Anda di halaman 1dari 4

Apa itu difteri ?

Difteri adalah penyakit akut yang sangat menular disebabkan bakteri Corynebacterium
diphteriae,yang ditandai dengan pembentukkan pseudomembran pada kulit dan mukosa.
Pseudomembran tersebut paling sering dijumpai di daerah saluran nafas atas, mulai dari hidung,
tenggorokan (faring), amandel (tonsil) dan pita suara (laring). Ada lokasi difteri yang tidak lazim
(jarang) antara lain di kulit, konjungtiva mata, vulva-vagina dan telinga. Masa tunas (inkubasi)
penyakit ini 2-6 hari.

Apa yang dimaksud dengan pseudomembran ?

Respon tubuh terhadap infeksi kuman yang masuk adalah terjadinya reaksi inflamasi
(peradangan) lokal dan eksotoksin (racun) yang semakin banyak dikeluarkan oleh kuman
mengakibatkan daerah infeksi makin meluas dan memproduksi eksudat fibrin yang membentuk
membran dan melekat erat pada organ yang terkena (paling sering didaerah saluran nafas atas),
berwarna kelabu kehitaman atau putih kotor, biasa disebut dengan pseudomembran (membran
palsu). Didalam pseudomembran itu terdapat kuman difteri, sel radang, eritrosit dan epitel. Bila
dipaksa dilepaskan, maka akan terjadi perdarahan.

Bagaimana penularannya ?

Penyakit ini di tularkan lewat kontak dengan penderita melalui droplet (percikan ludah yang
mengandung kuman) ketika batuk, bersin bahkan ketika bicara. Melihat cara penularan yang
seperti ini, bisa dibayangkan penyakit ini cepat menular dengan mudahnya. Cara penularan lain
melalui kontak fisik dan penggunaan barang pribadi bersamaan, dapat terjadi pada kasus difteri
kulit, walaupun kasusnya jarang.

Bagaimana tanda dan gejala penyakitnya ?

Tanda dan gejala tergantung pada lokasi penyakit difteri.

Pada difteri daerah hidung, awalnya dijumpai gejala seperti common cold, ingus encer sampai
kemudian menjadi kental kehijauan, timbul lecet pada hidung dan pada daerah hidung
didapatkan adanya membran putih pada dinding sekat hidung (septum nasi).

Pada difteri di daerah faring dan tonsil, awalnya dijumpai gejala umum seperti tidak nafsu
makan, lemah, demam ringan atau nyeri menelan. Dalam waktu 1-2 hari kemudian timbul
membran yang melekat berwarna putih kelabu yang dapat meluas ke sekitarnya, ke daerah
langit2, ke daerah pita suara dan trakea. Selanjutnya dapat terjadi infeksi kelenjar getah bening
sekitar leher (limfadenitis) yang bersamaan dengan pembengkakan jaringan lunak leher,
sehingga timbul keadaan yang disebut sebagai bullneck. Pada keadaan yang makin memberat,
anak mengalami kesukaran menelan dan akibat membran yang menebal disertai pembengkakan
jaringan sekitarnya, anak dapat mengalami kegagalan pernafasan yang berakibat fatal. Kuman
difteri selain mempunyai kemampuan membentuk pseudomembran, juga mengeluarkan racun
atau eksotoksin yang mengenai jantung (miokarditis) dan saraf (neuritis).

Difteri daerah laring (pita suara) sebagai perluasan infeksi dari daerah faring dan tonsil, dijumpai
keadaan seperti nafas bunyi khas (stridor), suara yang parau dan batuk2 kering. Bila membran
sudah menebal/meluas akan menimbulkan sumbatan pada laring, anak menjadi sesak dan timbul
cekungan (retraksi) otot2 nafas. Bila ada membran yang lepas dan menutup jalan nafas maka
akan terjadi kematian mendadak karena sumbatan jalan nafas.

Selain mengenai daerah saluran nafas atas tadi, difteri akan mengenai kulit, vagina, konjungtiva
mata dan telingga. Pada difteri kulit dijumpai tukak di kulit dengan tepi yang jelas dan terdapat
membran pada dasarnya. Pada mata dijumpai kemerahan pada putih mata, bengkak dan didapati
adanya membran. Pada telinga berupa Otitis eksterna dengan mengeluarkan cairan radang yang
hijau dan bau.

Apa penyulit / komplikasi penyakit ini ?

Ada 2 penyulit yang dapat terjadi bila penyakit ini tidak ditangani dengan cepat.

Pertama adalah sumbatan jalan nafas akibat tertutup oleh membran yang menebal atau karena
pembengkakan jaringan sekitarnya (tenggorokan, tonsil, leher, jaringan sekitar leher dan rahang
bawah).

Kedua adalah pada mereka yang terlambat mendapat antitoksin, maka toksin kuman difteri akan
mengenai jantung (miokarditis). Miokarditis dapat terjadi pada minggu ke 2 sakit, tapi bisa juga
terjadi lebih dini atau lebih lambat. Kelainan jantung dapat diketahui melalui pemeriksaan fisik
atau EKG. Pada keadaan yang memberat dapat terjadi gagal jantung sampai menimbulkan
kematian.

Toksin kuman juga dapat mengenai syaraf (neuritis) biasanya syaraf motorik, dapat timbul
kelumpuhan pada langit langit (palatum molle), suara menjadi sengau, regurgitasi nasal dan
kesukatan menelan. Selain itu dapat juga terjadi kelumpuhan (paralisis) otot mata, kelumpuhan
pada lengan/tungkai, kelumpuhan diafragma dan kelumpuhan pada pusat vasomotor dapat terjadi
hipotensi dan gagal jantung. Kelumpuhan (paralisis) diafragma ini berbahaya karena menjadi
salah satu penyebab kematian pada difteri, selain karena sumbatan jalan atas dan gagal jantung
karena efek toksin pada jantung (miokarditis).

Bagaimana pengobatan difteri ?

Kalau secara klinis diduga kuat difteri, maka pengobatan langsung diberikan tanpa menunggu
hasil pemeriksaan swab tenggorok atau pemeriksaan baiakan kuman. Selain menjalani
pengobatan, pasien harus diisolasi di ruangan khusus sampai masa akut terlampaui dan biakan
hapus negatif 2 kali berturut-turut. Masa isolasi berkisar 2-3 minggu. Selama diisolasi pasien
istirahat tirah baring, diberikan cairan dan gizi yang cukup. Pasien harus diawasi ketat atas
kemungkinan timbulnya komplikasi, antara lain dengan melakukan pemeriksaan EKG secara
berkala. Bila dijumpai komplikasi sumbatan jalan nafas, maka dipertimbangkan untuk
melakukan tindakan trakeostomi (membuat lubang di daerah trakea sebagai alternatif jalan
nafas).

Pengobatan khusus, diberikan :

1. Antitoksin : Anti Diptheriae Serum (ADS) : harus diberikan segera setelah diagnosis dibuat,
walaupun pada awalnya dilakukan secara klinis, jadi tidak perlu menunggu hasil biakan kuman.

2. Antibiotika : untuk membunuh bakteri dan menghentikan produksi toksin, obat yang
diberikan golongan Penisillin. Bila alergi terhadap Penisilin, diberikan Eritromisin.

3. Kortikosteroid, bila sudah terdapat komplikasi ke jantung (miokaditis).

Bagaimana pencegahannya ?

Secara umum dengan menjaga kebersihan lingkungan, meningkatkan higine diri dan
memberikan pengetahuan kepada orang tua tentang bahaya penyakit difteri pada anak dan upaya
pencegahan yang dapat dilakukan. Pasien yang terjangkit penyakit difteri harus dirawat di ruang
isolasi untuk mencegah penularan penyakit ke sekitarnya. Pasien dipulangkan setelah
pemeriksaan sediaan langsung menunjukkan tidak lagi ditemukan kuman difteri 2 kali berturut
turut.

Pencegahan secara khusus adalah dengan melakukan vaksinasi berupa toksoid difteri yang ada
dalam sediaan vaksin DPT, gabungan dengan Pertusis dan Tetanus. Toksoid ini dimaksudkan
untuk merangsang anak membentuk antibodi terhadap toksin kuman difteri. Seorang anak yang
telah mendapat imunisasi lengkap mempunyai antibodi terhadap toksin kuman difteri. Imunisasi
dasar diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan, dengan jarak 4-8 minggu. Ulangan (booster/penguat)
selanjutnya (DPT-4) diberikan 1 tahun setelah DPT-3 (umur 18-24 bulan). Selanjutnya ulangan
ke 2 pada umur < 5 tahun di berikan penguat (ulangan) berupa vaksin DPT. Untuk 5-7 tahun :
DT dan di atas 7 tahun : dT. Untuk meningkatkan cakupan imunisasi ulangan ke 2, imunisasi
diberikan di Sekolah Dasar dalam program ” Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS)”.

’Mencegah lebih baik daripada mengobati” adalah motto yang harus diingat oleh kita semua.

Tampak pseudomembran (kelabu)

Anda mungkin juga menyukai