PERBENDAHARAAN NEGARA
Materi Makalah : Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
DISUSUN OLEH :
Walfadilah Yurizal
1502110487
AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS RIAU
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, SWT, Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayah, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Pelaksanaan
Anggaran (DIPA) “ tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Restu Agusti, M. Si., Ak
sebagai dosen mata kuliah Sistem Anggaran dan Perbendaharaan Negara atas arahan dan
bimbingannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang turut
membantu baik secara moril maupun materil dalam proses penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan.
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna mewujudkan makalah yang lebih baik di masa mendatang.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para
pembaca.
Penulis,
PEMBAHASAN
Pelaksanaan anggaran merupakan bagian dari Siklus anggaran yang terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban. Siklus anggaran dimulai
dari tahap penyusunan dan penetapan APBN. Pemerintah pusat menyampaikan pokok-pokok
kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya (misal tahun
anggaran 2008) kepada DPR selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan
(misal tahun 2007). Kemudian pemerintah pusat dan DPR membahas kerangka ekonomi
makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh pemerintah pusat dalam
pembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun anggran berikutnya.
Dalam Pelaksanaan APBN tahun anggaran berjalan, pemerintah pusat menyusun laporan
realisasi semester pertama APBN dan prognosis untuk enam bulan berikutnya, kemudian
disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya pada akhir Juli tahun anggaran yang
bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPR dan Pemerintah pusat. Mengenai
penyesuaian APBN dengan perkembangan dan atau perubahan keadaan dibahas bersama
DPR dengan pemerintah pusat dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBN
tahun anggaran yang besangkutan, apablia terjadi :
1. Perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan
dalam APBN;
2. Perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;
3. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit
organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;
4. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan
untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.
Tahap pengawasan pelaksanaan APBN ini memang tidak diungkap secara nyata
dalam UU 17/2003, namun dalam Keputusan Presiden nomor 42/2002 jo Keppres 72/2004
tentang Pedoman Pelaksanaan APBN terdapat di Bab IX yang mengatur pengawasan
pelaksanaan APBN. Pada tahap ini pengawasan terhadap pelaksanaan APBN dilakukan oleh
atasan kepala kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga menyelenggarakan
pengawasan terhadap pelaksanaan APBN yang dilakukan kepala kantor/satuan kerja dalam
lingkungannya. Atasan langsung bendahara melakukan pemeriksaaan kas bendahara
sekurang-kurangnya tiga bulan sekali.
Semua laporan keuangan tersebut disusun oleh Menteri Keuangan selaku pengelola
fiskal sebagai wujud laporan keuangan pemerintah pusat disampaikan kepada Presiden dalam
memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Presiden menyampaikan laporan
keuangan pemerintah pusat kepada BPK paling lambat tiga bulan setelah tahun anggaran
berakhir. Audit atas laporan keuangan pemerintah harus diselesaikan selambat-lambatnya dua
bulan setelah laporan keuangan tersebut diterima oleh BPK dari pemerintah.
Di lain pihak, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) dan pejabat
lainnya yang ditunjuk sebagai BUN bukanlah sekedar kasir yang hanya berwenang
melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran
penerimaan dan pengeluaran tersebut. Menteri Keuangan selaku BUN adalah pengelola
keuangan dalam arti seutuhnya, yaitu berfungsi sekaligus sebagai kasir, pengawas keuangan
dan manajer keuangan. Fungsi pengawasan disini terbatas pada
aspek rechmategheid dan wetmatigheid dan hanya dilakukan pada saat terjadinya
penerimaaan dan pengeluaran, sehingga berbeda dengan fungsi pre-audit yang dilakukan oleh
kementerian teknis atau post-audit yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional.
Sedangkan sesuai pasal 7 Undang-Undang No. 1 tahun 2004, Menteri Keuangan selaku
BUN berwenang :
Wujud dokumen pelaksanaan anggaran yang berlaku mulai tahun anggaran 2005
berupa daftar isian yang memuat uraian sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program dan
rincian kegiatan, rencana penarikan dana tiap-tiap bulan dalam satu tahun serta pendapatan
yang diperkirakan oleh kementerian negara/lembaga, sehingga dokumen pelaksanaan
anggaran tersebut disebut daftar isian pelaksanaan anggaran atau disingkat DIPA. DIPA
tersebut disusun atas dasar peraturan presiden tentang rincian APBN.
Konsep DIPA yang telah selesai disusun oleh Kuasa Pengguna Anggaran satker
disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk DIPA pusat dan kepada Kepala
Kanwil DJPB untuk DIPA daerah. Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri
Keuangan selaku Bendahara Umum Negara menelaah kesesuaian konsep DIPA dengan
rincian APBN yang ditetapkan dalam peraturan presiden dan kemudian mengesahkan DIPA
pusat. Sedangkan Kepala Kanwil DJPB atas nama Menteri Keuangan selaku BUN menelaah
kesesuaian konsep DIPA dengan rincian APBN yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden
dan kemudian mengesahkan DIPA daerah.
Apabila dalam batas waktu yang ditentukan (akhir tahun anggaran) Kuasa Pengguna
Anggaran satker belum menyampaikan konsep DIPA, maka Direktur Jenderal
Perbendaharaan atau Kepala Kanwil DJPB tetap menerbitkan Surat Pengesahan DIPA yang
dilampiri konsep DIPA (sementara) yang dibuat oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atau
Kepala Kanwil DJPB berdasarkan surat rincian alokasi anggaran (SRAA) dan rencana kerja
anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) atau peraturan presiden tentang rincian APBN.
Dalam hal DIPA (sementara) ini dapat dipakai sebagai dasar penerbitan surat perintah
membayar dengan ketentuan bahwa
dana yang dapat dicairkan dibatasi untuk pembayaran gaji pegawai, pengeluaran keperluan
sehari-hari perkantoran, daya dan jasa, dan lauk pauk/bahan makanan. Sedangkan dana untuk
jenis pengeluaran lainnya harus diblokir.
Dari Pengertian tersebut, dapatlah dikatakan bahwa dalam DIPA terdapat dua dokumen
yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, yaitu dokumen pelaksanaan
anggaran yang disusun kementerian negara/lembaga bersangkutan dan dokumen surat
pengesahan DIPA yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala
Kanwil DJPB atas nama menteri keuangan selaku bendahara umum negara. Dengan
demikian, suatu dokumen pelaksanaan anggaran dapat disebut DIPA (lengkap), apabila
terdiri dari :
1. Surat pengesahan DIPA (SP DIPA), berisi informasi mengenai hal – hal yang
disahkan dari DIPA dan ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atau
Kepala Kanwil DJPB atas nama Menteri Keuangan.
2. DIPA halaman I (Umum), terdiri dari halaman IA dan halaman IB. Halaman IA
memuat informasi yang bersifat umum dari setiap satuan kerja. Halaman IB memuat
informasi umum tentang rincian fungsi, program dan sasarannya serta indikator
keluaran untuk masing-masing kegiatan.
3. DIPA halaman II, berisi informasi setiap satuan kerja, uraian kegiatan / sub kegiatan
beserta volume keluaran yang hendak dicapai serta alokasi dana pada masing-masing
belanja yang dicerminkan dalam mata anggaran keluaran. Rincian halaman II untuk
masing-masing DIPA adalah sebagai berikut :
1. DIPA kementerian negara/lembaga, meliputi belanja pegawai, belanja barang, belanja
modal, belanja bantuan sosial dan belanja lain-lain.
2. DIPA perimbangan keuangan negara, meliputi belanja daerah dana alokasi umum,
belanja daerah dana alokasi khusus, belanja daerah dana bagi hasil, belanja daerah
dana penyesuaian, dan belanja daerah dana otonomi khusus.
3. DIPA pembayaran bunga utang dan hibah, meliputi belanja bunga utang dalam
negeri, belanja bunga utang luar negeri, Penerusan pinjaman dan belanja hibah.
4. DIPA subsidi dan transfer berisi belanja subsidi.
5. DIPA pembiayaan, meliputi pembiayaan dalam negeri, pembiayaan luar negeri,
penerusan pinjaman dan penyertaan modal pemerintah.
4. DIPA halaman III, berisi informasi tentang rencana penarikan dana dan penerimaan
negara bukan pajak yang menjadi tanggungjawab setiap satuan kerja. Dalam hal
pencantuman angka rencana penarikan pengeluaran pada halaman III DIPA
berdasarkan rencana kerja, satuan kerja perlu memperhatikan hal – hal sebagai berikut
:
1. Untuk belanja pegawai, rencana penarikan pengeluaran per bulan adalah seperdua
belas dari pagu gaji satu tahun;
2. Untuk belanja barang dan modal, agar memperhatikan kebutuhan berdasarkan rencana
penarikan/pembayaran dalam rangka pelaksanaan kegiatan yang meliputi rencana
penarikan uang persediaan dan rencana penarikan langsung untuk setiap bulan.
5. DIPA halaman IV, berisi catatan-catatan yaitu hal-hal yang perlu menjadi perhatian
oleh pelaksana kegiatan.
Konsep DIPA disusun untuk masing-masing Satuan Kerja dan pada prinsipnya satu DIPA
untuk satu satker. Khusus untuk Departemen Agama, Kejaksaan Agung, Departemen Hukum
dan Hak Asasi manusia, Departemen Keuangan, Departemen Pertanhanan dan Keamanan,
Kepolisian Indonesia, Badan Pertanahan Nasional, dan Badan Pusat Statistik, satu DIPA
dapat meliputi beberapa satker pada masing-masing provinsi/Kantor Wilayah.
Berdasarkan pembagian anggaran dalam APBN, jenis DIPA dapat dikelompokkan atas DIPA
Kemeterian Negara/Lembaga dan DIPA Pembiayaan dan Perhitungan (DIPA APP).
DIPA Satker Pusat/kantor Pusat adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan
anggaran dari Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, yang dikategorikan
menjadi :
DIPA Satker Pusat/kantor Pusat adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan
anggaran kementerian negara/lembaga, yang pelaksanaannya dilakukan oleh satuan
kerja yang merupakan satuan kerja pusat atau satuan kerja Kantor Pusat suatu
kementrian negara/lembaga, termasuk di dalamnya untuk DIPA Badan Layanan
Umum (BLU), dan Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT).
Satuan Kerja Pusat dapat terdiri dari satuan kerja–satuan kerja yang dibentuk oleh
kementerian nagara/ lembaga secara fungsional dan bukan merupakan instansi
vertikal . Sedangkan Satuan Kerja Kantor Pusat adalah satuan kerja dalam lingkup
Kantor Pusat suatu kementerian negara /lembaga. Konsep DIPA Satker Pusat/kantor
Pusat disusun dan ditetapkan oleh Satuan Kerja masing-masing kementerian
negara/lembaga.
DIPA Satker Vertikal/Kantor Daerah adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan
anggaran kementerian negara/lembaga, yang pelaksanaannya dilakukan oleh
Kantor/Instansi Vertikal Kementerian Negara/Lembaga di daerah.
Konsep DIPA Satker Vertikal/Kantor Daerah disusun dan ditetapkan oleh Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Vertikal yang ditunjuk dan
ditetapkan oleh Menteri/ Ketua Lembaga.
DIPA Dana dekonsentrasi adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran
kementerian negara/lembaga dalam rangka pelaksanaan dana dekonsentrasi, serta
pelaksanaannya dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi yang
ditunjuk oleh Gubernur.
Konsep DIPA Dana Dekonsentrasi disusun dan ditetapkan oleh Kepala SKPD yang
ditunjuk oleh Gubernur berdasarkan pendelegasian wewenang dari Menteri/Ketua
Lembaga.
DIPA Tugas Pembantuan adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran
kementerian negara/lembaga dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan, serta
pelaksanaannya dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Provinsi/Kabupaten/Kota yang ditunjuk oleh Gubernur/ Bupati/Walikota.
Konsep DIPA Dana Dekonsentrasi disusun dan ditetapkan oleh Kepala Satker Pusat
yang ditunjuk oleh Menteri/Ketua Lembaga.
DIPA APP adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran dari Bagian
Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan (BAPP). BAPP merupakan Bagian Anggaran
yang dikelola oleh menteri Keuangan dan penggunaan anggaran tersebut bersifat
khusus serta tidak termasuk dalam anggaran kementerian negara/lembaga/pemerintah
daerah. Dalam Pelaksanaannya Menteri Keuangan menunjuk Kuasa Pengguna
Anggaran untuk menyusun dan menetapkan konsep DIPA. BAPP meliputi :
DIPA Belanja Pemerintah Pusat adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan
anggaran Bagian Anggaran Cicilan Bunga Utang (BA 061), Bagian Anggaran Subsidi
dan Transfer (BA 062), Bagian Anggaran Belanja Lain-Lain (BA 069), dan Bagian
Anggaran Penerusan Pinjaman sebagai Hibah (BA 101). Pelaksanaan anggaran
dilakukan oleh satuan kerja kementerian negara/lembaga atau satuan kerja yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
DIPA Belanja Daerah adalah DIPA yang memuat rencana kerja dan anggaran Bagian
Anggaran Bagian Anggaran Dana Perimbangan (BA 070) dan Bagian Anggaran
Bagian Anggaran Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian (BA 071), pelaksanaannya
dilakukan oleh pemerintah daerah Provinsi/Kabupaten/Kota.
Konsep DIPA Dana Perimbangan disusun dan ditetapkan oleh Kuasa Pengguna
Anggaran yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan
3. DIPA Pembiayaan
DIPA Pembiayaan adalah DIPA yang memuat rencana kerja dan anggaran BAPP
sebagai berikut :
DIPA Khusus adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran yang berasal
dari BAPP dimana karena sifat dan keperluannya sehingga Konsep DIPA dan Surat
Pengesahan DIPA disatukan dalam satu lembar DIPA yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Sifat dan keperluan penerbitan DIPA Khusus ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Perbendaharaan dengan kriteria penanganan kejadian luar biasa yang mempunyai
tingkat urgensi sangat tinggi dan bersifat mendesak, seperti :
Konsep DIPA diajukan kepada Direktur Jendaral Perbendaharaan atau kepada Kepala
Kanwil Ditjen PBN untuk memperoleh pengesahan. Sebelum melakukan pengesahan Konsep
DIPA tersebut, Dirjen PBN dan Kanwil Ditjen PBn mengadakan penelaahan terhadap konsep
DIPA, apakah telah sesuai dengan peraturan presiden tentang rincian APBN dan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Apabila telah selesai kemudian Direktur Jendaral
Perbendaharaan atau kepada Kepala Kanwil Ditjen PBN menerbitkan SP DIPA. SP DIPA
dan konsep DIPA tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan disebut DIPA.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan