Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hukum kontrak merupakan bagian dari hukum perikatan karena setiap orang yang

membuat kontrak terikat untuk memenuhi kontrak tersebut. Era reformasi adalah era

perubahan. Perubahan disegala bidang kehidupan demi tercapainya kehidupan yang lebih baik.

Salah satunya adalah dibidang hukum. Dalam bidang hukum, diarahkan pada pembentukan

peraturan perundang-undangan yang memfasilitasi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Seperti kita ketahui bahwa banyak peraturan perundang-undangan kita yang masih berasal dari

masa pemerintahan Hindia Belanda.

Hukum kontrak kita masih mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau

Burgerlijk Wetboek Bab III tentang Perikatan (selanjutnya disebut buku III) yang masuk dan

diakui oleh Pemerintahan Hindia Belanda melalui asas Konkordansi yaitu asas yang

menyatakan bahwa peraturan yang berlaku di negeri Belanda berlaku pula pada pemerintahan

Hindia Belanda (Indonesia), hal tersebut untuk memudahkan para pelaku bisnis eropa/ Belanda

agar lebih mudah dalam mengerti hukum.

Dan seiring berjalannya waktu maka pelaku bisnis lokal pun harus pula mengerti isi

peraturan dari KUHPerdata terutama Buku III yang masih merupakan acuan umum bagi

pembuatan kontrak di Indonesia.

1
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut.

1) Kapan suatu kontrak bisa dikatakan sah menurut Burgerlijk Wetboek ?

2) Apa akibat hukumnya apabila kontrak tidak memenuhi syarat sahnya kontrak

tersebut ?

3) Bagaimana kasus yang terjadi antara PT.GPU (Gorby Putra Utama) dengan

PT.SKE (Sentosa Kurnia Energy) ?

1.3 Tujuan

Tujuan pada makalah ini yaitu sebagai berikut.

1) Untuk mengetahui kapan suatu kontrak bisa dikatakan sah menurut Burgerlijk

Wetboek.

2) Untuk mengetahui apa akibat hukumnya apabila kontrak tidak memenuhi syarat

sahnya kontrak.

3) Untuk mengetahui dan membahas kasus yang terjadi antara PT.GPU (Gorby Putra

Utama) dengan PT.SKE (Sentosa Kurnia Energy).

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Syarat Sahnya Suatu Kontrak

Dasar Hukum Kontrak terdapat pada Pasal 1313 KUHPerdata atau bisa disebut buku

Burgerlijk Wetboek (BW). Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, perbuatan dengan mana satu

orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini,

timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang disebut perikatan yang di

dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Perjanjian merupakan suatu perbuatan hukum yang di lakukan oleh dua orang atau lebih

yang memiliki akibat hukum atas hak dan kewajiban bagi para pembuatnya. Dalam suatu

Perjanjian meliputi kegiatan (prestasi):

1) Menyerahkan sesuatu, misalnya melakukan pembayaran uang.

2) Melakukan sesuatu, misalnya melakukan suatu pekerjaan.

3) Tidak melakukan sesuatu, misalnya hari Minggu adalah hari libur, maka pekerja boleh

tidak bekerja.

Dalam kejadian sehari-hari. Setiap peristiwa hukum yang terjadi entah dengan jual beli,

sewa menyewa, perjanjian tukar menukar dan perjanjian utang piutang. Untuk sementara,

selalu dikatakan bahwa perjanjian itu sudah sah, jika telah tercapai kesepakatan. Namun masih

ada hal pokok yang harus diperhatikan sehingga sahnya perjanjian itu. Untuk mengetahui

apakah suatu perjanjian adalah sah atau tidak sah, maka perjanjian tersebut harus diuji dengan

beberapa syarat. Terdapat 4 syarat keabsahan kontrak yang diatur dalam pasal 1320 KUH

Perdata, yang merupakan syarat pada umumnya yang terdiri dari syarat subyektif dan syarat

objektif.

3
a) Syarat sah yang subyekif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata

Disebut dengan syarat subyektif karena berkenaan dengan subyek perjanjian.

Konsekuensi apabila tidak terpenuhinya salah satu dari syarat subyektif ini adalah

bahwa kontrak tersebut dapat “dapat dibatalkan” atau “dimintakan batal” oleh salah

satu pihak yang berkepentingan. Apabila tindakan pembatalan tersebut tidak dilakukan,

maka kontrak tetap terjadi dan harus dilaksanakan seperti suatu kontrak yang sah.

1) Sepakat (Pasal 1321 - 1328 KUHPerdata)

Supaya perjanjian menjadi sah maka para pihak harus sepakat terhadap

segala hal yang terdapat di dalam perjanjian dan memberikan persetujuannya

atau kesepakatannya jika ia memang menghendaki apa yang disepakati. Dalam

preambule perjanjian (sebelum masuk ke pasal-pasal), biasa tuliskan sebagai

berikut "Atas apa yang disebutkan diatas, Para Pihak setuju dan sepakat hal-

hal sebagai berikut:"

Pencantuman kata-kata setuju dan sepakat sangat penting dalam suatu

perjanjian. Tanpa ada kata-kata ini (atau kata-kata lain yang bermaksud

memberikan ikatan atau setuju saja atau sepakat saja), maka perjanjian tidak

memiliki ikatan bagi para pembuatanya. Setuju dan sepakat dilakukan dengan

penuh kesadaran di antara para pembuatnya, yang bisa diberikan secara lisan

dan tertulis. Suatu perjanjian dianggap cacat atau dianggap tidak ada apabila:

a) Mengandung paksaan (dwang), termasuk tindakan atau ancaman atau

intimidasi mental.

b) Mengandung penipuan (bedrog), adalah tindakan jahat yang dilakukan

salah satu pihak, misal tidak menginformasikan adanya cacat

tersembunyi.

4
c) Mengandung kekhilafan/kesesatan/kekeliruan (dwaling), bahwa salah

satu pihak memiliki persepsi yang salah terhadap subyek dan obyek

perjanjian. Terhadap subyek disebut error in persona atau kekeliruan

pada orang, misal melakukan perjanjian dengan seorang artis, tetapi

ternyata perjanjian dibuat bukan dengan artis, tetapi hanya memiliki

nama dengan artis. Terhadap obyek disebut error in substantia atau

kekeliruan pada benda, misal membeli batu akik, ketika sudah dibeli,

ternyata batu akik tersebut palsu.

Dengan sepakat, dimaksudkan bahwa kedua subjek mengadakan

perjanjian itu harus bersepakat, setuju mengenai hal-hal yang pokok dari

perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga

dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama

secara timbal balik; sipenjual menginginkan sejumlah uang, sedang si pembeli

menginginkan barang dari si penjual.

2) Cakap (Pasal 1329 - 1331 KUHPerdata)

Kecakapan merupakan kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum.

Jika seorang sebagai subjek hukum dianggap cakap berarti ia memiliki hak dan

kewajiban untuk bertindak dalam perbuatan hukum. Orang-orang yang akan

mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan mempunyai

wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan

oleh undang-undang.

Pasal 1329 KUHPerdata menyatakan bahwa setiap orang adalah cakap

untuk membuat perjanjian, kecuali apabila menurut undang-undang dinyatakan

tidak cakap. Kemudian Pasal 1330 menyatakan bahwa ada beberapa orang yang

tidak cakap untuk membuat perjanjian, yakni:

5
a) Orang yang belum dewasa (dibawah 21 tahun, kecuali yang ditentukan

lain).

b) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele

or conservatorship).

c) Perempuan yang sudah menikah. Perempuan dalam hal-hal yang

ditetapkan oleh Undang-undang telah melarang membuat perjanjian

tertentu. Namun berdasarkan fatwa Mahkamah Agung, melalui Surat

Edaran Mahkamah Agung No. 3/1963 Tanggal 5 September 1963,

orang-orang perempuan tidak lagi digolongkan sebagai yang tidak

cakap. Mereka berwenang melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan

atau izin suaminya. Akibatnya dari perjanjian yang dibuat oleh pihak

yang tidak cakap adalah batal demi hukum (Pasal 1446 BW).

Berdasarkan pasal 1330 KUHPerdata, seseorang dianggap dewasa jika

dia telah berusia 21 tahun atau kurang dari 21 tahun tetapi telah menikah.

Kemudian berdasarkan pasal 47 dan Pasal 50 Undang-Undang No 1/1974

menyatakan bahwa kedewasaan seseorang ditentukan bahwa anak berada di

bawah kekuasaan orang tua atau wali sampai dia berusia 18 tahun. Berkaitan

dengan perempuan yang telah menikah, pasal 31 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974

menentukan bahwa masing-masing pihak (suami atau isteri) berhak melakukan

perbuatan hukum.

b) Syarat sah yang objektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata

Disebut dengan syarat objektif karena berkenaan dengan obyek perjanjian. Konsekuensi

hukum apabila tidak terpenuhinya salah satu objektif akibatnya adalah kontrak yang

dibuat batal demi hukum. Jadi sejak kontrak tersebut dibuat, kontrak tersebut telah batal.

6
3) Hal tertentu (Pasal 1332 - 1334 KUHPerdata)

Dengan syarat perihal tertentu dimaksudkan bahwa suatu kontrak

haruslah berkenaan dengan hal yang tertentu, jelas dan dibenarkan oleh hukum.

Mengenai hal ini dapat kita temukan dalam pasal 1332 ddan1333 KUH Perdata.

Pasal 1332 KUH Perdata menentukan bahwa, “Hanya barang-barang yang

dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian”.

Sedangkan pasal 1333 KUH Perdata menentukan bahwa, “Suatu

perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit

ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak

tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan / dihitung”.

4) Sebab yang Halal (Pasal 1335 - 1337 KUHPerdata)

Syarat sahnya perjanjian yang keempat adalah adanya kausa hukum

yang halal. Jika objek dalam perjanjian itu illegal, atau bertentangan dengan

kesusilaan atau ketertiban umum, maka perjanjian tersebut menjadi batal.

Sebagai contohnya, perjanjian untuk membunuh seseorang mempunyai objek

tujuan yang illegal, maka kontrak ini tidak sah. Maksudnya adalah bahwa suatu

kontrak haruslah dibuat dengan maksud / alasan yang sesuai hukum yang

berlaku. Jadi tidak boleh dibuat kontrak untuk melakukan hal-hal yang

bertentangan dengan hukum. Dan isi perjanjian tidak dilarang oleh undang-

undang atau tidak bertentangan dengan kesusilaan / ketertiban umum (Pasal

1337 KUH Perdata). Selain itu pasal 1335 KUH Perdata juga menentukan

bahwa suatu perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau dibuat karena suatu sebab

yang palsu atau terlarang adalah tidak mempunyai kekuatan hukum.

Suatu kausa dinyatakan bertentangan dengan undang-undang, jika kausa

di dalam perjanjian yang bersangkutan isinya bertentangan dengan undang-

7
undang yang berlaku. Untuk menentukan apakah suatu kausa perjanjian

bertentangan dengan kesusilaan (geode zeden) bukanlah hal yang mudah,

karena istilah kesusilaan tersebut sangat abstrak, yang isinya bisa berbeda-beda

antara daerah yang satu dan daerah yang lainnya atau antara kelompok

masyarakat yang satu dan lainnya. Selain itu penilaian orang terhadap

kesusilaan dapat pula berubah-ubah sesuai dengan perkembangan jaman.

Ada pula agar suatu kontrak dapat dianggap sah oleh hukum, haruslah memenuhi

beberapa persyaratan yuridis tertentu. Terdapat 4 persyaratan yuridis agar suatu kontrak

dianggap sah, sebagai berikut:

1) Syarat sah yang obyektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata

a) Objek / Perihal tertentu

b) Kausa yang diperbolehkan / dihalalkan / dilegalkan

2) Syarat sah yang subjektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata

a) Adanya kesepakatan dan kehendak

b) Wenang berbuat

3) Syarat sah yang umum di luar pasal 1320 KUH Perdata

a) Kontrak harus dilakukan dengan I’tikad baik

b) Kontrak tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku

c) Kontrak harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan

d) Kontrak tidak boleh melanggar kepentingan umum

4) Syarat sah yang khusus

a) Syarat tertulis untuk kontrak-kontrak tertentu

b) Syarat akta notaris untuk kontrak-kontrak tertentu

c) Syarat akta pejabat tertentu (selain notaris) untuk kontrak-kontrak tertentu

8
d) Syarat izin dari pejabat yang berwenang untuk kontrak-kontrak tertentu

2.2 Akibat Hukum Tidak Dipenuhinya Syarat Sahnya Suatu Kontrak

Akibat hukum tidak dipenuhinya syarat sahnya perjanjian diatur dalam pasal 1320 KUH

Perdata adalah tergantung syarat mana yang tidak dipenuhi. Apabila perjanjian dibuat tidak

memenuhi syarat subjektif (Tidak ada kesepakatan dan dibuat oleh mereka yang tidak cakap

atau tidak punya kewenangan), maka akibatnya perjanjian itu tidak sah, dalam arti perjanjian

itu dapat dibatalkan (vernietig baar, canceling). Perjanjian yang tidak memenuhi syarat

subjektif dapat dibatalkan melalui pengadilan, baik pembatalan secara aktif maupun secara

pasif.

Apabila perjanjian yang dibuat tidak memenuhi syarat objektif (tidak ada objek tertentu,

objeknya tidak diperbolehkan), maka akibatnya perjanjian itu tidak sah, dalam arti perjanjian

itu batal demi hukum (nietig,null and void). Artinya perjanjian yang tidak memenuhi syarat

objektif sejak semula dianggap tidak pernah ada, jadi tidak perlu dilakukan pembatalan.

Berikut penjelasannya.

1) Dapat dibatalkan

Yaitu tidak terpenuhinya syarat subjektif (Pasal 1320 KUH Perdata)

a) Asas Konsensualisme

Ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata

kesepakatan antara kedua belah pihak. ‘Sepakat kedua belah pihak’ merupakan

asas yang esensial dari Hukum Perjanjian.

b) Cakap Melakukan Perbuatan Hukum

Pasal 1329 s/d 1331 KUH Perdata: “Setiap orang adalah cakap untuk

melakukan perbuatan perikatan, kecuali jika UU menyatakan bahwa orang

tersebut adalah tidak cakap. Orang-orang yang tidak cakap membuat perjanjian

9
adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang berada di bawah

“pengampuan”.

2) Batal demi hukum

Yaitu tidak terpenuhinya syarat objektif (Pasal 1320 KUH Perdata).

a) Perihal tertentu

Suatu perjanjian harus mempunyai obyek tertentu, atau sekurang-kurangnya

dapat ditentukan (Pasal 1332 s/d 1335 KUH Perdata: “Benda-benda itu dapat

berupa benda yang sekarang ada dan nanti akan ada di kemudian hari”).

b) Kausa yang halal

Yang dimaksud dengan kausa bukan hubungan sebab akibat, tetapi isi atau

maksud dari perjanjian (Pasal 1335 s/d 1337 KUH Perdata: “Untuk sahnya

suatu perjanjian, UU mensyaratkan adanya kausa”).

3) Kontrak tidak dapat dilaksanakan

Kontrak yang tidak begitu saja batal tetapi tidak dapat dilaksanakan, melainkan masih

mempunyai status hukum tertentu. Contohnya, yang seharusnya dibuat secara tertulis,

tetapi dibuat secara lisan, kemudian kontrak tersebut ditulis oleh para pihak.

4) Sanksi administratif

Bila persyaratan tidak dipenuhi, maka hanya mengakibatkan sanksi administratif saja

terhadap salah satu pihak atau kedua pihak dalam kontak tersebut. Misalnya, suatu

kontrak memerlukan izin atau pelaporan terhadap instansi tertentu, seperti izin atau

pelaporan kepada Bank Indonesia untuk suatu kontrak off shore loan.

Selain itu, menurut Pasal 1338 KUH Perdata,akibat hukum sahnya suatu perjanjian yaitu:

1. Perjanjian itu mengikat kedua belah pihak sebagaimana Undang-undang.

2. Perjanjian itu tidak dapat ditarik oleh satu pihak.

10
3. Perjanjian itu harus dilaksanakan dengan itikad baik,artinya bahwa cara menjalankan

suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kepatutan dan keadilan.

2.3 Kasus

Kasus antara PT.GPU (Gorby Putra Utama) dengan PT.SKE (Sentosa Kurnia Energy)

PT.GPU salah satu perusahaan peralatan yang menyediakan peralatan kebutuhan

perkebunan tersandung masalah dengan PT.KSE. Kasus ini muncul saat keduanya menjalin

kerjasama pada bulab maret 2012. Kala itu, PT.KSE memesan peralatan mesin traktor dan

peralatan kebun lainnya dari PT.GPU, kemudian pada bulan mei tahun 2012 peralatan mesin

perkebunan itu datang secara bertahap dan pada bulan juni 2012 pemesan peralatan mesin

perkebunan itu usai atau telah tuntas.

Tak berselang lama dari itu, tepatnya tanggal 23 september 2012 peralatan mesin

perkebunan itu telah rusak setelah dipakai beberapa bulan. PT.KSE menuding perusahaan

PT.GPU ini mengingkari kontrak perbaikan mesin perkebunan mereka yang menurut

perjanjian memiliki garansi perbaikan hingga 1 tahun. Saat itu PT.KSE meminta mesin tersebut

diservis kembali lantaran baru dipakai selama 3 bulan, akan tetapi PT.GPU menolak.

Alasannya, kerusakan itu di luar yang diperjanjikan. Dalam kontrak, garansi diberikan jika

kerusakan karena kesalahan pengerjaan. Ini yang membuat pihak PT.KSE naik pitam. Pada

bulan desember 2012 PT.KSE pun menggugat ke PT.GPU dengan ganti rugi sebesar US$ 5

juta atau sekitar Rp 76 miliar ke Pengadilan Negeri Tangerang. Mediasi memang sempat

dilakukan, tapi menemui jalan buntu.

Dengan dasar itu, pada maret 2013 PT.KSE mengalihkan gugatannya ke Pengadilan

Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tapi ternyata gugatan itu ditolak oleh pengadilan.

Padahal di sisi lain, PT.GPU memiliki hutang perawatan mesin perkebunan milik PT.KSE

11
sejak Agustus 2011, dan tiba-tiba di tengah transaksi perjanjian tersebut PT.GPU memutuskan

secara sepihak beberapa kontrak perjanjian perbaikan dan pembelian peralatan perkebunan,

padahal peralatatan perkebunan itu sudah siap untuk diserahkan sehingga kerugian di pihak

PT.KSE mencapai ratusan juta rupiah disebabkan pengingkaran atas perjanjian secara sepihak

tersebut dan atas ini yang kemudian masuk hutangnya, dan sudah jatuh tempo sejak awal 2012.

Tapi tak kunjung dilunasi oleh PT.GPU hingga pertengahan tahun 2012.

Pada mulanya pihak PT.KSE tidak ingin memperkeruh permasalahan ini mengingat

hubungan antara PT.KSE dan PT.GPU sangat baik, namun setelah dilakukan melalui cara

kekeluargaan oleh pihak PT.KSE dengan cara mendatangi pihak PT.GPU di kantor PT.KSE,

tetap saja tidak ada respon timbal-balik dari PT.GPU. Padahal jika dilihat dari perlakuan yang

dilakukan oleh PT.KSE dengan membawa perkara peralatan mesin perkebunan itu ke

pengadilan bisa berbanding terbalik dengan perlakuan PT.GPU yang ingin menyelesaikan

perkara hutang PT.KSE dengan cara kekeluargaan tanpa di bawa ke pengadilan. Setelah pihak

PT.KSE bertenggang rasa selama tiga bulan, akhirnya permasalahan ini diserahkan kepada

kuasa hukumnya Sugeng Riyono S.H.

Menurut Sugeng “PT.GPU sebagai salah satu perusahaan yang menyediakan peralatan

perkebunan, telah melakukan transaksi hutang yang semena-mena dengan didasarkan i’tikad

buruk, tidak pernah memikirkan kondisi dan kepentingan klien yang diajak bekerjasama

bahkan tiga somasi yang telah dilayangkan oleh pihak PT.KSE terhadap PT.GPU pun masih

tidak ada konfirmasi balik kepada pihak PT.KSE”, dengan dasar ini pula Sugeng selaku kuasa

hukum PT.KSE akan menggugat PT.GPU ke pengadilan, begitulah, PT.GPU benar-benar

dalam keadaan siaga satu.

12
Pembahasan Kasus

Perseteruan yang terjadi antara PT.GPU milik perusahaan ternama di bidang peralatan

perkebunan dengan PT.KSE tidak kunjung usai, hal ini disebabkan karena:

1) Kerjasama yang dilakukan oleh pihak PT.GPU dengan PT.KSE dilakukan dengan

transaksi bisnis berlandaskan i’tikad buruk.

2) Pihak PT.GPU tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, dalam hal ini PT.GPU

sebagai debitur dinyatakan “ingkar janji” (wanprestassi).

3) Pihak PT.GPU telah mengadakan pembatalan pembelian atas pemesanan peralatan

mesin perkebunan, padahal peralatan perkebunan sudah selesai dikerjakan dan siap

untuk diserahkan, hal ini menyebabkan kerugian ratusan juta (tak terhingga) oleh

PT.KSE.

4) Pembayaran hutang perawatan oleh pihak PT.GPU yang melampaui tempo yang

diperjanjikan.

Pada poin pertama di atas disebutkan bahwa, Kerjasama yang dilakukan oleh pihak

PT.GPU dengan PT.KSE dilakukan dengan transaksi bisnis berlandaskan i’tikad buruk. Pada

dasarnya, sebelum mengadakan perjanjian diwajibkan atas pihak-pihak yang mengadakan

perjanjian untuk mengetahui dengan seksama akan pentingnya asas-asas perjanjian, yang mana

hal ini dapat mencegah adanya permasalahan yang akan terjadi diantara kedua belah pihak.

Asas-asas tersebut antara lain:

1) Asas Kebebasan Berkontrak

2) Asas Pacta Sunt Servanda

3) Asas Konsesualisme

Dari uraian diatas tampaklah hubungan antara perjanjian dan perikatan yang dilakukan

oleh PT.GPU dan PT.KSE yang mana hubungan diantara keduanya berawal dari PT.KSE
13
membeli peralatan mesin perkebunan dari PT.GPU. Selanjutnya PT.GPU memiliki hutang

perawatan dan pembelian peralatan mesin perkebunan yang kala itu penyerahannya sudah siap

seratus persen sehari sebelumnya, akan tetapi ada batas berakhir menjadi suatu permasalahan

hukum, dikarenakan PT.GPU melakukan wanprestasi terhadap PT.KSE.

Di sisi lain debitor melakukan kesalahan dengan tidak melaksanakan apa yang

diperjanjikan maka dikatakan wanprestasi ”ingkar janji”. Dan kreditur dapat menunutut debitor

yang telah melakukan ini (wanprestasi) melalui mekanisme, yakni somasi dengan bertujuan

mendorong debitor untuk segera memenuhi prestasinya, tanpa melalaikannya atau

meninggalkannya.

14
BAB III

PENUTUP

Simpulan

1. Untuk mengetahui apakah suatu perjanjian adalah sah atau tidak sah, maka perjanjian

tersebut harus diuji dengan beberapa syarat. Terdapat 4 syarat keabsahan kontrak yang

diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, yang merupakan syarat pada umumnya yang

terdiri dari syarat subyektif dan syarat objektif.

1) Syarat sah yang subyekif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata

a) Sepakat (Pasal 1321 - 1328 KUHPerdata)

b) Cakap (Pasal 1329 - 1331 KUHPerdata)

2) Syarat sah yang objektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata

c) Hal tertentu (Pasal 1332 - 1334 KUHPerdata)

d) Sebab yang Halal (Pasal 1335 - 1337 KUHPerdata)

Selain itu juga terdapat 4 persyaratan yuridis agar suatu kontrak dianggap sah, sebagai

berikut:

1) Syarat sah yang obyektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata

2) Syarat sah yang subjektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata

3) Syarat sah yang umum di luar pasal 1320 KUH Perdata

4) Syarat sah yang khusus

2. Akibat hukum tidak dipenuhinya syarat sahnya perjanjian diatur dalam pasal 1320

KUH Perdata adalah tergantung syarat mana yang tidak dipenuhi. Apabila perjanjian

dibuat tidak memenuhi syarat subjektif (Tidak ada kesepakatan dan dibuat oleh mereka

yang tidak cakap atau tidak punya kewenangan), maka akibatnya perjanjian itu tidak

sah, dalam arti perjanjian itu dapat dibatalkan (vernietig baar, canceling). Perjanjian

15
yang tidak memenuhi syarat subjektif dapat dibatalkan melalui pengadilan, baik

pembatalan secara aktif maupun secara pasif.

Apabila perjanjian yang dibuat tidak memenuhi syarat objektif (tidak ada objek

tertentu, objeknya tidak diperbolehkan), maka akibatnya perjanjian itu tidak sah, dalam

arti perjanjian itu batal demi hukum (nietig,null and void). Artinya perjanjian yang tidak

memenuhi syarat objektif sejak semula dianggap tidak pernah ada, jadi tidak perlu

dilakukan pembatalan. Berikut penjelasannya.

3. Hubungan antara perjanjian dan perikatan yang dilakukan oleh PT.GPU dan PT.KSE

yang mana hubungan diantara keduanya berawal dari PT.KSE membeli peralatan mesin

perkebunan dari PT.GPU. Selanjutnya PT.GPU memiliki hutang perawatan dan

pembelian peralatan mesin perkebunan yang kala itu penyerahannya sudah siap seratus

persen sehari sebelumnya, akan tetapi ada batas berakhir menjadi suatu permasalahan

hukum, dikarenakan PT.GPU melakukan wanprestasi terhadap PT.KSE.

16
DAFTAR PUSTAKA

Buku Hukum Perikatan; Teori Hukum dan Teknis Pembuatan Kontrak, Kerja sama, dan Bisnis;

Lukman Santoso AZ; SETARA PRESS 2016

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA; Tim Viva Justicia

http://rechthan.blogspot.com/2015/10/4-syarat-sahnya-perjanjiankontrak.html

http://www.sindikat.co.id/blog/syarat-sahnya-perjanjian

https://butew.com/2018/05/07/syarat-syarat-sahnya-suatu-perjanjian-dan-akibatnya-menurut-

hukum-perdata/

https://contohmakalah5.blogspot.com/2014/12/makalah-hukum-kontrak.html

17
18

Anda mungkin juga menyukai