Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemeriksaan forensik dalam kasus dimanausia kronologis seorang individu
tidak diketahui karena identitas asli tidak
adaataupunadanyaindikasipemalsuanidentitas,
pemeriksaanforensikdiperlukanuntukmemprakiraan
usia.1Usiadapatdiperkirakankarenabertambahnyausiaseiringdenganmeningkatnya
tahappertumbuhandanperkembangasstrukturtubuhberupaperubahanfisik yang
konstansehinggasetiaptahapdari proses
perubahantersebutdapatdihubungkandenganusiaseorang individu.2
Prakiraanusiadapatdilakukanpadaindividuhidupmaupunmati.
Padaindividumati,
prakiraanusiamerupakanbagiandariidentifikasikorbanmatipadakasuspembunuhan,
aborsijanin, ataupunbencanamassal. Dalamkasusbencanamassal,
prakiraanusiadapatmenjadikanidentifikasikorbanlebihsederhanadenganmengelom
pokkanusia korban.5 Kasushukumpidanaatauperdata yang
memerlukanprakiraanusiapadaindividuhidup, antara lain
kasuspemalsuanusiaketenagakerjaan, pernikahan, atlet, perwaliananak,
keimigrasian, atau pemerkosaan.3,4
Pembuktianhukumakanusiapentinguntukmenentukanapakahindividutersebutmasi
hdalamkategorianakatausudahdewasa, berkaitandenganadanyaperbedaan proses
hokum atauperadilanpadaanakdengan orang dewasa.
Prakiraanusiajugamerupakanpembuktikan yang
berhargaketikaaktakelahirantidakadaataudiragukankeasliannya.
Bagiantubuh yang umumnyadipakaiuntukmemprakiraanusiaadalah skeletal
dangigi. Kematangan skeletal sebagai media
prakiraanusiamemilikiketerbatasankarenahanyadapatmemprakirakanusiapadarent
angusiatertentudengansimpanganbakuusia yang besar. Sedangkangigisebagai
media prakiraanusiamemilikibeberapakeunggulan,
salahsatunyaadalahdapatmemprakirakanusiapadaindividuusia prenatal
sampaiusiadewasa.Prakiraanusiamelaluigigidapatdilakukandenganmetodepemeri
ksaanklinis, radiografis,histologis, ataubiokimiawi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanametodeyang dapat digunakan untuk menentukan usia
berdasarkan perkembangan gigi geligi?

C. Tujuan
1. Mengetahuimetodeyang dapat digunakan untuk menentukan usia
berdasarkan perkembangan gigi geligi

D. Manfaat
1. Menambah wawasan kepada pembaca mengenai Mengetahuimetodeyang
dapat digunakan untuk menentukan usia berdasarkan perkembangan gigi
geligi
2. Sebagai informasi tambahan bagi penulis lain dengan bidang yang relevan
dengan makalah ini.
3. Sebagai pengalaman bagi penulis dalam melaksanakan tugas ilmiah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Metode Schour Dan Massler


Tahun 1935, Schour dan Massler menerbitkan tabel perkembangan numeric
untuk gigi susu dan gigi permanen. Tahapan dan penentuan waktunya
diilustrasikan padagambar 1.4 dan 1.5. Bagan perkembangan gigi geligi manusia
metode schour dan massler secara berkala diperbaharui dan dipublikasikan dalam
ukuran aslinya oleh Americandental association (gambar 1.4). yang menarik
perhatian yaitu perkembangan gigi-gigiinsitu, termasuk resopsi akar untuk gigi
susu (desidua)Dengan adanya tampilan gambar dalam ukuran asli,mempermudah
membuat perbandingan langsung dengan gambaranradiograf atau perubahan
pertumbuhan gigi yang secara individual berbeda. Dikritik bahwa table tersebut
tidak ada pemisahan untuk pria dan wanita dan jarak usia rata-ratadari 2 tahun
hingga 15 tahun diambil kurang lebih 6 bulan adalah terlalu dekat.
Ciapparelli (1985)membandingkan data Schour dan Massler dengan sampel
darianak usia sekolah. Rata-rata usia dari 4 tahun hingga 16 tahun pada pria, dan
perempuan36 bulan lebih awal. Variasi (schour dan massler )pada anak usia 4-6
tahun dapatdiperbandingkan, tetapi pada usia 12 tahun variasi pada anak laki-laki
menjadi dua kalilipat dan pada usia 16 tahun menjadi 3 kali lipat.
Penelitian-penelitian ini memiliki peranan yang penting dalam investigasi
forensic,dan survey numeric oleh Kronfield (1935)jika disusun ulang seperti
padagambar 1.5 dan1.6 dapat berguna dalam penggabungan bagan bergambar.
Dalam tahap perkembangan bisa saja data tersebut tidak akurat kemungkinan
muncul data-data dari metode yang lebihcanggih.
Gambar 1.4. Perkembangan gigi menurut metode schour dan massler
berdasarkandata dari kronfield. y=umur dalam tahun, m=umur dalam bulan
miu=bulan dalamkandungan, a=insisivus1, e= molar 2.
Gambar 1.5. Perkembangan gigi permanen maxilar dan mandibular. Data
darikronfield (1935) Y=umur dalam tahun, M=umur dalam bulan, 1=gigi
permaneninsisivus1, 8= molar permanen ketiga.
Gambar 1.6. Gambar perkembangan gigi Schour dan Massler (American dental
association,1982)primary dentitio
Gambar 1.6. Gambar perkembangan gigi Schour dan Massler (American
dentalassociation, 1982)mixed and permanent dentition.
B. METODE MOOREES, FANNING dan HUNT
Metode-metode dan tabulasi data yang dilakukan oleh Moorees
(1963)dalamsurveinya dapat menjadi standar perkembangan yang berguna untuk
dokter gigi forensik.Studi lainnya (yang dilakukan oleh Anderson,
1976)menggunakan sampel yang berbedadan gambaran radiografi tapi dengan
kriteria mineralisasi yang sama, dapatmemungkinkan perbandingan yang
bermanfaat antara dua tempat yang secara geografisdekat tetapi grup populasi
berbeda. Keuntungan dari dua studi ini adalah data perkembangan dapat dipakai
untuk perkembangan gigi permanen dari tiap individu.
Moorees menjelaskan 14 tahapan dari mineralisasi untuk perkembangan akar
tunggalgigi permanen maupun akar multipel dari gigi permanen (gambar 1.7 dan
1.8) hasilnyadinyatakan sebagai rata-rata pencapaian usia untuk tiap tahap dari
14 tahapperkembangangigi yang telah dipelajari, kurang lebih 2 standar deviasi.
Data tersebut mengindikasikan bahwa tahap perkembangan mahkota gigi
menunjukan kurangnya variasi jikadibandingkan dengan tahap perkembangan
akar gigi; perlu diingat bahwa akurasimerupakan hal yang utama. Usia paling
muda dalam penelitian adalah 6 bulan, dan datatersebut termasuk perkembangan
dari gigi geraham belakang ketiga bagian bawah(mandibula).
Hal yang menarik perhatian dari studi forensik ini adalah:
1. Kecilnya perbedaan antara tahap pembentukan mahkota gigi dengan jenis
kelamin(pria dan wanita). Diferensiasi jenis kelamin dalam perkembangannya
menjadi jelas seiring dengan pembentukan akar gigi, dimana perempuan lebih
dahulu berkembang daripada laki-laki.
2.Gigi muncul ke permukaan secara klinis pada tahap R¾.
3.Dimorfisme seksual yang paling besar nyata pada gigi taring
(canina)bagian bawah, perempuan 11 bulan lebih dahulu daripada laki-laki.
Gambar 1.7 tahapan pembentukan gigi untuk menaksir perkembangan akar
tunggalgigi (dari Moorees, 1963).Angka-angka diatas diagram mengindikasikan
tahapan perkembangan yang berkesesuaian dengan kode simbol berikutnya. Ci,
perkembanganawal canina; cco, canina yang koalesen;coc, tepi canina yang
terbentuk sempurna;cr½,mahkota gigi yang terbentuk setengah;cr¾, mahkota gigi
yang telah terbentuk tiga perempat bagian; crc, mahkota gigi terbentuk sempurna; ri,
pembentukan awal akar gigi;r¼, panjang akar gigi seperempat; r½, panjang akar
gigisetengah; r¾, panjang akar gigitiga perempat; rc, panjang akar gigi sempurna;
a½, separuh apex tertutup; ac, penutupanapikal yang sempurna.
Gambar 1.7 tahapan pembentukan gigi untuk menaksir perkembangan akar
tunggalgigi (dari Moorees, 1963). Simbol-simbol berkode seperti gambar 1.6, dengan
tambahancli, pembentukan celah awal.

C. METODE GUSTAFFSON
Gustafson (1950) memperkirakan umur dari gambaran umum endapan
dentinsekunder, ketebalan cemen, dan periodontis sehingga Gustaffson
menyusun satu sistemyang berpatokan pada 6 faktor yang berhubungan dengan
usia:
1. Derajat atrisi (A)
Yang dimaksud adalah derajat atau keparahan atrisi atau ausnya
permukaankunyah gigi baik insisial maupun oclusal sesuai dengan
penggunaannya.Makin usia lanjut maka derajat atrisinya makin parah.
2. Periodontosis atau perubahan pada ginggiva (P)
Perubahan fisiologis akibat penggunaan gigi dari perlekatan epitel
ditandaidengan turunnya atau dalamnya sulkus ginggivayang melebihi 2
milimeter bahkan makin usia lanjut, perlekatan ginggiva turun kearah akar
gigi sehinggaterlihat seakan-akan mahkota lebih panjang.
3. Jumlah dentin sekunder (S)
Pembentukan sekunder dentin oleh karena penggunaan gigi atau atrisi
dari permukaan oclusi biasanya terbentuk diatas atap pulpa sehingga makin
usialanjut secara rontgenografis terlihat seakan-akan pulpa jadi sempit
karenasekunder dentinnya makin tebal.
4. Cemen apposition atau ketebalan sementum sekitar akar gigi (C)
Dengan bertambahnya usia maka akan bertambah tebal jaringan
cementum pada akar gigi. Pembentukan ini oleh karena perlekatan serat-serat
periodontaldengan aposisi yang terus menerus dari gigi tersebut selama hidup
merupakanfaktor penting yang sangat mempengaruhi.
5. Transparansi akar atautransluecency of the root (T)
Bertambahnya usia terjadilah proses kristalisasi dari bahan-bahan mineral
akar gigi hingga jaringan dentin pada akar gigi berangsur-angsur mulai dari
akar gigi kearah cervikal menjadi transparan. Transparansi dentin ini dimulai
padadekade ketiga dari tebal tubular dentin 5 milimicron sehingga pada usia
50tahun tebal tubular dentin hanya 2 milimicron hingga pada usia 70 tahun
tebaltubular dentin tinggal 1 milimicron.
6. Resorbsi akar (R )
Menurut Gustaffson, bahwa terjadi resorbsi akar gigi permanen akibat
tekananfisiologis dengan bertambahnya usia. Mili demi mili diukur olehnya
dalam penentuan usia akibat penggunaan gigi.
Dalam setiap irisan dasar, ciri-ciri gigi diberikan angka dan poin-
poindijumlahkan untuk memberikan hasil akhir. Metode Gustaffson menjumlahkan
setiapnilai dari 6 faktor tersebut dimana setiap faktor yang mempunyai bobotyang
sama dan berarti 6 poin tersebut mempunyai nilai perkiraan usia yang sama. Rumus
Gustaffson(1950).

Gambar 1.8 hubungan antara usia dengan perubahan pada gigi

Skoring berdasarkan metode Gustaffson


A0= no atrittion A1= atrittion A2= atrittion A3= atrittion
within enamel reaching dentin reaching pulp
S0 = no S1 = no S2 = pulp cavity S3 = pulp cavity
secondary secondary is has filled is nearly or
dentin dentine has wholly filled
begun to form with secondary
in upper part of dentin
pulp cavity
P0= no P1= P2= no P3=
periodontosis periodontosis periodontosis periodontosis
just begun along first one- has passed two-
third of root thirds of root
C0 = normal C1= apposition C2= normal C3= heavy layer
layer of little greater layer of of cementum
comentum laid than normal comentum laid
down down

R0 = no R1= root R2= greater loss R3= great areas


resorption resorption only of substance of both
visible on small cementum and
isolated spots affected
(dental age estimation of adult : a review of method and principal) 2008

Umur (tahun) = 11,43 + 4,26 X ± 3,63 (faktor koreksi)

X=A+P+S+C+R+T
Keterangan : A= Attrition
P=Priondontis
S=Secondary dentin
C=Cemen apposition
R=Root resorbtion
T= Root dentin transparancy
Johanson (1971) merevisi sistem penilaian diatas. Dia menemukan bahwa
root dentin transparency (T) mempunyai korelasi paling besar dengan umur,
diikuti dengansecondary dentine deposition (S), attrition (A), dan cemen
apposition(C), periodontis (P) dan root resorbtion (R) mempunyai korelasi yang
kurang kuat dengan umur.

Maples dan Rice (1979) mengkoreksi rumus Gustaffson:

Umur (tahun) = 13,45 + 4,26 X ± 7,03 (faktor koreksi)

Metode Johanson (1971):

Umur (tahun) = 11,02 + 5,14 A + 2,3 S + 4,14 P + 3,71 C + 5,57 R + 8,89 T

± 5,16 standar deviasi

Gambar 1.9 Hubungan antara usia dengan pertumbuhan gigi

Sedangkan Maples sendiri (1978) menentukan usia dengan rumus:


Umur (tahun) = 6,54 S + 10,88T + 16,08 + Nilai posisi ± 9,1 (faktor koreksi)

Posisi gigi Value


1 0,00
2 11,24
3 13,18
4 4,39
5 5,21
6 -5,37
7 3,73
8 8,04

D. METODE ASAM ASPARTAT


Hapusan asam aspartat telah digunakan untuk memperkirakan usia
berdasarkanadanya senyawa ini pada lapisan dentin gigi manusia. Teknologi ini
digunakan pada bidang gigi forensik yang berasal dari penelitian paleontologi
terhadap fosil tulang dankerangka. Sebagian besar protein dalam tubuh kita
mengandung L-amino acid, dimana D-amino acid tersebut terkandung dalam
tulang, gigi, otak, dan lensa mata. D-amino aciddipercaya dapat memperlambat
proses metabolik dan memperlambat laju pembusukan.Asam aspartat
mempunyai kecepatan pembentukan paling tinggi dari semua asam amino.Tahun
1976, Helfman dan Rada menggunakan informasi ini untuk memperkirakan
usiadengan membandingkan rasio D : L aspartic acid dalam gigi pada 20 subjek
dengan hasil bagus (r = 0,979) Rasio D : L yang tinggi didapatkan pada usia
muda dan semakin turundengan bertambahnya usia, yang diduga karena
perubahan lingkungan. Tahun 1985,Origano dkk melaporkan kegunaan aspartic
acid pada bidang gigi forensik untuk menentukan usia pada saat meninggal.
Tahun 1990, Ritz dkk melaporkan bahwa banyaknya asam aspartat pada dentin
dapat digunakan untuk menentukan saat kematian,dan menyimpulkan kalau
metode ini dapat memberikan penentuan umur yang lebihakurat dibanding
parameter umur yang lain. Untuk penentuan usia digunakan persamaanlinear
sebagai berikut:

Ln (I+D/L) / ( 1-D/L) = 2.k (aspartat).t + konstanta

Ket: k = first order kinetik


T = usia sesungguhnya
tahun 1991, Ohtani dan Tamamoto mempelajari hubungan asam aspartat ini
denganmenggunakan potongan gigi secara memanjang, dengan hasil yang lebih
bagus (r =0,991). Gigi yang digunakaan adalah gigi seri tengah dan premolar 1
bawah. Merekamenemukan memperkirakan umur yang lebih baik dengan cara
memecah fraksi AsamAmino Total (TAA)ke dalam fraksi kolagen yang tidak larut
(1C)dan fraksi peptideyang terlarut (SP). Jika dibandingkan dengan pemeriksaan
asam amino total atau fraksikolagen yang tidak larut, maka fraksi peptida yang
terlarut memiliki kadar asam aspartatdan glutamin yang lebih tinggi. Ohtani dan
Yamato menyimpulkan ada korelasi yang bagus antara Asp D/L dengan usia yang
sesungguhnya yang dinyatakan dengan rumuslinier 1C dan SP serta TAA, dan SP
nampaknya mampu memberikan perkiraan usia yanglebih dapat diandalkan karena
tingkat pembentukannya yang tinggi hampir 3 kali lipatdaripada TAA.Teknik ini
diharuskan memotong gigi secara memanjang, membuang pulpa dentis,mencuci
dengan asam chlorida 0,2M, air suling (3x), ethanol dan ether (masing-masing
5menit)kemudian hancurkan dalam mortir sampai halus. Tambahkan 1 ml HCl 1M
kedalam 10 mg serbuk yang telah halus ini, kemudian disentrifuge pada kecepatan
5000 rpmselama 1 jam pada suhu 5ºC. Campuran tersebut kemudian dihitung
dengan teknik gaschromatography yang memakai derivat N-terfluoroacetyl
isopropyl ester dan gas pembawaHeh¶um. Ketelitian metode ini adalah 3-4 tahun
dari usia yang sesungguhnya.
Histology pada gigi telah digunakan untuk memperkirakan usia dengan baik,
hal inisebagian besar dilaporkan pada penelitian Gustafson. Maples
(1978)melaporkan adanyateknik dengan menggunakan histology gigi untuk
memperkirakan usia pada orang dewasadengan menggunakan analisa kemunduran
yang multiple berdasarkan parameter Gustafson pada erosi paradontosis, lapisan
dentin kedua, cementum, akar gigi. Dia berpendapat bahwa analisis regresi
multiple dapat memperkirakan usia pada gigi orang dewasa denganketelitian yang
tinggi dan sedikit kekeliruan. Dia juga menuliskan bahwa molar kedua paling baik
untuk teknik penentuan usia secara histology dan bahwa usia gigi tersebutdapat
digunakan dengan cara yang sama pada perpaduan epiphyseal, usia osteon,
suturacranialis dan perubahan pada simpisis pubis telah digunakan untuk
sementara dan populasi prasejarah untuk tujuan penentuan usia. Maples dan Rice
(1979)melaporkan perbedaanyang menetap pada estimasi usia gigi menurut
Gustafson walaupun relative akurat danmerupakan cara yang mudah untuk
menentukan usia dari mahkota gigi, erupsi gigi, danakar gigi yang telah lengkap
dimana biasanya ditemukan pada usia 30 tahun.
Cook mendeskripsikan kasus dimana teknik ini digunakan untuk melawan
estimator usia yang lain yang didasarkan pada penemuan patologis saat otopsi,
bukti radiografis dandata antropologis. Dia menyatakan bahwa beberapa studi
telah dilakukan denganmenggunakan kriteria Gustafson untuk 6 parameter yang
digunakan (pengurangan,deposisi dentin sekunder, paradontosis, deposisi
cementum, resorption akar, dantransparansi akar )dengan setiap parameter dinilai
dari 0 sampai 4 menurut bobot yangsama. Nilai-nilai yang dihasilkan
dibandingkan dengan usia yang diketahui melalui regresilinear yang relatif ke
varian usia. Beberapa studi ini menunjukkan konsistensi yang masuk akal pada
level keyakinan, tapi varian usia adalah 7 sampai 15 tahun. Dalam
ringkasan,analisisline incremental melengkapi beberapa studi histologis ini dan ini
dapatditambahkan ke data erupsi gigi, setidaknya di populasi yang lebih mudah,
dengan hasil-hasil yang baik.
Dasar pemikiran untuk analisis line incremental dalam usaha identifikasi
didasarkan pada fakta bahwa garis-garis ini mempunyai pola yang sama dalam
individu yangenamelnyadibentuk pada waktu yang sama dalam dentition yang ada.
Gigi berbeda yang berkembang dalam satu individu memberi polaline
incremental yang sama yang berbedadari individu yang lain, yang nantinya
menciptakan ³ finger print dari perkembanganenamel yang spesifik pada individu.
Analisisline incremental biasanya dilakukan pada bagian dasar dari
pertunbuhangigi yang dipisahkan secara longitudinal, yang menghasilkan
kerusakan pada struktur gigi.Studi Skinner dan Anderson unik dalam bagian dasar
yang tidak digunakan. Mahkota gigiyang direkonstruksi ditanamkan dalamcrystal
clear polyester casting resindengan katalis Fiber-tek dan membantu
penyembuhan. Kemudian, mereka disekat secara longitudinal pada 180 sampai
200 µm dengan gergaji berkecepatan rendah Buehler-Isomet
dengan pisauwafering diamond.
Bagian-bagian yang disusun teliti dan difoto dengan pembesaran 20x dengan
cahaya biasa dan polarisasi. Foto-foto gabungan kemudian diciptakan untuk
menunjukkan seluruhemail bagian labial untuk menghomologkan guratan
antargigi
Batasan pada penentuan usialine incremental akan tergantung pada usia.
Lipsinicdkk mempelajari korelasi usia danline incremental dalam cementum gigi
manusia danmenemukan bahwa prediksi usia secara langsung yang didasarkan
pada garis-garis ini biasanya meremehkan usia specimen yang lebih tua.
Bagaimanapun juga, disana adakorelasi antara jumlah line dan usia. Para penulis
ini berkesimpulan bahwa beberapa studisemacam ini mempunyai manfaat yang
lebih besar jika kelompok populasi yang cukup besar dipelajari dan formula
komputer dihasilkan.
Sebagai catatan, usia dapat diperkirakan melalui evaluasi histologis osteon
dalamtulang, kerley pada tahun 1965 melaporkan kesuksesannya dalam
menentukan usiamikroskopik melalui tulang kortikol manusia. Pada tahun 1978,
Kerley dan Ubelaker mempublikasikan metode yang telah direvisi dengan teknik
yang sama. Keduanyamelibatkan penggunaan bagian dasar dan jumlah osteon.
Teknik ini banyak digunakandalam laboratorium antropologi. Singh dan Gunberg
mengaplikasikan metode ini ke bagian-bagian tulang mandibular dengan histologi
dental menyediakan determinasi usiakomparatif yang berharga dari sisa individu
yang tidak dikenal.

E. METODE ANDERSON, THOMPSON, DAN POPOVICH


Ketiga ilmuwan ini pada tahun 1976 menerapkan kriteria Moores pada
penelitianlongitudinal yang menggunakan gambaran radiografik sefalometrik.
Dilakukan penilaianseluruh perkembangan gigi maksila dan mandibula, termasuk
molar ketiga.Ciapparelli pada tahun 1985 melakukan studi sejenis menggunakan
radiografik panoramik, dan dilakukan perbandingan antara ketiga penelitian ini
dengan menggunakankriteria pertumbuhan yang sama namun dengan sampel dan
gambaran radiografi berbeda.Menurut Fanning pada tahun 1961, variasi
intraobserver dijumpai sebesar 27% darisampel yang dinilai, namun biasanya ± 1
tahap; sehingga pemeriksa disarankan agar melakukan penelitian secara teliti
sebelum mengeluarkan keputusan tetap. Faktamenunjukkan adanya kesulitan
untuk menggunakan sistem penilaian dengan banyak tahap pertumbuhan, sehingga
bisa memicu perdebatan di persidangan tentang kapan satutahap mulai
berlangsung dan kapan tahap yang lain berakhir.
Paket presentasi yang telah disesuaikan dimana menggunakan kriteria
mineralisasi14-tingkat (ditunjukkan pada gambar 1.10) jikadiagram pertumbuhan
gigi dibuat life-sizesize berbanding dengan usia)maka mereka dapat langsung
digunakan sebagai perbandingan dan range usianya bisa langsung terlihat. Format
yang disarankan untuk melengkapi data pertumbuhan gigi menggunakan 14-
tingkat milik Moorees.

Gambar 1.10. Diagram ³Field Kit´ untuk memudahkan refrensi data pertumbuhangigi
yang digunakan oleh penulis. Diagram 14-tingkat oleh Moorees (1963), tetapi
dapatdimodifikasi untuk menyertakan pilihan tingkat pertumbuhan. Rata-rata usia dan
variansidapat ditulis pada daerah yang kosong.

F. METODE DEMIRJIAN, GOLDSTEIN, DAN TANNER


Dalam metode Demirjian dkk (1973) masing-masing tahap mineralisasi
diberi skor yang menilai estimasi maturitas gigi dengan skala 0-100. Perhitungan
matematika dandasar ilmiah digunakan untuk menghitung skor yang berasal dari
hasil penelitian Tanner dkk (1983) 8 tahap pertumbuhan gigi dapat digambarkan
dari hasil survey radiografik yang telah diterbitkan, ditambah dengan deskripsi
tertulis tentang batas masing-masingtahap mineralisasi yang telah didefinisikan
dengan jelas dna tidak memerlukan perhitungan.
Ada dua pilihan ketika menggunakan metode ini, pertama adalah penilaian
yangmenggunakan 7 gigi mandibula (Demirjian, 1978)dan kedua menggunakan
4 gigimandibula (Demirjian dan Goldstein, 1976). Hilangnya gigi dari satu sisi
dapatdigantikan oleh gigi dari sisi yang lain. Gigi Molar 1 yang tidak ada dapat
digantikandengan gigi incisivus sentral (Demirjian, 1978). Data yang diperoleh
jika menggunakansistem Demirjian mengindikasikan bahwa perbedaan
pertumbuhan gigi antara pria danwanita biasanya tidak akan nampak sampai usia
5 tahun.
Variasiinterobserver dengan sistem Demirjian dapat mencapai 20-25%,
namun ± 1dari 8 tahap (Leverque dan Demirjian, 1980) . Sistem ini ternyata
memiliki dua kelemahan jika dilihat dari sisi forensik, yaitu harus terdapat gigi
mandibula dan tidak mencakup pertumbuhan gigi molar III. Mengandalkan
penilaian pada gigi mandibula dapatmenimbulkan masalah jika hanya tersisa
tengkorak saja dimana mandibula seringkalisudah terlepas atau bahkan hilang.
BAB III
KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai