Anda di halaman 1dari 69

Prevalensi Infeksi Odontogenik Pada Spasia Primer

Maksila dan Mandibula di RSUP H. Adam Malik


Medan Tahun 2013-2015

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:
ATIKA SURI RAMBE
NIM: 130600017

Pembimbing:
Eddy A. Ketaren, drg., Sp.BM

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2017
ii

Fakultas Kedokteran Gigi


Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Tahun 2017
Atika Suri Rambe.

Prevalensi infeksi odontogenik pada spasia primer maksila dan mandibula di


RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2015.
xiv + 39 halaman

Infeksi odontogenik merupakan penyakit yang paling umum diseluruh dunia


dan itu merupakan alasan utama untuk mencari perawatan gigi. Reaksi infeksi
biasanya didapatkan dari reaksi inflamasi lokal yang ditandai dengan peningkatan
aliran darah awal ke lokasi cedera, meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, dan
akumulasi selektif sel efektor yang berbeda dari darah perifer ke daerah luka. Cedera
sel dapat terjadi karena trauma, kerusakan genetik, agen fisik dan kimia, nekrosis
jaringan, agen tubuh asing, reaksi imun dan infeksi. Sehingga inflamasi dapat cepat
diperluas dari periodontium kepala dan leher tertentu dan dapat menyebar lebih jauh,
melintasi membran fasial yang memisahkan mereka. Jika tidak diobati, mereka
umumnya menyebar ke spasia fasial yang saling berdekatan misalnya maseter,
sublingual, submandibula, temporal, bukal, kaninus dan paraparingeal dan dapat
menyebabkan komplikasi tambahan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa banyak prevalensi infeksi
odontogenik pada spasia primer maksila dan mandibula di RSUP H.Adam Malik
tahun 2013 hingga tahun 2015.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Teknik pengambilan sampel
dilakukan dengan teknik total sampling. Jumlah sampel adalah sebanyak 62 rekam
medis di RSUP H.Adam Malik Medan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Data didapatkan dari bagian rekam medik rawat jalan dan rawat inap RSUP H.Adam
Malik Medan dari januari 2013 hingga desember 2015.
Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data disajikan dalam bentuk tabel
frekuensi dan grafik kemudian dibahas dengan menggunakan teori dan kepustakaan
yang ada disertai dengan perhitungan berupa persentase. Persentase prevalensi
tertinggi infeksi odontogenik pada spasia primer maksila dan mandibula di RSUP H.
Adam Malik Medan Tahun 2013-2015 pada spasia submnadibula dengan 30 kasus
atau 48,39%. Prevalensi infeksi odontogenik pada spasia primer maksila dan
mandibula lebih banyak terjadi pada laki-laki dengan persentase 54,84%. Sedangkan
pada kelompok umur prevalensi tertinggi pada 46-55 tahun dengan persentase
29,50%.

Daftar Rujukan: 24 (2004-2016)


iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 08 Agustus 2017

Pembimbing: Tandatangan

Eddy A. Ketaren , drg., Sp.BM


NIP. 19791217 200604 1 001 ……………………………
TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hdapan tim penguji


pada tanggal 08 Agustus 2017

TIM PENGUJI

KETUA : Hendry Rusdy, drg., Sp. BM., M.Kes

ANGGOTA : 1. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM

2. Ahyar Riza, drg., Sp. BM


vi
vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dalam
rangka memenuhi kewajiban penulis untuk mendapatkan gelar sarjana Kedokteran
Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Rasa terima kasih penulis sampaikan untuk yang paling berharga dalam hidup
saya, ibunda tercinta, Ibunda Hj. Nurhayanah Dalimunthe dan ayahanda tercinta, H.
Azhar Rambe, SE serta kakak-kakak saya Meilisa Putri Rambe, S.Pd, Weni Yuliana
Rambe, S.Pd, dan Siti Fatimah Rambe, S.Kom, abang saya Bima Said Rambe, adik-
adik saya almarhumah Ali Hamzah Rambe dan Raja Ardiansyah Putra Rambe, serta
ponakan-ponakan saya tersayang yang senantiasa menyayangi, mendoakan, dan
mendukung penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis juga telah banyak mendapat bimbingan, bantuan,
motivasi, saran-saran serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan
kerendahan hati serta penghargaan yang tulus penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Eddy A.Ketaren, drg., Sp. BM selaku Ketua dan dosen pembimbing di
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan,
bimbingan, penjelasan, serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Siti Bahirrah, drg., Sp. Ort selaku dosen pembimbing akademis yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalankan pendidikan di Fakultas
Kedokteran Gigi USU.
3. seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara khususnya di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial yang
sangat banyak memberikan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.
4. Sahabat-sahabat terbaik penulis Pina Siti Siannapa Siregar, Kardillah
Yayang, Putri Arum Nia Lubis, Rintan Permata Sari, Intan Permata Sari, Raudhatul
Husna, Pratiwi Nababan dan seluruh teman-teman saya yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu yang membuat penulis termotivasi dan membantu saya dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Sahabat satu bimbingan penulis dalam menyelesaikan skripsi Annydia
Maydelin Purba dan Ovila Ulfa yang telah bersama-sama berjuang, saling
mendoakan, memberi semangat dan motivasi serta membantu dalam seluruh tahap
penyelesaian skripsi ini.
6. Teman-teman semasa perkuliahan stambuk 2013 dan teman-teman
seperjuangan skripsi di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini semoga semuanya sukses
dalam menyelesaikan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan.
Akhir kata, penulis mengharapkan agar skripsi ini dapat berguna bagi pengembangan
ilmu Bedah Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, dan bagi
kita semua.

Medan, 08 Agustus 2017


Penulis,

(Atika Suri Rambe)


NIM: 130600017
viii

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL...............................................................................
ABSTRAK ..............................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...................................................
KATA PENGANTAR ............................................................................ v
DAFTAR ISI ........................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xi
DAFTAR GRAFIK ................................................................................. xii
DAFTAR DIAGRAM ............................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................. 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Infeksi ................................................................................. 6
2.2 Infeksi Non-Odontogenik ................................................... 7
2.3 Infeksi Odontogenik............................................................ 8
2.3.1 Tahapan Infeksi ................................................................ 9
2.3.2 Tanda dan Gejala ............................................................. 10
2.3.3 Klasifikasi Infeksi Odontogenik ...................................... 12
2.4 Infeksi Odontogenik Berdasarkan Spasia yang Terkena ... 13
2.4.1 Spasia Subperiosteal ........................................................ 13
2.4.2 Spasia Fosa Kanina .......................................................... 13
2.4.3 Spasia Bukal..................................................................... 14
2.4.4 Spasia Infratemporal ........................................................ 15
2.4.5 Spasia Submaster ............................................................. 15
2.4.6 Spasia Submandibula ....................................................... 16
2.4.7 Spasia Sublingual ............................................................. 17
2.4.8 Spasia Submental ............................................................. 17
2.4.9 Spasia Parafaringeal ......................................................... 18
2.5 Penatalaksanaan Infeksi ...................................................... 19
2.6 Kerangka Teori ................................................................... 22
2.7 Kerangka Konsep ................................................................ 23

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian................................................................... 24
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................. 24
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian .......................................... 24
3.3.1 Populasi ........................................................................... 24
3.3.2 Sampel............................................................................. 24
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .............................................. 24
3.4.1 Kriteria Inklusi ................................................................ 24
3.4.2 Kriteria Eksklusi ............................................................. 25
3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ..................... 25
3.6 Metode Pengumpulan Data ................................................ 26
3.7 Alat Penelitian..................................................................... 26
3.8 Pengolahan Data ................................................................. 26
3.9 Analisis Data ....................................................................... 26
3.10 Ethical Clearance ............................................................. 26
3.11 Alur Penelitian .................................................................. 27
x

BAB 4 HASIL PENELITIAN


4.1 Jumlah Pasien Infeksi Odontogenik Pada Spasi Primer
Maksila dan Mandibula di RSUP H. Adam Malik Medan
Tahun 2013-2015 ...................................................................... 30
4.1.1 Prevalensi Infeksi Odontogenik Pada Spasia Primer
Maksila dan Mandibula Berdasarkan Usia di RSUP H. Adam
Malik Medan Tahun 2013-2015 ............................................... 31
4.1.2 Prevalensi Infeksi Odontogenik Pada Spasia Primer
Maksila dan Mandibula Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUP
H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2015 ................................ 32
4.1.3 Prevalensi Infeksi Odontogenik Pada Spasia Primer
Maksila dan Mandibula Berdasarkan Spasia yang Terkena di
RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2015 ..................... 33

BAB 5 PEMBAHASAN ....................................................................... 35

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan ......................................................................... 38
6.2 Saran ................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 40

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1 Klasifikasi spasia fasial yang dapat digunakan dalam
menentukan infeksi odontogenik ............................................... 12
2 Jumlah pasien dengan diagnosis infeksi odontogenik pada
spasia primer maksila dan mandibula di RSUP H. Adam Malik
Medan pada Tahun 2013-2015 ................................................... 30
3 Prevalensi infeksi odontogenik pada spasia primer maksiladan
mandibula berdasarkan usia di RSUP H. Adam Malik Medan
Tahun 2013-2015 ........................................................................ 31
4 Prevalensi infeksi odontogenik pada spasia primer maksiladan
mandibula berdasarkan jenis kelamin di RSUP H. Adam Malik
Medan Tahun 2013-2015 ............................................................ 32
5 Prevalensi infeksi odontogenik pada spasia primer maksila dan
mandibula berdasarkan spasia yang terkena di RSUP H. Adam
Malik Medan Tahun 2013-2015 ................................................. 34
xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1 Ilustrasi gambar abses subperiosteal dengan lokalisasi
didaerah lingual dan tampakan klinis abses subperiosteal ....... 13
2 Ilustrasi fosa kanina dan tampakan klinis ................................. 14
3 Ilustrasi gambar memperlihatkan penyebaran abses lateral ke
muskulus buksinator dan tampakan klinis ................................ 14
4 Ilustrasi gambar penyebaran abses infratemporal dan
tampakan klinis ......................................................................... 15
5 Ilustrasi gambar menunjukkan penyebaran abses ke daerah
submaseter dan tampakan klinis ............................................... 16
6 Ilustrasi gambar penyebaran dari abses ke daearah
submandibula di bawah muskulus milohioid dan tampakan
klinis.......................................................................................... 16
7 Perkembangan abses di daerah sublingual dan pembengkakan
mukosa pada dasar mulut dan elevasi lidah ke arah
berlawanan ................................................................................ 17
8 Ilustrasi penyebaran abses ke daearah submental dan
tampakan klinis ......................................................................... 18
9 Anatomi letak faring ................................................................. 18
DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman
1 Prevalensi infeksi odontogenik pada spasia primer maksila dan
mandibula berdasarkan usia di RSUP H. Adam Malik Medan
Tahun 2013-2015 ....................................................................... 32
2 Prevalensi infeksi odontogenik pada spasia primer maksila dan
mandibula berdasarkan spasia yang terkena di RSUP H. Adam
Malik Medan Tahun 2013-2015 ................................................. 34
xiv

DAFTAR DIAGRAM

Diagram Halaman
1 Prevalensi infeksi odontogenik pada spasia primer maksila
dan mandibula berdasarkan jenis kelamin di RSUP H. Adam
Malik Medan Tahun 2013-2015 ............................................... 33
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Daftar Riwayat Hidup


2 Jadwal Kegiatan
3 Anggaran Biaya Penelitian
4 Master Data
5 Ethical Clearance
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia biasanya hidup berdampingan secara mutualistik dengan mikrobiota
rongga mulut. Gigi dan mukosa yang utuh merupakan pertahanan pertama yang
hampir tidak tertembus apabila sistem kekebalan tubuh dan pertahanan selular
berfungsi dengan baik. Apabila sifat mikroflora berubah, baik kualitas maupun
kuantitasnya, apabila mukosa mulut dan pulpa terpenetrasi atau apabila sistem
kekebalan dan pertahanan selular terganggu maka infeksi dapat terjadi.1,2
Ada banyak manusia yang mengalami infeksi, seperti infeksi akut yang
menyebabkan abses. Abses adalah pengumpulan nanah secara lokal dalam suatu
kavitas yang terjadi karena hancurnya suatu jaringan biasanya disebabkan oleh
kuman-kuman piogenik. Abses dapat bersifat akut ataupun kronis. Abses akut adalah
abses yang terjadinya relatif sebentar dan disertai peradangan lokal yang
menimbulkan nyeri. Abses kronis adalah abses yang perkembangannya lambat,
inflamasinya ringan, sulit sembuh dan mungkin mengalami drainase. Pada umumnya
abses tersebut disebabkan oleh infeksi pada jaringan sekitar dan infeksi dapat juga
berasal dari gigi. Seperti diketahui juga ada banyak manusia yang terkena infeksi
odontogenik seperti abses periapikal yaitu peradangan akut ataupun kronik disertai
pembentukan nanah dan kerusakan jaringan yang terjadi di sekitar ujung akar dari
gigi yang saluran akarnya telah terinfeksi. Abses perikoronal adalah peradangan akut
jaringan lunak mengelilingi mahkota gigi yang baru erupsi sebagian dan abses
periodontal yaitu abses yang terbentuk karena timbulnya peradangan ligamen
periodontal.3
Infeksi odontogenik merupakan penyakit yang paling umum diseluruh dunia
dan merupakan alasan utama untuk mencari perawatan gigi. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Roberto LP dkk (2007) yaitu infeksi odontogenik yang paling
umum adalah abses periapikal (25%), perikoronitis (11%) dan abses periodontal
2

(7%). Ini artinya dalam masalah kesehatan juga memperlihatkan fakta bahwa 12%
dari antibiotik ditentukan dari pertimbangan odontological.4
Berdasarkan Fragiskos (2007), mayoritas terjadi abses yang disebabkan oleh
infeksi odontogenik yaitu 90-95% dari infeksi yang nyata di wilayah orofasial yang
odontogenik. Dari jumlah tersebut, sekitar 70% dikarenakan abses periapikal, abses
dentoalveolar akut dan abses periodontal.10
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aleksandra W dkk (2014)
tentang infeksi odontogenik merupakan penyebab paling umum dari penyakit radang
kepala dan daerah leher. Computed Tomography (CT) memungkinkan untuk
mendefenisikan lokalisasi dan luasnya inflamasi lesi, visualisasi keterlibatan jaringan
lunak, adanya abses atau lesi osteolitis penyebab gigi sekitar. Abses dan infiltrasi
inflamasi yang paling sering mencakup beberapa spasia (82%) kasus sedangkan yang
terbatas pada satu spasia di sejumlah kecil (18%) kasus. Spasia pada leher yang
paling sering terlibat dalam suatu kelompok penelitian adalah spasia mastikator
(82%). Penelitian ini membagi spasia mastikasi untuk presisi lebih besar. Frekuensi
keterlibatan kompartemen individual spasia ini adalah sebagai berikut : otot maseter
(74%), otot pterigoid medial (55%), otot pterigoid lateral (29%) dan spasia temporal
(16%). Spasia submandibula (71%) adalah spasia yang dievaluasi sehubungan dengan
frekuensi terjadinya lesi inflamasi, spasia sublingual terdapat (58%) kasus, spasia
bukal (52%) paling sering ketika spasia otot maseter juga terpengaruh dan spasia
parafaring terdapat (37%) kasus.5 Pada umumnya di wilayah oromaksilofasial
kebanyakan bakteri infeksi melibatkan gangguan dari flora normal, di mana bakteri
biasanya tidak terlihat. Bakteri infeksi dapat terjadi pada abses periapikal, infeksi
superfisial dan dalam di leher.6
Reaksi infeksi biasanya didapatkan dari reaksi inflamasi lokal yang ditandai
dengan peningkatan aliran darah awal ke lokasi cedera, meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah dan akumulasi selektif sel efektor yang berbeda dari darah perifer ke
daerah luka. Cedera sel dapat terjadi karena trauma, kerusakan genetik, agen fisik,
kimia, nekrosis jaringan, agen tubuh asing, reaksi imun dan infeksi. Inflamasi dapat
cepat menyebar dari periodontal kepala dan leher tertentu dan dapat menyebar lebih
3

jauh melintasi membran fasial yang memisahkan keduanya. Jika tidak diobati,
inflamasi umumnya menyebar ke spasia fasial yang saling berdekatan misalnya
masseter, sublingual, submandibula, temporal, bukal, kaninus dan parafaring yang
dapat menyebabkan komplikasi tambahan.7
Pengobatan infeksi odontogenik melibatkan terapi medis, bedah, atau
kombinasinya. Infeksi yang berasal dari gigi memerlukan pengobatan definitif jika
sumber infeksinya dari gigi yang terkena maka harus dihilangkan. Setelah gigi
diidentifikasi, endodonti pulpa yang terinfeksi, skeling periodontal dalam atau
ekstraksi harus dilakukan. Metode pengobatan gigi ditentukan oleh faktor-faktor
seperti tingkat infeksi, status kesehatan umum pasien, tingkat trismus dan kebutuhan
biomekanik mempertahankan gigi. Faktor terakhir tidak harus berdasarkan panilaian
para ahli bedah yang merugikan kesejahteraan pasien. Ketika mendiagnosis penyakit
dokter harus lebih teliti karena dapat memiliki konsekuensi serius jika infeksi besar
terjadi. Ekstraksi yang melibatkan gigi adalah metode yang paling cepat
menyebabkan drainase sekaligus menghilangkan mikroorganisme dalam ruang pulpa
dan kanal. Terapi endodonti dapat digunakan untuk menghilangkan sumber infeksi.8
Beberapa dekade pertanyaan apakah sebuah gigi yang bengkak harus
diekstraksi dengan adanya infeksi akut telah menjadi kontroversi. Keprihatinan atas
potensi penyebaran iatrogenik dari infeksi oleh karena gigi telah ditentang oleh orang
yang percaya bahwa ekstraksi langsung tidak menyebabkan perluasan infeksi dan
mungkin memang mengakibatkan masalah paska operasi ekstraksi akhir, penelitian
ini tidak konklusif. Ini menunjukkan bahwa ekstraksi gigi molar rendah di hadapan
infeksi dapat meningkatkan kejadian osteitis alveolar. Terapi antibiotik harus
digunakan bila gigi harus diekstraksi selama tahap akut sehingga reaksi dari infeksi
yang disebabkan oleh inflamasi dapat menjadi abses yang ringan hingga berat
berdasarkan tinjauan klinisnya, organisme penyebab infeksi, lokasi masuknya dan
berdasarkan spasia yang terkena.8
Bagian Ilmu Bedah Mulut, Rumah Sakit H.Adam Malik terdapat beberapa
kasus infeksi odontogenik, berdasarkan uraian latar belakang diatas peneliti berniat
ingin melakukan penelitian tentang “ Prevalensi infeksi odontogenik pada spasia
4

primer maksila dan mandibula di Rumah Sakit H.Adam Malik Medan Tahun 2013-
2015 ”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan
pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana prevalensi terjadinya infeksi odontogenik pada spasia primer
maksila dan mandibula di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2015.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan Umum
1. Mengetahui prevalensi infeksi odontogenik pada spasia primer maksila dan
mandibula di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2015.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui prevalensi pasien yang di diagnosis menderita infeksi
odontogenik pada spasia primer maksila dan mandibula berdasarkan spasia yang
terkena di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2015.
2. Mengetahui prevalensi pasien yang di diagnosis menderita infeksi
odontogenik pada spasia primer maksila dan mandibula berdasarkan usia di RSUP H.
Adam Malik Medan Tahun 2013-2015.
3. Mengetahui prevalensi pasien yang di diagnosis menderita infeksi
odontogenik pada spasia primer maksila dan mandibula berdasarkan jenis kelamin di
RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2015.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi rumah sakit mengenai
prevalensi penderita infeksi odontogenik pada spasia primer maksila dan mandibula
di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2015.
5

2. Memberikan informasi bagi masyarakat mengenai prevalensi infeksi


odontogenik pada spasia primer maksila dan mandibula pada Tahun 2013-2015 di
RSUP H. Adam Malik Medan.
3. Dapat memberikan informasi bagi tenaga kesehatan mengenai prevalensi
infeksi odontogenik pada spasia primer maksila dan mandibula di RSUP H. Adam
Malik Medan Tahun 2013-2015.
4. Dengan mengetahui prevalensi infeksi odontogenik pada spasia primer
maksila dan mandibula di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2015,
diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dalam usaha
meningkatkan kesehatan rongga mulut bagi masyarakat setempat.
5. Dasar penelitian lebih lanjut tentang prevalensi infeksi odontogenik pada
spasia primer maksila dan mandibula di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-
2015.
6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi
Istilah infeksi didefinisikan sebagai kolonisasi merugikan dari organisme
inang oleh mikroorganisme asing. Peradangan adalah reaksi jaringan tubuh terhadap
invasi mikroorganisme patogen, atau terhadap trauma karena luka, terbakar atau
bahan kimia, bisa akut ataupun kronis. Infeksi muncul tergantung pada keseimbangan
antara virulensi mikroorganisme dan pertahanan. Infeksi merupakan akibat dari invasi
mikroorganisme patogen ke dalam tubuh dan reaksi jaringan yang terjadi pada
pejamu terhadap organisme dan toksinnya. sebenarnya hanya ada beberapa dari
beribu-ribu mikroorganisme di alam ini yang bersifat patogen terhadap manusia.
organisme patogen berperan sebagai flora normal dan organisme ini menimbulkan
daya tahan tubuh alamiah terhadap invasi mikroorganisme.1,2
Inflamasi ditandai oleh lima tanda utama yaitu: kemerahan, pembengkakan,
nyeri, naiknya suhu dan hilangnya fungsi. Inflamasi akut yang mulainya cepat,
gejalanya parah dan pada umumnya berlangsung sebentar. Inflamasi kronis sulit
sembuh, keadaan tidak begitu nyeri dan berlangsung lama yang bisa mengarah
kepada pembentukan suatu drainase melalui suatu sinus. Inflamasi eksudat
merupakan cairan yang dikeluarkan pada lokasi peradangan akut yang melarutkan
toksin dan setiap iritan yang ada dan memungkinkan terjadinya fagositosis yang juga
menyebabkan pembengkakan.3
Eksudat adalah cairan ektraselular yang umumnya mengumpul dan
menandakan adanya infeksi. Cairan ini harus diperiksa oleh dokter, baik warna, bau,
konsistensinya dan ciri-ciri lain yang dapat membantu menggologkan organisme
penyebab infeksi. Pewarnaan gram terhadap eksudat adalah prosedur yang harus
dikerjakan untuk mendapat terapi yang sesuai sebagai terapi tambahan. Pada
beberapa kasus infeksi, biopsi jaringan akan diperlukan untuk kepentingan
diagnosis.3
7

2.2 Infeksi Non-Odontogenik


Nyeri non-odontogenik bervariasi dan dapat meniru gangguan nyeri lainnya
yang mungkin tidak berasal dari daerah orofasial. Tingkat nyeri dapat bervariasi dari
rasa sakit yang sangat ringan dan intermiten hingga berat, tajam, dan
berkesinambungan. Selain itu, rasa sakit yang dirasakan di gigi tidak selalu berasal
dari struktur gigi sehingga sangat penting untuk membedakan antara situs dan sumber
nyeri untuk memberikan diagnosis yang benar dan perawatan yang tepat. Situs nyeri
adalah tempat rasa sakit yang dirasakan oleh pasien, sedangkan sumber rasa sakit
adalah struktur darimana rasa sakit sebenarnya berasal. Sakit primer, situs dan sumber
rasa sakit yang kebetulan berada di lokasi yang sama. Ini artinya, nyeri terjadi dimana
kerusakan struktur telah terjadi. Terapi untuk nyeri primer jelas dan tidak
menimbulkan dilema diagnosis bagi dokter. Nyeri dengan situs dan sumber yang
berbeda yang dikenal sebagai nyeri heterotopik, diagnosisnya bisa menantang.
Setelah didiagnosis, pengobatan harus diajukan pada sumber rasa sakit daripada
situs.6,9
Mekanisme neurologis nyeri heterotopik tidak dipahami dengan baik tetapi
diperkirakan berhubungan dengan efek sentral input nociceptive konstan dari
struktur-struktur dalam seperti otot, sendi dan ligamen. Meskipun istilah nyeri
heterotopik dan disebut nyeri sering digunakan secara bergantian, ada pembedaan
spesifik antara istilah-istilah ini. Nyeri heterotopik dapat dibagi menjadi 3 jenis
umum: a) nyeri pusat, b) diproyeksikan sakit dan c) nyeri. Nyeri pusat hanya nyeri
yang berasal dari sistem saraf pusat yang mengakibatkan rasa sakit yang dirasakan
perifer. Contoh dari nyeri pusat adalah intrakranial karena hal ini biasanya tidak akan
menyebabkan nyeri pada SSP karena ketidakpekaan otak untuk merasakan sakit
melainkan dirasakan periferal. Nyeri yang diproyeksikan adalah nyeri yang terasa
diperifer distribusi saraf yang sama yang dimediasi nociceptive input primer. Contoh
dari nyeri yang diproyeksikan adalah nyeri yang terasa di distribusi dermatom paska
herpes neuralgia .9
Nyeri adalah nyeri heterotopik spontan terasa di situs nyeri dengan persarafan
terpisah dengan sumber utama dari rasa sakit. Hal ini diduga diperantarai oleh
8

kepekaan interneurons terletak di dalam sistem saraf pusat. Nyeri berasal dari otot
sternokleidomastoid ke sendi temporomandibular adalah contoh dari nyeri tersebut.9

2.3 Infeksi Odontogenik


Infeksi odontogenik telah menjangkiti manusia sejak spesies manusia telah
ada bahkan setelah berabad-abad penelitian, manusia belum berhasil memberantas
bakteri infeksi. Infeksi odontogenik umumnya di wilayah orofasial, kebanyakan
bakteri infeksi melibatkan gangguan dari flora normal atau perpindahan dari
organisme yang normal ke situs di mana bakteri ini biasanya tidak terlihat. Infeksi
oro-fasia piogenik yang paling sering berasal dari odontogenik. Infeksi dapat berasal
dari abses periapikal, infeksi superfisial dan leher dalam. Jika tidak diobati, infeksi ini
umumnya menyebar kedaerah yang berdekatan dengan ruang fasia (maseter,
sublingual, submandibula, temporal, bukal, kaninus dan parafaring) dan dapat
menyebabkan komplikasi tambahan. Oleh karena itu, pengetahuan tentang awal
infeksi dan terapi yang tepat sangat penting. Terapi antibiotik modern sangat
mengurangi komplikasi dari penyebaran infeksi ini.6
Infeksi odontogenik biasanya disebakan oleh nekrosis pulpa dari gigi akibat
karies yang mendalam memungkinkan jalan bagi bakteri untuk masuk ke jaringan
periapikal. Setelah ini jaringan akan terinakulasi dengan bakteri dan infeksi aktif
membentuk dan menyebarkan infeksi ke seluruh bagian. Infeksi akan menyebar
melalui tulang kanselous sampai mencapai lapisan kortikal. Jika lapisan kortikal tipis,
infeksi akan mengikis hingga tulang dan memasuki seluruh jaringan lunak. Perawatan
pada nekrosis pulpa oleh terapi standar endodontik atau ekstraksi gigi harus dapat
membersihkan atau menyelesaikan adanya infeksi. Antibiotik itu sendiri mungkin
dapat menahan penyebaran tetapi tidak untuk penyembuhan infeksi. Karena infeksi
kemungkinan akan terjadi berulang ketika terapi antibiotik tanpa perawatan pada
giginya sendiri. Perawatan awal infeksi pulpa adalah terapi endodontik atau ekstraksi
gigi sebagai perlawanan terhadap antibiotik.8
Sebagian besar infeksi orofasia memiliki asal-usul berasal dari infeksi
odontogenik. Istilah infeksi odontogenik meliputi segala bentuk penyakit infeksi gigi.
9

Namun, infeksi odontogenik terutama dianggap menjadi infeksi nanah yang


memproduksi terkait dengan gigi, struktur jaringan pendukung sekitarnya, karies gigi
dan radang gusi karena tidak termasuk dalam kategori dari penyakit. Infeksi
odontogenik terdiri dari tiga jenis utama: (1) abses periapikal, yang melibatkan
nekrosis dari pulpa gigi dan infeksi berikutnya saluran akar; (2) abses periodontal
dibentuk pada asosiasi periodontitis; dan (3) perikoronitis, yang merupakan infeksi
perikoronal lembut jaringan yang melapisi mahkota gigi. Sebagian besar infeksi
odontogenik adalah berasal dari abses periapikal. Infeksi purulence berhubungan
dengan periapikal sering digambarkan sebagai sebuah abses dentoalveolar, meskipun
setiap infeksi nanah yang melibatkan gigi dan sekitarnya mendukung struktur sering
dianggap sebagai abses dentoalveolar. Nanah merupakan abses yang reaksi defensif
terhadap penyebaran infeksi. Hampir semua Infeksi odontogenik menunjukkan unsur-
unsur dari kedua selulitis dan pembentukan abses. Infeksi biasanya dimulai sebagai
selulitis dan cenderung melokalisir dan berkembang menjadi abses selama beberapa
hari. Di negara maju, kejadian parah infeksi odontogenik telah sangat menurun,
terutama karena peningkatan kualitas dan ketersediaan perawatan gigi, persediaan
fluoridasi air publik yang banyak, peningkatan penggunaan pasta gigi yang
mengandung fluor, peningkatan ketersediaan dan penggunaan antibiotik. Namun,
harus diakui bahwa Infeksi odontogenik dapat berkembang secara luas dan pada
kecepatan yang mengkhawatirkan dapat menyebabkan kompilkasi yang fatal dan
serius.2,6,8,10

2.3.1 Tahapan Infeksi


Infeksi odontogenik umumnya melewati tiga tahap sebelum mereka menjalani
resolusi:11
1. Selama 1 sampai 3 hari pembengkakan lunak, ringan, lembut, dan
permukaan konsisten.
2. Antara 5 sampai 7 hari tengahnya mulai melunak dan abses merusak kulit
atau mukosa sehingga membuatnya dapat ditekan. Pus mungkin dapat dilihat lewat
lapisan epitel, membuatnya berfluktuasi.
10

3. Akhirnya abses pecah, mungkin secara spontan atau setelah pembedahan


secara drainase. Selama fase pemecahan, regio yang terlibat kokoh/tegas saat
dipalpasi disebabkan oleh proses pemisahan jaringan dan jaringan bakteri.
Penyebaran infeksi odontogenik akan melalui tiga tahap yaitu tahap abses
dentoalveolar, tahap yang menyangkut spasia dan tahap lebih lanjut yang merupakan
tahap komplikasi. Suatu abses akan terjadi bila bakteri dapat masuk ke jaringan
melalui suatu luka ataupun melalui folikel rambut. Abses rahang dapat melalui
foramen apikal atau marginal gingival.8
Penyebaran infeksi melalui foramen apikal berawal dari kerusakan gigi atau
karies kemudian terjadi proses inflamasi di sekitar periapikal di daerah membran
periodontal berupa suatu periodontitis apikalis. Rangsangan yang ringan dan kronis
menyebabkan membran periodontal di apikal mengadakan reaksi membentuk dinding
untuk mengisolasi penyebaran infeksi. Respon jaringan periapikal terhadap iritasi
tersebut dapat berupa periodontitis apikalis yang supuratif atau abses dentoalveolar.8

2.3.2 Tanda dan Gejala


1. Adanya respon Inflamasi
Respon tubuh terhadap agen penyebab infeksi adalah inflamasi. Pada keadaan
ini substansi yang beracun dilapisi dan dinetralkan. Juga dilakukan perbaikan
jaringan, proses inflamasi ini cukup kompleks dan dapat disimpulkan dalam beberapa
tanda :11
a. Hiperemi yang disebabkan vasodilatasi arteri dan kapiler dan peningkatan
permeabilitas dari venula dengan berkurangnya aliran darah pada vena.
b. Keluarnya eksudat yang kaya akan protein plasma, antibodi dan nutrisi serta
berkumpulnya leukosit pada jaringan sekitar.
c. Berkurangnya faktor permeabilitas, leukotaksis yang mengikuti migrasi leukosit
polimorfonuklear dan kemudian monosit pada daerah luka.
d. Terbentuknya jaringan fibrin dari eksudat, yang menempel pada dinding lesi.
e. Fagositosis dari bakteri dan organisme lainnya.
f. Pengawasan oleh makrofag dari debris yang nekrotik.
11

2. Adanya gejala infeksi


Gejala-gejala tersebut dapat berupa : rubor atau kemerahan terlihat pada
daerah permukaan infeksi yang merupakan akibat vasodilatasi, edema merupakan
pembengkakan daerah infeksi, kalor atau panas merupakan akibat aliran darah yang
relatif hangat dari jaringan yang lebih dalam, meningkatnya jumlah aliran darah dan
meningkatnya metabolism, dolor atau rasa sakit yang merupakan akibat dari
rangsangan pada saraf sensorik yang di sebabkan oleh pembengkakan atau perluasan
infeksi akibat aksi faktor bebas atau faktor aktif seperti kinin, histamin, metabolit atau
bradikinin pada akhiran saraf juga dapat menyebabkan rasa sakit dan fungsi laesa
atau kehilangan fungsi, seperti misalnya ketidakmampuan mengunyah dan
kemampuan bernafas yang terhambat. Kehilangan fungsi pada daerah inflamasi
disebabkan oleh faktor mekanis dan reflek inhibisi dari pergerakan otot yang
disebabkan oleh adanya rasa sakit.11
3. Limfadenopati
Pada infeksi akut kelenjar limfe membesar, lunak dan sakit. Kulit di
sekitarnya memerah dan jaringan yang berhubungan membengkak. Pada infeksi
kronis perbesaran kelenjar limfe lebih atau kurang keras tergantung derajat inflamasi,
seringkali tidak lunak dan pembengkakan jaringan di sekitarnya biasanya tidak
terlihat.18 Lokasi pembesaran kelenjar limfe merupakan daerah indikasi terjadinya
infeksi. Supurasi kelenjar terjadi jika organisme penginfeksi menembus sistem
pertahanan tubuh pada kelenjar menyebabkan reaksi seluler dan memproduksi pus.
Proses ini dapat terjadi secara spontan dan memerlukan insisi dan drainase. Terlihat,
lokasi pembesaran kelenjar limfe merupakan daerah indikasi terjadinya infeksi.11
12

2.3.3 Klasifikasi Infeksi Odontogenik


Tabel 1. Klasifikasi spasia fasial yang dapat digunakan dalam menentukan infeksi
odontogenik, yaitu :11
Klasifikasi Berdasarkan Spasia
No. Klasifikasi Menurut Topazian
yang Terkena
1. Wajah Spasia Primer Maksila
a. Bukal a. Kanina
b. Kanina b. Bukal
c. Mastikasi c. Infratemporal
- Maseter
- Pterigoid
- Zigomatikotemporal
2. Suprahioid Spasia Primer Mandibula
a. Sublingual a. Submental
b.Submandibula-Submaksila-Submental b. Submandibula
c. Lateral Paringeal c. Sublingual
d. Peritonsilar d. Bukal
3. Infrahioid Spasia Fasial Sekunder
a. Anteroviseral a. Maseter
b. Retroviseral b. Pterigomandibula
c. Superfisial dan Deep temporal
d. Lateral faring
e. Retrofaring
f. Prevertebral
4. Spasia Pada Leher
a. Retrofaring
b. Danger Space
c. Spasia Karotik sheath
13

2.4 Infeksi Odontogenik Berdasarkan Spasia yang Terkena


2.4.1 Spasia Subperiosteal
Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan lunak
mulut dan daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke ekstra oral, warna
kulit sedikit merah pada daerah gigi penyebab. Penderita merasakan sakit yang hebat,
berdenyut dan dalam serta tidak terlokalisir. Pada rahang bawah bila berasal dari gigi
premolar atau molar pembengkakan dapat meluas dari pipi sampai pinggir mandibula
tetapi masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitif pada sentuhan atau tekanan.10

a.

Gambar 1. (a) Ilustrasi gambar abses subperiosteal dengan lokalisasi di


daearah lingual (b) Tampakan klinis abses Superiosteal10

2.4.2 Spasia Fosa Kanina


Fosa kanina sering merupakan tempat infeksi yang bersal dari gigi rahang atas
pada regio ini terdapat jaringan ikat dan lemak yang memudahkan terjadinya
akumulasi cairan jaringan. Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan pada muka,
kehilangan sulkus nasolabialis dan edema pelupuk mata bawah sehingga tampak
tertutup. Bibir atas bengkak, seluruh muka terasa sakit disertai kulit yang tegang
berwarna merah.10
14

a.

Gambar 2. (a) Ilustrasi abses fosa kanina (b) Tampakan klinis abses fosa kanina10

2.4.3 Spasia Bukal


Spasia bukal berada diantara muskulus maseter, muskulus pterigoid interna
dan muskulus buksinator. Berisi jaringan lemak yang meluas ke atas dan ke dalam
diantara otot pengunyah, menutupi fosa retrozigomatik dan spasia infratemporal.
Abses dapat berasal dari gigi molar kedua atau ketiga rahang atas masuk ke dalam
spasia bukal.10
Gejala klinis abses ini terbentuk di bawah mukosa bukal dan menonjol ke arah
rongga mulut. Pada perabaan tidak jelas ada proses supuratif, fluktuasi negatif dan
gigi penyebab kadang-kadang tidak jelas. Infeksi dapat turun ke spasia terdekat
lainnya. Pada pemeriksaan estraoral tampak pembengkakan difus, tidak jelas pada
perabaan.10

a.

Gambar 3. (a) Ilustrasi gambar memperlihatkan penyebaran abses lateral


ke muskulus buksinator (b) Tampakan klinis10
15

2.4.4 Spasia Infratemporal


Abses ini jarang terjadi tetapi bila terjadi sangat berbahaya dan sering
menimbulkan komplikasi yang fatal. Spasia infratemporal terletak di bawah dataran
horizontal arkus-zigomatikus. Bagian lateral di batasi oleh ramus mandibula dan
muskulus temporalis. Bagian tengah dibatasi oleh medial dan lateral muskulus
pterigoid. Struktur anatomi terpenting, seperti nervus mandibula, milohioid, lingual,
bukal, korda timpani, dan arteri maksila, ditemukan pada spasia ini. Bagian dari
plexus pterigoid venus juga ditemukan dalam spasia ini.10

a.

Gambar 4. (a) Ilustrasi gambar penyebaran abses ke rongga infratemporal


(b) Tampakan klinis10

2.4.5 Spasia Submaseter


Spasia submaseter berjalan ke bawah dan ke depan diantara insersi otot
maseter bagian superfisialis dan bagian dalam. Spasia ini berupa suatu celah sempit
dan lokasinya berada diantara muskulus maseter dan bagian lateral dari ramus
mandibula. Bagian belakang dipisahkan oleh kelenjar parotis dan bagian depan
dipisahkan oleh mukosa dan area retromolar. Infeksi pada spasia ini berasal dari gigi
molar tiga rahang bawah (perikoronitis) dan dalam beberapa kasus disebabkan oleh
perpindahan abses.10
Gejala klinis dapat berupa bengkak hingga sakit pada penekanan pada region
dari muskulus maseter, bagian posterior dari ramus mandibula bagian dalam sampai
bagian anterior dari muskulus maseter. Pembengkakan jaringan lunak muka disertai
16

trismus yang berat dan ketidakmampuan palpasi saat observasi mandibula. Pada
pemeriksaan intraoral ada pembengkakan pada area retromolar dan pada anterior dari
ramus. Abses ini terus berfluktuasi, memungkinkan hadirnya gejala yang umum.10

a.
Gambar 5. (a) Ilustrasi gambar menunjukkan penyebaran abses ke daerah
submaseter (b) Tampakan klinis10

2.4.6 Spasia Submandibula


Spasia ini terletak dibagian bawah muskulus milohioid yang memisahkannya
dari spasia sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial bagian belakang mandibula.
Dibatasi oleh muskulus hioglosus dan muskulus digastrikus dan bagian posterior oleh
muskulus pterigoid eksternus. Berisi kelenjar ludah submandibula yang meluas ke
dalam spasia sublingual. Juga berisi kelenjar limfe submaksila. Pada bagian luar
ditutup oleh fasia superfisial yang tipis dan ditembus oleh arteri submaksila eksterna.
Infeksi pada spasia ini dapat berasal dari gigi molar dua dan tiga mandibula. Dapat
juga disebabkan oleh infeksi dari spasia sublingual atau submental.10

a.

Gambar 6. (a) Ilustrasi gambar penyebaran dari abses ke daerah


submandibula (b) Tampakan klinis10
17

2.4.7 Spasia Sublingual


Ada dua spasia sublingual diatas muskulus milohioid, kanan dan kiri dari
midline. Spasia ini dipisahkan oleh dense fascia. Pada spasia inilah abses terbentuk
yang dikenal sebagai abses sublingual.10
Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan dasar mulut dan lidah terangkat,
bergerser ke sisi yang normal. Kelenjar sublingual akan tampak menonjol karena
terdesak oleh akumulasi pus di bawahnya. Penderita akan mengalami kesulitan
menelen dan terasa sakit.10

a. b.

Gambar 7. (a) Perkembangan abses di daerah sublingual (b) Pembengkakan


mukosa pada dasar mulut dan elevasi lidah ke arah berlawanan10

2.4.8 Spasia Submental


Spasia ini terletak diantara muskulus milohioid dan plastima. Depannya
melintang muskulus digastrikus, berisi kelenjar limfe submental. Perjalanan abses
kebelakang dapat meluas ke spasia mandibula dan sebaliknya infeksi dapat berasal
dari spasia submandibula. Gigi penyebab biasanya gigi anterior mandibula.10
Gejala klinis ditandai dengan selulitis pada regio submental. Tahap akhir akan
terjadi supuratif dan pada perabaan fluktuatif positif. Pada pemeriksaan intra oral
tidak tampak adanya pembengkakan. Gusi disekitar gigi penyebab kadang lebih
merah dari jaringan sekitarnya. Pada tahap lanjut infeksi dapat menyebar juga kearah
spasia yang terdekat terutama kearah belakang.10
18

a.

Gambar 8. (a) Iustrasi penyebaran abses ke daerah submental


(b) Tampakan klinis10

2.4.9 Spasia Parafaring


Spasia parafaring berbentuk konus dengan dasar kepala dan apeks bergabung
dengan selubung karotid. Bagian luar dibatasi oleh muskulus pterigoid interna dan
sebelah dalam oleh muskulus kostriktor. Sebelah belakang oleh kelenjar parotis,
muskulus prevertebralis dan prosesus stiloideus serta struktur yang berasal dari
prosesus ini. Kebelakang dari spasia ini merupakan lokasi arteri karotis, vena
jugularis dan nervus vagus, serta sturktur saraf spinal, glosofaring, simpatik,
hipoglosal dan kelenjar limfe.10
Infeksi pada spasia ini mudah menyebar keatas melalui berbagai foramen
menuju bagian otak. Kejadian tersebut dapat menimbulkan abses otak, meningitis
atau trombosis sinus. Bila infeksi berjalan ke bawah dapat melalui selubung karotis
sampai mediastinuim.10

Gambar 9. Anatomi letak paraparingeal20


19

2.5 Penatalaksanaan Infeksi


Prinsip dasar perawatan kasus infeksi odontogen antara lain; (1)
mempertahankan dan meningkatkan faktor pertahanan tubuh penderita, (2) pemberian
antibiotik yang tepat dengan dosis yang memadai, (3) tindakan drainase secara bedah
dari infeksi yang ada, (4) menghilangkan secepat mungkin sumber infeksi dan (5)
evaluasi terhadap efek perawatan yang diberikan. Pada kasus-kasus infeksi spasia
wajah, pada prinsipnya sama dengan perawatan infeksi odontogenik lainnya, tetapi
tindakan yang dilakukan harus lebih luas dan agresif.4,8,10,11
Perawatan untuk abses periodontal tidak berbeda scara substansial dari infeksi
odontogenik lainnya. Prinsip perawatan dari infeksi gigi yang sederhana adalah
sebagai berikut :12
1. Langkah-langka lokal
a. Drainase
b. Memelihara drainase
c. Menghilangkan faktor penyebab
2. Langkah-langkah sistemik yang dihubungkan dengan langkah lokal
Perawatan kepada pasien dengan abses periodontal dapat dibagi ke dalam tiga
langkah, yaitu:12
a. Perawatan Immediate
Perawatan immediate biasanya didukung kedalam infeksi yang mengancam
kehidupan yang mempengaruhi lokasi infeksi dari region orofasial ataupun penularan
infeksi (selulitis wajah). Rumah sakit sebagai terapi pendukung bersama dengan
terapi antibiotik kedalam pembuluh darah. Terapi, biasanya disarankan. Walaupun,
tergantung pada keparahan dari infeksi dan gejala lokal, pemeriksaan klinis dan
penyelidikan,dan terapi awal dapat ditunda untuk batas tertentu. Dalam kondisi yang
tidak mengancam kehidupan, langkah sistemik seperti oral analgesik dan kemoterapi
antimikroba akan cukup untuk menghilangkan gejala sistemik dan trismus yang
parah, jika ada.
20

Peresepan antibiotik secara empiris sebelum analisis mikroba dan sebelum tes
sensitivitas antibiotik, dari pus dan spesimen jaringan. Cara empiris bergantung pada
beratnya empiris.
b. Terapi Inisial
Terapi inisial biasanya ditentukan oleh perawatan dari abses akut tanpa
toksisitas sistemik atau dari peninggalan lesi setelah perawatan dari toksisitas
sistemik dan abses periodontal yang kronik. Pada dasarnya, terapi inisial terdiri dari:
1. Irigasi dari poket abses dengan saline atau antiseptik.
2. Ketika ada, penghapusan dari benda asing.
3. Drainase hingga sulkus dengan probe atau skeling dari permukaan gigi.
4. Tekanan dan debridement dari dinding jaringan lunak.
5. Instruksikan untuk menjaga oral higiene
6. Tinjauan setelah 24-48 jam; seminggu kemudian pemeliharaan perawatan
harus dilakukan.
Pilihan perawatan dari abses periodontal dibawah terapi inisisal.
1. Drainase melalui poket periodontal atau insisi
2. Skeling dan perawatan saluran akar
3. Bedah periodontal
4. Antibiotik sistemik
5. Ekstraksi gigi
c. Pemeliharaan Perawatan
Perawatan berulang setelah perawatan inisisal adalah untuk memperbaiki
fungsi dan estetis dan memungkinkan pasien memelihara kesehatan
periodonsiumnya. Pemeliharaan perawatan periodontal selesai tergantung pada
perawatan yang dibutuhkan oleh pasien.12
Pilihan antibiotik untuk perawatan infeksi odontogenik tergantung pada
pilihan hasil kultur laboratorium dan tes sensitivitas antibiotik. Pendekatan yang
rasional dan praktis untuk pilihan antibiotik secara empiris dapat diterima secara
klinik dan sesuai hukum, jika pilihan didasarkan pada data spesifik dan pengalaman
hidup dengan mikrobiologi pada rongga mulut. Penisilin masih merupakan obat
21

pilihan dalam perawatan dari kebanyakan infeksi odontogenik yang dilaporkan


dengan frekuensi yang meningkat; walaupun, jika infeksi gagal untuk menjawab
pilihan terhadap antibiotik awal, seseorang harus memiliki indeks yang tinggi untuk
kecurigaan yang tahan terhadap oeganisme yang terlibat.6
Modal terapi yang paling penting untuk infeksi odontogenik yang piogenik
adalah pembedahan drainase dan membutuhkan pemeliharaan restorasi atau ekstraksi
terhadap gigi yang terinfeksi, yang merupakan sumber utama dari infeksi. Prinsip-
prinsip yang disarankan oleh Topazian dkk. dilakukan insisi dan drainase dalam
penelitian yang ada.6
Laskin menyarankan aplikasi panas dalam bentuk paket lembab dan atau
bilasan mulut sebagai terapi pendukung dalam perawatan infeksi orofasial. Panas
yang menghasilkan vosodilatasi dan kenaikan sirkulasi, penghapusan lebih cepat
menghasilkan kerusakan jaringan dan masuknya dari pertahanan sel dan antibiodi.
Semua pasien mengalami penyembuhan yang baik setelah insisi dan drainase, terapi
antibiotik dan ekstraksi gigi. Mereka menindaklanjutinya 1 bulan setelah operasi.6
Suksesnya perawatan dari infeksi odontogenik sangat bergantung pada
perubahan lingkungan melalui dekompresi, menghilangkan faktor penyebab dan
memilih antibiotik yang tepat.
Hal ini disarankan untuk mencapai sebuah kesimpulan yang defenitif tentang
faktor-faktor mikrobiologi yang mempengaruhi perawatan dari infeksi odontogenik,
penelitian lebih lanjut diperlukan lebih dari sebuah periode waktu yang lebih luas
ukuran sampel dan membutuhkan tinjauan dari waktu ke waktu karena munculnya
antibiotik yang lebih baru dan mengubah sensitivitasnya ke isolasi yang berbeda.3
22

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif. Penelitian survei deskriptif adalah
penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan prevalensi infeksi odontogenik pada
spasia primer maksila dan mandibula di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2013-
2015.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan pada April 2017.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang di diagnosis terkena
infeksi odontogenik di RSUP H. Adam Malik Medan dari Januari 2013 hingga
Desember 2015.

3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah pasien yang di diagnosis terkena infeksi
odontogenik pada spasia primer maksila dan mandibula di RSUP H. Adam Malik
Medan dari Januari 2013 hingga Desember 2015 yang telah memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini dan tercatat dalam rekam medis.

3.4 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi


3.4.1 Kriteria Inklusi
1. Seluruh data rekam medik pasien yang di diagnosis terkena infeksi
odontogenik pada spasia primer maksila dan mandibula di RSUP H. Adam Malik
Medan dari Januari 2013 hingga Desember 2015.
23

3.4.2 Kriteria Eksklusi


1. Data rekam medis pasien infeksi odontogenik pada spasia primer maksila
dan mandibula di RSUP H. Adam Malik Medan selain tahun 2013-2015.
2. Data rekam medis pasien infeksi odontogenik yang dirawat di RSUP H.
Adam Malik Medan yang tidak mencantumkan data pribadi pasien dan data tentang
spasia mana yang dideritanya.

3.5 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional


No Variabel Defenisi Operasional

1 Prevalensi Jumlah orang dalam populasi yang


menderita, menerima perawatan, ataupun
dalam kondisi mengalami infeksi
odontogenik pada spasia primer maksila dan
mandibula di RSUP H. Adam Malik Medan.

2 Infeksi Odontogenik Infeksi yang terjadi pada jaringan gigi yang


awalnya bersumber dari gigi menembus
periapikal kemudian masuk ke tulang
alveolar hingga ke periosteal lalu ke jaringan
lunak.

3 Spasia Primer Maksila Terdapat pada fosa kanina, bukal dan


infratemporal.

4 Spasia Primer Mandibula Terdapat pada submental, bukal,


submandibula, dan sublingual.

3.6 Metode Pengumpulan Data


Data dikumpulkan melalui data sekunder, yaitu rekam medis pasien yang di
diagnosis terkena infeksi odontogenik pada spasia primer maksila dan mandibula di
24

RSUP H. Adam Malik Medan dari tahun 2013-2015 yang sesuai dengan kriteria
inklusi dan eksklusi dimulai dari januari 2013 hingga desember 2015.
3.7 Alat Penelitian
Alat yang digunakan untuk mendapatkan data adalah rekam medis.

3.8 Pengolahan Data


Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi menggunakan Microsoft
Excel dan Microsoft Word.

3.9 Analisa Data


Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistika
deskriptif, yaitu analisis univariat. Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data
disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan grafik kemudian dibahas dengan
menggunakan teori dan kepustakaan yang ada.

3.10 Ethical Clearance


Ethical Clearance adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh Komisi Etik
Penelitian untuk penelitian yang melibatkan makhluk hidup (manusia, hewan,
tumbuhan) yang menyatakan bahwa suatu proposal riset layak dilaksanakan setelah
memenuhi persyaratan tertentu. Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komisi
Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
25

3.11 Alur Penelitian

Peneliti melakukan penelitian setelah mendapat


persetujuan dari komisi etik.

Peneliti menghitung jumlah pasien yang di diagnosis


terkena infeksi odontogenik pada spasia primer
maksila dan mandibula di RSUP H. Adam Malik
Medan tahun 2013-2015 melalui rekam medis.

Perhitungan sesuai dengan kriteria inklusi dan


eksklusi yang telah ditetapkan.

Setelah data diperoleh maka dilakukan tabulasi data


dengan mengelompokkan data dalam tabel frekuensi
dan melakukan coding data.

Setelah itu, dilakukan pengolahan dan analisis data.


26

BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.1 Jumlah pasien infeksi odontogenik pada spasia primer maksila dan
mandibula di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2015
Terdapat 120 data rekam medis pasien yang didiagnosa sebagai infeksi
odontogenik pada spasia primer maksila dan mandibula di RSUP H. Adam Malik
Medan Tahun 2013-2015, namun hanya 62 rekam medis yang memiliki data lengkap
sesuai dengan kriteria inklusi sehingga dapat diteliti berdasarkan usia, jenis kelamin
dan spasia yang terkena. Data yang tidak lengkap meliputi data yang tidak
mencantumkan salah satu variabel penelitian seperti spasia mana yang terkena.
Kemudian spasia yang bukan termasuk kedalam spasia primer maksila dan mandibula
tidak dicantumkan pada penelitian ini karena tidak termasuk ke dalam kriteria inklusi.
Keseluruhan rekam medis tersebut didapat dari bagian rekam medis rawat jalan dan
rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2015 (tabel 2).

Tabel 2. Jumlah pasien dengan diagnosis infeksi odontogenik pada spasia primer
maksila dan mandibula di RSUP H. Adam Malik Medan pada Tahun 2013-2015
Tahun Jumlah

2013 25

2014 25

2015 12

Total 62

Pada penelitian ini hanya kasus yang memiliki data lengkap yang digunakan
sebagai data penelitian.
27

4.1.1 Prevalensi infeksi odontogenik pada spasia primer maksila dan


mandibula berdasarkan usia di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2015
Hasil data penelitian menunjukkan bahwa kelompok usia lansia awal (46-55
tahun) mempunyai prevalensi infeksi odontogenik pada spasia primer maksila dan
mandibula yang paling tinggi berdasarkan klasifikasi DEPKES Tahun 2009 di RSUP
H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2015 yaitu sebanyak 18 kasus atau 29,51% dari
keseluruhan kasus (62 kasus). Kelompok usia dewasa akhir menduduki peringkat
kedua dengan 11 kasus atau 17,74%. Selanjutnya kelompok usia lansia akhir
menduduki peringkat ketiga dengan 9 kasus atau 14,52%. Kelompok usia manula dan
dewasa awal dengan masing-masing 8 kasus atau 12,90%, kelompok usia remaja
awal dan remaja akhir dengan masing-masing 3 kasus atau 4,84%, dan disusul
kelompok usia kanak-kanak dengan 2 kasus atau 3,23% (tabel 3).

Tabel 3. Prevalensi infeksi odontogenik pada spasia primer maksila dan mandibula
berdasarkan usia di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2015
Kelompok Usia Jumlah Persentase (%)
Masa balita (0-5 tahun) 0 0
Masa kanak-kanak (5-11 tahun) 2 3,22

Masa remaja awal (12-16 tahun) 3 4,83


Masa remaja akhir (17-25 tahun) 3 4,83

Masa dewasa awal (26-35 tahun) 8 12,89

Masa dewasa akhir (36-45 tahun) 11 17,73


Masa lansia awal (46-55 tahun) 18 29,50

Masa lansia akhir (56-65 tahun) 9 14,51

Masa manula (>65 tahun) 8 12,89


Total 62 100
28

Prevalensi infeksi odontogenik pada


spasia primer maksila dan mendibula
berdasarkan
4.1.3 Prevalensi infeksi usia
odontogenik pada spasia primer maksila dan
20
mandibula di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2015
15
10
5
0 Jumlah

Grafik 1. Prevalensi infeksi odontogenik pada spasia primer maksila dan mandibula
berdasarkan usia di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2015

4.1.2 Prevalensi infeksi odontogenik pada spasia primer maksila dan


mandibula berdasarkan jenis kelamin di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun
2013-2015
Hasil data penelitian menunjukkan jumlah prevalensi pasien infeksi
odontogenik pada spasia primer maksila dan mandibula di RSUP H. Adam Malik
Medan Tahun 2013-2015 didominasi oleh penderita berjenis kelamin laki-laki dengan
jumlah kasus sebanyak 34 kasus atau 54,84%. Sedangkan untuk jenis kelamin
perempuan terdapat 28 kasus atau 45,16% (tabel 4).

Tabel 4. Prevalensi infeksi odontogenik pada spasia primer maksila dan mandibula
berdasarkan jenis kelamin di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2015
Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
Laki-laki 34 54,84
Perempuan 28 45,16
Total 62 100
29

Prevalensi infeksi odontogenik pada


spasia primer maksila dan mandibula
berdasarkan jenis kelamin

45%
Laki-laki
Perempuan
55%

Diagram 1. Prevalensi infeksi odontogenik pada spasia primer maksila dan mandibula
berdasarkan jenis kelamin di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2015

4.1.3 Prevalensi infeksi odontogenik pada spasia primer maksila dan


mandibula berdasarkan spasia yang terkena di RSUP H. Adam Malik Medan
Tahun 2013-2015
Hasil data penelitian menunjukkan bahwa jumlah prevalensi pasien infeksi
odontogenik pada spasia primer maksila dan mandibula di RSUP H. Adam Malik
Medan Tahun 2013-2015 berdasarkan spasia yang terkena terbanyak diperoleh oleh
spasia submandibula dengan 30 kasus atau 48,39%. Pada spasia sublingual dengan 21
kasus atau 33,87%. Kemudian pada spasia bukal dengan 6 kasus atau 9,68%, spasia
fosa kanina dengan 5 kasus atau 8,06%, spasia infratemporal dan submental tidak
ditemukan kasus pada spasia ini (tabel 5).
30

Tabel 5. Prevalensi infeksi odontogenik pada spasia primer maksila dan mandibula
berdasarkan spasia yang terkena di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2015.
Spasia yang
Jumlah Persentase (%)
Terkena
Spasia fosa kanina 5 8,06
Spasia bukal 6 9,68
Spasia infratemporal 0 0
Spasia submental 0 0
Spasia submandibula 30 48,39
Spasia sublingual 21 33,87
Jumlah 62 100

Prevalensi infeksi odontogenik pada


spasia primer maksila dan mandibula
berdasarkan spasia yang terkena
35
30
25
20
15
10
5
Jumlah
0

Grafik 2. Prevalensi infeksi odontogenik pada spasia primer maksila dan mandibula
berdasarkan spasia yang terkena di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2015
31

BAB 5
PEMBAHASAN

Penelitian ini membahas tentang prevalensi infeksi odontogenik pada spasia


primer maksila dan mandibula di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2015.
Hal ini dikarenakan infeksi odontogenik merupakan infeksi yang paling umum terjadi
yang disebabkan oleh abses periapikal, abses perikoronal, dan abses pada ligamen
periodonsium.3,4
Dalam rekam medis pasien infeksi odontogenik di RSUP H. Adam Malik
Medan sejak Tahun 2013 sampai 2015 yang bisa dijadikan sampel pada penelitian ini
sejumlah 120 data. Namun terdapat kekurangan data di dalam rekam medis tersebut
berupa lembar isian yang tidak lengkap, data rusak dan hilang, sehingga hanya 62
data rekam medis yang dapat diteliti berdasarkan usia, jenis kelamin dan spasia mana
yang terkena. Keseluruhan data didapat dari bagian rekam medis rawat inap maupun
rawat jalan.
Dari keterangan (tabel 3) pada bab 4 hasil penelitian yang telah dilakukan
berdasarkan usia di RSUP H. Adam Malik Medan Malik Tahun 2013-2015 yang
telah diuraikan diatas, dapat dilihat bahwa prevalensi terbesar terdapat pada
kelompok masa lansia awal (46-55 tahun) dengan persentase 29,50% diikuti dengan
kelompok masa dewasa akhir (36-45 tahun) sebanyak 17,73%, kelompok masa lansia
akhir (56-65 tahun) sebanyak 14,51%, kelompok masa manula dan dewasa awal
dengan persentase yang sama yaitu sebanyak 12,89%, diikuti masa kelompok remaja
awal dan akhir dengan persentase sebanyak 4,83%, dan masa kanak-kanak (5-11
tahun) sebanyak 3,22%. Hal ini sesuai dengan penelitian di india oleh Singh V, yang
menyatakan infeksi odontogenik banyak ditemukan pada usia 40-60 tahun.21 Hasil ini
lebih kurang sama dengan penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan, yaitu
ditemukan paling banyak pada usia 46-55 tahun sebanyak 29,50%, diikuti usia 36-45
tahun sebanyak 17,73% dan usia 56-65 tahun dengan persentase sebanyak 14,51%.
Hal ini mungkin dikarenakan kurangnya kepedulian terhadap kebersihan rongga
mulut dan juga posisi gigi molar 3 yang tidak erupsi sempurna. Selain itu, insidensi
32

infeksi paling sedikit pada pasien kanak-kanak (5-11 tahun) mungkin disebabkan
pada pasien dengan usia ini sedang mengalami masa pertumbuhan gigi persistensi.
Dari 62 kasus infeksi odontogenik, sebanyak 34 penderitanya adalah laki-laki
atau 54,84%. Sedangkan untuk jenis kelamin terdapat 28 kasus atau 45,16%. Hal ini
menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak mengalami infeksi odontogenik daripada
perempuan dengan rasio perbandingan 1,2:1. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sanchez R dkk pada pasien infeksi odontogenik Tahun 2007 dan 2008
dari total 151 pasien dengan komplikasi infeksi odontogenik didapatkan paling
banyak 81 penderitanya adalah laki-laki atau 53,64%, dan 70 perempuan atau
46,36%.22
Selain itu, hal senada juga disampaikan dalam penelitian yang dilakukan oleh
Flynn T dkk Tahun 2006 dari total 37 pasien infeksi odontogenik paling banyak 23
penderitanya adalah laki-laki atau 62,16% dan 14 perempuan atau 37,84%.23 Hal ini
disebabkan oleh karena infeksi odontogenik merupakan infeksi yang disebabkan oleh
kuman-kuman piogenik oleh karena kurangnya menjaga kesehatan gigi dan mulut
yang dapat menyebakan gangguan pada kesehatan periodonsium. Pada penelitian
yang dilakukan di Kanada tahun 1966 prevalensi perokok 63% diantaranya
merupakan laki-laki dan 37% perempuan. Setelah dilakukan penelitian oleh Wayne J
dkk terdapat hubungan antara perokok dengan status kebersihan rongga mulut pasien
yang dilakukan pada tahun 2007 memiliki hubungan yang siknifikan.24 Hal ini
memungkinkan bahwa laki-laki lebih memilki kualitas kebersihan gigi dan mulut
yang rendah dibandingkan perempuan.
Berdasarkan penggolongan berdasarkan usia dan jenis kelamin, prevalensi
infeksi odontogenik juga digolongkan berdasarkan spasia yang terkena. Menurut hasil
data penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan prevalensi infeksi
odontogenik pada spasia primer maksila dan mandibula Tahun 2013-2015 yang
terbanyak adalah pada spasia submandibula yaitu dengan 30 kasus atau 48,39%,
diikuti dengan spasia sublingual 21 kasus atau 33,87%, spasia bukal 6 kasus atau
9,68% dan spasia fosa kanina 5 kasus atau 8,06%. Hal ini sesuai penelitian yang
dilakukan oleh Aleksandra W dkk pada tahun 2014 dengan hasil penelitian yaitu
33

tingkat kejadian dari spasia submandibula adalah yang paling tinggi 71% dari spasia
lainnya kemudian diikuti dengan spasia sublingual 58% dan spasium bukal 52%.5 Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Spasia submandibula
disini memiliki persentase yang lebih tinggi karena spasia submandibula terdiri dari
spasia sublingual dan submaksila. Spasia sublingual dipisahkan dari spasia
submaksila oleh otot milohioid. Spasia submaksila selajutnya dibagi lagi atas spasia
submental dan spasia submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior. Sehingga
abses dapat terbentuk di spasia submandibula karena kontinuitas dasar mulut dan
regio submandibula yaitu daerah sekeliling batas posterior muskulus milohioid dan
dalamnya akar-akar gigi molar dibawah milohioid, maka infeksi supuratif pada mulut
dan gigi geligi dapat timbul di trigonum subamndibula yang sesuai dalam penelitian
yang dilakukan oleh tahun 2002.
Dari (tabel 2) dapat dilihat bahwa pasien infeksi odontogenik pada spasia
primer maksila dan mandibula di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2015
berdasarkan rentangan selama 3 tahun terakhir 2013-2015, yang diperiksa dan
didiagnosa pasien infeksi odontogenik pada primer maksila dan mandibula,
didapatkan 25 orang yang menderita infeksi odontogenik pada spasia primer maksila
dan mandibula pada tahun 2013, 25 orang menderita infeksi odontogenik pada spasia
primer maksila dan mandibula pada tahun 2014, 12 orang menderita infeksi
odontogenik pada spasia maksila dan mandibula pada tahun 2015. Dalam hal ini,
penelitian ini menjelaskan tentang penurunan tingkat kejadian infeksi odontogenik
pertahunnya. Peneliti dapat menganalisa jika dilihat dari tingkat kesadaran dari
masyarakat mengenai kesehatan gigi dan mulut sudah terjadi penurunan disetiap
tahunnya, ini artinya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya kesehatan gigi dan
mulut agar tidak terjadinya infeksi odontogenik semakin meningkat setiap tahunnya.
Walaupun demikian, sosialisasi harus lebih ditingkatkan lagi untuk mengetahui
pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut, agar kesehatan masyarakat juga terus
meningkat dalam hal kesehatan gigi dan mulut. Oleh karena itu, data yang didapatkan
dari RSUP H. Adam Malik Medan dari tahun 2013 sampai 2015 ada 62 pasien yang
menderita infeksi odontogenik pada spasia primer maksila dan mandibula.
34

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Kasus infeksi odontogenik pada spasia primer maksila dan mandibula di
RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2015 berdasarkan spasia yang terkena,
dari 62 orang (100%) yang diperiksa dan didiagnosa infeksi odontogenik, didapatkan
30 kasus spasia submandibula atau 48,39% yang merupakan spasia paling banyak,
spasia sublingual 21 kasus atau 33,87%, spasia bukal 6 kasus atau 9,68%, spasia fosa
kanina 5 kasus atau 8,06%,dan pada spasia submental dan infratemporal tidak
ditemukan kasus ini.
2. Infeksi odontogenik pada spasia primer maksila dan mandibula berdasarkan
jenis kelamin didapatkan 34 atau (54,84%) orang pasien laki-laki dan 28 atau
(45,16%) orang perempuan yang menderita infeksi odontogenik pada spasia primer
maksila dan mandibula. Oleh karena itu data yang didapatkan dari RSUP H. Adam
Malik Medan Tahun 2013-2015 dapat disimpulkan bahwa infeksi odontogenik pada
spasia primer maksila dan mandibula berdasarkan jenis kelamin banyak terjadi pada
laki-laki daripada perempuan.
3. Infeksi odontogenik pada spasia primer maksila dan mandibula berdasarkan
keompok usia hasil data penelitian menunjukkan bahwa kelompok usia lansia awal
(46-55 tahun) mempunyai prevalensi infeksi odontogenik pada spasia primer maksila
dan mandibula yang paling tinggi di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2015
yaitu sebanyak 18 kasus atau 29,51% dari keseluruhan kasus (62 kasus). Kelompok
usia dewasa akhir menduduki peringkat kedua dengan 11 kasus atau 17,74%.
Selanjutnya kelompok usia lansia akhir menduduki peringkat ketiga dengan 9 kasus
atau 14,52%. Kelompok usia manula dan dewasa awal dengan masing-masing 8
kasus atau 12,90%, kelompok usia remaja awal dan remaja akhir dengan masing-
masing 3 kasus atau 4,84%, dan disusul kelompok usia kanak-kanak dengan 2 kasus
atau 3,23% .
35

6.2 Saran
1. Dokter gigi harus mempunyai pengetahuan mengenai infeksi odontogenik
terkhusus pada spasia primer maksila dan mandibula, karena pada penyakit ini sulit
menegakkan diagnosis dan lokasi spasia yang terkena dikarenakan letak anatomis
dari spasia sangat kompleks dan tertutupi oleh beberapa jaringan lunak.
2. Hendaknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai infeksi odontogenik
pada spasia-spasia lainnya,agar dapat menambah wawasan yang lebih dalam di
bidang ilmu bedah mulut.
36

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar ilmu bedah. 2nd; Jakarta: EGC; 2004:
13-6.
2. Malik NA. Textbook of oral and maxillofacial surgery. 3rded; Newdelhi:
Jaype Brothers Medical Publisher; 2012: 663.
3. Harti FJ, Ogston R. Kamus kedokteran gigi (concise illustrated dental
dictionary), Alih bahasa: Narlan S. Jakarta: EGC; 2013: 1-2.
4. Lopez-Piriz R, Aguilar L, Gimenez MJ.. Management of odontogenic
infection of pulpal and periodontal origin. Med Oral Patol Oral Cir Bucal
2007; 12: p. 154-9.
5. Wabik A, Hendrich BK, Nienartowicz J, Guzinski M, Sasiadek MJ.
Odontogenic inflammatory process of head and neck in computed
tomography examinations 9. Pol J Radiol 2014; 79: p. 431-8.
6. Bahl R, Sandhu S, Singh K, Sahai N. Gupta M. Odontogenic infections:
Microbiology and management. Contemp Clin Dent 2014; 5(3): p. 307-11.
7. Agacayak KS, Atilgan SS, Gorgun B, Yaman F, Ucan MC. Atalay Y. Case
report: Canine fossa abscess; a rare etiological factor: The lower canine tooth.
J Int Dent Med Res 2013; 6(1): p. 36-9.
8. Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. Contemporary oral and maxillofacial
surgery.6thed; St. Louis Missouri: Mosby Elsevier; 2014: 295-8.
9. Balasubramaniam R, Turner LN, Fischer D, Klasser GD, Okeson JP. Non-
odontogenic toothache revisited. Open Journal of Stomatology 2011; 1: p. 92-
102.
10. Fragiskos FD. Oral surgery. Greece: Spinger Berlin Heidelberg; 2007: 209-
39.
11. Balaji SM. Textbook of oral and maxillofacial surgery. New Delhi: Elsevier;
2013: 469-79.
12. Patel PV, Kumar GS, Patel A. Periodontal abscess: A review. Journal of
Clinical and Diagnostic Research 2011; 5(2): p. 404-9.
37

13. Anderson L, Khanberg KE, Anthony M. Oral and maxillofacial surgery.


1sted., United State: Willey Blackwell; 2010: 467-70.
14. Chandrasekaran SC, Gita VB, Preethi P. Gingival abscess revisited. Indian
Journal of Multidiciplinary Dentistry 2010; 1(1): p. 33-6.
15. Kradin RL. Diagnostic pathology of infections desease. Oral; Philadhelpia:
Elsevier; 2010: 4-6.
16. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. Luas wilayah, jumlah
penduduk, dan kepadatan penduduk menurut kabupaten/kota 2012. Available
at http://sumut.bps.go.id/frontend/linkTabelStatis/view/id/362 (29 September
2016)
17. Bagheri SC, Jo C. Clinical review of oral and maxillofacial surgery. St. Louis
Missouri: Mosby Elsevier; 2008: 73-84.
18. Scully C. Oral and maxillofacial medicine. 2nded; Elsevier Limited: Churchill
Livingstone Elsevier; 2008: 39.
19. Miloro M. Peteron’s principles of oral and maxillofacial. 2nded; Hamilton
London: BC Dacker Inc; 2004: 277-80.
20. Mahmoud M. Consultant of ear, nose, and throat surgery
2011. http://drmkotb.com/EN/index.php?page=students&case=&A=4&B=4&
C=3 (30 Januari 2016).
21. Moloney J, Stasen LF. Perikoronitis: treatment and a clinical dilemma. J Irish
Dent Assoc 2009; 55(4): p. 190-2.
22. Sanchez R, Mirada E, Arias J, Pano JR, Burgueno M. Severe odontogenic
infections: Epidemiological, microbiological and therapeutic factors. Madrid:
OPCB, 2011: 670-6.
23. Flynn RT, Shanti RM, Levi MH, Kraut RA, Trieger N. Severe odontogenic
infections, Part 1: Prospective report American Association of Oral and
Maxillofacial Surgeons. 2006: 1093-9.
24. Millar WJ, Locker D. Smocking and oral health status. J California Dent
Assoc 2007; 73(2): p. 155.
1

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Atika Suri Rambe


Tempat/Tanggal Lahir : Sigambal, 21 April 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jl. Abdul Hakim Gg. Kampung Susuk VIII
Telepon/HP : 085361646678
Email : atikasurirai@gmail.com
Orang Tua
Ayah : H. Azhar Rambe, SE
Ibu : Hj. Nurhayanah Dalimunthe

RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun 1999-2001 : TK Aisyiyah Bustanul Athfal Sigambal


Tahun 2001-2007 : SD Negeri 114376 Sigambal
Tahun 2007-2010 : MTS Negeri 1 Rantauprapat
Tahun 2010-2013 : SMA Negeri 3 Plus Rantau Utara
Tahun 2013-Sekarang : Fakultas Kedokteran Gigi USU
6

Lampiran 2

JADWAL KEGIATAN

Waktu Penelitian
No Kegiatan
September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pembuatan
proposal

Seminar
2
proposal

3 Penelitian

Pengumpulan
4
data

Pengolahan
5 dan analisis
data
Penyusunan
6
laporan

Seminar
7
hasil

Sidang
8
skripsi
6

Lampiran 3

RINCIAN BIAYA PENELITIAN

Besar biaya yang diperlukan untuk melakukan penelitian ini sebesar Rp. 1.930.000,-
dengan rincian sebagai berikut:
1. Biaya pembuatan proposal Rp. 80.000
2. Biaya print dan fotokopi Rp. 350.000
3. Biaya transportasi Rp. 600.000
4. Biaya bahan habis pakai Rp. 175.000
5. Biaya penjilidan dan penggandaan Rp. 100.000
6. Biaya seminar proposal Rp. 250.000
7. Biaya penelitian Rp. 250.000 +
Rp. 1.805.000

CATATAN :
Semua biaya ditanggung oleh peneliti.
6

DATA INFEKSI ODONTOGENIK PADA SPASIA PRIMER MAKSILA DAN MANDIBULA


DI RUMAH SAKIT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2013-2015
NO. REKAM JENIS JENIS
NO NAMA PASIEN USIA
MEDIS KELAMIN SPASIA
1 00480435 Tio Risma 41 PR Submandibula

2 00538873 Daniel Ginting 27 LK Submandibula

3 00591550 Dido Dwireza Herlino 7 LK Bukal

4 00599380 Jadukun R 53 LK Submandibula

5 00574449 Simon TS Bukit, SE 51 LK Submandibula

6 00553214 Sutomo 43 LK Submandibula

7 00582607 Syarifah Zuhal 31 PR Submandibula

8 00594959 Yatimah 53 PR Submandibula

9 00584889 Yusnan 49 LK Submandibula

10 00605372 Frida 24 PR Submandibula

11 00633309 Minar Butar-butar 62 PR Submandibula

12 00648556 Syarifah Aini 48 PR Fosa Kanina

13 00041176 Lesnawati Sebayang 48 PR Submandibula

14 00598091 Januarina Siregar 43 PR Submandibula


6

15 00573909 Juliana Sinaga 39 PR Sublingual

16 00544795 Kamaluddin Surbakti 45 LK Sublingual

17 00556862 Linawati 24 PR Sublingual

18 00563438 Muchtar Lubis 69 LK Sublingual

19 00572684 Ngatinem 64 LK Sublingual

20 00596861 Rasta BR Sembiring 65 PR Sublingual

21 00528730 Sanur Naibaho 62 PR Sublingual

22 00566178 Sri Rahayu 51 PR Bukal

23 00559600 Suriani 35 PR Bukal

24 00599371 Untung 70 PR Bukal

25 00640301 Abdul Rasyid Lubis 35 LK Bukal

26 00619052 Andika Sihombing 16 LK Sublingual

27 00600368 Hafsah Putri Hasibuan 37 PR Sublingual

28 00619497 Hj. Hasnah Lubis 66 PR Sublingual

29 00625001 Junaidi 48 LK Sublingual

30 00601800 Madinah Hasibuan 50 PR Sublingual


7

31 00653615 Mutia 22 PR Sublingual

32 00626329 Perkakun Perangin-angin 49 LK Sublingual

33 00611493 Siswoto 54 LK Sublingual

34 00605260 Togiraja Tamba 70 LK Sublingual

35 00613313 Wagiman Santuan Rando 65 LK Sublingual

36 00620198 Wariyono 56 LK Sublingual

37 00547592 Khairun Syah Harahap 47 LK Sublingual

38 00552615 Sarina 40 PR Sublingual

39 00556223 Minah 71 PR Sublingual

40 00570857 Heri Santoso 34 LK Submandibula

41 00576930 Pario 46 LK Submandibula

42 00576998 Innes Nababan 16 PR Submandibula

43 00580545 Marris Sinaga 37 LK Submandibula

44 00565295 Ruslan 47 LK Submandibula

45 00583580 Siti Hajar 57 PR Submandibula

46 00594968 Muda Sirumahombar 72 LK Submandibula


8

47 00588627 Luvy Nova Nia S 13 PR Submandibula

48 00657048 Joni Arman Tarigan 41 LK Submandibula

49 00661233 Hj. Siti Nafisah Lubis 88 PR Submandibula

50 00649585 Marlon Fedelis 53 LK Submandibula

51 00606727 Parlindungan Siagian 37 LK Submandibula

52 00609185 Sudar 53 LK Submandibula

53 00626941 Abdul Rahman Lubis 74 LK Submandibula

54 00635056 Susanto 34 LK Submandibula

55 00644567 Jahamat Holmet Sirait 59 LK Submandibula

56 00638829 Yuli Yuliani 31 PR Submandibula

57 00611575 Bantu Sigalingging 42 LK Submandibula

58 00611641 Wahyu Mahesa Manurung 7 LK Bukal

59 00640579 Guntur Siburian 63 LK Fosa Kanina

60 00571945 Budianto Panjaitan 50 LK Fosa Kanina

61 00618988 Faridah 54 PR Fosa Kanina

62 00620276 Edi Putra Tanjung 32 LK Fosa Kanina


6
1

Anda mungkin juga menyukai