Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

I. Konsep Penyakit
I.I Definisi/deskripsi penyakit
Penyakit paru-paru obstrutif kronis/PPOK (COPD) merupakan suatu
istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru
yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya
(Irman, 2008).
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan
dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Definisi eksaserbasi akut
pada PPOK adalah kejadian akut dalam perjalanan alami penyakit
dengan karakteristik adanya perubahan basal sesak napas, batuk, dan/
atau sputum yang diluar batas normal dalam variasi hari ke hari
(GOLD, 2009).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik merupakan sejumlah gangguan yang
mempengaruhi pergerakan udara dari dan keluar paru. Gangguan
yang penting adalah bronchitis obstruktif, emfisema, dan asma
bronchial (Arif Muttaqin, 2008: 156 ).

I.2 Etiologi
Menurut Arif Muttaqin, (2008: 156 ) penyebab dari Penyakit Paru
Obstruksi Kronik adalah :
a. Kebiasaan merokok, merupakan penyebab utama pada bronkhitis
kronik dan emfisema.
b. Adanya infeksi : Haemophilus influenzae dan streptococcus
pneumonia.
c. Polusi oleh zat- zat pereduksi.
d. Faktor keturunan.
e. Faktor sosial- ekonomi : keadaan lingkungan dan ekonomi yang
memburuk.

I.3 Tanda Gejala


Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:
1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis
(blue bloater).
2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:
a. Kelemahan badan
b. Batuk
c. Sesak napas
d. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
e. Mengi atau wheeze
f. Ekspirasi yang memanjang
g. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
h. Penggunaan otot bantu pernapasan
i. Suara napas melemah
j. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
k. Edema kaki, asites dan jari tabuh.

I.4 Patofiologi

Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang


disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin
berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot
pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas

Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni


jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk
digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan
arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga
disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi
ventilasi paru

Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses


inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding
bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi
bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau
obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli
pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus
dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang
menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya.
Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan
ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi
paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan
mengalami gangguan.

I.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan rutin

1. Faal paru
Spirometri (VEP 1, VEP 1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)# Obstruksi
ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( %
). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1%
(VEP1/KVP) < 75 %. VEP1 merupakan parameter yang paling
umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau
perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak
mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat
dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi
dan sore, tidak lebih dari 20%
2. Uji bronkodilator
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8
hisapan, 15 – 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1
atau APE, perubahan VEP1 atau APE <20% nilai awal dan < 200
ml. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
a. Darah rutin >> Misalnya pemeriksaan Hb, Ht, dan leukosit
b. Radiologi >> Foto toraks PA dan lateral berguna untuk
menyingkirkan penyakit paru lain. Pada emfisema terlihat
gambaran : Hiperinflasi, Hiperlusen, Ruang retrosternal
melebar, Diafragma mendatar, Jantung menggantung (jantung
pendulum / tear drop / eye drop appearance). Pada bronkitis
kronik : Normal, corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 %
kasus

Pemeriksaan khusus (tidak rutin)

1. Faal paru
a. Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti
Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat
b. DLCO menurun pada emfisema
c. Raw meningkat pada bronkitis kronik
d. Sgaw meningkat
e. Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
2. Uji latih kardiopulmoner
a. Sepeda statis (ergocycle)
b. Jentera (treadmill)
3. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil
PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan
4. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral
(prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 – 50 mg per hari
selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 %
dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan
faal paru setelah pemberian kortikosteroid
5. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai: Gagal napas kronik stabil, Gagal napas akut
pada gagal napas kronik
6. Radiologi
a. CT – Scan resolusi tinggi
- Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat
emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks
polos
- Scan ventilasi perfusi
- Mengetahui fungsi respirasi paru
I.6 Komplikasi
Menurut Arif Muttaqin,(2008) dari penyakit paru obstruksi kronis
adalah :
a. Gagal pernafasan
b. Ateleksis
c. Pneumonia (proses peradangan pada jaringan paru)
d. Pneumothorax

I.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan


secara rawat jalan atau rawat inap dan dilakukan di poliklinik rawat
jalan, ruang rawat inap, unit gawat darurat, atau ruang ICU (PDPI,
2009).

a. Bronkodilator: Albuaterol ( proventil, ventolin ), isoetarin (


bronkosol, bronkometer
b. Kortikosteroid : Metilprenisolon, Deksametason.
c. Antibiotik
d. Terapi Oksigen: sesuai indikasi hasil AGD dan toleransi klien.
e. Ventilasi Mekanik
f. Bantu pengobatan pernafasan (Fisioterapi dada)
g. Berikan vitamin atau mineral atau elektrolit sesuai indikasi.
1.8 Pathway
II. Rencana asuhan klien dengan gangguan PPOK
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
Klien terdapat penyakit paru, bila di temukan adanya iritan pada
paru yang meningkat maka mungkin terdapat riwat merokok.
Penyakit yang sering ditemukan adalah pneomoturak,
hemotorak, pleural effusion atau empiema. Klian bisa juga di
temukan adanya riwayat truma dada yang mendadak ang
memerlukan tindakan pembedahan
Pengkajian Fisik
Inspeksi
Lakukan pemeriksaan secara melihat keadaan umum system
pernapasan dan nilai adanya tanda-tanda abnormal seperti
adanya tanda sianosis, pucat, kelelahan, sesak napas, batuk,
penilaian sputum dan lainnya.
Bentuk dada
Penilaian bentuk dada secar inspeksi untuk melihat seberapa
jauh lainnya yang terjadi pada klien. Bentuk dada yang biasanya
di dapat seperti:
a. Bentuk dada toraks phihthis(panjang dan gepeng)
b. Bentuk dada toraks en batuau (torak dada burung)
c. Bentuk dada toraks emfisematous (barrel chest) di dapatkan
apaabila diameter anteroposterior berbanding proporsi
diameter lateral adalah 1:1.kata lainnya adalah bentuk dada
tong
d. Bentuk dada toraks pektus eksvatus(funnel chestatau dada
cekung ke dalam)

Curvatura tulang belakang

Penilaian kurvatura normal tulang belakang biasanya konveks


pada bagian dada dan konfak sepanjang leher serta pinggang.
Kalau di lihat dari samping lengkung kolumna vetebralis
memperlihatkan empat kurva atau lengkup anterior-poterior:
lengkungan vertical pada darah lumbal melengkung ke depan:
dan daerah pelvis melengkung kebelakang.

Deformitas tulang belakang yang sering terjadi yang perlu


diperhatikan meliputi skoliosis (pembengkokan pada tulang
belakang kearah lateral ),kifosis (kenaikan kulvatura tulang
belakang bagian dada) dan lordosis (membebek,
kurvatura/pembengkokan tulang belakang bagian pinggang yang
berlebihan)

Gerakan pernapsan dan kesimetrisan dada

Adanya satu sisi cembung pada pemeriksaan infeksi dapat


mengidentifkasikan ada suatu proses di dalam rongga torak oleh
kerena penimbunan air, nanah, udara di rongga pleura,
aneurisma aorta, cairan dalam rongga perikerd, tumor
paru/mediastinum,pembesaran jantung,atau abses hati

Perhatikan adanya asimetri gerakan dinding dada anterior dan


posterior. Penilaian terhadap ekspansi lobus atas paling baik
dengan inspiksi dari belakng klien, dengan memperhatikan
kedua klavikula selama pernafasan sedang.gerakan yang
berkurang menunjukan penyakit paru yang mendasarinya. Sisi
yang terkena akan memperlihatkan inspeksi serta palpasi
anterior dan posterior

Palpasi

Tujuan pemeriksaan palpasi rongga dada meliputi:

1. Untuk melihat adanya kelaianan pada dinding toraks.


Kelaianan yang mungkin didapatkan pada pemeriksaan ini
antara lain nyeri tekan dan adanya emfisema subkutis
2. Menyakatakaan aadanya tanda-tanda penyakit paru dengan
memeriksa:
a. Gerakan dinding toraks anterior/ekskursi pernapasan
b. Ekspansi dada posterior
c. Getaran suara (fremitus vocal): getaran yang terasa oleh
tangan pemeriksa yang diletakan pada dada klien
sewaktu mengucapkan kata-kata
d. Bunyi yang dibandingkan oleh panjaran dalam laring
arah distal sepanjang pohon bronchial untuk membuat
dinding dada dalam gerakan resoanan. Hal ini terutama
benar pada bunyi konsonan. Kapasilitas untuk
merasakan bunyi pada dinding dada disebut taktil
fremitus.

Perkusi toraks

Perkusi menentukan dinding dada dan struktur dibawahnya


dalam gerakan, menghasilkan vibrasi taktil dan dapat terdengar.
Pemeriksaan menggunakan perkusi untuk menemtukan apakah
jaringan dibawahnya terisi oleh udara, cairan, bahan padat, atau
tidak ada.pemeriksa juga menggunakan perkusi untuk
memperkirakan ukuran dan letak struktur tertentu dalam toraks.

Auskultasi

Auskultasi sngat berguna dalam mengkaji aliran udara melalui


pohon brokial dan dalam mengevaluasi adanya cairan atau
obstruksi padat dalam struktur paru. Untuk menentukan kondisi
paru-paru, pemeriksa mengauskultasi bunyi napas normal, bunyi
napas tambahan, dan bunyi suara.
Bunyi napas

Bunyi napas normal dibedakana oleh letaknya di atas area


spesipik paru-paru di definisikan sebagai bunyi napas veskuler,
bronchial (tubular), dan bronkovesikuler.

Bunyi vesikuler terdengar sebagai bunyi yang tenang, dengan


nada rendah yang mempunyai fase inspirasi panjang dan fase
ekspirasi yang singkat bunyi noralnya terdengar di seluruh
bidang paru, kecuali di atas sertum atas dan antaraa scapula.

2.1.2 Diagnosa keperawatan yang sering muncul


Diagnosa 1: Ketidakefektifan Bersihan jalan napas b.d kelemahan,
upaya batuk yang buruk, sekresi yang kental atau berlebihan.
1) Definisi
Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi
dari saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan
jalan napas.
2) Batasan Karakteristik :
a. Tidak ada batuk
b. Suara napas tambahan
c. Perubahan frekuensi napas
d. Sianosis
e. Kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara
f. Penurunan bunyi napas
g. Dispnea
h. Sputum dalam jumlah yang berlebihan
i. Batuk yang tidak efektif
j. Orthopnea
k. Gelisah
l. Mata terbuka lebar
3) Faktor yang berhubungan
a. Lingkungan : perokok pasif, mengisap aspa, merokok
b. Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan,
banyaknya mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi
bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di
jalan nafas
c. Fisiologis: Jalan napas alergik, asma, penyakit paru
obstruktif kronik, hiperplasi dinding bronchial, infeksi,
disfungsi neuromuskular

Diagnosa 2: Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai


oksigen.

1) Definisi:
Ketidakcukupan energy psikologis atau fisiologis untuk
melanjutkan menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari hari
yang harus atau yang ingin dilakukan
2) Batasan Karakteristik
a. Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
b. Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
c. Perubahan EKG yang mencerminkan aritmia
d. Perubahan EKG yang mencerminkan iskemia
e. Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
f. Dispnea setelah beraktifitas
g. Menyatakan merasa letih
h. Menyatakan merasa lemah
3) Faktor yang berhubungan
a. Tirah Baring atau imobilisasi
b. Kelemahan menyeluruh
c. Ketidakseimbangan antara suplei oksigen dengan
kebutuhan
2.3 Perencanaan

1. Tujuan dan criteria hasil


a. Respiratory status : Ventilation
b. Respiratory status : Airway patency
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …….
pasien menunjukkan keefektifan jalan nafas
Criteria Hasil :
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang
bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal)
c. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang
penyebab
2. Intervensi keperawatan dan rasional
a. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning.
b. Berikan O2 ……l/mnt, metode………
c. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah
kateter dikeluarkan dari nasotrakheal
Airway Managemen

a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi


b. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
c. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
d. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
e. Berikan bronkodilator bila perlu
f. Monitor status hemodinamik
g. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
h. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
i. Monitor respirasi dan status O2
j. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan
peralatan : O2, Suction, Inhalasi.

Diagnosa 2 : Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai oksigen

1. Tujuan dan criteria hasil


a. Self Care : ADL
b. Toleransi aktivitas
c. Konservasi eneergi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Pasien
bertoleransi terhadap aktivitas dengan
Kriteria Hasil :
a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan
tekanan darah, nadi dan RR
b. Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADL’s) secara
mandiri
c. Keseimbangan aktivitas dan istirahat
d. Mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan alat
e. Level kelemahan
f. Energy psikomoto
g. Status kardiopulmonary adekuat
h. Sirkulasi status baik
i. Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi adekuat
2. Internvensi keperawatan dan rasional
a. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
b. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
c. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
d. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara
berlebihan
e. Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi,
disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
f. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
g. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan progran terapi yang tepat
h. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan
i. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan social
j. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
k. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda
l. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disuka
m. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
n. Bantu pasien/ keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
o. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
III. Daftar Pustaka
Irman, S. 2008. Asuhan keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.
NANDA, NIC- NOC. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnose Medis & NAND, NIC- NOC. Jakarta: Media Action Publishing.
Tamsuri, Anas. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Pernafasan.
Jakarta: EGC.
Tim PDPI. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Kegawatdaruratan Paru.
Jakarta: Sagung Seto

Banjarmasin, Mei 2017

Preseptor akademik, Preseptor klinik,

( ) (…..……..……………….)

Anda mungkin juga menyukai