstabilkan emulsi air dalam minyak. Beeswax

o
tersebut meleleh pada suhu 61-65 C dan tidak larut dalam air (Rowe

et al., 2009). Beeswax merupakan konstituen yang penting dalam

sediaan lipstik karena dapat membuat lipstik tersebut menjadi keras

dan menstabilkan sistem thixotropic. Terlalu banyak beeswax yang

digunakan, dapat membuat produk menjadi bergranul dan kusam

(Jellinek, 1970).

2) Carnauba wax

Sinonim dari carnauba wax adalah cera carnauba. Lilin ini telah

banyak digunakan dalam kosmetik, makanan dan sediaan farmasetis.

Carnauba wax memiliki titik leleh yang paling tinggi diantara lilin

lainnya yang biasa digunakan dalam sediaan farmasetis, yaitu sekitar

o
80-88 C. Dalam kosmetik, carnauba wax digunakan untuk

meningkatkan kekerasan, misalnya pada lipstik dan maskara (Rowe et

al., 2009). Carnauba wax dapat meningkatkan titik leleh, mengeraskan

lipstik, dan memberikan efek kilau pada lipstik (Jellinek, 1970).


13

3) Setil alkohol

Setil alkohol banyak digunakan dalam kosmetik dan sediaan

farmasetis seperti suppositoria, emulsi, krim, dan salep. Pada

suppositoria, setil alkohol digunakan untuk meningkatkan titik leleh

dari basis. Pada krim dan salep, digunakan sebagai emollient, dan

o
pengemulsi. Titik leleh dari setil alkohol adalah sekitar 45 -52 C

(Rowe et al., 2009). Setil alkohol memberikan efek melembabkan dan

dapat meningkatkan dispersi dari pigmen. Penggunaan dalam jumlah

banyak harus dihindarkan karena dapat mengurangi efek berkilau

dikarenakan adanya efek pengikatan air (Jellinek, 1970).

4) Adeps lanae

Adeps lanae atau disebut juga lanolin, sering digunakan pada sediaan

topikal dan kosmetik. Adeps lanae digunakan sebagai pembawa zat

hidrofobik dan merupakan zat yang praktis tidak larut dalam air

(Rowe et al., 2009). A deps lanae biasanya digunakan sebagai

pelembab, meningkatkan kekuatan dari lipstik, dan mencegah

kecenderungan dari minyak untuk memisah (Jellinek, 1970).

5) Castor oil

Castor oil, atau disebut juga oleum ricini, telah banyak digunakan

pada sediaan kosmetik, produk makanan, dan sediaan farmasetis. Pada

formulasi sediaan farmasetis, castor oil banyak digunakan pada

sediaan topikal seperti krim dan salep dengan konsentrasi sekitar 5 -

o
12.5%. Castor oil merupakan bahan yang stabil. Pada suhu 300 C,
14

castor oil berpolimerisasi dan berubah menjadi minyak mineral yang

o
larut air. Kemudian setelah didinginkan hingga 0 C menjadi lebih

o
viskos. Penyimpanannya tidak boleh melebihi 25 C dan dilindungi dari

cahaya (Rowe et al., 2009). Pada lipstik, castor oil dapat mencegah

proses pengendapan yang mungkin terjadi pada pigmen saat proses

preparasi. Castor oil dapat membuat lapisan film pada bibir (Jellinek,

1970).

6) Propilen glikol

Propilen glikol banyak digunakan sebagai pelarut, zat pengekstraksi,

dan pengawet pada sediaan parenteral maupun non -pareteral. Pada

kosmetik dan makanan, propilen glikol digunakan sebagai zat

pem bawa untuk pengemulsi. Propilen glikol merupakan bahan yang

higroskopis dan harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat,

terhindar dari cahaya, dan kering. Kegunaan dari propilen glikol pada

sediaan topikal adalah sebagai pelembab dan pelarut (Rowe et al.,

2009).

7) Talk

Talk atau bisa disebut juga magnesium kalsium silikat hidrat,

mengandung jumlah kecil alumunium silikat dan besi (Rowe et al.,

2009).

8) Tween 80

Tween 80 atau bisa disebut polysorbat 80, biasa digunakan secara luas

dalam sediaan kosmetik dan makanan. M anfaat dari tween 80 adalah


15

sebagai agen pendispers, agen pengemulsi, surfaktan non -ionik, agen

pelarut, suspending agent, dan wetting agent. Tween 80 memiliki bau

yang khas (Rowe et al., 2009).

9) Nipasol

Nipasol atau bisa disebut juga propilpa raben berfungsi sebagai

pengawet anti mikroba. Biasanya nipasol digunakan tunggal, atau

dikom binasikan dengan ester paraben yang lain. Paraben efektif pada

rentang pH yang luas dan merupakan antimikroba spectrum luas.

Jumlah nipasol yang biasanya digunakan pada sediaan topikal adalah

0,01-0,6% (Rowe et al., 2009).

10) Oleum rosae

Oleum rosae atau bisa disebut dengan minyak mawar merupakan

minyak atsiri yang diperoleh dengan penyulingan uap bunga segar dari

famili Rosaceae. Oleum rosae biasanya digunakan sebagai pewangi

pada sediaan kosmetik (A nonim, 1993).

5. Stabilitas Fisik

Stabilitas fisik pada sediaan kosmetik dapat mempre diksikan seberapa

baik kosmetik tersebut tahan terhadap stress seperti temperatur ekstrim dan

cahaya (Anonim , 2004). Tujuan dari uji stabilitas adalah untuk menjamin kualitas

produk selama pemakaian. Berdasarkan hasil uji stabilitas dapat diketahui

pengaruh dari lingkungan terhadap produk sehingga dapat ditetapkan waktu

kadaluarsa. Pada kosmetik, uji stabilitas adalah untuk melihat kemampuan produk

dalam mempertahankan sifat dan khasiatnya sepanjang periode penyimpanan dan


16

penggunaan. Pada umumnya, uji stabilitas dilakukan untuk produk baru atau jika

ada perubahan pada proses produksi, perubahan formula, perubahan bahan awal

dan bahan pengemas (Rismana et al., 2013).

6. Iritasi Primer

Iritasi adalah suatu reaksi kulit terhadap zat kimia misalnya alkali kuat,

asam kuat, pelarut, dan deterjen. Iritasi primer biasanya terjadi di tempat kontak

dan umumnya, pada sentuhan pertama (Lu, 1995).

Dalam uji iritasi primer kulit, digunakan hewan uji seperti kelinci,

marmot, atau mencit dimana kemudian senyawa uji dioleskan p ada kulit hewan

uji yang sebelumnya telah dicukur. Reaksi kulit terhadap senyawa uji kemudian

diamati dan dicatat dalam interval waktu tertentu (minimal 3 hari). Iritasi yang

diamati adalah adanya eritema dan edema pada jaringan (Loomis, 2001; Kligman

& Leyden, 2001).

Uji iritasi primer dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

a. Uji Iritasi Primer Kualitatif

Pada uji iritasi primer kualitatif, hanya digunakan kelompok kelinci kulit

utuh tanpa dilukai. Data uji iritasi primer adalah hasil pengamatan

terhadap timbul atau tidaknya gejala klinis iritasi primer yaitu timbulnya

eritema dan edema pada jam ke 24 dan 72 setelah diberikannya senyawa

uji pada kulit. Eritema adalah reaksi radang pada kulit menimbulkan

warna kemerahan karena adanya dilatasi kapiler yang diseba bkan oleh

racun kimia atau sunburn. Edema adalah akumulasi berlebihan dari carian

serosa atau air dalam sel, jaringan, atau rongga serosa.


17

b. Uji iritasi primer kuantitatif

Uji iritasi primer kuantitatif menggunakan minimal enam kelinci kulit utuh

dan kulit lecet ntuk tiap preparat yang diuji. Prosedur ujinya sama dengan

iritasi primer kualitatif. Setelah 24 dan 72 jam diberikan senyawa uji,

kemudian diamati reaksi yang muncul dan dievaluasi berdasarkan skor.

Skor eritema dan edema kemudian secara keseluruhan ditambahkan, baik

itu pada jam ke 24 maupun 72, dan skor rata -rata untuk kulit utuh dan

lecet digabungkan kemudian dicari rata -rata kembali yang disebut dengan

indeks iritasi primer. Senyawa yang menghasilkan rata -rata gabungan

(indeks iritasi primer) 2 atau kurang bersifat sedikit merangsang, senyawa

dengan indeks iritasi primer 2 sampai 5 merupakan iritan m oderat dan

senyawa dengan skor diatas 6 dianggap iritan berat (Lu, 1995).

7. Simplex Lattice Design

Simplex Lattice Design merupakan salah satu metode yang dapat

digunakan untuk mengoptimasi suatu formula dimana biasanya memasukkan

variasi jumlah komposisi bahan yang akan diuji. Dalam menerapkan Simplex

Lattice Design, ditentukan terlebih dahulu berbagai formula yang mengandung

kombinasi berbeda dari varias i bahan. Hasil dari percobaan kemudian digunakan

untuk membuat suatu persamaan polinomial (simplex) dimana persamaan ini

dapat digunakan untuk memprediksi profil respon (Bolton & Bon, 2004).

Simplex Lattice Design yang paling sederhana adalah terdiri dari 2 macam

kombinasi bahan berbeda dimana memerlukan 3 formula, yaitu :

a. Percobaan yang menggunakan bahan A saja (A= 100%)


18

b. Percobaan yang menggunakan bahan B saja (B= 100%)

c. Percobaan yang menggunakan bahan campuran 50% bahan A dan 50%

bahan B (A= ½ bagian dan B= ½ bagian) (Bondari, 2005).

Prinsip dasar SLD adalah untuk mengetahui profil efek dari kombinasi

komposisi bahan yang berbeda terhadap suatu parameter dimana terdapat dua

variable bebas A dan B. Hubungan antara respon dan komponen dapat

digambarkan dengan rumus sebagai berikut:

Y = a [A] + b [B] + ab [A][B]

Keterangan:

Y : respon

a, b, ab : koefisien yang didapat dari percobaan

[A][B] : fraksi (bagian) komponen dengan persyaratan : 0 ≤ [A] ≤ 1, 0 ≤

[B] 0 ≤ 1

Nilai respon yang didapat disubstitusikan ke dalam persamaan di atas, agar

didapat nilai koefisien a, b dan ab. Jika nilai koefisien sudah diketahui, maka

dapat dicari nilai Y (respon) sehingga didapatkan gambaran profilnya dari variasi

kedua komponen tersebut (Armstrong & James, 1996).

8. Software Design Expert®

Softw are Design Expert® merupakan perangkat lunak yang digunakan

untuk mengoptimasi suatu proses ataupun produk (Anonim, 2007). A dapun

berbagai macam model analisis statistik yang disediakan oleh Software Design

Expert®, yaitu:

a. Two-level factorial screening designs


19

M engidentifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses atau

produk sehingga dapat dilakukan perbaikan.

b. General factorial studies

M enemukan kombinasi yang terbaik dari faktor kategoris, seperti sumber

dengan tipe bahan dasar.

c. Response surface methods (RSM)

M encari pengaturan proses yang paling optimum sehingga didapatkan

performa yang terbaik.

d. Mixture designs techniques.

M encari kombinasi bahan yang ideal dalam formulasi produk.

e. Kombinasi process factors, mixture components dan categorical factors

M odel analisis campuran ini dapat mengidentifikasi faktor yang vital

terhadap proses atau produk, menentukan pengaturan proses yang ideal,

dan menentukan formula optimum (Anonim, 2007).

E. Landasan Teori

Bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) terbukti mengandung

antosian seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Nakamura (1990) dimana

dilakukan ekstraksi antosianin dari bunga kembang sepatu. Penelitian sebelumnya

digunakan bunga mawar (Farima, 2009) da n bunga rosela (Safitri, 2010) sebagai

pewarna alami dan terbukti dapat digunakan sebagai zat warna dalam lipstik dan

tidak mengiritasi. Zat warna yang dapat digunakan salah satunya adalah antosian .
20

Oleh karena itu secara teori bunga kembang sepatu ( Hibiscus rosa-sinensis L.)

dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami dalam sediaan lipstik.

M enurut Pramitasari (2011), formula lipstik yang m engandung kombinasi

carnauba wax dan beeswax akan memberikan sifat fisik lipstik yang lebih lembut.

F. Hipotesis

1. Pada komposisi tertentu, carnauba wax dan beesw ax memberikan sifat fisik

yang paling baik dimana menghasilkan formula lipstik ekstrak etanolik

mahkota bunga kembang sepatu (H. rosa-sinensis) yang memiliki sifat fisik

paling baik.

2. Formula optimum sediaan lipstik ekstrak etanolik mahkota bun ga kembang

sepatu (H. rosa-sinensis) dimana menggunakan basis carnauba wax dan

beeswax stabil secara fisik selama penyimpanan.

3. Lipstik ekstrak etanolik mahkota bunga kembang sepatu ( H. rosa-sinensis)

aman digunakan.

Anda mungkin juga menyukai