Anda di halaman 1dari 6

“What is going on Indonesia consumer? Mereka kini telah mengalami shifting.

Pasar
sekarang lebih dinamis. Kita bentuk pasar tetapi dalam waktu dua hingga tiga bulan bisa
dengan cepat berubah. Seiring kehadiran dunia online, offline memang akan terus berkurang
tetapi online tidak akan menggantikan offline,” kata Jacky di Depok, Selasa (27/02/2018).

Senada dengan Jacky, De Yong mengatakan diperlukan proses sinergitas dalam menjalankan
digital marketing bersamaan bentuk pemasaran konvensional. Menurutnya, offline tidak akan
benar-benar terhapuskan oleh online meski 20 atau 30 tahun lagi. Artinya, konsumen tetap
membutuhkan sentuhan manusia.

“Misalnya dalam industri asuransi, kami menggunakan digital marketing untuk menjangkau
pemasaran secara lebih luas, namun dari sisi penjualan, calon klien akan lebih efektif di-
approach dengan manusia secara langsung,” kata De Yong disusul sejumlah pembicara lain
yang mengutarakan pemikiran mereka.

Namun yang lebih penting dari itu semua bagaimana Aetra sebagai perusahaan harus bekerja
dengan hati. Artinya memberikan pelayanan dengan hati, bekerja dengan hati, menjalin
relationsip dengan semua pemangku kepentingan juga dengan hati sehingga pelanggan Aetra
juga akan terdorong untuk memberikan loyalitasnya kepada Aetra dengan luar biasa.

”Generasi muda harus memiliki hati untuk bekerja sehingga mampu memberikan pelayanan
yang sempurna bagi para pelanggannya. Mereka juga harus punya pemahaman seorang
marketer mendapatkan investor melalui personal branding,” ujarnya.

Hal ini sangat sejalan dengan komitmen di Aetra melalui visi, misi dan nilai-nilai Perusahaan
sebagai bagian dari personal branding. Melalui budaya perusahaan inilah, Aetra
mengembangkan bisnisnya sebagai perusahaan penyedia layanan air bersih di timur Jakarta.

Untuk mencapai bisnis yang berkembang, Aetra sebagai operator air bersih yang melayani
sekitar 408 ribu pelanggan harus mengedepankan teknologi, inovasi dan menggunakan
saluran informasi terkini. Semua itu dilakukan untuk menjangkau dan melayani semua
pelanggan dan seluruh pemangku kepentingan tanpa terkecuali.

Pada masa-masa awal, para pemasar dapat memahami konsumen melalui pengalaman
sehari-hari atas penjualan yang dilakukan tehadap konsumen tadi. Tetapi adanya
perkembangan dalam ukuran perusahaan dan pasar telah menghentikan banyak hubungan
langsung antara pembuat keputusan pemasaran dari pelanggannya. Kini semakin banyak
manajer yang telah beralih ke penelitian konsumen untuk mendapatkan jawaban atas
pertanyaan yang paling penting mengenai pasar, yang disebut ke 7 “O” dari pasar :

1. Siapa yang membentuk pasar?? Occupants ( Penghuni )


2. Apa yang dibeli di pasar?? Objects ( Obyek )

3. Mengapa pasar membeli?? Objectives ( Tujuan )

4. Siapa yang berpartisipasi dalam pembelian?? Organization ( Organisasi )

5. Bagaimana pasar melakukan pembelian?? Operations ( Pelaksanaan )

6. Kapan pasar melakukan pembelian?? Occasions ( Peristiwa )

7. Di mana pasar membeli?? Outlets ( Tempat Penjualan )

Dalam gambar di bawah “model prilaku konsumen “ menunjukkan penekanan pada interaksi
antara pemasar dan konsumen. Komponen sentral dari model adalah pengambilan keputusan
konsumen, yaitu pemahaman dan evaluasi informasi merek, bagaimana pertimbangan
alternatif merek disesuaikan dengan kebutuhan konsumen, dan keputusan untuk merek.

Faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen

Keputusan pembelian dari pembeli sangat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial,
pribadi dan psikologi dari pembeli.

1. Faktor-faktor kebudayaan

Faktor-faktor kebudayaan mempunyai pengaruh yang paling luas dan dalam perilaku
konsumen. Berikut ini kita akn melihat pada peran yang dimainkan oleh kebudayaan, Sub
Budaya dan Kelas Sosial.

 Kebudayaan

Merupakan faktor penentu yang paling dasar dari keinginan dan perilaku
seseorang.

 Sub Budaya

Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya sub-budaya yang lebih kecil yang
memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para
anggotanya. Sub-Budaya dapat dibedakan menjadi 4 jenis yaitu : Kelompok
Nasionalisme, Kelompok Keagamaan, Kelompok Ras dan Area Geografis.

 Kelas Sosial

Kelas-kelas sosial adalah kelompok-kelompok relatif homogen dan bertahan


lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan yang
keanggotaanya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa.

2. Faktor-Faktor Sosial

Perilaku konsumen juga akan dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial tertentu seperti kelompok
referensi, keluarga dan status dan peranan sosial.

 Kelompok Referensi

Kelompok referensi seseorang terdiri dari seluruh kelompok yang empunyai


pengaruh langsung ( tatap muka ) maupun tidak langsung terhadap sikap atau
perilaku seseorang.

 Keluarga

Anggota Keluarga membentuk referensi yang paling berpengaruh dalam


membentuk perilaku pembeli.

 Peran dan Status

Seseorang umumnya berpartisipasi dalam kelompok selama hidupnya,


keluarga, klub, organisasi.

3. Faktor Pribadi

Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karkteristik/ciri-ciri pribadinya, terutama


yang berpengaruh adalah umur dan tahapan dalam siklus hidup pembeli, pekerjaannya,
keadaan ekonominya, gaya hidupnya, pribadi dan konsep jati dirinya.

 Umur dan tahapan dalam siklus hidup


Orang membeli barang dan jasa selama hidupnya

 Pekerjaan

Pola konsumsi seseorang juga dipengaruhi oleh pekerjaanya

 Keadaan Ekonomi

Yang dimaksud dengan keadaan ekonomi seseorang adalah terdiri dari


pendapatan yang dapat dibelanjakan ( tingkatnya, stabilitasnya, dan polanya ),
tabungan dan hartanya ( termasuk persentasi yang mudah dijadikan uang),
kemampuan untuk meminjam dan sikap terhadap mengeluarkan lawan
menabung.

 Gaya Hidup

Pola hidup di dunia yang diekspresikan oleh kegiatan, minat dan pendapat
seseorang.

 Kepribadian dan Konsep diri

Karakteristik psikologis yang berbeda dari setiap orang yang memandang


responnya terhadap lingkungan yang relatif konsisten.

4. Faktor-Faktor Psikologis

 Motivasi

 Persepsi

Proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan masukan


informasi untuk menciptakan suatu ganbaran yang berarti dari dunia ini.

 Proses belajar

Perubahan dalam perilakuseseorang yang timbul dari pengalaman

 Kepercayaan dan Sikap


Suatu gagasan deskriptif yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu

erdasarkan data yang didapat dari obrolan di Twitter yang dilakukan Provetic, rentang usia 20
– 24 tahun menjadi usia user terbesar (45%) dari total responden sebanyak 4670 akun,
mendapati bahwa Top Wish List kalangan milenial ini merupakan perilaku konsumtif untuk
belanja, traveling, membeli tiket konser dan film yang menjadi prioritas.

Dalam acara Forum Ngobras yang diadakan di Trafique Coffee itu, Anton yang juga dikenal
sebagai disc jockey (DJ) terkenal hingga negara-negara ASEAN ini, mengingatkan, generasi
ini tidak bisa dibohongi, tidak suka hal-hal yang fake atau palsu. “Mereka sejak lahir sudah
banjir informasi, jadi sulit dibohongi. Pemasar harus berhati-hati, informasi sebuah produk itu
mudah mereka dapatkan,” ungkapnya.

Ivan Sudjana M.Psi., Dosen Fakultas Psikologi UI, menyoroti generasi milenial yang sangat
konsumtif tidak bisa dipisahkan dari kemudahan mereka untuk berbelanja. Misalnya, sistem
kredit yang jauh lebih mudah, dan maraknya belanja secara online.

“Mereka ini suka makan di kafe, diekpresikan ke media sosial terutama instagram. Perilaku
ini semakin menambah tingkat konsumsinya. Bahkan ada yang sampai di luar
kemampuannya. Semakin terbatas atau limited edition barangnya, maka akan semakin
bergaya jika di-upload ke media sosial,” Anton menambahkan.

Karena itu, Anton menyarankan, story telling adalah strategi yang tepat untuk menggarap
generasi ini. Bahkan, merek atau produk lama bukan penghalang. Sebab, dengan story
telling terutama melalui media sosial, justru buat mereka jadi keunikan tersendiri. Anton
menyebutkan, belum lama ini tren mangkok gambar ayam yang biasa digunakan pedagang
bakso jaman dulu. Tren itu tersebar karena story telling mangkok tersebut. Contoh lain,
kaleng Kong Guan yang meme gambar keluar di kalengnya berseliweran dengan berbagai
versi. “Semua itu dibuat oleh para generasi milenial,” ujarnya sambil tersenyum.

Generasi milenial, menurut Anton, juga sangat mengandalkan referensi teman dan apa yang
dia baca di media sosial atau internet. “Kami di The Good Dept. tidak bisa hanya
menyampaikan searah informasi sebuah produk, tapi kami juga harus mendengar apa yang
mereka tahu tentang produk yang kami jual. Jadi harus dua arah,” jelasnya. Dan, mereka ini
saat ini penentu pembelian. Anton bercerita, kini banyak orang tua dari generasi milenial di
The Good Dept. kini menjadi pelanggan juga. “Mereka akhirnya beli produk kami juga atas
ajakan anak-anaknya,” ujar Anton lagi.

Dan yang menarik, generasi milenial ini sangat easy come, easy go, terutama dalam hal
saving (menabung). Berbeda dengan generasi X atau generasi sebelumnya yang menabung
untuk jaga-jaga di masa depan atau uang disimpan untuk cadangan saat tidak terduga,
generasi milenial menabung untuk keperluan yang sudah pasti. Jadi, menabungnya lebih
bersifat jangka pendek. Mereka lebih mudah membelanjakan uang tabungan dan cenderung
tidak siap untuk tabungan masa depan. Perilaku konsumtif generasi milenial, terkadang
menimbulkan gesekan dengan orangtuanya. “Tetapi positifnya mereka tahu apa yang mereka
mau, dan berusaha keras mewujudkannya. Memang agak susah menggeser persepsi generasi
milenial ini, karena mereka berpikir uang mudah dicari,” tutur Ivan.
asymmetric information antara produsen dan konsumen. Produsen tahu betul detail-detail
produknya, sementara konsumen tak banyak tahu. Akibatnya, konsumen menggunakan brand
sebagai "acuan" dalam memilih produk yang akan dibeli. "Sebenarnya fungsi brand adalah
membantu konsumen membangun kenyamanan dalam mengambil keputusan pembelian.
Fungsi brand adalah mengurangi risiko saat konsumen menetapkan keputusan pembelian.
Itulah sebabnya perusahaan cenderung fokus membangun brand produk atau jasanya, bahkan
perusahaannya," katanya.

Nah, saat ini ada perubahan kondisi pasar bagi kelompok milenial menjadi symmetric
information, di mana brand menjadi tidak relevan lagi sebagai pertimbangan untuk membeli.
Teknologi digital telah memungkinkan kaum milenial mendapatkan informasi yang presisi
mengenai value sebuah produk. Apakah itu melalui tools, seperti search, rating, ataupun
review (SRR).

Pertanyaan yang menjadi pusat perhatian kita adalah : Bagaimana konsumen bereaksi
terhadap berbagai rangsangan yang dikendalikan oleh pemasar? . Perusahaan yang
memahami bagaimana konsumen akan bereaksi terhadap berbagai bentuk produk, harga,
daya tarik iklan yang berbeda dan sebagainya, akan mempunyai keuntungan besar atas para
pesaingnya. Itulah sebabnya para peneliti pemasaran bisnis mauoun akademis telah
meluangkan banyak energi dalam meneliti hubungan antara rangsangan pemasaran dan
tanggapan/respon konsumen.

Anda mungkin juga menyukai