Anda di halaman 1dari 5

Nama : Andy Muhammad Rifqy (170351616608)/C.

2017
Farin Natasya Panjaitan (170351616512)/C.2017
Fauzul Fikriyah (170351616532)/C.2017
Kiki Ari Damayanti (170351616530)/C.2017
A. Cara Memperoleh Kebenaran dari Aspek Politik
Bila dicermati, tradisi politik praktis itu memang sering diidentikkan
dengan ikhwal “kepentingan”belaka. Karenanya wajar, kemudian kebenaran
politik hanya semata dianggap sebagai hasil representasi dari kepentingan
politik. Kebenaran politik yang disajikan tidak akan pernah lepas dan bebas dari
nilai kepentingan politik. Sebagai implikasinya, muncul adagium yang
memandang kebenaran dalam politik itu “tidak selalu harus benar” dan begitu
juga kesalahan “tidak pula melulu mesti salah”.
Tentang hal ini, filsuf eksistensialis Prancin, Jean Paul Satre dengan
sinis pernah menyebut politik tidak lain adalah sebuah ilmu yang
memungkinkan pemiliknya (politisi) dapat menunjukkan bahwa dirinyalah
yang paling benar, sedangkan orang lain salah. Dengan demikian, wajar saja
jika kemudian tindakan dan prilaku politik bisa menjadi “serba benar” atau
“serba tidak keliru”, meskipun sebelumnya pandangan umum sudah
menganggapnya sebagai sesuatu yang salah, kontroversial dan irrasional.
Begitulah, dalam politik yang sering dilakukan oleh para politisi sebenarnya
bukan memihak kepada kebenaran sejati, melainkan berpihak kepada kebenaran
subjektif yang tidak lain merupakan cerminan dari kepentingan politik.
a. Monopoli Kebenaran
Ilmuan besar dunia, Albert Einstain pernah melontarkan sebuah
fakta; Bahwa mencari kebenaran itu lebih bernilai dibandingkan
menguasainya. Bagi dunia filsafat dan ilmu pengetahuan boleh jadi prinsip
itu sangat relevan, namun tidak untuk politik. Justru dalam politik ikhtiar
mencari kebenaran bukanlah suatu yang penting dan sama sekali bukan
menjadi tujuan. Yang paling perlu dalam politik itu adalah bagaimana
menguasai kebenaran, karena dengan menguasai kebenaran, tentunya akan
mempermudah politisi atau kelompok politik untuk memenangkan
kepentingan politiknya.
b. Hegemoni Kebenaran politik
Dalam konteks hegemoni, pihak penguasa dengan segenap
instrumen kekuasaannya dituntut mampu lebih moderat untuk
“memaksakan” versi kebenaran politiknya. Salah satu modus pembenaran
politik yang populer dilakukan oleh pelaku politik dan kekuasan adalah
lewat “pencitraan”. Namun sepertinya ini bukan kerja yang gampang.
Sekarang rakyat sudah makin cerdas dan kritis, tidak mudah untuk begitu
saja menerima kebenaran politik yang disuguhkan oleh pengusaha.
c. Politik Kebenaran
Jika kebenaran politik begitu musykil untuk dipercaya, maka
sesungguhnya masih ada bentuk representasi lain yang justru penting untuk
selalu diperjuangkan dan ditradisikan, yakni “Politik Kebenaran”. Apa itu
politik kebenaran? Secara sederhana, politik kebenaran itu dapat diartikan
dengan politik kejujuran. Artinya, politik dan kekuasan harus selalu
dijalankan dengan etos kejujuran dan ketulusan dalam rangka
memperjuangkan kemaslahatan bersama (bonum commune). Seorang
politisi yang menganut ideologi politik kebenaran akan senantiasa
menjadikan dunia politik dan kekuasaan sebagai instrumen perjuangan
untuk mewujudkan kebenaran dan kebaikan.
Produser/Pelaku : Pemikir Politik
Prosedur : Rektorika, Logika, dan Dekontruksi
Hasil : Teori Hegemoni
B. Cara Memperoleh Kebenaran dari Aspek Filsafat.
Kebenaran yang diperoleh dengan cara merenungkan atau memikirkan
sesuatu sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya, baik sesuatu itu ada atau
mungkin ada.
1. Realisme, mempercayai sesuatu yang ada di dalam dirinya sendiri dan
sesuatu yang pada hakekatnya tidak terpengaruh oleh seseorang.
2. Naturalisme, sesuatu yang bersifat alami memiliki makna, yaitu bukti
berlakunya hukum alam dan terjadi menurut kodratnya sendiri.
3. Positivisme, Menolak segala sesuatu yang di luar fakta, dan menerima
sesuatu yang dapat ditangkap oleh pancaindra. Tolok ukurnya adalah nyata,
bermanfaat, pasti, tepat dan memiliki keseimbangan logika.
4. Materialisme Dialektik, Orientasi berpikir adalah materi, karena materi
merupakan satu-satunya hal yang nyata, yang terdalam dan berada diatas
kekuatannya sendiri.
5. Idealisme: Idealisme menjelaskan semua obyek dalam alam dan pengalaman
sebagai pernyataan pikiran.
6. Pragmatisme, hidup manusia adalah perjuangan hidup terus menerus, yang
sarat dengan konsekuensi praktis. Orientasi berpikir adalah sifat praktis,
karena praktis berhubungan erat dengan makna dan kebenaran.
Produser/Pelaku : Manusia
Prosedur : Dengan cara menggembarakan atau mengelanakan akal
budi secara universal
Hasil : Pengetahuan Ilmiah
C. Cara Memperoleh Kebenaran dari Aspek Scientific
Cara untuk memperoleh pengetahuan secara ilmiah bersumber pada
siapa pun asalkan pengetahuan tersebut didasarkan pada pengamatan empirik
dan metode ilmiah. Apabila seorang ingin memperoleh pengetahuan, maka ada
prosedur ilmiah tertentu yang harus ia lakukan agar kebenaran atau
pengetahuan itu dapat ia peroleh. Untuk menyanggah pengetahuan semacam
ini, maka seseorang perlu menguji pengetahuan tersebut secara ilmiah, atau
dengan metode ilmiah tertentu mencari suatu pengetahuan baru yang lebih baik.
Keempat cara memperoleh kebenaran tersebut memilah kebenaran
menjadi dua macam yang memiliki sifat yang berbeda, yaitu :
a. Pengetahuan, Kebenaran yang dihasilkan dari cara authoritarian, mystical,
dan logico-rational adalah pengetahuan. Kebenaran yang didapat dengan
cara ini, sangat sulit untuk ditelusuri dan dilacak ketepatannya karena sangat
tergantung pada pengalaman dan persepsi subjektif seseorang.
b. Pengetahuan Ilmiah, Kebenaran yang dihasilkan dengan cara scientific
adalah pengetahuan-ilmiah. cara scientific mengandalkan metode ilmiah
untuk mencari kebenaran. Metode ilmiah ini berada di luar pribadi seseorang
sehingga terbuka bagi orang untuk melacak atau mereplikasi metode ini
guna mendapatkan pengetahuan yang sama. Kemudian, pengetahuan yang
didapatkan dengan cara scientific bersifat akumulatif, artinya selalu
bertambah-tambah, diperbarui, dan dapat dilacak ke bentuk yang paling
awal. Akumulasi pengetahuan-ilmiah ini sering disebut sebagai tubuh-
pengetahuan atau body of knowledge. Pengetahuan-ilmiah ini tidak lekat
dengan pribadi yang menyampaikannya, sehingga apabila suatu pernyataan
atau informasi dianggap salah maka orang tersebut tidak sampai harus
kehilangan wibawa atau kepercayaan.
Pelaku/Produser : Manusia
Prosedur : Melakukan hipotesis/rencana lalu melakukan penelitian
Hasil : Berupa teori atau ilmiah.
D. Cara Memperoleh Kebenaran dari Aspek Agama
Menurut perspektif agama, suatu kebenaran dapat dicari dan
ditentukan, serta di terima melalui proses ilmiah sebagai basis yang utama.
Namun, demikian proses aqilah atau pikiran (logika) juga dapat di gunakan
sebagai alat penunjang proses imaniah untuk memperkuat kebenaran wahyu
sebagai proses imaniah. Teori kebenaran Agama sebelumnya menggunakan
akal, budi, fakta, realitas dan kegunaan sebagai landasannya. Dalam teori
kebenaran agama digunakan wahyu yang bersumber dari Tuhan. Sebagai
makluk pencari kebenaran, manusia dapat mencari dan menemukan kebenaran
melalui agama. Dengan demikian, sesuatu dianggap benar bila sesuai dan
koheren dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.
Agama dengan kitab suci dan hadits nya dapat memberikan jawaban atas segala
persoalan manusia, termasuk kebenaran.
Pelaku : orang yang beragama
Prosedur : Dengan menjalankan Wahyu yang berasal dari Tuhan
Hasil : Perintah dan larangan
E. Hubungan antara Aspek Politik, Filsafat, Saintis, dan Agama
1. Titik Persamaan. Baik ilmu, filsafat dan agama bertujuan sekurang-
kurangnya berusaha berurusan dengan hal yang sama, yaitu kebenaran. Ilmu
pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari kebenaran tentang alam dan
manusia. Filsafat dengan wataknya sendiri yang menghampiri kebenaran,
baik tentang alam maupun tentang manusia (yang belum atau tidak dapat
dijawab oleh ilmu, karena diluar atau di atas batas jangkauannya), ataupun
tentang tuhan. Agama dengan karakteristiknya memberikan jawaban atas
segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia ataupun tentang tuhan.
2. Titik Perbedaan. Baik ilmu maupun filsafat, keduanya merupakan hasil dari
sumber yang sama yaitu ra’yu (akal, budi,rasio, reason, nous, rede, vertand,
dan vernunft) manusia. Sedangkan agama bersumberkan wahyu dari Allah
swt. Ilmu pengetahuan mencari kebenaran denan jalan penyelidikan (riset,
research), pengalaman (empiri), dan percobaan (eksperimen) sebagai batu
ujian. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menualangkan
(mengembarakan atau mengelanakan ) akal budi secara radikal (mengakar)
dan integral, serta universal (mengalam), tidak merasa terikat oleh ikatan
apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri yang bernama logika.
3. Titik Singgung. Tidak smua masalah yang dipertanyakan manusia dapat
dijawab secara positif oleh ilmu pengetahuan, karena ilmu itu terbatas :
Allah SWT; terbatas oleh subjeknya (sang penyelidik), oleh subyeknya (naik
objek material maupun objek formalnya), oleh metodologinya. Tidak semua
masalah yang tidak atau belum dijawab oleh ilmu, lantas dengan sendirinya
dapat dijawab oleh filsafat. Jawaban filsafat sifatnya spekulatif dan
alternative. Tentang suatu masalah asasi yang sama terdapat berbagai
jawaban filsafat (para fisuf) sesuai dengan jalan dengan titik tolak sang ahli
filsafat itu.

Anda mungkin juga menyukai