Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Telinga merupakan sebuah organ yang mampu mendeteksi atau mengenal


suara dan juga banyak berperan dalam keseimbangan dan posisi tubuh. Telinga
terdiri dari tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga
luar meliputi daun telinga atau pinna, liang telinga atau meatus auditorius eksternus,
dan gendang telinga atau membrana timpani. Telinga tengah meliputi gendang
telinga, 3 tulang pendengaran (martir atau malleus, landasan atau incus, dan
sanggurdi atau stapes). Muara tuba Eustachi juga berada di telinga tengah.
Sedangkan telinga dalam meliputi koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Peradangan
atau infeksi pada bagian telinga tengah disebut sebagai Otitis Media.1
Selain otitis media, kelainan telinga tengah yang sering dijumpai antaranya
gangguan fungsi tuba Eustachius, barotrauma ( aerotitis ), dan otosklerosis. Tiap
gangguan telinga tengah ini mempunyai gejala, keluhan maupun komplikasi masing-
masing.2
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Banyak ahli membuat
pembagian dan klasifikasi otitis media. Secara mudah, otitis media terbagi atas otitis
media supuratif dan otitis media non supuratif (otitis media serosa, otitis media
sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi / OME). Masing-masing
golongan mempunyai bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media supuratif akut (otitis
media akut (OMA) dan otitis media supuratif kronis (OMSK).2
Otitis media supuratif kronis dianggap sebagai salah satu penyebab tuli yang
terpenting, terutama di negara-negara berkembang, dengan prevalensi antara 1 -
46%. Di Indonesia antara 2,10 - 5,20%, di Korea 3,33%, di Madras India 2,25%.
Prevalensi tertinggi didapat pada penduduk Aborigin di Australia dan Bangsa Indian
di Amerika Utara.3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI

Telinga tengah digambarkan seperti sebuah kotak (kubus) dengan batas-batas


seperti berikut:
 Batas luar : membran timpani
 Batas depan : tuba eustachius yang menghubungkan daerah telinga
tengah dengan nsofaring
 Batas bawah : vena (bulbus) jugularis yang superiolateral menjadi
sinus sigmoideus dan ke tengah menjadi sinus cavernous, cabang
aurikulus saraf vagus masuk telinga tengah dari dasarnya.
 Batas belakang: aditus ad antrum yaitu lubang yang menghubungkan
telinga tengah dangan antrum mastoid.
 Batas dalam : berturut – turut dari atas ke bawah kanalis
semisirkularis horizontal,kanalis fasialis,tingkap oval,tingkap
bundar,dan promontorium.
 Batas atas : tegmen timpani

2
2.1.1 Membran Timpani
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga. Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Ketebalannya rata-rata 0,1 mm.
Letak membrana timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring
yang arahnya dari belakang luar kemuka dalam dan membuat sudut 45 o dari dataran
sagital dan horizontal. Terdiri dari pars flaksid yang merupakan bagian atas. Bagian
bawah disebut dengan pars tensa. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada
membran timpani disebut umbo. Dari umbo bermuara suatu reflex cahaya ( cone of
light ), kearah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5
untuk yang kanan.2
Membran timpani secara anatomi dibagi menjadi :
1. Bagian atas disebut pars flaksida (membran Shrapnell). Pars flaksida hanya
berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan
bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersili, seperti epitel mukosa saluran
napas.2
2. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri
dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di
bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. 2

2.1.2 Kavum Timpani

Terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf.


Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6
mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, lateral, medial,
anterior dan posterior.
Batas lateral : Membran timpani
Batas medial : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar,
promontorium.
Batas atas : tegmen timpani
Batas bawah : bulbus jugularis ( V.jugularis )
Batas anterior : tuba eustachius
Batas posterior : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

3
Kavum timpani terdiri dari : 1,4,6,7,8
1. Tulang-tulang pendengaran ( maleus, inkus, stapes).
2. Dua otot yaitu otot tensor timpani ( muskulus tensor timpani) dan otot stapedius (
muskulus stapedius)
3. Saraf korda timpani yaitu merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum
timpani dari analikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral dan posterior.
Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi parasimpatetik yang berhubungan
dengan kelenjar ludah sublingual dan submandibula melalui ganglion ubmandibular.
Korda timpani memberikan serabut perasa pada 2/3 depan lidah bagian anterior.
4. Saraf pleksus timpanikus yang berasal dari n. timpani cabang dari nervus
glosofaringeus dan dengan nervus karotikotimpani yang berasal dari pleksus
simpatetik disekitar arteri karotis interna.

2.1.3. Saraf Fasial


Meninggalkan fosa kranii posterior dan memasuki tulang temporal melalui
meatus akustikus internus bersamaan dengan N. VIII. Saraf fasial terutama terdiri
dari dua komponen yang berbeda, yaitu :4
1. Saraf motorik untuk otot-otot yang berasal dari lengkung brankial kedua
(faringeal) yaitu otot ekspresi wajah, stilohioid, posterior belly m. digastrik dan m.
stapedius.
2. Saraf intermedius yang terdiri dari saraf sensori dan sekretomotor parasimpatetis
preganglionik yang menuju ke semua glandula wajah kecuali parotis.

2.1.4. Prosesus Mastoideus


Pada prosesus mastoideus terdapat rongga mastoid yang berbentuk seperti
bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii
media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid
terletak dibawah duramater pada daerah ini.2
Pneumatisasi prosesus mastoideus ini dapat dibagi atas :
1. Prosesus Mastoideus Kompakta ( sklerotik), dimana tidak ditemui sel-sel.
2. Prosesus Mastoideus Spongiosa, dimana terdapat sel-sel kecil saja.
3. Prosesus Mastoideus dengan pneumatisasi yang luas, dimana sel-sel disini
besar.2

4
2.1.5. Tuba Eustachius
Tuba eustachius disebut juga Tuba auditory atau Tuba faringotimpani.
Merupakan saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring. Tuba ini
berfungsi untuk ventilasi, menjaga agar tekanan udara telinga tengah selalu sama
dengan tekanan udara luar. Berfungsi juga untuk drainase sekret dan menghalangi
masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah. Bentuknya seperti huruf S. Pada
orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari
telinga tengah dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :2
1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
Sedangkan, otot yang berhubungan dengan tuba eustachius yaitu :
1. M. tensor veli palatini
2. M. elevator veli palatini
3. M. tensor timpani
4. M. Salpingofaringeus

2.2 Fisiologi Pendengaran

Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang dialirkan keliang telinga dan
mengenai membran timpani, sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini
diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain.
Selanjutnya stapes menggerakkan tingkap lonjong (foramen ovale) yang juga
menggerakkan perilimf dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui membran
Reissener yang mendorong endolimf dan membran basal kearah bawah, perilimf
dala m skala timpani akan bergerak sehingga tingkap (forame rotundum) terdorong
ke arah luar. Skala media yang menjadi cembung mendesak endolimf dan
mendorong membran basal, sehingga menjadi cembung kebawah dan menggerakkan
perilimf pada skala timpani. Pada waktu istirahat ujung sel rambut berkelok-kelok,
dan dengan berubahnya membran basal ujung sel rambut menjadi lurus. Rangsangan
fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion Kalium dan ion Natrium menjadi aliran
listrik yang diteruskan ke cabang-cabang N.VIII, yang kemudian meneruskan
rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran diotak ( area 39-40) melalui saraf
pusat yang ada dilobus temporalis.1,4

5
2.2.1. Gangguan Fisiologi Telinga Tengah

Gangguan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif. Sumbatan tuba


eustachius menyebabkan gangguan telinga tengah dan akan terdapat tuli konduktif.
Gangguan pada vena jugulare berupa aneurisma akan menyebabkan telinga berbunyi
sesuai dengan denyut jantung.
Antara inkus dan maleus berjalan cabang N.Fasialis yang disebut korda
timpani. Bila terdapat radang di telinga tengah atau trauma mungkin korda timpani
terjepit, sehingga timbul gangguan pengecap.2

2.3. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

2.3.1. Definisi
Otitis media supuratif kronik adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus
atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah.
Dahulu disebut otitis media perforata (OMP) atau dalam sebutan sehari-hari congek.2
Menurut Ramalingam bahwa OMSK adalah peradangan kronis lapisan
mukoperiosteum dari middle ear cleft sehingga menyebabkan terjadinya perubahan-
perubahan patologis yang ireversibe.1,2,4

2.3.2. Perjalanan Penyakit


Otitis media akut dengan perforasi membran timpani menjadi otitis media
supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila proses infeksi
kurang dari 2 bulan, disebut otitis media supuratif subakut.
Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK ialah terapi yang
terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan
tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau higiene buruk.2
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif
menjadi kronis majemuk, antara lain :
1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total
2. Perforasi membran timpani yang menetap.

6
3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya
pada telinga tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid.
5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di
mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau
perubahan mekanisme pertahanan tubuh.

2.3.3. Letak Perforasi

Letak perforasi di membran timpani penting untuk menentukan tipe / jenis


OMSK. Perforasi membran timpani dapat ditemukan di daerah sebagai berikut :
sentral, marginal, atau atik. Oleh karena itu disebut perforasi sentral, marginal atau
atik.

a. Perforasi sentral
Pada perforasi sentral, perforasi terdapat di pars tensa, sedangkan
[2]
diseluruh tepi perforasi masih ada sisa membran timpani. Lokasi
pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-
superior, kadang-kadang sub total.1,2,4
b. Perforasi marginal
Pada perforasi marginal sebagian tepi perforasi langsung berhubungan
dengan anulus atau sulkus timpanikum.[2] Terdapat pada pinggir
membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi
marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total.
Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan
kolesteatom.1,2,4
c. Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired
cholesteatoma.1,2,4 Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi
membran timpani menetap pada OMSK : 1,2
 Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang
mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut.

7
 Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan
spontan pada perforasi.
 Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan
melalui mekanisme migrasi epitel.
 Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami
pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani.
Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.

2.3.4. Epidemiologi
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum prevalensi
OMSK pada beberapa negara antara lain dipengaruhi oleh kondisi sosial, ekonomi,
suku, tempat tinggal yang padat, hygiene dan nutrisi yang jelek. Misalnya, OMSK
lebih sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin
Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari
90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara,
daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan
sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang
jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK
pada negara yang sedang berkembang.4

2.3.5. Etiologi
Dibawah ini merupakan Penyebab OMSK, yaitu: 1,2,5
1. Lingkungan - Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain
dipengaruhi, kondisi sosial, ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat,
hygiene dan nutrisi yang jelek
2. Otitis media sebelumnya.
3. Infeksi - Bakteri yang sering ditemui pada OMSK adalah Pseudomonas
aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus
4. Infeksi saluran nafas atas
5. Autoimun
6. Alergi
7. Gangguan fungsi tuba eustachius.

8
2.3.6. Patogenesis
Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal
menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang
menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah
(kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini
(otitis media, OM). Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam
keadaan tertutup dan akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini
berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan
udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang
pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan
mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke
telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.
Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari
nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya
infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah.
Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat,
seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel
mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas pembuluh
darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah.
Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang
dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya
akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah. Mukosa telinga tengah mengalami
hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana,
menjadi pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di antara
sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang
bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM
ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan
epitel sederhana. Terjadinya OMSK disebabkan oleh keadaan mukosa telinga tengah
yang tidak normal atau tidak kembali normal setelah proses peradangan akut telinga
tengah, keadaan tuba Eustachius yang tertutup dan adanya penyakit telinga pada
waktu bayi.4

9
Patogenesis terjadi OMA → OME → OMSK :2
sembuh / normal

Gangguan tuba→ tekanan negatif telinga tengah→ efusi→ fungsi tuba tetap→ OME
↑ ↓ terganggu/ infeksi ( -)
Etiologi : fungsi tuba tetap terganggu
Perubahan tekanan udara tiba-tiba / infeksi ( + )
Alergi ↓
Infeksi OMA
Sumbatan: sekret
tampon
tumor sembuh OME OMSK

2.3.7. Patologi 7

OMSK lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap.


Keadaan kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium dari pada
keseragaman gambaran patologi. Secara umum gambaran yang ditemukan adalah:
1. Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral.
2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit
3. Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya
infeksi sebelumnya.
4. Pneumatisasi mastoid
OMSK paling sering pada masa anak-anak. Pneumatisasi mastoid paling
akhir terjadi antara 5-10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti atau mundur
oleh otitis media yang terjadi pada usia tersebut atau lebih muda. Bila infeksi kronik
terusberlanjut, mastoid mengalami proses sklerotik, sehingga ukuran prosesus
mastoid berkurang.1

2.3.8. Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu :
1. OMSK tipe aman (tipe mukosa = tipe benigna = tipe tumbotimpanal)
Biasanya tipe ini didahului dengan gangguan fungsi tuba yang menyebabkan
kelainan di kavum timpani. Proses peradangan pada OMSK tipe aman
terbatas pada mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi

10
terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe aman jarang menimbulkan
komplikasi yang berbahaya. Tidak terdapat kolesteatoma.2

2. OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe maligna = Tipe atikoantral)


Yang dimaksud dengan OMSK tipe bahaya ialah OMSK yang disertai
dengan kolesteatoma. Perforasi pada OMSK tipe bahaya letaknya marginal
atau di atik. Kadang-kadang terdapat juga kolesteatoma pada OMSK dengan
perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasi yang berbahaya atau fatal
timbul pada OMSK tipe bahaya.2

Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dibagi 2 :

1. OMSK aktif
OMSK aktif ialah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani
secara aktif.[2] Aktif merujuk pada adanya infeksi dengan pengeluaran sekret
telinga atau otorrhea akibat perubahan patologi dasar seperti kolesteatoma
atau jaringan granulasi.5
2. OMSK tenang / inaktif
OMSK tenang / inaktif adalah keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau
kering.2 Pasien dengan otitis media kronik inaktif seringkali mengeluh
gangguan pendengaran. Mungkin terdapat gejala lain seperti vertigo, tinnitus,
atau suatu rasa penuh dalam telinga.5

2.4. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK TYPE MALIGNA

2.4.1. Definisi
Yang dimaksud dengan OMSK tipe bahaya ialah OMSK yang disertai
dengan kolesteatoma. Perforasi biasanya letaknya marginal atau di atik.
Sebagian besar komplikasi yang berbahaya atau fatal bisa timbul.2

2.4.2. Tanda Klinis


Mengingat OMSK tipe bahaya seringkali menimbulkan komplikasi yang
berbahaya, maka perlu ditegakkan diagnosis dini. Walaupun diagnosis pasti
baru dapat ditegakkan di kamar operasi, namun beberapa tanda klinik dapat

11
menjadi pedoman akan adanya OMSK tipe bahaya, yaitu perforasi pada
marginal atau pada atik. Tanda ini biasanya merupakan tanda dini dari
OMSK tipe bahaya, sedangkan pada kasus yang sudah lanjut dapat terlihat
abses atau fistel retroaurikuler, polip atau jaringan granulasi di liang telinga
yang berasal dari dalam telinga tengah (sering terlihat di epitimpanum),
sekret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma), atau terlihat
bayangan kolesteatoma pada rontgen mastoid.2

2.4.3. Gejala Klinis OMSK Type Maligna


Berikut tanda dan gejala yang timbul pada penderita OMSK type Maligna :
1. Telinga Berair (Otorrhoe)
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada
OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau
hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang
bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip
telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya.
Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan
tuberkulosis.5
2. Gangguan Pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga
tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat.5
3. Otalgia (Nyeri Telinga)
Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus.
Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau
ancaman pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembang
komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis
sinus lateralis.5
4. Vertigo
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin
akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul
biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada
12
penderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena
perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih
mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam
labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi
akibat komplikasi serebelum.5

2.4.4. DIAGNOSIS
 Anamnesis (history-taking)
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita
seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Pada
maligna sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai
pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka sekret yang keluar dapat
bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang
pendengaran atau telinga keluar darah.4
 Pemeriksaan Klinis
1. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari
perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.4

2. Pemeriksaan audiologi
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli
konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensorineural, beratnya
ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas.3

3. Pemeriksaan radiologi
Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schüller berguna untuk
menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih
efektif menunjukkan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma.4
a. Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas.
Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus
lateral dan tegmen.3

13
b. Proyeksi Mayer atau Owen
Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran
tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah
kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.3
c. Proyeksi Stenver
Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih
jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis
semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan
melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat.2,3
d. Proyeksi Chause III
Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat
memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan
atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena
kolesteatom.3
e. Pemeriksaan Bakteriologi
Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas
aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada
OMSA Streptokokus pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis.
Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella,
dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp.2

2.4.5. Kolesteatom pada Maligna


Kolesteatom adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel
(keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatom
bertambah besar. Banyak teori mengenai patogenesis terbentuknya kolesteatom
diantaranya adalah teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi, dan teori
implantasi. Kolesteatom merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman
(infeksi), terutama Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Infeksi akan memicu
proses peradangan lokal dan pelepasan mediator inflamasi yang dapat menstimulasi
sel-sel keratinosit matriks kolesteatom bersifat hiperproliferatif, destruksi, dan
mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ
disekitarnya sehingga dapat terjadi destruksi tulang yang diperhebat oleh

14
pembentukan asam dari proses pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini
mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirinitis, meningitis dan abses otak.2
Kolesteatom dapat diklasifikasikan atas dua jenis:
a. Kolesteatom kongenital.
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital menurut Derlaki dan Clemis
(1965) adalah :
1. Berkembang dibelakang membran timpani yang masih utuh.
2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
3. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel
undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.
Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang
temporal, umumnya pada apeks petrosa. Kolesteatom ini dapat menyebabkan parese
nervus fasialis, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.2,8
b. Kolesteatom akuisital atau didapat
 Primary acquired cholesteatoma.
Kolesteatom yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani.
Kolesteatom timbul akibat proses invaginasi dari membran timpani pars
flaksida akibat adanya tekanan negatif pada telinga tengah karena adanya
gangguan tuba (teori invaginasi). Kolesteatom yang terjadi pada daerah atik
atau pars flasida.2,8
 Secondary acquired cholesteatoma.
Terbentuk setelah perforasi membran timpani. Kolesteatom terjadi akibat
masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran
timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa
kavum timpani karena iritasi infeksi yang berkangsung lama (teori
metaplasi).

2.4.6. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi,
dimana pengobatan dapat dibagi atas :
1. Konservatif
2. Operasi

15
Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif
dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan, biasanya diberikan antibiotik sistemik Bila terdapat abses
subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian
dilakukan mastoidektomi.2,3,6

Ada beberapa jenis pembedahan pada OMSK TYPE MALIGNA:


1. Mastoidektomi Radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau
kolesteatom yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum
timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang
telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga
ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan.
Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan patologik
dan mencegah komplikasi ke intra kranial. Fungsi pendengaran tidak
diperbaiki. Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan renang
seumur hidup, pasien harus kontrol teratur, pendengaran berkurang sekali.
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada rongga
operasi serta membuat meatal / plasti yang lebar, sehingga rongga operasi
kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi yaitu meatus luar liang telinga
menjadi lebar.2
2. Mastoidektomi Radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi
belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan, dan
dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ialah untuk
membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan
mempertahankan pendengaran yang masih ada.2
3. Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach
Tympanoplasty)
Merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus OMSK
tipe maligna atau benigna dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan
operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran
tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal. Membersihkan kolesteatom
dan jaringan granulasi di kavum timpani, dikerjakan melalui 2 jalan
16
(combined Approach) yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid dengan
melakukan timpanotomi posterior.2

2.4.7. Komplikasi8
Klasifikasi Komplikasi Otitis Media Supuratif Kronik menurut Adams dkk (1989)
A. Komplikasi di telinga tengah:
1.Perforasi membran timpani persisten
2.Erosi tulang pendengaran
3.Paresis nervus fasialis
B. Komplikasi di telinga dalam
1.Fistula labirin
2.Labirinitis supuratif
3.Tuli saraf (sensorineural)
C. Komplikasi di ekstradural
1.Abses ekstradural
2.Trombosis sinus lateralis
3.Petrositis
D. Komplikasi ke susunan saraf pusat
1.Meningitis
2.Abses otak
3.Hidrosefalus otitis

a. Komplikasi di Telinga Tengah 8


 Paresis Fasialis
Nervus fasialis dapat terkena oleh penyebaran infeksi langsung
ke kanalis fasialis pada otitis media akut. Pada otitis media kronis,
kerusakan terjadi oleh erosi tulang oleh kolesteatom atau oleh jaringan
granulasi, disusul infeksi ke dalam kanalis fasialis itu. Pada otitis media
akut, operasi dekompresi kanalis fasialis tidak diperlukan. Perlu
diberikan antibiotik dosis tinggidan terapi penunjang lainnya serta
menghilangkan tekanan di dalam kavum timpani dengan drainase. Bila
dalam jangka waktu tertentu tak ada perbaikan setelah diukur dengan
elektrodiagnostik (misalnya elektromiografi), barulah dipikirkan untuk
melakukan dekompresi. Pada otitis media supuratif kronik, tindakan
17
sdekompresi harus segera dilakukan tanpa harus menunggu
pemeriksaan elektrodiagnostik.
b. Komplikasi di Telinga Dalam
Apabila terdapat peninggian tekanan di telinga tengah oleh produk
infeksi, ada kemungkinan produk infeksi itu akan menyebar ke telinga
dalam melalui tingkap bulat. Selama kerusakan hanya sampai bagian
basalnya saja biasanya tidak menimbulkan keluhan pada pasien. Akan
tetapi apabila kerusakan telah menyebar ke koklea akan menjadi
masalah. Hal ini sering dipakai sebagai indikasi untuk melakukan
miringotomi segera pada pasien otitis media akut yang tidak membaik
dalam empat puluh delapan jamdengan pengobatan medikamentosa
saja. Penyebaran oleh proses destruksi, seperti pada kolesteatom atau
infeksi langsung ke labirin akan menyebabkan vertigo, mual dan
muntah, serta tuli syaraf.

 Fistula Labirin dan Labirinitis


Otitis media supuratif kronik terutama yang dengan kolesteatom
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada bagian vestibular
labirin, sehingga terbentuknya fistula. Pada keadaan ini infeksi dapat
masuk, sehingga terjadi labirintis dan akhirnya akan terjadi komplikasi
tuli total atau meningitis.
Adanya fistula di labirin dapat diketahui dengan tes fistula,
yaitu dengan memberikan tekanan udara positif atau negatif ke liang
telinga melalui otoskop siegel dengan corong telinga yang kedap atau
balon karet dengan bentuk elips pada ujungnya yang dimasukkan ke
dalam liang telinga. Balon karet dipencetdan udara di dalamnyaakan
menyebabkan perubahan tekanan udara di liang telinga. Bila fistula
yang terjadi masih paten maka akan terjadi kompresi dan ekspansi
labirin membran. Tes fistula positif akan menimbulkan nistagmus atau
vertigo. Tes fistula bisa negatif, bila fistulanya sudah tertutup oleh
jaringan granulasi atau bila labirin sudah mati. Pemeriksaan radiologik
tomografi atau CT scan yang baik terkadang dapat memperlihatkan
adanya fistula labirin. Pada fistula labirin atau labirinitis, operasi harus
segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi dan menutup fistula.
18
c. Komplikasi ke Ekstradural 8
 Petrositis
Terdapat beberapa cara penyebaran infeksi dari telinga tengah
ke os petrosum. Yang sering ialah penyebaran langsung ke sel-sel udara
tersebut. Adanya petrositis sudah harus dicurigai, apabila ada pada
pasien otitis media terdapat keluhan diplopia, karena kelemahan n.VI.
seringkali disertai dengan rasa nyeri di daerah parietal, temporal,
oksipital oleh karena terkenanya N. V, ditambah dengan terdapatnya
otore yang persisten, terbentuklah suatu sindrom yang disebut sindrom
Gradenigo. Kecurigaan terhadap petrositis terutama bila terdapat nanah
yang keluar terus menerus dan rasa nyeri yang menetap pasca
mastoidektomi. Pengobatan petrositis ialah operasi. Pada waktu
melakukan operasi telinga tengah dilakukan juga eksplorasi sel-sel
udara tulang petrosum serta mengeluarkan jaringan patogen.

 Tromboflebitis Sinus Lateralis

Invasi infeksi ke sinus sigmoid ketika melewati tulang mastoid


akan menyebabkan terjadinya trombosis sinus lateralis. Komplikasi ini
sering ditemukan pada zaman pra-antibiotik, tetapi kini sudah jarang
terjadi. Demam yang tak dapat diterangkan penyebabnya merupakan
tanda pertama dari infeksi pembuluh darah. Pada mulanya suhu tubuh
naik, tetapi setelah penyakit menjadi berat didapatkan kurva suhu yang
naik turun dengan sangat curam disertai dengan menggigil. Kurve suhu
demikian menandakan adanya sepsis.rasa nyeri biasanya tak jelas,
kecuali bila sudah terdapat abses perisinus. Kultur darah biasanya
positif, terutama bila darah diambil ketika demam.
Pengobatan haruslah dengan jalan bedah, membuang sumber
infeksi di sel-sel mastoid, membuang tulang yang berbatasan dengan
sinus yang nekrotik, atau membuang dinding sinus yang terinfeksi atau
nekrotik. Jika sudah terbentuk trombus harus juga dilakukan drenase
sinus dan mengeluarkan trombus. Sebelum itu dilakukan dulu ligasi
vena jugulare interna untuk mencegah trombus terlepas ke paru dan ke
dalam tubuh lain.

19
 Abses Ekstradural
Abses ekstradural ialah terbentuknya nanah diantara duramater
dan tulang.Pada otitis otitis media supuratif kronis keadaan ini
berhubungan dengan jaringan granulasi dan kolesteatom yang
menyebabkan erosi tegmen timpani atau mastoid. Gejalanya terutama
berupa nyeri telinga hebat dan nyeri kepala. Dengan foto foto rontgent
mastoid yang baik, terutama posisi schuller dapat dilihat kerusakan di
lempeng tegmen yang menandakan tertembusnya tegmen.

 Abses Subdural
Abses subdural jarang terjadi sebagai perluasan langsung dari
abses ekstradural biasanya sebagai perluasan tromboflebitis melalui
pembuluh vena. Gejalanya dapat berupa demam, nyeri kepala dan
penurunan kesadaran sampai koma pada pasien otitis media supuratif
kronik. Gejala kelainan susunan saraf pusat bisa berupa kejang,
hemiplegia, dan pada pemeriksaan terdapat tanda kernig positif. Pungsi
lumbal perlu untuk membedakan abses subdural dengan meningitis.
Pada abses subdural pada pemeriksaan likuor serebrospinal kadar
protein biasanya normal dan tidak ditemukan bakteri. Kalau pada abses
ekstradural nanah keluar pada waktu operasi mastoidektomi, pada abses
subdural nanah harus dikeluarkan secara bedah syaraf, sebelum
dilakukan mastoidektomi.

d. Komplikasi ke Susunan Saraf Pusat 8


 Meningitis
Komplikasi otitis media ke susunan saraf pusat yang paling
sering adalah meningitis. Keadaan ini dapat etrajdi oleh otitis media
akut, otitis media kronis, serta dapat terlokalisasi, atau umum (general),
sedangkan pada bentuk yang terlokalisasi tidak ditemukan bakteri.
Gambaran klinik meningitis biasanya berupa kaku kuduk, kenaikan
suhu tubuh, mual, muntah, yang kadang-kadang muntahnya muncrat
(proyektil), serta nyeri kepala hebat. Pada kasus berat biasanya
kesadaran menurun (delirium sampai koma). Pada pemeriksaan klinik

20
terdapat kaku kuduk waktu difleksikan dan terdapat tanda kernig
positif. Biasanya kadar gula menurun dan kadar protein meninggi di
likuor serebrospinal. Pengobatan meningitis otogenik ini ialah dengan
mengobati meningitisnya dulu dengan antibiotik yang sesuai, kemudian
infeksi di telinga ditanggulangi dengan operasi mastoidektomi.

 Abses Otak
Abses otak sebagai komplikasi otitis media dan mastoiditis
dapat ditemukan di serebelum, fosa kranial posterior atau di lobus
temporal, di fosa kranial media. Keadaan ini sering berhubungan
dengan tromboflebitis sinus lateralis, petrositis, atau meningitis. Abses
otak biasanya merupakan perluasan langsung dari infeksi telinga dan
mastoid atau tromboflebitis. Umumnya didahului oleh suatu abses
ekstradural. Gejala abses serebelum biasanya lebih jelas daripada abses
lobus temporal. Abses serebelum dapat ditandai dengan ataksia,
disdiadoko-kinesis, tremor intensif dan tidak tepat menunjuk suatu
objek. Afasia dapat terjadi pada abses lobus temporal.
Gejala lain yang menunjukkan adanya toksisitas berupa nyeri
kepala, demam, muntah, serta keadaan letargik. Selain itu sebagai tanda
yang nyata suatu abses otak ialah nadi yang lambat serta serangan
kejang. Pemeriksaan likuor serebrospinal memperlihatkan kadar protein
yang meninggi serta kenaikan tekanan likuor. Mungkin dapat juga
edema papil. Lokasi abses dapat ditentukan dengan angiografi,
ventrikulografi, atau dengan tomografi komputer. Pengobatan abses
otak ialah dengan jalan operasi, dengan melakukan drainase dari lesi.
Selain itu, pengobatan dengan antibiotika harus intensif. Mastoidektomi
dilakukan untuk membuang sumber infeksi, pada waktu keadaan umum
lebih baik.

 Hidrosefalus Otitis
Hidrosefalus otitis ditandai dengan peninggian tekanan likuor
serebrospinal yang hebat tanpa adanya kelainan kimiawi dari likuor
tersebut. Pada pemeriksaan terdapat edema papil. Keadaan ini dapat

21
menyertai otitis media akut atau kronis. Gejala berupa nyeri kepala
yang menetap, diplopia, pandangan yang kabur, mual, dan muntah.
Keadaan ini diperkirakan disebabkan oleh tertekannya sinus lateralis
yang mengakibatkan kegagalan absorbsi likuor serebrospinal oleh
lapisan araknoid.

22
BAB III
KESIMPULAN

Otitis media supuratif kronis (OMSK) atau yang sehari-hari disebut congek
adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret
yang keluar dari telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul, mungkin encer
atau kental, bening, atau berupa nanah.
Penyebab OMSK secara umum ialah lingkungan, otitis media sebelumnya,
infeksi saluran nafas atas, autoimun, alergi dan gangguan fungsi tuba eustachius.
Otitis media akut dengan perforasi membran timpani menjadi otitis media
supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan.
Perforasi membran timpani dapat ditemukan di daerah sentral, marginal, atau
atik. Letak perforasi di membran timpani penting untuk menentukan tipe/jenis
OMSK. Perforasi pada OMSK tipe maligna letaknya marginal atau di atik. Sebagian
besar komplikasi berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe maligna. Komplikasi
dapat terjadi di telinga tengah, telinga dalam, ekstradural dan sistem saraf pusat.
Terapi OMSK memerlukan waktu lama serta harus berulang-ulang. Sekret
yang keluar tidak langsung cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara
lain disebabkan oleh adanya perforasi membran timpani, terdapatnya sumber infeksi,
gizi dan higiene yang kurang.
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, ada
cara konservatif dan operatif. Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi.
Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi
sementara sebelum dilakukan pembedahan.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Wikipedia. Telinga. November 2018. Available from URL:


http//www.wikipedia.org/
2. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan telinga tengah. Dalam:
Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI, 2007. h. 64-74
3. Boesoirie TS, Lasminingrum L. Perjalanan Klinis dan Penatalaksanaan
Otitis Media Supuratif. MKB. November 2018. Available from URL:
http://www.mkb-online.org/
4. Aboet A. Radang Telinga Tengah Menahun.November 2018. Available
from URL: http://www.usu.ac.id/
5. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan
mastoid. Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit
THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997: 88-118
6. Medlinux. Kolesteatoma. November 2018. Available from URL
:http://medlinux.blogspot.com/2018/11/kolesteatoma.html
7. Helmi, Djaafar ZA, Restuti RD. Komplikasi otitis media supuratif kronis.
Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga
hidung tenggorok kepala leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI, 2007. h. 78-
86
8. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Komplikasi Otitis Media Supuratif.
Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga
hidung tenggorok kepala leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI, 2007. h. 78-
85

24

Anda mungkin juga menyukai