Anda di halaman 1dari 4

1.

1 Pembagian Daerah
Membicarakan otonomi daerah tidak bisa terlepas dari masalah pembagian
kekuasaan secara vertikal suatu negara. Dalam sistem ini, kekuasaan negara akan terbagi
antara ‘pemerintah pusat’ disatu pihak, dan ‘pemerintah daerah’ di lain pihak.
Sistem pembagian kekuasaan dalam rangka penyerahan kewenangan otonomi daerah,
antara negara yang satu dengan negara yang lain, tidak akan sama, termasuk Indonesia
yang kebetulan menganut sistem Negara Kesatuan. Inti yang terpenting dalam
pelaksanaan otonomi daerah adalah terdapatnya keleluasaan pemerintah daerah
(discretionery power) untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri atas dasar prakarsa,
kreativitas dan peran-serta aktif masyarakat dalam rangka mengembangkan dan
memajukan daerahnya. Memberikan otonomi daerah tidak hanya berarti melaksanakan
demokrasi dilapisan bawah, tetapi juga mendorong oto-aktivitas untuk melaksanakan
sendiri apa yang dianggap penting bagi lingkungan sendiri.
Dengan berkembangnya pelaksanaan demokrasi dari bawah, maka rakyat tidak saja dapat
menentukan nasibnya sendiri melalui pemberdayaan masyarakat, melainkan juga dan
terutama memperbaiki nasibnya sendiri. Hal itu hanya mungkin terjadi, apabila
pemerintahan pusat mempunyai kesadaran dan keberanian politik, serta kemauan politik
yang kuat untuk memberikan kewenagan yang cukup luas kepada pemerintah daerah
guna mengatur dan mengurus serta mengembangkan daerahnya, sesuai dengan
kepentingan dan potensi daerahnya.
Kewenagan artinya keleluasan untuk menggunakan dana, baik yang berasal dari
daerah maupun dari pusat sesuai dengan keperluan daerahnya tanpa campur tangan pusat,
keleluasaan untuk menggali sumber-sumber potensial yang ada didaerahnya serta
menggunakannya sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerahnya; keleluasaan untuk
memperoleh dana perimbangan keuangan pusat-daerah yang memadai, yang didasarkan
atas kriteria objektif dan adil.
Pemabagian daerah dapat di artikan sebagai suatu proses kewenangan yang
diserahkan pusat ke daerah.proses ini melalui dua cara yaitu dengan delegasi kepada
pejabat-pejabat di daerah (deconcentration) atau dengan devolution kepada badan-badan
otonomi daerah.
Berdasarkan pengertian "otonom" menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
secara bahasa adalah "berdiri sendiri" atau "dengan pemerintahan sendiri". Sedangkan
"daerah" adalah suatu "wilayah" atau "lingkungan pemerintah". Secara istilah "otonomi
daerah" adalah "wewenang atau kekuasaan pada suatu wilayah atau daerah yang
mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah masyarakat itu sendiri."

Dalam otonomi daerah ada prinsip desentralisasi, dekonsentrasi dan pembantuan yang
dijelaskan dalam UU No.32 tahun 2004 sebagai berikut:

1. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada


daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada
Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah
tertentu.
3. Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa
dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah
kabupaten kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Penyerahan kewenangan pemerintahan dalam hubungan domestik kepada daerah.


Kecuali untuk bidang keuangan dan moneter, politik luar negeri, peradilan, pertahanan,
keagamaan serta beberapa bidang kebijakan pemerintahan yang bersifat strategis nasional,
maka pada dasarnya semua bidang pemerintahan yang lain dapat didesentralisasikan.

Dalam otonomi daerah, ada pembagian wewenang antara pemerintah pusat dan daerah
yang diatur menurut UU No.32 tahun 2004. Pembagian wewenang itu meliputi:

1. Kewewenangan pemerintah pusat (Pasal 10 ayat 3) meliputi:


a. Politik luar negeri
b. Pertahanan
c. Keamanan
d. Yustisi
e. Moneter dan fiscal nasional; dan
f. Agama
2. Kewenangan Pemerintah Provinsi meliputi (Pasal 13 ayat 1 UU. No. 32 Tahun 2004):
1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
4. Penyediaan sarana dan prasarana umum;
5. Penanganan bidang kesehatan;
6. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
7. Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
9. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas
kabupaten/kota;
10. Pengendalian lingkungan hidup;
11. Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;
12. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;
14. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;
15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh
kabupaten/kota ; dan
16. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

3. Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota (pasal 14 ayat 1 No.32 Tahun 2004)


a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan.
b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang.
c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
d. Penyediaan saran dan prasarana umum.
e. Penanganan bidang kesehatan.
f. Penyelenggaraan pendidikan.
g. Penanggulangan masalah sosial.
h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan.
i. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah.
j. Pengendalian lingkungan hidup.
k. Pelayanan pertahanan.
Referensi

http://infokitauntukkita.blogspot.com/2014/04/kekuasaan-dan-kewenangan-dalam-
otonomi.html?m=1 (diakses pada tanggal 22-10-2018)

Widjaja. (2002). Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah

Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara


Pemerintah Pusat dan Daerah

Anda mungkin juga menyukai