Anda di halaman 1dari 26

BAB I

LAPORAN KASUS
No. ID dan Nama Peserta Adhe Syaskia Dewi
No. ID dan Nama Wahana RSUD dr. Muhammad Zein Painan
Topik Abortus Inkomplit
Tanggal (kasus)
Nama Pasien Ny.R No. RM 022457
Tanggal Presentasi Pendamping dr. Dona Hamrita
Tempat Presentasi Ruang Konferensi RSUD Dr. Muhammad Zein Painan
Objektif Presentasi
o Keilmuan o Keterampilan o Penyegaran o Tinjauan
pustaka
o Diagnostik o Menajemen o Masalah o Istimewa
o Neonatus o Bayi o Anak o Remaja o Dewasa o Lansia o Bu
mil
o Deskripsi
o Tujuan
Bahan Bahasan o Tinjauan Pustaka o Riset o Kasus o Audit
Cara Membahas o Diskusi o Presentasi dan diskusi o E-mail o Pos
Data Pasien Nama : Ny. R No. Registrasi :
Nama RS : RSUD DR. Muhammad Zein Telepon : Terdaftar sejak :
Painan
DATA UTAMA UNTUK BAHAN DISKUSI
Diagnosis/Gambaran Klinis: Pasien usia 22 tahun datang dengan keluhan keluar darah dari
jalan lahir.
Riwayat Pengobatan: Tidak ada
Riwayat kesehatan/penyakit : riwayat Dm(-), Riwayat kejang (-), Riwayat hipertensi (-)
Riwayat keluarga : Tidak ada
Riwayat pekerjaan : -

1
Daftar pustaka
1. DeCherney AH, Nathan L, & Goodwin TM. Spontaneous Abortion. Robertson A
(editor). In: Current Diagnosis and Treatment in Obstetric and Gynecology. New
York: McGraw-Hill, 2003.
2. Hadijanto B. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Saifuddin AB, Rachimhadhi T,
Wiknjosastro GH (editor),In: Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2010.
3. Hanretty KP. Vaginal Bleeding in Pregnancy. Smith H (editor), In: Obstetrics
Illustrated, 6th Edition. London: Churchill-Livingstone, 2003.
4. World Health Organization. Managing incomplete abortion. WHO, 2008.
5. Manuaba, I.A.C. dkk. 2008. Gawat Darurat Obstetri Ginekologi & Obstetri
Ginekologi. Jakarta : EGC.
6. Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka.
7. Sarwono Prawirohardjo. Saifuddin, Abdul B. 2008. Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
.
Hasil pembelajaran
Mengetahui Defenisi Dan Klasifikasi Abortus
Mengetahui Etiologi Abortus
Mengetahui Patogenesis Abortus
Mengetahui Diagnosis Abortus
Mengetahui Penatalaksanaan Abortus
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio
Subjektif
Kaluhan utama :
Pasien datang ke IGD RSUD M. Zein Painan pada tanggal 05 April 2018 dengan
keluhan keluar darah dari jalan lahir.
Riwayat penyakit sekarang :
Hal ini dialami pasien sejak lebih kurang 3 hari ini. Darah yang keluar berwarna
merah kehitaman disertai gumpalan darah, frekuensi 1-2 kali ganti pembalut per hari.
Pasien melihat keluar gumpalan darah seperti jaringan atau mata ikan. Keluhan ini
disertai dengan nyeri perut seperti mulas-mulas dan nyeri pinggang. Awalnya, pasien
mengaku tidak memeriksakan dirinya ke dokter atau bidan karena ia menganggap hal
ini wajar akan tetapi karena darah yang keluar semakin deras dan menggumpal, pasien
memutuskan untuk datang ke IGD RSUD M.Zein Painan.

2
Pasien mengaku dirinya tidak haid sejak bulan maret 2018. Pasien melakukan
pemeriksaan tes pack urin merek Sensitif dan mendapatkan hasil yang positif. Akan
tetapi, pasien belum pernah konfirmasi hasil kehamilan ini ke dokter kandungan.
Pasien tidak pernah mengonsumsi vitamin apapun untuk kehamilannya.
Pasien mengaku pernah jatuh terduduk ke lantai saat mandi di kamar mandi. Riwayat
keluar air-air dari kemaluan disangkal, riwayat kusuk (-), riwayat campur (-), riwayat
keputihan (-), dan riwayat minum jamu-jamu (-).
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat DM(-), Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat Haid
HPHT : 11-02-2018
TTP : 18-11-2018
ANC : tidak pernah dilakukan
Nyeri haid :-
Riwayat Persalinan
Hamil ini
Riwayat Kontrasepsi
Tidak pernah.
Riwayat Sosial dan Ekonomi
Pasien saat ini tinggal dengan suaminya. Pasien adalah seorang ibu ruma tangga
dan suami pasien bekerja sebagai pegawai nelayan .

Objektif
1. Pemeriksaan fisik
Status preasent
Sensorium : Compos mentis Anemis : (-)
TD : 110/60 mmHg Ikterus : (-)
HR : 90 x/i, teratur Sianosis : (-)
RR : 20 x/i Dyspnea : (-)
Temperatur : 36,8 ºC Edema : (-)
Status Generalisata
Kepala : Mata : Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-),

3
sklera ikterik (-/-), pupil isokor ka=ki,
ø3 mm
Hidung : Konka eutrofi, septum medial
Mulut : Kandidiasis oral (-), uvula medial,
tonsil T1/T1
Telinga : Sekret (-/-), pendengaran (+)
Toraks
Pemeriksaan Depan Belakang
Fisik
A
Inspeksi Simetris fusiformis, Simetris fusiformis,
b
pergerakan otot-otot nafas pergerakan otot-otot nafas
d
tambahan (-), tambahan (-)
o
hiperpigmentasi areola
m
mammae (+)
e
Palpasi Stem fremitus kanan=kiri, Stem fremitus paru
n
kesan normal. kanan=kiri, kesan normal.
Perkusi Sonor pada kedua lapangan Sonor pada kedua lapangan
:
paru. paru.
Batas jantung relatif
I
Atas : ICR III sinistra
n
Kanan: LSD
s
Kiri : 2 cm LMCS, ICR V
p
Auskultasi Paru Paru
e
SP: vesikuler pada seluruh SP: vesikuler pada seluruh
k
lapangan paru lapangan paru
s
ST: - ST: -
i
Jantung
HR 100 x/i, reguler, murmur
:
(-), gallop (-)
Simetris, jejas (-)
Palpasi : Soepel
Perkusi : Timpani
Auskultasi: Peristaltik (+) N
Ekstremitas : jejas (-), luka (-), edema (-)

4
Abdomen : Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel, H/L/R ttb
Perkusi : Timpani
Auskultasi: Normoperistaltik
Ekstremitas : Ekstremitas superior dan inferior dalam batas normal.
Status Obstetrikus
Abdomen : Soepel, tidak teraba massa, nyeri tekan (-)
Leopold I : TFU tidak teraba
Leopold II : Tidak dapat dinilai
Leopold III : Tidak dapat dinilai
Leopold IV : Tidak dapat dinilai
P/V : (+)

Status Ginekologis
Inspeksi : Massa (-), P/V (+)
Inspekulo : Portio : licin, erosi (-), lividae (+), perdarahan (+) dari
kanalis servikalis, OUE terbuka.
Vagina : massa (-), laserasi (-) ppv(+)
VT : Korpus uteri antefleksi, besar biasa, tanda Hegar (+)
Adneksa kanan-kiri sulit dinilai
Cavum douglas tidak menonjol, nyeri (-).
Nyeri goyang serviks (-)
2. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil
Hemoglobin 11,1 g/dl

5
Leukosit 11.100/mm3
Hematokrit 38 %
Trombosit 260.000/mm3
Tes beta HCG urin : (+)
Ultrasonografi Transabdominal
- Kandung kemih terisi baik
- Uterus antefleksi, besar biasa ukuran 67,7 mm x 59,7 mm x 46,8 mm
- Tampak gestational sac intrauterin dengan batas tidak beraturan
- Cairan bebas (-)
Kesimpulan : Sisa konsepsi(+)
DIAGNOSA : Abortus Inkomplit
PLAN (PENATALAKSANAAN)
- IVFD RL 28 tpm
- Ceftriaxone 2x1gr (iv)
- Vitamin b compleks 3x1 (po)
- Misoprostol 1/8tab/vaginam
- R/ Kuretase
Follow Up
Tanggal 06 april 2018 07 april 2018
S: Keluar darah dari kemaluan ↓ Keluar darah dari kemaluan (-)
O: Status Praesens Status Praesens
Sens : compos mentis Sens : compos mentis
TD : 100/60 mmHg TD : 100/60 mmHg
HR : 72 x/i HR : 80 x/i
RR : 18 x/i RR : 20 x/i
T : 36,5°c T : 36,3°c
Status Obstetrikus Status Obstetrikus
Abdomen: Soepel, peristaltik Abdomen: Soepel, peristaltik
(+), nyeri tekan (+) (+), nyeri tekan (-)
TFU: tidak teraba TFU: tidak teraba
P/V: (+) ↓ P/V: (-)
BAK: (+) N BAK: (+) N
BAB: (+) N BAB: (+) N
Laboratorium USG TAS
Hb 10,2 g/dL; Ht 32,3%; WBC Tidak tampak gambaran
8.800/mm3; PLT hipoekoik di kavum uteri
234.000/mm3
A: Post kuretase a/i abortus Post kuretase a/i abortus
inkomplit inkomplit

6
P: - IVFD RL 20 gtt/menit - Cefixime 200 mg 2 x 1
- Inj. Ceftriaxone 2x1gr - Asam mefenamat 3x500 mg
- Asam Mefenamat 3x500mg - Vitamin B kompleks 3 x 1
Rencana: Besok aff infus dan kateter Pulang berobat jalan
urin

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan yaitu berat badan kurang dari 500 gram atau usia kehamilan
kurang dari 20 minggu.

2.2. Epidemiologi
Dari 210 juta kehamilan, 75 juta dianggap tidak direncanakan di mana
sekitar 15% kehamilan akan berakhir pada aborsi. Sekitar 500.000 wanita
meninggal akibat komplikasi persalinan, 7 juta wanita mengalami gangguan
kesehatan setelah melahirkan. Pada negara berkembang, prevalensi abortus
mencapai 160 per 100000 kelahiran hidup dan paling tinggi terdapat di Afrika
yaitu 870 per 100000 kelahiran hidup.4

7
Guttmacher, et al. (2003) menunjukkan bahwa angka abortus di AS
mencapai 1278.000 kasus dengan rasio 20,8 per 1000 kelahiran pada wanita usia
produktif (15-49 tahun).Di Indonesia, ditunjukkan prevalensiabortus sebesar 2
juta kasus pada tahun 2000 dengan rasio 37 per 1000 kelahiran pada wanita usia
produktif pada 6 wilayah. Motif sebagain besar kasus abortus adalah abortus
kriminalis.
Sekitar 75% abortus spontan ditemukan pada usia gestasi kurang dari 16
minggu dan 62% sebelum usia gestasi 12 minggu.Insidensi abortus inkomplit
belum diketahui secara pasti, namun demikian disebutkan sekitar 60% dari wanita
hamil dirawat di rumah sakit dengan perdarahan akibat mengalami abortus
inkomplit. Inisidensi abortus spontan secara umum disebutkan sebesar 10% dari
seluruh kehamilan.7
Risiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas
di samping dengan semakin lanjutnya usia ibu dan ayah. Frekuensi abortus yang
dikenali secara klinis bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari
20 tahun, menjadi 26% pada wanita yang berumur di atas 40 tahun. Untuk usia
paternal yang sama, kenaikannya adalah dari 12% menjadi 20%. Insiden abortus
bertambah pada kehamilan yang belum melebihi umur 3 bulan.8
Penelitian Basama, et al. (2009) pada 182 dengan abortus imminens
menunjukkan bahwa 29% janin akan keluar pada usia gestasi 5-6 minggu; 8,2%
pada usia gestasi 7-12 minggu; dan 5,6% pada usia gestasi 13-20 minggu.9

8
Biasanya abortus imminens akan berlanjut menjadi abortus komplit 10-14 minggu
setelah pasien mengeluhkan keluar bercak-bercak darah.10 Pada penelitian Johns
et al. (2006) ditunjukkan bahwa risiko abortus komplit pada pasien abortus
imminens atau insipiens dengan usia gestasi rata-rata 8 minggu adalah 9,3%.11

2.3. Faktor Risiko


Faktor risiko abortus yaitu:
1. Bertambahnya usia ibu.
Abortus meningkat dengan pertambahan umur, OR 2,3 setelah usia 30
tahun.Risiko berkisar 13,3% pada usia 12-19 tahun; 11,1% pada usia 20-24
tahun; 11,9% pada usia 25-29 tahun; 15% pada usia 30-34 tahun; 24,6%
pada usia 35-39%; 51% usia 40-44 tahun; 93,4% pada usia 45 tahun ke atas.
2. Riwayat reproduksi abortus.
Risiko pasien dengan riwayat abortus untuk kehamilan berikutnya
ditentukan dari frekuensi riwayatnya. Pada pasien yang baru mengalami
riwayat 1 kali berisiko 19%, 2 kali berisiko 24%, 3 kali berisiko 30%, dan 4
kali berrisiko 40%.
3. Kebiasaan orang tua
a. Merokok dihubungkan dengan peningkatan risiko abortus. Risiko abortus
meningkat1,2-1,4 kali lebih besar untuk setiap 10 batang rokok yang
dikonsumsi setiap hari.Asap rokok mengandung banyak ROS yang akan
mendestruksi organel seluler melalui kerusakan mitrokondria, nukleus, dan
membran sel. Selain itu, secara tidak langsung ROS akan menyebabkan
kerusakan sperma. Hal ini menyebabkan fragmentasi DNA rantai tunggal
maupun ganda sperma.
b. Konsumsi alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan. Tingkat aborsi
spontan dua kali lebih tinggi pada wanita yang minum alkohol 2x/minggu
dan tiga kali lebih tinggi pada wanita yang mengkonsumsi alkohol setiap
hari. Dalam suatu penelitian didapatkan bahwa risiko abortus meningkat
1,3kali untuk setiap gelas alkohol yang dikonsumsi setiap hari.

9
c. Kafeindosis rendah tidak mempunyai hubungan dengan abortus. Akan tetapi
pada wanitayang mengkonsumsi 5 cangkir (500mg kafein) kopi setiap hari
menunjukkan tingkat abortus yang sedikit lebih tinggi.
d. Radiasi juga dapat menyebabkan abortus pada dosis yang cukup. Akan
tetapi, jumlah dosis yang dapat menyebabkan abortus pada manusia tidak
diketahui secara pasti.
e. Alat kontrasepsi dalam rahim yang gagal mencegah kehamilan
menyebabkan risiko abortus,khususnya abortus septik meningkat.
f. Psikologis seperti ansietas dan depresi.

2.3. Etiologi
1. Faktor Genetik
Lima puluh persen sampai tujuh puluh persen abortus spontan terutama
abortus rekuren disebabkan oleh kelainan genetik.Kelainan genetik menjadi
penyebab 70% 6 minggu pertama, 50% sebelum 10 minggu, dan 5% setelah
12 minggu.Kelainan ini dapat disebabkan faktor maternal maupun paternal.
Gamet jantan berkontribusi pada 50% material genomik embrio. Mekanisme
yang dapt berkontribusi menyebabkan kelainan genetik adalah kelainan
kromosom sperma, kondensasi kromatin abnormal, fragmentasi DNA,
peningkatan apoptosis, dan morfologi sperma yang abormal. Sekitar 42%
struktur vili korionik abnormal akibat gangguan genetik.
2. Gangguan plasenta
Mayoritas kasus abortus berkaitan dengan kelainan genetik maupun
kelainan perkembangan plasenta terutama pada vili korionik yang berperan
sebagai unit fungsional plasenta dalam hal transpor oksigen dan nutrisi pada
fetus. Penelitian histologi Haque, et al. pada 128 sisa konsepsi abortus,
ditunjukkan bahwa 97% menunjukkan vili plasenta berkurang, 83% vili
mengalami fibrosis stroma, 75% mengalami degenerasi fibroid, dan 75%
mengalami pengurangan pembuluh darah. Inflamasi dan gangguan genetik
dapat menyebabkan aktivasi proliferasi mesenkim dan edema stroma vili.
Keadaan ini akan berlanjut membentuk sisterna dan digantikan dengan
jaringan fibroid. Pada abortus, pendarahan yang merembes melalui desidua

10
akan membentuk lapisan di sekeliling vili korionik. Kemudian, material
pecah dan merangsang degenerasi fibrinoid.
3. Kelainan uterus
Pada pasien dengan abortus, prevalensi pasien dengan anomali uterus
bervariasi dari 1,8%-37,6% terutama pada kehamilan trimester akhir.
Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainan yang
timbul dalam proses perkembangan janin,defek duktus mulleri yang dapat
terjadi secara spontan atau yang ditimbulkan oleh pemberian dietilstilbestrol
(DES).Cacat uterus akuisita yang berkaitan dengan abortus adalah
leiomioma dan perlekatan intrauteri. Leiomioma uterus yang besar dan
majemuk sekalipun tidak selalu disertai dengan abortus, bahkan lokasi
leiomioma tampaknya lebih penting daripada ukurannya. Mioma
submokosa, tapi bukan mioma intramural atau subserosa, lebih besar
kemungkinannya untuk menyebabkan abortus. Namun demikian, leiomioma
dapat dianggap sebagai faktor kausatif hanya bila hasil pemeriksaan klinis
lainnya ternyata negatif dan histerogram menunjukkan adanya defek
pengisian dalam kavum endometrium. Miomektomi sering mengakibatkan
jaringan parut uterus yang dapat mengalami ruptur pada kehamilan
berikutnya, sebelum atau selama persalinan. Perlekatan intrauteri (sinekia
atau sindrom Ashennan) paling sering terjadi akibat tindakan kuretase pada
abortus yang terinfeksi atau pada missed abortus atau mungkin pula akibat
komplikasi postpartum. Keadaan tersebut disebabkan oleh destruksi
endometrium yang sangat luas. Selanjutnya keadaan ini mengakibatkan
amenore dan abortus habitualis yang diyakini terjadi akibat endometrium
yang kurang memadai untuk mendukung implatansi hasil pembuahan.
Inkomptensi serviks adalah ketidak mampuan serviks untuk
mempertahankan suatu kehamilan oleh karena defek fungsi maupun struktur
pada serviks. Inkompetensi serviks biasanya menyebabkan abortus pada
trimester kedua dengan insidensi 0,5-8%.Keadaan ini juga dapat
menyebabkan hilangnya barrier mekanik yang memisahkan kehamilan dari
flora bakteri vagina dan kebanyakan asimptomatik. Serviks merupakan
barier mekanik yang memisahkan kehamilan dari flora bakteri

11
vagina.Ekspulsi jaringan konsepsi terjadi setelah membran plasenta
mengalami ruptur pada prolaps yang disertai dengan balloning membran
plasenta ke dalam vagina.
4. Kelainan endokrin
a. Defek Fase Luteal dan Defisiensi Progesteron
Defek fase luteal disebut juga defisiensi progesteron merupakan suatu
keadaan dimana korpus luteum mengalami kerusakan sehingga produksi
progesteron tidak cukup dan mengakibatkan kurang berkembangnya dinding
endometrium.
b. Sindrom ovarium polikistik, hipersekresi LH, dan hiperandrogenemia
Sindrom ovarium polikistik terkait dengan infertilitas dan abortus. Dua
mekanisme yang mungkin menyebabkan hal tersebut terjadi adalah
peningkatan hormon LH dan efek langsung hiperinsulinemia terhadap
fungsi ovarium.
c. Faktor Endokrin Sistemik seperti DM atau hipotiroid.
d. Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari
korpus luteum atau plasenta mempunyai hubungan dengan kenaikan insiden
abortus. Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi
hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi
dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya.
5. Kelainan Koagulasi dan Imunologi
Kehamilan adalah suatu keadaan di mana hemostatis berada dalam kondisi
prokoagulasi dengan peningkatan konsentrasi faktor koagulan dan
penurunan faktor antikoagulan. Mikropartikel prokoagulan yang bersirkulasi
berada adalam keadaan tidak stabil. Pasien dengan abortus rekuren selalu
berada dalam konsisi protombotik.
a. Trombofilia: mekanisme yang berhubungan adalah trombosis uteroplasenta
sehingga mengganggu oksigenasi ke janin.
b. Antibodi antifosfolipid: patogenesis aPL terkait dengan trombosis plasenta
yang menyebabkan cacat desidualisasi pada endometrium dan kelainan
fungsi dan diferensiasi tropoblas dini.

12
c. Defek Trombofilik yang diturunkan: penyakit ini merupakan kelainan faktor
pembekuan yang diturunkan secara genetik yang dapat menyebabkan
trombosis patologis akibat ketidakseimbangan antara jalur pembekuan darah
dan antikoagulasi.
6. Kelainan Imunologi
Sekitar 15% dari 1000 wanita dengan abortus habitualis memiliki faktor
autoimun.Faktor auto imunmisal SLE, APS, antikoagulan lupus, antibodi
antikardiolipin.Insidensi berkisar 1-5% tetapi risikonya mencapai
70%.Selaini tu, factor alloimun dapat mempengaruhi melalui HLA. Bila
kadar atau reseptor leptin menurun, terjadi aktivasi sitrokin pro inflamasi,
dan terjadi peningkatan risiko abortus. Mekanismenya berhubungan dengan
timbal balik aktif reseptor di vili dan ekstravili tropoblas.
7. Inflamasi
Sitokin pada fetomaternal penting dalam survival fetus dan ibu juga
angiogenesis. Ketidakseimbangan Th1/Th2, keseimbangan aktivasi inhibisi
sel NK berperan penting dalam mengatur hal ini.
8. Infeksi.
Berbagai macam infeksi dapat menyebabkan abortus pada manusia, tetapi
hal ini tidak umum terjadi. Organisme seperti Treponema pallidum,
Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorhoeae, Streptococcus agalactina,
virus herpes simpleks, sitomegalovirus,Listeria monocytogenes dicurigai
berperan sebagai penyebab abortus. Toxoplasma juga disebutkan dapat
menyebabkan abortus. Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma
urealyticum dari 4 traktus genetalia sebagaian wanita yang mengalami
abortus telah menghasilkan hipotesis yang menyatakan bahwa infeksi
mikoplasma yang menyangkut traktus genetalia dapat menyebabkan
abortus. Dari kedua organisme tersebut, Ureaplasma Urealyticum
merupakan penyebab utama.
9. Penyakit kronik
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan
ibu misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan
abortus. Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada kehamilan sebelum

13
20 minggu, tetapi keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin dan
persalinan prematur. Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat
yang paling besar kemungkinanya menjadi predisposisi meningkatnya
kemungkinan abortus.
10. Trauma
Sekitar 7% wanita mengalami trauma selama kehamilan tetapi banyak kasus
yang tidak dilaporkan. Berdasarkan studi kasus yang terjadi, mekanisme
trauma paling banyak adalah kecelakaan lalu lintas (55%), jatuh (13%),
penyiksaan diri sendiri (10%), jatuh dari sepeda (4%), jatuh saat berjalan
(4%), atau penyebab lainnya (11%). Pada umumnya, mekanisme trauma
yang paling banyak adalah jatuh sendiri dan kesengajaan. Data
epidemiologis 16 negara menunjukkan bahwa kecelakaan lalu lintas,
kebakaran, dan jatuh yang paling banyak menyebabkan mortalitas maternal.
Keadaan ini akan menyebabkan abrupsio plasenta, pendarahan fetomaternal,
rupture uteri, trauma janin langsung.
Penelitian Shah, et al. pada 114 pasien, ditunjukkan bahwa faktor-faktor
yang menyebabkan abortus adalah kematian maternal, trauma abdomen
berat, syok hemoragik. Hal ini berkaitan dengan hipoksia janin dan
vaskokontriksi pembuluh darah maternal.
Uterus dilindungi pelvik sampai usia kehamilan 12 minggu, jadi jarang
terjadi trauma akibat trauma abdomen lansung. Setelah 20 minggu, diatas
umbulukus, kandung kemih tersisihkan oleh pembesaran uterus sehingga
uterus lebih rentan terkena trauma. Dinding uterus juga menjadi lebih tipis
dan cairan amnion menurun seiring dengan penambahan gestasi.
2.5. Klasifikasi
Abortus dapat diklasifikasikan berdasarkan
1. Tujuan
a. Abortus medisinalis yaitu abortus yang sengaja dilakukan dengan alasan
bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu. Pertimbangan ini
dilakukan oleh minimal 3 dokter spesialis yaitu spesialis kebidanan dan
kandungan, spesialis penyakit dalam, dan spesialis jiwa, bila perlu ditambah
dengan pertimbangan dari tokoh agama yang terkait.

14
b. Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan
yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.
c. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi tanpa tindakan apapun.
2. Jenis (dibahas pada diagnosis)
3. Waktu
Menurut Shiers (2003), disebut abortus dini bila abortus tejadi pada usia
kehamilan <12 minggu dan >12 minggu disebut abortus lanjut. Abortus
trimester satu biasanya diakibatkan kelaian genetik atau penyakit autoimun
yang diderita ibu, abortus trimester dua biasanya disebabkan oleh kelainan
uterus, dan abortus trimester tiga.

2.6. Patogenesis & Patofisiologi


Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh
bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua yang
menyebabakan nekrosis jaringan. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat
perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan
mengawali adanya proses abortus. Karena hasil konsepsi tersebut terlepas dapat
menjadi benda asing dalam uterus yang menyebabkan uterus kontraksi dan
mengeluarkan isinya.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih
terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan
secara in toto, meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam
cavum uteri atau di kanalis servikalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses
pengeluaran hasil konsepsi.Pada kehamilan 8-14 minggu biasanya diawali dengan
pecahnya selaput ketuban dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun
plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Jenis ini sering menimbulkan
perdarahan pervaginam banyak. Pada kehamilan minggu ke 14-22, janin biasanya
sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian.
Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menimbulkan
gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam banyak. Perdarahan
pervaginam umumnya lebih sedikit namun rasa sakit lebih menonjol.

15
Pada abortus hasil konsepsi yang dikeluarkan terdapat dalam berbagai
bentuk yaitu kantong amnion kosong, di dalam kantung amnion terdapat benda
kecil yang bentuknya masih belum jelas (blighted ovum), atau janin telah mati
lama.Plasentasi tidak adekuat sehingga sel tropoblas gagal masuk ke dalam arteri
spiralis. Akibatnya, terjadi peredaran darah prematur dari ibu ke anak.

2.7. Diagnosis
Abortus diduga pada wanita yang pada masa reproduktif mengeluh tentang
perdarahan pervaginam setelah terlambat haid. Hipotesis dapat diperkuat pada
pemeriksaan bimanual dan tes kehamilan. Harus diperhatikan banyaknya
perdarahan, pembukaan serviks, adanya jaringan dalam kavum uteri atau vagina.
Bentuk perdarahan bervariasi diantaranya sedikit-sedikit dan berlangsung
lama, sekaligus dalam jumlah yang besar dapat disertai gumpalan, dan akibat
perdarahan tidak menimbulkan gangguan apapun atau syok. Disebut pendarahan
ringan-sedang bila doek bersih selama 5 menit, darah segar tanpa gumpalan, darah
yang bercampur dengan mukus. Pendarahan berat bila pendarahan yang banyak,
merah terang, dengan atau tanpa gumpalan, doek penuh darah dalam waktu 5
menit, dan pasien tampak pucat.
Bentuk pengeluaran hasil konsepsi bervariasi berupa pada usia gestasi di
bawah 14 minggu dimana plasenta belum terbentuk sempurna dikeluarkan seluruh
atau sebagian hasil konsepsi, di atas 16 minggu, dengan pembentukan plasenta
sempurna dapat didahului dengan ketuban pecah diikuti pengeluaran hasil
konsepsi, dan dilanjutkan dengan pengeluaran plasenta, berdasarkan proses
persalinannya dahulu disebutkan persalinan immaturus, dan hasil konsepsi yang
tidak dikeluarkan lebih dari 6 minggu, sehingga terjadi ancaman baru dalam
bentuk gangguan pembekuan darah.
Diagnosis abortus dilakukan berdasarkan jenisnya, yaitu:
1. Abortus Iminens adalah pendarahan dari uterus pada kehamilan kurang dari
20 minggu, hasil konsepsi masih di dalam uterus dan tidak ada dilatasi
serviks. Pasien akan atau tidak mengeluh mules-mules, uterus membesar,
terjadi pendarahan sedikit seperti bercak-bercak darah menstruasi tanpa
riwayat keluarnya jaringan terutama pada trimester pertama kehamilan.

16
Pada pemeriksaan obstetrik dijumpai tes kehamilan positif dan serviks
belum membuka. Pada inspekulo dijumpai bercak darah di sekitar dinding
vagina, porsio tertutup, tidak ditemukan jaringan.
2. Abortus Insipiens adalah perdarahan kurang dari 20 minggu karena dilatasi
serviks uteri meningkat dan hasil konsepsi masih dalam uterus. Pasien akan
mengeluhkan mules yang sering dan kuat, keluar darah dari kemaluan tanpa
riwayat keluarnya jaringan, pendarahan biasanya terjadi pada trimester
pertama kehamilan, darah berupa darah segar menglair. Pada inspekulo,
ditemukan darah segar di sekitar dinding vagina, porsio terbuka, tidak
ditemukan jaringan.
3. Abortus inkomplit adalah pengeluaran hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan masih terdapat sisa hasil konsepsi tertinggal
dalam uterus. Pada anamnesis, pasien akan mengeluhkan pendarahan
berupa darah segar mengalir terutama pada trimester pertama dan ada
riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir.
4. Abortus Komplit adalah keadaan di mana semua hasil konsepsi telah
dikeluarkan. Pada penderita terjadi perdarahan yang sedikit, ostium uteri
telah menutup dan uterus mulai mengecil. Apabila hasil konsepsi saat
diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semua sudah keluar dengan lengkap.
Pada penderita ini disertai anemia sebaiknya disuntikan sulfas ferrosus atau
transfusi bila anemia. Pendarahan biasanya tinggal bercak-bercak dan
anamnesis di sini berperan penting dalam menentukan ada tidaknya riwayat
keluarnya jaringan dari jalan lahir Pada inspekulo, ditemukan darah segar
di sekitar dinding vagina, porsio terbuka, tidak ditemukan jaringan.
5. Missed Abortion ditandai dengan kematian embrio atau fetus dalam
kandungan >8 minggu sebelum minggu ke-20. Pada anamnesis akan
ditemukan uterus berkembang lebih rendah dibanding usia kehamilannya,
bisa tidak ditemukan pendarahan atau hanya bercak-bercak, tidak ada
riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir. Pada inspekulo bisa ditemukan
bercak darah di sekitar dinding vagina, portio tertutup, tidak ditemukan
jaringan.

17
6. Abortus rekuren adalah abortus spontan sebanyak 3x/ lebih berturut-
turut.Pada anamnesis akan dijumpai satu atau lebih tanda-tanda abortus di
atas, riwayat menggunakan IUD atau percobaan aborsi sendiri, dan adanya
demam.
7. Abortus Septik ditandai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau
peritonium. Hasil diagnosis ditemukan: panas, lemah, takikardia, sekret
yang bau dari vagina, uterus besar dan ada nyeri tekan dan bila sampai
sepsis dan syok (lelah, panas, menggigil)
8. Blighted ovum adalah suatu keadaan di mana embrio tidak terbentuk tetapi
terdapat kantung gestasi. Kofirmasi tidak ada embrio pada kantung gestasi
(diameter minimal 25 mm) dengan USG.

2.8. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk abortus meliputi:
1. Ultrasonografi
Pada usia 4 minggu, dapat terlihat kantung gestasi eksentrik dengan
diameter 2-3 mm. Pada usia gestasi 5 minggu, terlihat diameter kantung
gestasi 5 mm, kantung telur 3-8 mm. Pada usia gestasi 6 minggu, terlihat
diameter kantung gestasi 10 mm, embrio 2-3 mm, dan terdapat aktivitas
jantung. Pada usia gestasi 7 minggu, diameter kantung gestasi 20 mm,
terlihat bagian kepala dan badan yang menyatu. Pada usia gestasi 8
minggu, diameter kantung gestasi 25 mm, herniasi midgut, terlihat
rhombencephalon, dan limb buds. Pada usia gestasi 9 minggu, tampak
pleksus koroidalis, vertebra, dan ekstremitas. Pada usia gestasi 10 inggu,
telah terlihat bilik jantung, lambung, kandung kemih, dan osifikasi tulang,
pada usia gestasi 11, usus telah terbentuk dan struktur lainnya cenderung
telah terbentuk dengan baik. Abortus dapat ditegakkan dari USG
transabdominal bila pada embrio >8 mm tidak ditemukan aktivitas jantung.

18
2. Tiroid, KGD
3. Biopsi endometrium fase luteal untuk kadar progesteron
4. Infeksi
5. Imunologis
6. Beta hCG
Serum beta HCG>2500 IU per mL disertai dengan USG
transvaginal90% KDR
Serum beta HCG >6500 IU per mL disertai dengan USG abdomen 90%
KDR
2.9. Diagnosis banding
Diagnosis Gejala Pemeriksaan fisik Pemeriksaan
banding penunjang
Abortus - perdarahan dari - TFU sesuai dengan - tes kehamilan urin
iminens uterus pada umur kehamilan masih positif
kehamilan sebelum - Dilatasi serviks (-) - USG : gestasional sac
20 minggu berupa (+), fetal plate (+),
flek-flek fetal movement (+),
- nyeri perut ringan fetal heart movement
- keluar jaringan (-) (+)
Abortus - perdarahan banyak - TFU sesuai dengan - tes kehamilan urin
insipien dari uterus pada umur kehamilan masih positif
kehamilan sebelum - Dilatasi serviks (+) - USG : gestasional sac
20 minggu (+), fetal plate (+),
- nyeri perut berat fetal movement (+/-),
- keluar jaringan (-) fetal heart movement
(+/-)
Abortus - perdarahan banyak / - TFU kurang dari - tes kehamilan urin
inkomplit sedang dari uterus umur kehamilan masih positif
pada kehamilan - Dilatasi serviks (+) - USG : terdapat sisa
sebelum 20 minggu - teraba jaringan dari hasil konsepsi (+)
- nyeri perut ringan cavum uteri atau

19
- keluar jaringan masih menonjol pada
sebagian (+) osteum uteri
eksternum
Abortus - perdarahan (-) - TFU kurang dari - tes kehamilan urin
komplit - nyeri perut (-) umur kehamilan masih positif
- keluar jaringan (+) - Dilatasi serviks (-) bila terjadi 7-10 hari
setelah abortus.
USG : sisa hasil
konsepsi (-)
Missed - perdarahan (-) - TFU kurang dari - tes kehamilan urin
abortion - nyeri perut (-) umur kehamilan negatif setelah 1
- biasanya tidak - Dilatasi serviks (-) minggu dari
merasakan keluhan terhentinya
apapun kecuali pertumbuhan
merasakan kehamilan.
pertumbuhan - USG : gestasional sac
kehamilannya tidak (+), fetal plate (+),
seperti yang fetal movement (-),
diharapkan. Bila fetal heart movement
kehamilannya > 14 (-)
minggu sampai 20
minggu penderita
merasakan rahimnya
semakin mengecil,
tanda-tanda
kehamilan sekunder
pada payudara mulai
menghilang.
Mola - Tanda kehamilan (+) - TFU lebih dari umur - tes kehamilan urin
hidatidosa - Terdapat banyak atau kehamilan masih positif
sedikit gelembung - Terdapat banyak atau (Kadar HCG lebih dari
mola sedikit gelembung 100,000 mIU/mL)
- Perdarahan banyak / mola - USG : adanya
sedikit - DJJ (-) pola badai salju
- Nyeri perut (+) (Snowstorm).
ringan
- Mual - muntah (+)
Blighted - Perdarahan berupa - TFU kurang dari usia - tes kehamilan urin
ovum flek-flek kehamilan positif
- Nyeri perut ringan - OUE menutup - USG : gestasional sac
- Tanda kehamilan (+) (+), namun kosong
(tidak terisi janin).
KET - Nyeri abdomen (+) - Nyeri abdomen (+) - Lab darah : Hb rendah,
- Tanda kehamilan (+) - Tanda-tanda syok eritrosit dapat
- Perdarahan (+/-) : hipotensi, meningkat, leukosit
pervaginam (+/-) pucat, ekstremitas dapat meningkat.
dingin. - Tes kehamilan positif
- Tanda-tanda akut - USG : gestasional sac
abdomen (+) : perut diluar cavum uteri.
tegang bagian
bawah, nyeri tekan
dan nyeri lepas
dinding abdomen.
- Rasa nyeri pada
pergerakan servik.
- Uterus dapat teraba
agak membesar dan
teraba benjolan

20
disamping uterus
yang batasnya sukar
ditentukan.
- Cavum douglas
menonjol berisi
darah dan nyeri bila
diraba

2.9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan abortus masih kontroversial. Namun, biasanya didasari
oleh jenis abortus yang terjadi. Terapi dengan hormon progesteron, vitamin,
hormon tiroid dan lainnya mungkin hanya mempunyai pengaruh
psikologis.Langkah pertama dari serangkaian penatalaksanaan abortus adalah
penilaian kondisi klinis pasien. Penilaian ini masih berkaitan dengan upaya
diagnosis dan memulai pertolongan awal kegawatdaruratan. Dengan langkah ini,
dapat dikenali berbagai komplikasi yang dapat mengancam keselamatan pasien
seperti syok, infeksi/sepsis, perdarahan hebat (masif) atau truma intraabdomen.
Melalui pengenalan ini, dapat diambil langkah untuk mengatasi kondisi
kegawatdarutan.
Penatalaksanaan abortus secara spesifik disesuaikan dengan jenis
abortusnya yaitu:
1. Abortus imminens
Tirah baring tidak memberikan hasil lebih baik namun dianjurkan untuk
membatasi aktivitas agar meminimalkan kemungkinan rangsangan
prostaglandin. Tidak dianjurkan terapi dengan hormon estrogen dan
progesteron. Meta analisis menunjukkan bahwa tatalaksana abortus
imminens dengan preparat progesteron dengan plasebo menunjukkan hasil
yang hampir sama (RR 0,53; 95CI 0,35-0,79). Regimen progesteron yang
dipakai yaitu dydrogesteron oral 40 mg lalu 10 mg dilanjutkan sampai 16
minggu, pervaginam 25-90 mg sampai 14 hari berhenti berdarah, dan
dydrogesteron oral 10 mg dilanjutkan sampai 1 minggu setelah berhenti
berdarah.

21
Terapi dydrogesteron dipertimbangkan dengan asumsi farmakodinamik
untuk menyokong pertumbuhan uterus. Akan tetapi, penelitian
menunjukkan bahwa perbandingan abortus antara kelompok yang menerima
dydrogesteron dengan kelompok kontrol tidak menunjukkan hasil yang
berbeda (p<0,001) dengan konsentrasi progesteron yang hampir sama. Akan
tetapi, penelitian Zibdeh et al. menunjukkan adanya pengurangan insidensi
abortus rekuren pada kelompok yang diterapi dydrogesteron dibanding
kelompok kontrol (OR 0,38, p<0,001).79 Begitu juga pada kasus abortus
iminens (OR 3,77).
Umumnya harus dirawat. Karena tidak ada kemungkinan kelangsungan
hidup bagi janin, maka dapat diberikan misoprostol untuk mengeluarkan
konsepsi. Analgetik mungkin diberikan. Demikian pula, setelah janin lahir,
kuretase mungkin diperlukan.
Pada kehamilan kurang dari 12 atau 16 minggu biasanya perdarahan tidak
banyak namun bahaya perforasi lebih besar pada kerokan sehingga proses
abortus harus dipercepat. Dengan pemberian infuse oksitosin janin dapat
keluar. Regimen lain yang dapat diberikan adalah ergometrin im (dapat
diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 μg oral (dapat
diulang sekali setelah 4 jam bila perlu). Apabila plasenta masih tertinggal
pengeluaran plasenta dilakukan secara manual dan disusul kerokan. Namun
bahaya yang perforasi yang terakhir ini tidak begitu besar karena dinding
uterus jadi lebih tebal karena hasil konsepsi telah keluar.
2. Abortus inkomplit
Abortus inkomplit dapat ditatalaksana dengan rawat ekspektatif,
pembebahan, maupun medikamentosa. Efektivitas rawat ekspektatif
berkisar antara 52%-81% setelah follow up 2 minggu. Terapi
medikamentosa dengan misoprostol menunjukkan efektivitas 80% ke atas.
Namun, tidak ada perbedaan statistik yang signifikan antara keduanya.

22
Reynold et al. (2005) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan statistik
yang signifikan mengenai efikasi medikamentosa dan pembedahan dalam
penatalaksanaan abortus inkomplit. Namun, terdapat peningkatan risiko
infeksi pelvik pada penatalaksanaan secara surgikal (p<0,001). Hal ini
berlaku saat kantung gestas <24 mm. Setelahnya, efikasi medikamentosa
dibanding pembedahan akan berkurang 85%. Penelitian Weeks et al.
Dengan 600 mcg misoprostol oral dengan aspirasi vakum manual
menunjukkan bahwa lebih baik dengan misoprostol, tetapi tidak bermakna
(96,3 vs 91,4).
a. Perbaiki keadaan umum: volume intravaskuler efektif harus dipertahankan
untuk memberikan perfusi jaringan yang adekuat.
b. Infeksi harus dikendalikan dengan antibiotik yang tepat
Sekitar 13% abortus bersifat infeksius baik pre dan post operasi.Fawcus et
al. (1997) menunjukkan 49,5% wanita hamil dengan abortus inkomplit
diberikan terapi antibiotik dan transfusi. Penelitian Chow et al. (1997) pada
77 pasien abortus menunjukkan penatalaksanaan dengan penicillin +
chloraphenicol lebih baik dibanding chloramphenicol tunggal. Seeras (1989)
menunjukkan tidak ada perbedaan insidensi sepsis antara kelompok kontrol
dengan kelompok yang menerima tetrasiklin kapsul 500 mg 4 kali sehari
(RR 1,36, 95CI 0,86-2,14). Pada RCT yang menilai profilaksis doksisiklin
sebelum kuretase, ditunjukkan tidak ada efek yang bermakna terhadap
penurunan motralitas infeksi pasca kuretase.
c. Hasil konsepsi dalam uterus harus dievakuasi, bila perlu dilakukan
laparotomi eksplorasi, sampai pengangkatan rahim
Pada perdarahan ringan dan kehamilan <16 minggu, dapat dilakukan
pengeluaran hasil konsepsi yang terjepit pada serviks dengan jari atau
forceps cincin. Bila perdarahan sedang-berat dan usia kehamilan <16
minggu, dilakukan evakuasi hasil konsepsi dari uterus dengan pilihan
aspirasi vakum.Indikasi aspirasi vakum manual adalah pada kasus abortus
insipien atau inkomplit <16 minggu (sumber lain menyebutkan batasan usia
kehamilan <12-14 minggu).
3. Abortus komplit

23
a. Perbaiki keadaan umum
b. Infeksi harus dikendalikan dengan antibiotik yang tepat
c. Hasil konsepsi dalam uterus harus dievakuasi, bila perlu dilakukan
laparotomi eksplorasi, sampai pengangkatan rahim.
4. Abortus rekuren
Penyebab abortus habitualis untuk sebagian besar tidak diketahui. Oleh
karena itu, penanganannya terdiri atas: memperbaiki keadaan umum,
pemberian makanan yang sempurna, anjuran istirahat cukup banyak,
larangan koitus dan olah raga. Terapi dengan hormon progesteron, vitamin,
hormon tiroid, dan lainnya mungkin hanya mempunyai pengaruh psikologis.
Risiko perdarahan pervaginam yang hebat maka perlu diperhatikan adanya
tanda-tanda syok dan hemodinamik yang tidak stabil serta tanda-tanda vital.
Jika pasien hipotensi, diberikan secara intravena-bolus kristaloid untuk
stabilisasi hemodinamik, memberikan oksigen, dan mengirim jaringan yang
ada, ke rumah sakit untuk diperiksa.
5. Missed abortion
Bila gestasional <12 minggu, bisa langsung dilakukan dilatasi dan kuretase
jika seviks memungkinkan. Bila gestasional >12 minggu / <20 minggu,
dilakukan induksi (untuk mengeluarkan janin) & diberi Invus (iv) cairan
oksitosin(untuk profilaksis retensi cairan). Terdapat tehnik pemberian
prostagalandin untuk induksi serta berefek pada pembukaan ostium serviks,
dengan pemberian mesoprostol (sublingual).Bila usia gestasi lebih dari 4
minggu memungkinkan terjadinya gangguan trombosis darah oleh karena
hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan
evakuasi dan kuretase.
6. Abortus infeksi atau septik
Kuretase dilakukan setelah 6 jam diberikan antibiotika yang adekuat. Pada
infeksi berat, diberikan ampisilin intravena 2 g setiap 6 jam, gentamisin 5
mg/kgBB intravena selama 24 jam, dan metronidazole 500 mg intravena
setiap 8 jam. Pada infeksi ringan, cukup diberikan amoxicillin oral 3 kali
sehari selama 5 hari, metronidazole oral 400 mg 3 kali sehari selama 5 hari,
dan gentamisin intravena 5 mg/kgBB bila perlu.

24
7. Blighted ovum
Dilatasi dan kuraetase secara selektif.

2.11. Pencegahan
Pada serviks inkompeten, dilakukan operasi untuk mengecilkan ostium uteri
pada kehamilan 12 minggu atau lebih sedikit. Dasar operasinya adalah
memperkuat jaringan serviks yang lemah dengan melingkari daerah ostium uteri
internum dengan benang sutera atau dakron yang tebal. Jika berhasil maka
kehamilan dapat dilanjutkan sampai hampir cukup bulan dan benang dipotong
pada usia kehamilan 38 minggu. Operasi tersebut dapat dilakukan menurut cara
Shirodkar atau cara Mac Donald.

2.12. Prognosis
Selain pada kasus antibodi antifosfolipid dan serviks inkompeten, angka
kesembuhan setelah tiga kali abortus berturut-turut berkisar antara 70 dan 85 %,
apapun terapinya. Bahkan, Warburton dan Fraser (1964) menunjukkan
kemungkinan abortus rekuren adalah 25-30% berapapun jumlah abortus
sebelumnya. Poland, et al. (1977) mencatat bahwa apabila seorang wanita pernah
melahirkan bayi hidup, risiko untuk setiap abortus rekuren adalah 30%. Namun,
apabila wanita belum pernah melhairkan bayi hidup dan pernah mengalami paling
sedikit satu kali abortus spontan, risiko abortus adalah 46%. Wanita dengan
abortus spontan tiga kali atau lebih berisiko lebih besar mengalami pelahiran
preterm, plasenta previa, presentasi bokong, dan malformasi janin pada kehamilan
berikutnya (Thom dkk, 1992).

25
s

26

Anda mungkin juga menyukai