Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Distrofi kornea mencakup sekelompok heterogen bilateral ditentukan


secara genetis non-inflamasi penyakit kornea yang dibatasi untuk kornea. Secara
klinis, distrofi kornea dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan lokasi
anatomi tunggal atau dominan dari kelainan. Beberapa mempengaruhi terutama
epitel kornea dan membran basement atau lapisan Bowman dan stroma kornea
superfisial (dystrophies kornea anterior), stroma kornea (dystrophies kornea
stroma), atau membran Descemet dan endotelium kornea (dystrophies kornea
posterior). Kebanyakan dystrophies kornea tidak memiliki manifestasi sistemik
dan hadir dengan variabel kekeruhan kornea berbentuk dalam kornea jernih atau
berawan dan mereka mempengaruhi ketajaman visual untuk derajat yang berbeda.

Dystrophies kornea mungkin memiliki autosomal dominan yang


sederhana, resesif autosom atau X-linked resesif. Dystrophies kornea yang
berbeda yang disebabkan oleh mutasi pada gen CHST6, KRT3, KRT12, PIP5K3,
SLC4A11, TACSTD2, TGFBI, dan UBIAD1. Gen untuk dystrophies kornea
lainnya telah dipetakan untuk lokus kromosom tertentu, tetapi belum
diidentifikasi. Sebagai manifestasi klinis bervariasi secara luas dengan entitas
yang berbeda, dystrophies kornea harus dicurigai saat transparansi kornea hilang
atau kekeruhan kornea terjadi secara spontan, terutama di kedua kornea, dan
terutama dengan adanya riwayat keluarga yang positif atau keturunan dari orang
tua kerabat.

Diagnosis diferensial utama meliputi berbagai penyebab gammopathy


monoklonal, lesitin-kolesterol-acyltransferase defisiensi, penyakit Fabry,
cystinosis, defisiensi transaminase tirosin, penyakit penyimpanan lisosomal
sistemik (mucopolysaccharidoses, lipidoses, mucolipidoses), dan beberapa
penyakit kulit (terkait-X ichthyosis, keratosis follicularis spinolosa decalvans).

1
Pengelolaan dystrophies kornea bervariasi dengan penyakit tertentu. Beberapa
ditangani secara medis atau dengan metode yang cukai atau mengikis jaringan
kornea yang abnormal, seperti keratoplasty endotel dalam lamelar (DLEK) dan
keratectomy phototherapeutic (PTK). Dystrophies kurang melemahkan atau
asimtomatik lainnya tidak menjamin pengobatan.

2
BAB II

ANATOMI KORNEA

Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,


bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup
bola mata sebelah depan. Kornea berbentuk elips dengan diameter 12 mm secara
horizontal dan 11 mm secara vertical. Ketebalannya berkisar 1 mm pada daerah
limbus dan semakin berkurang ke tengah hingga 0,52 mm. Kornea merupakan
permukaan refraksi yang paling penting pada mata, dengan kekuatan 43 dioptri,
dan banyak teknik bedah refraksi yang bergantung pada perubahan kelengkungan
permukaan kornea. Kornea tersusun atas 5 lapisan yaitu epitel, membrane
Bowman, stroma, membrane Descemet, dan endotel.
1. Epitel
Terdiri atas 5 lapis sel epitel skuamosa tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih, berbentuk kolumnar pada daerah basal dan semakin
mendatar membran permukaan dengan tebal keseluruhan 50 pm.
Membrane basal sering terjadi mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng. Sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingya dan sel
membrane di depannya melalui desmosom dan membran okluden. Ikatan
ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa dan merupakan
barrier.
2. Membran Bowman
Terletak di bawah membrane basal epitel komea, merupakan
jaringan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi dan
bila rusak akan membentuk jaringan ikat.
3. Stroma
Terdiri atas lamela yang merupakan susunan kolagen yang sejajar
satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur

3
sementara di bagian perifer serat kolagen ini bercabang. Pembentukan
kembali serat kolagen memakan waktu lama, kadang-kadang sampai 15
bulan. Di antara lamella terdapat sel keratosit yang bertanggung jawab
untuk produksi serat kolagen dan substansi dasar yakni mukopolisakarida
dan glikosaminoglikan.
4. Membran Descement
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang
stroma komea. Lapisan ini bersifat sangat elastic dan tahan terhadap
trauma dan infeksi.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, merupakan 1 lapis sel berbentuk
heksagonal dengan besar 20-40 pm. Endotel melekat pada membrane
descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden. Tidak seperti
epitel, endotel tidak dapat beregenerasi. Jika terjadi kerusakan sel endotel,
sel lain yang tersisa akan menjadi datar untuk menutupi area endotel yang
rusak namun hal ini sangat menurunkan fungsi sel endotel.

Gambar 1. Anatomi dan lapisan kornea

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus dan saraf nasosiliar. Saraf ke V saraf siliar longus berjalan
suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrane Bowman dan

4
melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada
kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbul Krauseuntuk sensasi dingin
ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong didaerah
limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Kejernihan dari kornea dipengaruhi oleh susunan dan keadaan hidrasi dari
serat kolagen dalam stroma. Jika air masuk ke dalam serat kolagen maka akan
terjadi pemisah antar sel sehingga mengurangi kejernihan kornea. Lapisan epitel
dan endotel mencegah masuknya cairan ke dalam stroma dengan bekerja sebagai
penghalang. Sebagai tambahan, endotel dapat mengeluarkan kelebihan air di
jaringan kornea melalui proses transport aktif (pompa endotel). Kornea
mendapatkan asupan nutrisi dan oksigen dari air mata, humor akuosus, dan
kapiler-kapiler daerah limbus.

5
BAB III

DISTROFI KORNEA

Distrofi kornea adalah suatu kondisi bilateral simetrik dan diturunkan,


yang sedikit berhubungan atau tidak ada hubungannya dengan lingkungan atau
faktor sistemik. Distrofi dimulai pada awal kehidupan tetapi bisa tidak
menimbulkan gejala klinis dikemudian hari. Berkembang secara progresif lambat.
Distrofi kornea dapat diklasifikasikan menurut genetik, keparahan, gambaran
karakteristik biokemis atau lokasi anatomis. Skema anatomik yang
mengklasifikasikan distrofi tergantung pada level kornea yang terkena yaitu
anterior distrofi, stromal distrofi, posterior distrofi, dan ektatik distrofi.
Banyak manisfestasi kornea dari penyakit sistemik mempengaruhi
kejernihan kornea diakibatkan oleh penumpukan abnormal substansi metabolik di
epitel, stroma atau endotel. Substansi abnormal secara tipikal menumpuk pada
lisosom atau struktur intrasitoplasmik seperti lisosom sebagai penyebab defek
enzim tunggal. Kebanyakan kelainan ini adalah autosomal resesif. Yang termasuk
kelainan metabolik ini adalah kelainan metabolism karbohidrat, lemak, asam
amino, protein, sintesa imunoglobulin, metabolisme nukleotida dan mineral.
1. Distrofi Kornea Superfisial
Kelompok distrofi kornea ini terdiri dari Meesmann dystrophy (MECD),
Reis-Bücklers corneal dystrophy (RBCD), Thiel-Behnke dystrophy (TBCD),
gelatinous drop-like corneal dystrophy (GDCD), Lisch epithelial corneal
dystrophy (LECD), epithelial recurrent erosion dystrophy (ERED) and
subepithelial mucinous corneal dystrophy (SMCD).
a. Epidemiologi
Prevalensi distrofi kornea superfisial tidak dapat diketahui dengan
pasti, tetapi kelainan ini jarang terjadi dan khususnya ditemukan pada
populasi yang responsif dengan mutasi gen.

6
b. Etiologi
Seperti pada distrofi kornea lainnya, distrofi kornea superfisial
ditentukan secara genetik dan selalu diwariskan. Fenotip unik pada
distrrofi kornea ini sebagian besar disebabkan oleh perbedaan mutasi gen
yang spesifik. Dihasilkan dari mutasi gen yang berbeda dan perbedaan
fenotip mungkin dihasilkan dari perbedaan mutasi di dalam gen yang
sama. Adanya mutasi dalam 4 gen (KRT3, KRT12, TGFB1, dan
TACSTD2) merupakan penyebab dari kelainan genetik yang ada di kornea
superficial.

c. Manifestasi klinis,
1) Meesmann dystrophy (MECD, Stocker-Holt dystrophy)
Karakteristik distrofi Meesmann ditandai adanya gelembung kecil
yang jelas terlihat, pungtata dengan gambaran keruh berbentuk bulat
sampai oval yang terbentuk di epitel sentral kornea dan ke tingkat yang
lebih rendah arah perifer kornea pada kedua mata selama masa kanak-
kanak.

Gambar 2 : titik titik keruh yang


multipel pada epitel kornea

Kekeruhan ini disebabkan oleh kista intraepitelial yang terlihat


retroiluminasi sebagai tetesan embun yang transparan dan sangat sulit
untuk dilihat kecuali dengan menggunakan biomikroskop slit lamp.

7
Gambar 3 : terlihat gambaran kornea menunjukkan
retroiluminasi dengan titik titik kecil.

MECD disebabkan oleh mutasi pada salah satu pasangan gen


(KRT3 dan KRT12) yang mengkodekan 2 unit sitokeratin di epitel
kornea. Mutasi tersebut mempunyai batasan gambaran keratin. Sebagai
contoh, pada sitokeratin 12 meliputi gambaran berupa inisiasi dan
terminasi helix. Secara dominan mutasi ini memberikan efek pada
molekul keratin lain sehingga merusak fungsi sitoskeletal. Epitel sel
yang normal akan berpindah tempat ke permukaan kornea karena
desakan kista dan sel yang cacat. Distrofi kornea Stocker-Holt
merupakan varian dari MECD yang disebabkan oleh perubahan ap.
Arg19Leu asam amino di sitokeratin 12.
MECD berlanjut seumur hidup. Terapi dengan cara pembuangan
sel epitel kornea abnormal tetapi tidak bersifat kuratif. Meskipun
dengan membuang sel epitel yang rusak, kelainan ini akan berulang
pada epitel sel yang regenerasi.
2) Reis-Bücklers corneal dystrophy (RBCD, corneal dystrophy of
Bowman layer type I, geographic corneal dystrophy, superficial
granular corneal dystrophy (GCD), atypical GCD, GCD type III,
anterior limiting membrane dystrophy type I)
RBCD adalah kekeruhan retikuler yang simetris di kornea sentral
superfisial pada kedua mata antara umur 4-5 tahun. Kelainan kornea
ini pertama kali dideskripsikan oleh Reis dan dilanjutkan oleh
Bucklers.

8
Gambar 4 : kekeruhan retikuler di kornea superficial

Kekeruhan ini terlihat pola berbentuk cincin yang ireguler pada


titik yang berlainan dan pada garis epitel kornea yang meninggi.
RBCD tetap asimptomatik sampai adanya presipitat epitel yang erosi
pada mata hiperemis, nyeri, dan fotofobia. Ketajaman penglihatan
nantinya berkurang selama 2-3 dekade kehidupan karena kabut yang
progresif di superfisial dan permukaan kornea yang ireguler.
RBCD menjadi simptomatis dan mempunyai frekuensi rekurensi
yang tinggi timbulnya erosi pada pasien dengan varian lain yaitu GCD.
Kornea stroma superfisial pada RBCD berisi mutasi gen yang
mengubah faktor pertumbuhan beta sehingga menginduksi protein
yang tidak dapat dibedakan dari pasien yang mempunyai varian GCD
oleh karena itu dinamakan GCD tipe III.
Pada semua kasus RBCD disebabkan oleh mutasi spesifik gen
TGFBI (p. Arg124 Leu). analisis haplotipe pada keluarga yang berbeda
merupakan bukti awal adanya mutasi yang multipel. Mutasi lain pada
gen TGFBI dilaporkan adanya dugaan mempunyai RBCD atau variasi
yang berbeda (p. Gly623Asp) berdasarkan kekeruhan secara klinis di
anterior sampai pertengahan stroma kornea, tetapi tanpa keterangan
histopatologis. Pada beberapa kasus yang mungkin mempunyai TCBD,
tidak mungkin dapat dibedakan dengan RBCD tanpa menggunakan
mikroskop transmisi elektron untuk melihat defek pada kornea.

9
3) Thiel-Behnke dystrophy (TBCD, corneal dystrophy of Bowman layer
type II, honeycomb corneal dystrophy, anterior limiting membrane
dystrophy type II, curly fibers corneal dystrophy, Waardenburg-
Jonker corneal dystrophy)
Distrofi kornea pada jenis ini, kekeruhan sub-epitel kornea
membentuk pola sarang lebah di kornea superfisial. Sebuah zona yang
jelas ada di limbus corneoscleral. Erosi kornea dimulai pada dekade
pertama dan kedua dan menyebabkan ketidaknyamanan okular dan
nyeri. Erosi terjadi secara berulang dan penglihatan secara bertahap
menjadi terganggu.

Gambar 5 : Kekeruhan sub-epitel kornea membentuk pola sarang lebah


di kornea superfisial

TBCD merupakan kelainan dominan autosomal yang diwariskan di


kromosom 5 (5q31) yang trerkait dengan mutasi Arg555Gln pada
TGFBI. Heterogenitas genetik tampaknya ada dan lain lokus untuk
TBD juga telah diidentifikasi pada kromosom 10 (10q23-Q24).
Seperti pada banyak kelainan kornea yang lain, kelainan TBCD
diwariskan dan bersifat rekuren apabila dilakukan terapi dengan
metode graft, yakni mengikis kornea yang abnormal.

4) Gelatinous drop-like corneal dystrophy (GDCD, subepithelial


amyloidosis, primary familial amyloidosis)
Adanya tonjolan nodul berbentuk agar agar murbei warna putih
susu di bawah epitel kornea selama dekade pertama kehidupan GDCD.

10
Gambar 6. Kekeruhan pada kornea dengan nodul putih multipel. Terlihat
pembuluh darah di kornea yang keruh

Gambar 7. Adanya titik amiloid yang rekuren di subepitel kornea setelah


transplantasi jaringan kornea

Keluhan lain adanya fotofobia, berair, sensasi ada benda asing di


kornea dan penurunan tajam penglihatan yang progresif. Pada GDCD
nodul multiple amiloid berada di jaringan subepitel di kedua kornea.
Amiloid terdiri dari lactoferin tetapi pada kelainan ini tidak
berhubungan dengan gen lactoferin.
Lebih dari 20 mutasi pada TACSTD2 (khususnya M1S1, TROP2,
GA733-1) gen yang mengkode tumor menyebabkan GDCD. Mutasi p.
Gln118X terdeteksi paling sering. Beberapa individu yang terkena
ditemukan tidak memiliki mutasi pada TACSTD2 menunjukkan
adanya heterogenitas genetik dalam penyakit resesif autosomal. Dalam

11
GDCD, respons terhadap LPK dan PK serta keratekromi superfisial
tidak memuaskan.

5) Lisch epithelial corneal dystrophy (LECD, band-shaped and whorled


microcystic dystrophy of the corneal epithelium)
LECD ditandai dengan kekeruhan halus dan microkista dalam
epitel kornea berbentuk pita. Penglihatan kabur tanpa rasa sakit
kadang-kadang dimulai setelah enam puluh tahun kehidupan.

Gambar 8 : kekeruhan halus dan microkista dalam epitel kornea berbentuk pita

Mutasi gen untuk LECD terjadi di lengan pendek kromosom X


(Xp22.3). Seperti yang diharapkan karena modus warisan itu tidak
terkait dengan KRT3 dan KRT12 gen. Kekeruhan epitel secara
perlahan progresif dan dapat menyebabkan kerusakan penglihatan.
Debridement selular epitel kornea telah dicoba sebagai terapi, tetapi
setelah pengobatan ini LECD tetap terjadi rekurensi.

6) Epithelial recurrent erosion dystrophy (ERED, recurrent hereditary


corneal erosions, Dystrophia Helsinglandica, Dystrophia
Smolandiensis)
Jenis distrofi kornea ditandai dengan erosi epitel yang berulang
dari masa kanak-kanak dan tidak berhubungan dengan penyakit lain.
Erosi mulai secara spontan atau dipicu oleh trauma ringan, debu atau
asap. Kondisi ini dapat menjadi jelas pada usia 6 bulan, tetapi sebagai
aturan hanya dimulai pada usia 4 sampai 6 tahun. Erosi dapat disertai

12
dengan kabut dan kekeruhan di subepitel, karena fibrosis atau keloid
seperti nodul yang berkembang. Kelainan morfologi khas belum
diidentifikasi di ERED. Etiologinya tidak sepenuhnya dipahami. Gen
untuk ERED masih harus dicari ke lokus kromosom tertentu.

Gambar 9: Erosi dapat disertai dengan kabut dan kekeruhan di subepitel

ERED dapat diterapi secara medis dengan upaya terhadap


penyembuhan epitel yang cacat dan melindungi epitel yang normal.
Sebuah antibiotik topikal, siklopegik amat penting. Sebuah salep
pelumas berguna pada malam hari. Hipertonik salin dan perban lensa
kontak terapi mungkin juga memiliki peran. Dalam ERED intensitas
dan frekuensi dari erosi epitel berulang cenderung berkurang dengan
waktu dan biasanya berhenti pada akhir dekade keempat.

7) Subepithelial mucinous corneal dystrophy (SMCD)


Intensitas rekurensi erosi kornea yang tinggi dalam dekade pertama
kehidupan mencirikan SMCD dan di publikasikan kondisi ini hanya
pada orang tua yang ditemukan dengan kekeruhan subepitel dan kabut
pada kornea. Mutasi gen untuk SMCD masih harus dicari dalam lokus
kromosom tertentu.

13
Gambar 10. kekeruhan yang tidak teratur pada kornea superficial

Awalnya ketika terdapat rekurensi epitel kornea, pengobatan dapat


dilakukan seperti pada ERED. Seperti distrofi ini hanya dilaporkan
dalam satu keluarga saja, terapi yang ideal masih belum jelas. SMCD
akhirnya berkembang dari waktu ke waktu dan menyebabkan
kekeruhan kornea.

d. Diagnosis Banding
MECD dan LECD memiliki kesamaan klinis dan perlu dibedakan satu
sama lain dan ini mudah dilakukan dengan perbedaan mutasi gen yang
diwariskan. TBCD memiliki kesamaan dengan RBCD, tapi mungkin
memiliki perjalanan klinis yang tidak terlalu berat. Tanpa pemeriksaan
jaringan atau analisis genetika molekuler TBCD umumnya misdiagnosed
sebagai RBCD. ERED perlu dibedakan dari kondisi lain yang disertai
dengan erosi epitel berulang, terutama bila mereka adalah manifestasi awal
kehidupan, seperti membran.

e. Terapi
Pasien dengan kekeruhan kornea superfisial cocok diterapi dengan
keratektomi superfisial, keratoplasty lamelar atau keratektomi
phototherapeutic. Distrofi kornea superfisial tidak perlu dilakukan
keratoplasty penetrating.

14
2. Stroma Kornea Dystrophies
Kelompok ini mencakup macular corneal dystrophy (MCD), granular
corneal dystrophy (GCD) type I, the lattice corneal dystrophies (LCD),
Schnyder corneal dystrophy (SCD), fleck corneal dystrophy (FCD), congenital
stromal corneal dystrophy (CSCD) and posterior amorphous corneal
dystrophy (PACD)[2].
a. Manifestasi klinis
1) Macular distrofi kornea (MCD, distrofi kornea Groenouw tipe II,
Fehr distrofi kornea)
Gambaran samar berbentuk kabut biasanya muncul pertama kali
dalam stroma kedua kornea selama masa remaja, tetapi kekeruhan
dapat menjadi jelas pada masa pertumbuhan atau bahkan dalam dekade
keenam.

Gambar 11. Kekeruhan yang samar dalam kornea.

Kekeruhan kornea bilateral secara bertahap meluas ke seluruh


stroma kornea sentral dan perifer. Stroma kornea lebih tipis dari
normal. Kebanyakan pasien dengan MCD tidak memiliki keratan
sulfat dalam serum (MCD tipe I dan IA), tetapi beberapa tingkat
keratan sulfat antigen dalam serum normal (tipe II MCD).
Immunophenotypes ini tidak dapat dibedakan satu sama lain secara
klinis dan tidak memiliki signifikansi klinis.
MCD telah diidentifikasi terjadi di seluruh dunia, tetapi jarang di
sebagian besar populasi. Hal ini paling umum di India, Arab Saudi,

15
Islandia dan bagian Amerika Serikat. Adanya mutasi gen CHST6
bertanggung jawab untuk kebanyakan kasus MCD.
Pada kelainan ini, penglihatan dapat dikembalikan dengan
transplantasi kornea, tapi penyakit ini dapat kambuh setelah bertahun-
tahun walaupun sudah di transplantasi. Karena kondisi ini
mempengaruhi stroma kornea secara keseluruhan, membran Descemet
dan endotel kornea maka tindakan keratoplasti tidak mencakup semua
jaringan patologis.

2) Granular corneal dystrophy (GCD) type I (classic GCD, corneal


dystrophy Groenouw type I)
Berbentuk bintik-bintik kecil putih multipel yang tidak beraturan
yang menyerupai serpihan roti atau salju. Gambaran tersebut terlihat
jelas di daerah membran Bowman dalam stroma kornea sentral
superficial.

Gambar 12. Kekeruhan kornea berbentuk banyak serpihan bintik kecil


yang ireguler

Gambar 13. Variasi ukuran kekeruhan dalam stroma kornea berbentuk


serpihan yang menyatu sehingga terlihat seperti bintang dan memanjang.

16
Muncul pada dekade pertama kehidupan dan terlihat jelas pada
umur 3 tahun. Awalnya terlihat seperti titik kekurahan dan dengan
seiring waktu mereka secara bertahap membesar dan menjadi lebih
banyak. Pada anak-anak terlihat permukaan kornea halus, namun pada
orang dewasa sering tidak merata. Ketajaman penglihatan kurang lebih
normal. Pada akhir dekade kedua, banyak kekeruhan terdapat di kornea
sentral dan superfisial, namun jarang di stroma bagian dalam. Terdapat
perbedaan klinis yang terlihat pada kekeruhan kornea antara 2 tipe
GCD yaitu GCD tipe 1 dan GCD tipe 2.
GCD telah dipelajari secara ekstensif di Denmark oleh Moller.
GCD1 paling umum di Eropa, tetapi GCD2 lebih umum di Jepang,
Korea dan Amerika Serikat. Kekeruhan kornea pada GCD mudah
dilihat setelah kornea dipotong.

Gambar 14. Setengah potongan bedah kornea berbentuk kekeruhan putih


pada kornea yang ireguler dan banyak bergabung satu sama lain.

Sebuah studi menunjukkan bahwa individu keluarga heterozigot


dan homozigot untuk gen TGFBI fenotip identik, tetapi mutasi genetik
telah dilakukan dalam kasus ini. Banyak mutasi TGFB1 ditemukan di
fenotipe histopatologi dan klinis yang berbeda tetapi GCD1 hasil
mutasi Arg555Trp, sementara GCD2 adalah efek dari mutasi
Arg124His pada gen TGFBI.
Dalam kebanyakan kasus GCD, ketajaman visual tetap baik sampai
akhir dalam perjalanan penyakit. Setelah keratoplasti, biasanya tidak
terjadi kekambuhan selama kurang lebih 30 bulan, tetapi kekeruhan
dapat kambuh dalam setahun.

17
3) Lattice corneal dystrophies (LCD) type I (Biber-Haab-Dimmer
dystrophy)
Sebuah jaringan filamen bercabang kekeruhan kornea
interdigitating halus dalam bentuk kelainan bawaan pada dua genetika
yang berbeda.

Gambar 15. Sebuah garis jaringan tebal kekeruhan kornea pada pasien
dengan varian LCD1 (LCD tipe III) karena mutasi homozigot Leu527Arg
pada gen TGFBI.

Satu tanpa manifestasi sistemik yang disebabkan oleh mutasi


spesifik dalam gen TGFBI (LCD tipe I dan variannya) (LCD1), yang
lain dihasilkan dari mutasi pada gen GSN (LCD tipe II) (LCD2) dan
memiliki manifestasi sistemik. LCD1 biasanya menjadi jelas pada
kedua mata pada akhir dekade pertama kehidupan, tapi kadang-kadang
dimulai pada usia pertengahan dan jarang pada masa bayi. Berbentuk
garis buram dan lainnya menumpuk terutama dalam stroma kornea
sentral, sedangkan kornea perifer relatif transparan.
Kelainan kornea disertai dengan neuropati perifer dan kranial yang
progresif, dysarthria, kulit kering dan gatalpada kulit. Karakteristik
ekspresi wajah "seperti topeng", bibir menonjol dengan gerakan
terganggu dan blepharochalasis juga terlihat.
Transplantasi kornea mungkin diperlukan dalam LCD 1 pada usia
20 tahun, tetapi biasanya tidak diindikasikan sampai setelah dekade
keempat. Hasil dari PK adalah sangat baik, tetapi deposit amiloid dapat

18
terjadi pada 2-14 tahun kemudian. Lesi kornea pada LCD2 jarang surat
perintah keratoplasty menembus, tetapi ketika melakukan cacat epitel
neurotropik persisten dapat berkembang.

4) Schnyder corneal dystrophy (SCD, Schnyder crystalline corneal


dystrophy, crystalline stromal dystrophy, Schnyder crystalline
dystrophy sine crystals, hereditary crystalline stromal dystrophy of
Schnyder).
SCD biasanya menjadi jelas pada awal kehidupan dengan adanya
kabut kristal di kornea atau stroma kornea. Seiring waktu, sebuah
stroma kornea awal biasa-biasa saja memperoleh kekeruhan putih kecil
dan menyebar kabut. SCD disebabkan oleh salah satu mutasi gen
UBIAD1.

Gambar 16. Kekeruhan kristal yang jelas di kornea pusat

Gambar 17. Kornea sentral berisi kristal dan cincin buram yang menonjol
jelas di kornea perifer.

Ketajaman penglihatan umumnya baik dalam SCD dan secara


umum setelah masa kanak-kanak. Tetapi kekeruhan kornea dapat

19
berubah dari waktu ke waktu dan membentuk kekeruhan kornea sentral
berbentuk cakram padat. Penglihatan scotopic sangat baik dan
berlanjut sampai usia pertengahan, namun mereka yang terkena
dampak perlu keratoplasty penetrating sebelum dekade ketujuh.

5) Fleck corneal dystrophy (FCD, Francois-Neetens speckled corneal


dystrophy)
Karakteristik FCD adalah asimtomatis, kekeruhan simetris yang
non progresif di seluruh stroma kornea. Salah satu jenis kekeruhannya
berbentuk oval banyak dan kecil, bulat, seperti lingkaran atau setengah
lingkaran dengan batas yang berbeda ("spot") di kornea pusat dan
perifer.

Gambar 18. Penampilan kornea dengan biomicroscopy slit lamp (gambar


kiri) dan mikroskop confocal (gambar kanan)

Gambar 19. Kornea berisi bintik kecil yang keruh. Penampilan kornea
dengan biomicroscopy slit lamp (gambar kiri) dan mikroskop confocal
(gambar kanan)

Kekeruhan lain menyerupai salju atau awan dan terdiri dari warna
abu-abu kecil tanpa batas yang jelas dan terjadi terutama di tiga kornea

20
sentral. Mereka berada di anterior dan perifer stroma, terkadang lebih
padat terdapat di stroma bagian dalam dekat dengan membran
Descement. FCD mempengaruhi pria dan wanita adalah sama dan
telah diamati sepanjang hidup dan bahkan pada anak-anak usia 2
tahun. Epitel kornea, lapisan Bowman, dan membran Descemet
normal. Sensasi kornea biasanya normal. FCD disebabkan oleh mutasi
dari gen PIP5K3.
FCD adalah non-progresif, tidak mempengaruhi penglihatan dan
biasanya tanpa gejala dan tidak memerlukan pengobatan, tetapi
fotofobia ringan telah dilaporkan. Pada satu pasien yang menjalani
keratoplas penetrating, tidak ada bukti klinis rekurensi FCD pada
jaringan transplantasi setelah 10 tahun follow up.

6) Congenital stromal corneal dystrophy (CSCD, congenital


hereditary stromal dystrophy, Witschel dystrophy).
CSCD adalah gangguan non-progresif yang ditandai dengan
mengaburkan stabil atau berbulu banyak stroma kornea buram. Serpih
dan tempat menjadi lebih banyak dengan usia dan akhirnya mencegah
evaluasi klinis endothelium kornea

Gambar 20. Bawaan distrofi stroma. Kornea buram dalam stroma


anterior dengan celah-lampu biomicroscopy

Erosi kornea, vaskularisasi kornea dan fotofobia tidak hadir.


Beberapa individu yang terkena strabismus atau primer sudut terbuka
glaukoma. CSCD sangat jarang, hanya empat keluarga telah

21
dilaporkan. CSCD satu keluarga besar dikenal memiliki keturunan di
Jerman dan Perancis. Individu dipengaruhi oleh CSCD telah dipelajari
secara ekstensif dalam keluarga besar Perancis dan Norwegia.

7) Posterior amorphous corneal dystrophy (PACD, posterior


amorphous stromal dystrophy).
PACD adalah gangguan kornea tidak teratur ditandai secara klinis
oleh lembar-seperti "amorf" kekeruhan di dalam stroma kornea,
terutama posterior, dan membran Descemet. Sesuai dengan gagasan ini
bahwa ini adalah gangguan perkembangan, kelainan telah diamati pada
masa bayi dan masa kanak-kanak, dan kontras dengan dystrophies
kornea tradisional, non-kornea manifestasi telah dilaporkan, termasuk
kelainan dari adhesi iris (iridocorneal, corectopia, dan
pseudopolycoria).

Gambar 21. kekeruhan di dalam stroma kornea

Stroma kornea transparan mungkin ikut campur antara kekeruhan,


yang kadang-kadang indent membran Descemet dan endotelium
kornea, yang mungkin memiliki kelainan fokal. Bentuk PACD
Centroperipheral dan perangkat diakui. Jenis centroperipheral meluas
ke limbus corneoscleral dan disertai dengan penipisan kornea dan
kelengkungan kornea adalah datar. Ketajaman visual Gangguan
biasanya minimal.

22
PACD cenderung lambat progresif atau nonprogressive. Ketajaman
visual biasanya minimal terganggu, tetapi dapat cukup parah untuk
menjamin keratoplasty menembus.

b. Diagnosis Banding
Anggota keluarga yang terkena dengan LCD1 dapat mengembangkan
fenotipe klinis menyerupai RBCDS. Fitur klinis Kementerian telah
dilaporkan dalam keluarga dengan LCD1, tapi studi ini tidak menganalisis
gen KRT3 dan KRT12 [79]. MCD harus dibedakan pada
mucopolysaccharidoses sistemik (MASC) (seperti IH jenis
mucopolysaccharidosis dan IS) dan mucolipidosis. Berbeda dengan
deposito sistemik materi MASC abnormal antara serat-serat kolagen dalam
stroma kornea di MCD. GCD harus dibedakan dari gammopathy
monoklonal karena lesi histopatologi bisa sangat mirip. SCD harus
dibedakan dari lemak lain dan keratopathy lethithin khusus: penyakit
kolesterol acyltransferase (penyakit LCAT, penyakit Norum) dan penyakit
ikan mata disebabkan oleh mutasi yang berbeda pada gen LCAT.

c. Terapi
Karena stroma kornea dystrophies ekstensif atau sepenuhnya
memperpanjang melalui stroma kornea seluruh, sebuah keratoplasty
menembus atau keratoplasty lamelar mungkin pada akhirnya diperlukan
bila visi menjadi gangguan signifikan. Sebagai tindakan sementara ablasi
kornea dangkal dapat praktis, terutama jika jaringan donor tidak tersedia.

3. Distrofi Kornea Posterior


Kelompok dystrophies kornea posterior termasuk Fuchs corneal dystrophy
(FECD), posterior polymorphous corneal dystrophy (PPCD), congenital
hereditary endothelial corneal dystrophy (CHED) and X-linked endothelial
corneal dystrophy (XECD). Penyakit ini ditandai oleh kelainan dari
endotelium kornea dan selaput Descemet. Dalam sebagian besar dari mereka,
merusak transportasi fluida aktif dengan endotelium kornea menyebabkan

23
edema stroma kornea berlebihan dan merusak kejernihan kornea dan
mengurangi ketajaman visual.

a. Epidemiologi
Prevalensi FECD berbeda di berbagai belahan dunia. Hal ini umum
dan distrofi kornea yang paling umum di Amerika Serikat, mempengaruhi
sekitar 4% dari populasi lebih dari 40 tahun. Hal serupa juga terjadi di
negara-negara maju lainnya. FECD jauh lebih umum dan lebih parah pada
wanita dibandingkan pada pria. FECD biasa di Arab Saudi dan Cina di
Singapura dan FECD sangat langka di Jepang.

b. Etiologi
Sementara beberapa yang berbeda dystrophies kornea posterior ada
hubungan antara beberapa dari mereka telah disarankan berdasarkan
penelitian genetika molekuler. Heterogenitas fenotipik dan heterogenitas
alelik ada. Misalnya, Gly455Lys mutasi pada gen COL8A2, yang
mengkode rantai α2 kolagen tipe VIII, telah terdeteksi di kedua FECD dan
PPCD. Demikian pula, mutasi pada gen yang menyebabkan tipe 3 TCF8
PPCD, telah ditemukan di salah satu dari 74 pasien Cina dengan FECD
dan mutasi pada gen SLC4A11 telah terdeteksi dalam 4 individu dengan
akhir-onset FECD.
c. Manifestasi klinis
1) Fuchs corneal dystrophy (FECD, Fuchs endothelial corneal
dystrophy, endo-epithelial corneal dystrophy, late hereditary
endothelial dystrophy).
FECD merupakan kelainan endotel kornea yang progresif,
menyebabkan edema kornea dan kehilangan penglihatan. Stadium
awal penyakit FECD biasanya dimulai sejak dekade ke 5 sampai 7, dan
ditandai dengan akumulasi dari pertumbuhan jaringan lokal yang
disebut gutata, dan penebalan membran Descemet. Pada akhirnya akan
terjadi kehilangan densitas dan fungsi sel endotel sebagai pompa

24
kornea yang menyebabkan edema kornea. Walaupun gutata kornea
bukan merupakan tanda khas dari FECD, perkembangan edema stroma
semakin menegaskan kelainan ini. Edema kornea diikuti oleh erosi
kornea berulang, dan kerusakan parah pada ketajaman visual, bahkan
kebutaan pada lanjut usia.

Gambar 22. Sebuah kornea buram yang nyata disebabkan oleh edema
yang luas karena hilangnya sel endotel normal yang menjaga hidrofilik
stroma kornea.

Awalnya, edema stroma menghasilkan kabut abu-abu biru di


anterior ke membran Descemet. Seluruh kornea stroma mengental,
sementara membrana Descement mengerut. Ketajaman visual terus
memburuk, kelainan kornea mulai terpusat, tetapi menyebar ke limbus
corneoscleral. FECD umumnya terkait dengan katarak.
Penyebab FECD tidak diketahui, tetapi tampaknya menjadi
gangguan heterogen herediter disebabkan oleh interaksi kompleks dari
faktor genetik dan lingkungan. FECD diekspresikan lebih sering pada
wanita. Pada kasus yang jarang FECD telah dikaitkan dengan mutasi
pada gen COL8A2.
Klinis FECD biasanya mencakup 10-20 tahun dan ditandai dengan
edema progresif dari jaringan stroma, dan fibrosis subepitel
(keratopathy bulosa). Katarak umum pada individu dengan ekstraksi
katarak dan mempercepat dekompensasi kornea FECD. Mikroba
keratitis dan neovaskularisasi kornea adalah FECD komplikasi yang
sangat jarang.

25
Kebanyakan pasien dengan keratoplasty penetrating FECD
akhirnya membutuhkan salah satu prosedur baru untuk memperbaiki
permukaan posterior kornea, seperti di keratoplasty endotel pipih
(DLEK), keratoplasty Descemet pengupasan endotel (DSEK), atau
Descemet pengupasan endotel keratoplasty otomatis (DSAEK).
2) Posterior polymorphous corneal dystrophy (PPCD, posterior
polymorphous dystrophy)
Bentuk umum dari distrofi kornea dapat hadir pada saat lahir
(dengan kekeruhan dari kornea) atau lambat selama hidup dan ditandai
oleh lesi mempengaruhi endotelium. Kebanyakan orang tidak
mengembangkan gejala-gejala (asimtomatik). Efek pada kornea
mungkin progresif lambat. Kedua mata biasanya terkena, tetapi satu
mata mungkin lebih sangat terpengaruh dari yang lain (asimetris).
Dalam kasus yang parah, individu dengan distrofi polymorphous
posterior dapat mengembangkan pembengkakan (edema) dari stroma,
kepekaan yang abnormal terhadap cahaya (fotofobia), penurunan
penglihatan, dan perasaan (sensasi) dari bahan asing di mata. Dalam
kasus yang jarang terjadi, tekanan meningkat dengan mata (tekanan
intraokuler) dapat terjadi.

Gambar 23. kekeruhan pada kornea

PPCD biasannya kebanyakan kasus tidak memerlukan pengobatan.


Namun, mereka biasanya dilakukan keratoplasty penetrating atau

26
memakai salah satu prosedur terapipada FECD. PPCD bisa kambuh
setelah keratoplasty penetrating.
3) Congenital hereditary endothelial corneal dystrophy: congenital
hereditary endothelial dystrophy type 1 (CHED1, autosomal
dominant CHED), congenital hereditary endothelial dystrophy
type 2 (CHED2, Maumenee corneal dystrophy, autosomal
recessive CHED, infantile hereditary endothelial dystrophy)
CHED merupakan kelainan bilateralyang melibatkan degenerasi
dari lapisan endotel kornea. CHED memiliki 2 bentuk,autosomal
dominan (AD-CHED : CHED1) dan autosomal resesif (AR-CHED :
CHED2).CHED ditandai dengan penampakan kornea yang seperti
kaca dan nampak lebih tebal.CHED1 biasanya timbul pada 2 tahun
pertama setelah lahir, dengan gejala fotofobia dan keluar air mata,
namun tidak didapatkan adanya nistagmus. Pada CHED2, individu
yang terkena lahir dengan kornea yang nampak seperti gelas kaca dan
disertai dengan nistagmus.

Gambar 24. Stroma kornea nyata buram akibat edema sekunder


untuk sel-sel endotel yang rusak.

Gen bertanggung jawab untuk CHED1 terdapat di daerah


pericentromeric kromosom 20 (20p11.2-q11.2) di daerah ysng
overlapping dengan satu jenis gen PPCD dan ini berbeda dari lokus

27
untuk CHED2. Kebanyakan kasus disebabkan oleh mutasi homozigot.
Untuk CHED2 terjadi mutasi pada gen SLC4A11.
Kekeruhan kornea CHED bilateral sangat parah, keratoplasty
penetrating satu-satunya harapan untukmeningkatkan penglihatan.
Perjalanan penyakit CHED1 bergerak perlahan-lahan selama 5 sampai
10 tahun, tetapi tetap seumur hidup CHED2.

4) X-linked endothelial corneal dystrophy (XECD)


X-Linked distrofi kornea endotel bermanifestasi sebagai kabut
difus mengaburkan kaca bawaan kornea kornea atau. Pada pria, ini
sering dikaitkan dengan penglihatan kabur. Lanjutan kasus memiliki
keratopathy band yang berhubungan dengan perubahan endotel
subepitel menyerupai kawah bulan. Pria lebih parah terkena dibanding
wanita dan kekeruhan kornea dapat berat dan terkait dengan
nistagmus. Para wanita tidak menunjukkan gejala tetapi memiliki
Bulan endotel abnormal dan kawah. Dengan modus terkait warisan,
laki-laki terkena menularkan penyakit ke anak perempuan mereka tapi
tidak anak-anak mereka.

Gambar 24. X-Linked distrofi kornea


XECD telah dipetakan ke lengan panjang kromosom X (Xq25).
Interval Kritis mengandung 72 gen yang kode untuk faktor transkripsi
7 putatif. Sebuah keratoplasty menembus kadang-kadang ditampilkan
dalam XECD dan korupsi dapat tetap jelas selama 30 tahun. Karena
begitu sedikit kasus telah dirawat, modus yang optimal terapi tidak

28
pasti. Kursus XECD perlahan progresif dengan kabur intermiten dan
keratopathy Band kornea subepitel berkembang pada masa dewasa
dimulai pada kornea perifer.
d. Diagnosis Banding
1) Fuchs corneal dystrophy
Guttae kornea tidak spesifik untuk FECD dan dapat timbul sebagai
bagian dari kornea penuaan atau sebagai respons terhadap keratitis
interstisial. Mereka juga fitur dari MCD. Karena katarak yang
umumnya terkait dengan FECD, diagnosis diferensial meliputi aphakic
keratopathy bulosa dan keratopathy pseudophakic bulosa.
2) Posterior polymorphous corneal dystrophy
PPCD perlu dibedakan dari kekeruhan kornea posterior uveitis
diperoleh setelah berulang dan keratitis (keratopathy polymorphous
posterior). PPCD perlu dibedakan dari gangguan lain di mana
endotelium kornea digantikan sebagian oleh epitel skuamosa berlapis,
seperti sindrom endotel iridocorneal (ICE) dan ingrowth epitel berikut
menembus luka dalam limbus corneoscleral.
3) Congenital hereditary corneal dystrophy
CHED dapat bingung dengan penyebab lain kekeruhan kornea
bawaan, seperti CSCD dan anomali Peters. Seperti disebutkan di atas
CHED juga perlu dibedakan dari PPCD tersebut.

e. Kriteria Diagnosis
Diagnosis klinis dystrophies kornea yang berbeda bervariasi dengan
entitas yang berbeda, tetapi harus dicurigai bila kehilangan transparansi
kornea atau kekeruhan kornea terjadi secara spontan, terutama pada kedua
kornea terutama dengan adanya riwayat keluarga yang positif atau
keturunan dari kerabat orang tua. Karena kemudahan memeriksa kornea,
dokter biasanya dapat menentukan tingkat keterlibatan sifat anatomi dan
morfologi kelainan dystrophi yang menentukan gejala yang terkait dengan
semua jenis penyakit.

29
f. Konseling Genetik
Individu yang terkena atau orang tua mereka biasanya dapat diberikan
dengan informasi rinci tentang mereka distrofi kornea tertentu . Hal ini
dapat sangat berharga dalam memberikan konseling genetik yang relevan
dengan perawatan yang berbeda dan prognosis yang berbeda.

30
BAB IV

KESIMPULAN

Distrofi kornea dapat diklasifikasikan menurut genetik, keparahan,


gambaran karakteristik biokemis atau lokasi anatomis. Skema anatomik yang
mengklasifikasikan distrofi tergantung pada level kornea yang terkena yaitu
anterior distrofi, stromal distrofi, posterior distrofi, dan ektatik distrofi.
Pada distrofi kornea superficial atau anterior distrofi, ditentukan secara
genetik dan selalu diwariskan. Untuk terapi distrofi kornea superficial dengan
keratektomi superfisial, keratoplasty lamelar atau keratektomi phototherapeutic.
Distrofi kornea superfisial tidak perlu dilakukan keratoplasty penetrating.
Karena stroma kornea dystrophies ekstensif atau sepenuhnya
memperpanjang melalui stroma kornea seluruh, sebuah keratoplasty menembus
atau keratoplasty lamelar mungkin pada akhirnya diperlukan bila visi menjadi
gangguan signifikan.
Pada distrofi kornea posterior, penyakit ini ditandai oleh kelainan dari
endotelium kornea dan selaput Descemet. Heterogenitas fenotipik dan
heterogenitas alelik ada.
Diagnosis klinis dystrophies kornea yang berbeda bervariasi dengan
entitas yang berbeda, tetapi harus dicurigai bila kehilangan transparansi kornea
atau kekeruhan kornea terjadi secara spontan, terutama pada kedua kornea
terutama dengan adanya riwayat keluarga yang positif atau keturunan dari kerabat
orang tua.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
: 2002.
2. Klintworth, dystrophies GK kornea. J Orphanet Langka Dis. 2009, 04:07
3. Szaflik JP, Oldak M, et al. Genetics of Meesmann corneal dystrophy.
2008, 27:S1-S42.
4. Meesmann A. Dominant Verterbte Dystrophia Epithelialis Corneae. Am J
Hum Genet 1998, 63:1073-1077.
5. Klintworth GK, et al. : Identification of a new keratin K12 mutations
associated with Stocker-Holt corneal dystrophy that differs from mutations
found in Meesmann corneal dystrophy. Arch Ophthalmol 1955, 53:536.
6. Haddad R, et al. Unusual superficial variant of granular dystrophy of the
cornea. Klin Monatsbl Augenheilkd 1949, 114:386-397.
7. Wittebol-Post D, Pels E. The dystrophy described by Reis and Bucklers.
Separate entity or variant of the granular dystrophy?. Ophthalmology
1983, 90:1507-1511
8. Klintworth GK, et al. Familial subepithelial corneal amyloidosis
(gelatinous drop-like corneal dystrophy): exclusion of linkage to
lactoferrin gene. Arch Ophthalmol 1980, 98:144-148.
9. Ren Z, et al. Mutations of the M1S1 gene on chromosome 1P in autosomal
recessive gelatinous drop-like corneal dystrophy. Mol Vis 1998, 4:31.
10. Lisch W, et al. A new, band-shaped and whorled microcystic dystrophy of
the corneal epithelium. Proc Internat Soc Eye Res 2000, 71:S108P.
11. Lisch W, et al. Lisch corneal dystrophy is genetically distinct from
Meesmann corneal dystrophy and maps to Xp22.3. Am J Ophthalmol
1992, 114:35-44.
12. Hammar B, et al. A new corneal disease with recurrent erosive episodes
and autosomal-dominant inheritance. Am J Ophthalmol 1994, 117:543-
544.
13. Wales HJ. A family history of corneal erosions. Acta Ophthalmol
(Copenh) 1967, 45:829-836.
14. Klintworth GK, et al : Macular corneal dystrophy. Lack of keratan sulfate
in serum and cornea. Arch Ophthalmol 1993, 111:1106-1114.
15. Klintworth GK, et al. CHST6 mutations in North American subjects with
macular corneal dystrophy: a comprehensive molecular genetic review.
Mol Vis 2000, 6:261-264.

32
16. Klintworth GK, et al. Accumulation of β ig-h3 gene product in corneas
with granular dystrophy. Acta Ophthalmol (Copenh) 1990, 68:384-389.
17. Munier FL, et al. Kerato-epithelin mutations in four 5q31-linked corneal
dystrophies. Am J Hum Genet 1998, 62:320-324.
18. Akimune C, et al. Corneal guttata associated with the corneal dystrophy
resulting from a betaig-h3 R124H mutation. Mol Vis 2007, 13:1390-1396
19. Holland EJ, et al. Avellino corneal dystrophy. Clinical manifestations and
natural history. Cornea 1999, 18:424-429
20. Weiss JS. Visual morbidity in thirty-four families with Schnyder
crystalline corneal dystrophy. Jpn J Ophthalmol 1998, 42:450-455.
21. Purcell JJ Jr, et al. Fleck corneal dystrophy. Am J Ophthalmol 1977,
83:554-60
22. Vithana EN, et al. SLC4A11 mutations in Fuchs endothelial corneal
dystrophy. Arch Ophthalmol 1978, 96:2036-2039.
23. Biswas S, et al. Missense mutations in COL8A2, the gene encoding the
alpha2 chain of type VIII collagen, cause two forms of corneal endothelial
dystrophy. Orphanet J Rare Dis 2008, 3:28.
24. Harissi-Dagher M, et al. Keratoglobus in association with posterior
polymorphous dystrophy. Albrecht von Graefes Arch Klin Exp
Ophthalmol 1916, 91:363-379.
25. Toma NMG,et al. Linkage of congenital hereditary endothelial dystrophy
to chromosome 20. Cornea 2000, 19:570-573
26. Schmid E,et al. A new, X-linked endothelial corneal dystrophy. Klin
Monatsbl Augenheilkd 1976, 169:717-727

33

Anda mungkin juga menyukai