Anda di halaman 1dari 8

2.

1 Angka Kematian Ibu


Dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, ibu dan anak merupakan anggota keluarga yang
perlu mendapatkan prioritas. Oleh karena itu, upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak
mendapat perhatian khusus. Penilaian terhadap status kesehatan dan kinerja upaya kesehatan
ibu penting untuk dilakukan pemantauan. Hal tersebut dikarenakan Angka Kematian lbu (AKI)
merupakan salah satu indikator yang peka dalam menggambarkan kesejahteraan masyarakat
di suatu negara.

Kematian ibu menurut definisi WHO adalah kematian selama kehamilan atau dalam
periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua sebab yang terkait dengan ka
Kematangan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan
oleh kecelakaan/cedera. Cara menghitung AKI adalah membagi jumlah kematian ibu dengan waktu
tertentu didaerah tertentu dengan jumlah kelahiran hidup diwaktu tertentu didaerah tertentu dikali dengan
konstanta. Dua hal yang menjadi indikator terhadap kualitas pelayanan kesehatan dan derajat kesehatan
masyarakat di suatu wilayah adalah Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR)
dan Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR).
Target AKI di Indonesia pada tahun 2015 adalah 102 kematian per 100.000 kelahiran hidup.
Sementara itu berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka
Kematian Ibu (AKI) (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas) sebesar 359 per 100.000
kelahiran hidup. Angka ini masih cukup jauh dari target yang harus dicapai pada tahun 2015. Indonesia
sebelumnya merupakan negara yang agresif melakukan kebijakan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Sejak
WHO meluncurkan Safe Motherhood Iniatiative pada tahun 1987, pemerintah Indonesia langsung
merespon agenda WHO dalam kebijakan pembangunan KIA melalui
strategi Making Pregnancy Safer (MPS). Indonesia juga merespon cepat inisiatif pembangunan
kependudukan global (International Conference Population and Development/ICPD) yang pertama kali
diadakan di Kairo, Mesir tahun 1994. Salah satu poin yang menjadi rujukan bagi pemerintah Indonesia
adalah mengenai hak remaja untuk memperoleh pelayanan reproduksi termasuk juga mendapatkan
pelayanan konseling yang benar. Selama dua decade (1980–2000) Indonesia merupakan negara yang
sukses dalam menata program KIA. Tapi saat ini justru sebaliknya.

Menurut Departemen Kesehatan (2001), tingginya AKI di Indonesia yang sekaligus merupakan
indikator rendahnya derajat kesehatan reproduksi, akibat terlalu banyaknya ibu hamil yang mempunyai
keadaan “4 terlalu”, yakni terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak anak, dan terlalu dekat jarak antar
kelahiran. Tentunya kondisi-kondisi seperti rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, dan biaya
persalinan yang relatif mahal bagi sebagian besar masyarakat juga memberi kontribusi yang signifikan
bagi tingginya AKI.
Mc Carty and Maine (1992) menyatakan bahwa terdapat tiga determinan kematian ibu, yakni
penyebab kematian maternal yang bersifat langsung, penyebab antara, dan penyebab dasar. Penyebab
kematian langsung bersifat klinik, yang berupa komplikasi kehamilan maupun komplikasi persalinan dan
nifas. Komplikasi tersebut dapat berupa faktor – faktor yang tidak diketahui atau tidak dapat diprediksi,
seperti haemoragik, infeksi ataupun hipertensi. Faktor langsung penyebab tingginya AKI adalah
perdarahan (45%), terutama perdarahan post partum. Selain itu adalah hipertensi (24%), infeksi (11%),
dan partus lama/macet (7%). Komplikasi obstetrik umumnya terjadi pada waktu persalinan, yang
waktunya pendek yaitu sekitar 8 jam. Menurut WHO (2000), 81% AKI akibat komplikasi selama hamil
dan bersalin, dan 25% selama masa post partum. Kondisi ini erat terkait dengan tingginya tingkat
kesakitan dan kematian ibu dan anak.

Penyebab kematian antara meliputi status kesehatan ibu, status reproduksi, akses terhadap
layanan kesehatan dan perilaku sehat. Status kesehatan ibu terdiri dari status gizi (anemia, berat badan,
tinggi badan), penyakit infeksi dan penyakit akibat parasite (malaria, hepatitis, TBC), serta kondisi
kronis yang lainnya (diabetes, hipertensi). Status reproduksi terdiri dari usia ibu, paritas kelahiran, dan
status perkawinan). Tingginya fertilitas pada usia remaja akan menimbulkan kerentanan terhadap resiko
kematian ibu saat melahirkan. Melahirkan dalam usia remaja dengan pemahaman terhadap kesehatan
reproduksi yang relatif minim dan sistem reproduksi yang masih labil, akan menimbulkan resiko besar
terhadap kematian. Faktor “4 Terlalu” (terlalu muda, terlalu sering, terlalu banyak dan terlalu tua) adalah
salah satu faktor penyebab tidak langsung kematian ibu yang dapat diatasi dengan pelayanan KB. Akses
pelayanan kesehatan juga sangat berpengaruh terhadap resiko kematian ibu. Keselamatan nyawa ibu
hamil, bersalin dan nifas sangat dipengaruhi oleh aksesnya setiap saat terhadap pelayanan kebidanan
yang berkualitas, terutama karena setiap kehamilan dan persalinan mempunyai resiko mengalami
komplikasi yang mengancam jiwa. Perilaku sehat juga mempengaruhi resiko kematian ibu. Perilaku
sehat tersebut meliputi penggunaan KB dan pertolongan persalinan.

Sedangkan penyebab kematian ibu yang bersifat dasar adalah status sosial dan ekonomi.
Determinan yang ketiga ini meliputi tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, kekayaan, dan
komunitas atau status sosial. Kondisi sosial budaya di masing-masing daerah turut memberikan
konstribusi. Misalnya, banyak daerah yang masih menggunakan dukun sebagai penolong persalinan,
khususnya di desa-desa. Hal ini ditunjang pula dengan kondisi sosial ekonomi sebagian masyarakat yang
masih berada di garis kemiskinan. Penanganan persalinan yang dilakukan oleh orang yang kurang
kompeten dan kurang terlatih merupakan salah satu faktor resiko kematian ibu. Tenaga kesehatan terlatih
yaitu dokter spesialis kebidanan dan kandungan (SpOG), dokter umum, dan bidan.

Salah satu upaya pemerintah untuk menurunkan AKI adalah dengan mencanangkan program
penempatan bidan di desa, yang telah mulai dilaksanakan sejak tahun 1990-an. Program ini bertujuan
untuk mendekatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir terutama
pada saat kehamilan dan persalinan. Namun demikian, oleh karena pendidikan bidan dilakukan dalam
waktu yang pendek, lebih kurang 54.000 dalam 6 tahun, kualitas sebagian bidan masih perlu
ditingkatkan agar memenuhi standar kompetensi. Selain itu, kemampuan bidan di desa dalam
memberikan pertolongan persalinan sesuai standar terkendala dengan sarana tempat tinggal yang
bergabung menjadi Poskesdes. Berkaitan dengan pelayanan kesehatan, memang terjadinya kematian ibu
sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan tindakan pada saat persalinan. Sebagian besar
kegawatdaruratan kebidanan dan bayi baru lahir bisa ditangani di fasilitas kesehatan dasar dengan
teknologi yang sederhana, sehingga dengan memperbaiki kualitas penanganan gawat darurat kebidanan
dan bayi baru lahir di puskesmas seharusnya memberikan kontribusi yang cukup besar untuk pencegahan
kematian ibu dan bayi baru lahir.

Indikator peningkatan kesehatan ibu dalam Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) adalah
penurunan kematian ibu yang dihubungkan dengan peningkatan persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan (MDG 5a). Namun upaya ini saja tidaklah cukup, karena penurunan kematian ibu tidak dapat
dilakukan hanya dengan mengatasi faktor penyebab langsung kematian ibu tetapi juga harus mengatasi
faktor penyebab tidak langsungnya. Oleh sebab itu, upaya penurunan kematian ibu juga harus didukung
oleh upaya kesehatan reproduksi lainnya termasuk peningkatan pelayanan antenatal, penurunan
kehamilan remaja serta peningkatan cakupan peserta aktif KB dan penurunan unmet need KB. Keempat
indikator tersebut tertuang di dalam tujuan MDG 5b: akses universal terhadap kesehatan reproduksi,
sementara dua indikator tambahan terakhir merupakan upaya dalam program KB.

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka
kematian ibu di Indonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup Angka ini
sedikit menurun jika dibandingkan dengan SDKI tahun 1991, yaitu sebesar 390 per 100.000
kelahiran hidup. Angka ini sedikit menurun meskipun tidak terlalu signifikan. Target global
MDGs (Millenium Development Goals) ke-5 adalah menurunkan Angka Kematian lbu (AKI)
menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Mengacu dari kondisi saat ini, potensi
untuk mencapai target MDGs ke-5 untuk menurunkan AKI adalah offtrack, artinya diperlukan kerja
keras dan sungguh-sungguh untuk mencapainya.

Pemerintah bersama masyarakat bertanggungjawab untuk menjamin bahwa setiap ibu memiliki
akses terhadap pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, mulai dari saat hamil, pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan terlatih, dan perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan
rujukan jika terjadi komplikasi, serta akses terhadap keluarga berencana. Di samping itu, pentingnya
melakukan intervensi lebih ke hulu yakni kepada kelompok remaja dan dewasa muda dalam upaya
percepatan penurunan AKI.
Gambar 1. Angka Kematian Ibu (AKI) tahun 1991-2012

Pada Gambar 1 dapat diketahui berdasarkan data SDKI, selama periode tahun 1991-2007
angka kematian ibu mengalami penurunan dari 390 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup.
Namun pada SDKI 2012 angka kematian ibu kembali naik menjadi 359 per 100.000 kelahiran
hidup. Meskipun AKI hasil SDKI tahun 1990 dan 2012 tidak jauh berbeda, namun untuk mencapai
target 102 pada tahun 2015 diperkirakan sulit tercapai. Angka tersebut juga semakin jauh dari target
M DGs 2015 sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup.

Gambar 2. Penyebab Angka Kematian Ibu 2010-2013

Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa penyebab terbesar kematian ibu selama tahun 2010-
2013 masih tetap sama yaitu perdarahan. Sedangkan partus lama merupakan penyumbang kematian ibu
terendah. Sementara itu penyebab lain-lain juga berperan cukup besar dalam menyebabkan
kematian ibu. Yang dimaksud dengan penyebab lain-lain adalah penyebab kematian ibu secara tidak
langsung, seperti kondisi penyakit kanker, ginjal, jantung, tuberkulosis atau penyakit lain yang
diderita ibu. Tingginya kematian ibu akibat penyebab lain-lain menuntut peran besar rumah sakit
dalam menangani penyebab tersebut.

Gambar 3. Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Indonesia tahun 2004-2015
Pada Gambar 3 terlihat bahwa capaian indikator ini dalam 10 tahun terakhir menunjukkan
kecenderungan peningkatan, yaitu dari 74,27% pada tahun 2004 menjadi 90,88% pada tahun 2013.
Angka ini sudah mencapai target MDGs pada tahun 2015 sebesar 90%. Cakupan persalinan oleh
tenaga kesehatan yang cukup tinggi pada tahun 2013 yaitu sebesar 90,88%, namun belum tentu
semua persalinan tersebut bertempat di fasilitas pelayanan kesehatan.

Angka Kematian Ibu di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan kurva diatas menunjukkan
penyebab tingginya Angka Kematian Ibu adalah perdarahan, hipertensi, infeksi, partus lama,abortus dan
lain-lain. Untuk mencapai sasaran Millenium Development Goals (MDGs) yaitu Angka Kematian Ibu
(AKI) adanya upaya pemerintah untuk mencegah tingginya Angka Kematian Ibu dalam berbagai
program yng dijalankan oleh puskesmas setempat.

3.3 Upaya Pencegahan Untuk Mengurangi Tingginya Angka Kematian Ibu

Pemerintah dalam upayanya untuk meningkatkan kesehatan ibu bertanggung jawab untuk menjamin
setiap ibu memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan berkualitas. Upaya pemerintah dalam kesehatan
ibu meliputi:
1) Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil
Upaya pemerintah dalam pelayanan kesehatan ibu hamil salah satunya adalah pemberian antenatal
care (ANC) minimal empat kali selama kehamilan dengan pembagian minimal satu kali pada trimester
pertama, satu kali pada trimester kedua, dan dua kali pada trimester ketiga. Kegiatan yang dilakukan
dalam ANC adalah berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan, dan penanganan dini komplikasi
kehamilan. Pemerintah untuk mendukung terlaksananya ANC dengan minimum empat kali memasukkan
paket pelayanan ANC, termasuk yang dilakukan pada kunjungan rumah atau sweeping, dalam
Jampersal.
Upaya pemerintah yang lain adalah meningkatkan cakupan pelayanan ANC, dengan jalan
meningkatkan tidak hanya kualitas namun juga kuantitas puskesmas. Saat ini rasio puskesmas terhadap
penduduk sudah mencapai rasio ideal yakni 1:30.000, namun distribusi belum merata. Kegiatan
puskesmas sendiri ada yang kegiatan luar gedung, termasuk pendataan, pelayanan di posyandu,
kunjungan rumah, sweeping kasus drop-out, penyuluhan, kelas ibu hamil, dan penguatan kemitraan
bidan dan dukun.14 Selain yang berkaitan dengan antenatal care, pemerintah juga menggalakan program
pemberian zat besi bagi setiap ibu yang sedang hamil.

2) Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin


Upaya dalam pelayanan kesehatan ibu bersalin terutama ditujukan agar setiap persalinan ditolong
oleh tenaga kesehatan yang terlatih, termasuk diantaranya adalah dokter umum, bidan, dan dokter
spesialis kebidanan dan kandungan, di fasilitas kesehatan yang memadai.
Upaya pemerintah untuk mencapai tujuan tersebut diantaranya adalah dengan pembangunan
puskesmas yang satu paket dengan rumah dinas tenaga kesehatan, atau pembangunan poskesdes yang
dapat menjadi rumah tinggal bagi bidan, dengan harapan tenaga kesehatan akan siaga di tempat tugasnya
dan siap memberikan pertolongan persalinan setiap saat.
Sementara untuk daerah dengan akses sulit, diadakan pembangunan rumah tunggu kelahiran dan
program kemitraan bidan dan dukun. Misalkan seorang ibu yang tempat tinggalnya jauh dengan fasilitas
layanan kesehatan, maka mendekati taksiran hari kelahiran, ibu tersebut dapat diinapkan dahulu di
rumah tunggu kelahiran yang memang lokasinya dekat dengan fasilitas layanan kesehatan hingga waktu
bersalin tiba. Selain itu, diadakan pula pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN) yakni standar
pertolongan persalinan dan pendampingan persalinan dukun bayi oleh tenaga kesehatan.

3) Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas


Masa nifas dimulai dari enam jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan. Upaya dalam pelayanan
kesehatan ibu nifas adalah dalam bentuk pelayanan kesehatan pada ibu nifas sekurang-kurangnya tiga
kali dengan pembagian masing-masing satu kali pada enam jam hingga tiga hari pasca persalinan, hari
ke-4 hingga hari ke-28 pasca persalinan, dan pada hari ke-29 sampai dengan hari ke-42 pasca persalinan.
Pelayanan nifas termasuk dalam paket yang dijamin program jaminan persalinan (Jampersal). Pelayanan
kesehatan ibu nifas juga termasuk pengadaan KB 15 pasca persalinan, dan hal ini dimasukkan pula
dalam paket yang disediakan Jampersal tersebut.

4) Pelayanan/Penanganan Komplikasi Kebidanan


Kegiatan intervensi yang termasuk dalam upaya penanganan komplikasi kebidanaan adalah
peningkatan kualitas pelayanan antenatal guna mendeteksi dan menangani kasus kehamilan risiko tinggi
secara memadai, pengadaan pertolongan persalinan yang bersih dan aman, dan pelayanan pasca
persalinan oleh tenaga kesehatan yang terampil, dan pengadaan pelayanan emergensi obstetrik dan
neonatal dasar (PONED) dan komprehensif (PONEK) yang dapat dijangkau secara tepat waktu oleh
masyarakat yang membutuhkan.
Upaya lain adalah adanya Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) yang
dimasukkan dalam salah satu unsur desa siaga. Program ini mengajak keluarga dan masyarakat untuk
ikut berpartisipasi dalam upaya deteksi dini dan pencegahan risiko maupun komplikasi kesehatan pada
ibu hamil, serta menyediakan akses dan pelayanan PONED dan PONEK di tingkat puskesmas. Tujuan
akhirnya adalah agar keluarga mampu membuat perencanaan persalinan yang baik dan peningkatan
kesiapsiagaan baik keluarga maupun masyarakat sekitar dalam menghadapi tanda bahaya kehamilan,
persalinan, dan nifas.
.

Anda mungkin juga menyukai