Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum
Dalam kesehariannya manusia tak pernah lepas dari masalah kesehatan, baik itu menyangkut
air bersih, air buangan atau sampah jika tidak dirancang atau dikelola dengan baik Kesehatan
merupakan hal yang sangat berharga bagi manusia. Menjaga kesehatan manusia dapat dimulai
dengan menjaga kesehatan lingkungannya, baik tempat bekerja atau tempat pemukimannya
(Tresna Sastrawijaya, 1991).
Dalam hal ini, fasilitas sistem plambing yang baik memberikan andil yang cukup penting bagi
manusia untuk menjaga kesehatan lingkungan gedung tempat bekerja atau bermukim, dan
berperan besar dalam membantu kelancaran dari operasional gedung itu sendiri, misalnya saja
dalam memenuhi kebutuhan air bersih ataupun penyaluran air buangan dengan cepat
(Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000).
Fungsi dari peralatan plambing adalah:
 Menyediakan air bersih ke tempat-tempat yang dikehendaki dengan tekanan yang cukup,
 Membuang air kotor dari tempat-tempat tertentu tanpa mencemarkan bagian penting
lainnya.
Selain itu peralatan plambing juga ditujukan untuk penyaluran gas, penyaluran air hujan dan
pencegahan bahaya kebakaran dalam suatu bangunan (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo
Morimura, 2000).

2.2 Dasar- dasar Perencanaan Plambing


2.2.1 Dasar-dasar Sistem Penyediaan Air Bersih
2.2.1.1 Kualitas Air
Tujuan terpenting dari penyediaan air adalah menyediakan air bersih. Penyediaan air minum
dengan kualitas yang tetap baik merupakan prioritas utama. Banyak negara telah menetapkan
standar kualitas untuk tujuan ini. Untuk gedung-gedung yang dibangun di daerah yang tidak
tersedia fasilitas penyediaan air minum untuk umum, air baku haruslah diolah dalam gedung
atau dalam instalasi pengolahan agar dicapai standar kualitas air yang berlaku
(Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000).
2.2.1.2 Kebutuhan Air
Pemakaian air tergantung pada beberapa faktor yaitu: populasi, iklim, kebiasaan dan cara
hidup. Kebutuhan air bersih harus mencukupi siang dan malam, tersedia langsung bagi
pengguna tanpa adanya kekurangan air, sehingga ketersediaan air ini bisa berkelanjutan dan
memenuhi kebutuhan akan air itu sendiri baik masa sekarang maupun akan datang. Untuk
mendapatkan kebutuhan air yang cukup besar tentunya harus dilakukan pencarian sumber air
bersih yang memenuhi syarat kualitas dan kuantitas seperti: air tanah (air tanah dangkal, air
tanah dalam dan mata air) dan air permukaan (danau, sungai, dan sebagainya) (Suripin, 2004).
2.2.1.3 Pencemaran Air dan Pencegahannya
Sistem penyediaan air dingin meliputi beberapa peralatan seperti tangki air bawah tanah,
tangki air atas atap, pompa-pompa, perpipaan, dan lain-lain. Dalam peralatan-peralatan ini, air
bersih harus dapat dialirkan ke tempat-tempat yang dituju tanpa mengalami pencemaran
(Soufyan M.Noerbambang, 2000).
Hal-hal yang dapat menyebabkan pencemaran antara lain (Soufyan M.Noerbambang dan
Takeo Morimura, 2000):
 Masuknya kotoran hewan;
 Masuknya serangga ke dalam tangki;
 Terjadinya karat dan rusaknya tangki dan pipa;
 Terhubungnya pipa air bersih dengan pipa lain;
 Tercampurnya air bersih dengan air dari jenis kualitas lain;
 Aliran balik air dari jenis kualitas lain ke dalam pipa air bersih.
Adapun beberapa contoh pencemaran dan pencegahannya adalah (Soufyan M.Noerbambang
dan Takeo Morimura, 2000):
1. Larangan hubungan pintas
Yang dimaksud dengan hubungan pintas (cross connection) adalah hubungan fisik antara
dua sistem pipa yang berbeda, satu sistem pipa untuk air bersih dan sistem pipa lainnya
berisi air yang tidak diketahui atau diragukan kualitasnya, di mana air akan dapat mengalir
dari satu sistem ke sistem lainnya. Demikian pula sistem penyediaan air bersih tidak boleh
dihubungkan dengan sistem perpipaan lainnya. Sistem perpipaan air bersih dan
peralatannya tidak boleh terendam dalam air kotor atau bahan lain yang tercemar;
2. Pencegahan aliran balik
Aliran balik (back flow) adalah aliran air atau cairan lain, zat atau campuran, ke dalam
sistem perpipaan air bersih, yang berasal dari sumber lain yang bukan untuk air bersih.
Aliran balik tidak dapat dipisahkan dari hubungan pintas dan ini disebabkan oleh
terjadinya efek siphon-balik (back siphonage). Efek siphon-balik terjadi karena masuknya
aliran ke dalam pipa air bersih dari air bekas, air tercemar, dari peralatan saniter atau
tangki, disebabkan oleh timbulnya tekanan negatif dalam pipa. Sebagai contoh dapat
dilihat kemungkinan-kemungkinan pada bak mandi, bak cuci, mesin pencuci, dan lain-
lain. Apabila pencucian dilakukan dalam bak dengan slang air tersambung pada keran
sedang ujung slang terendam dalam air cucian, air kotor bekas cucian dapat terisap ke
dalam sistem pipa air bersih pada waktu tekanan negatif. Tekanan negatif dalam sistem
pipa sering disebabkan oleh terhentinya penyediaan air, atau karena pertambahan
kecepatan aliran yang cukup besar dalam pipa. Pencegahan aliran balik dapat dilakukan
dengan menyediakan celah udara atau memasang penahan aliran-balik;
3. Pukulan air
Penyebab pukulan air bila aliran dalam pipa dihentikan secara mendadak oleh keran atau
katup, tekanan air pada sisi atas akan meningkat dengan tajam dan menimbulkan
gelombang tekanan yang akan merambat dengan kecepatan tertentu, dan kemudian
dipantulkan kembali ke tempat semula. Gejala ini menimbulkan kenaikan tekanan yang
sangat tajam sehingga menyerupai suatu pukulan dan dinamakan gejala pukulan air
(water hammer). Pukulan mengakibatkan berbagai kesulitan seperti kerusakan pada
peralatan plambing, getaran pada sistem pipa, patahnya pipa, kebocoran, dan suara
berbisik sehingga dapat mengurangi umur kerja peralatan dan sistem pipa;
Pukulan air cenderung terjadi dalam keadaan sebagai berikut (Soufyan M.Noerbambang
dan Takeo Morimura, 2000):
 Tempat-tempat di mana katup ditutup/dibuka mendadak;
 Keadaan di mana tekanan air dalam pipa selalu tinggi;
 Keadaan di mana kecepatan air dalam pipa selalu tinggi;
 Keadaan di mana banyak jalur ke atas dan ke bawah dalam sistem pipa;
 Keadaan di mana banyak belokan dibandingkan jalur lurus;
 Keadaan di mana temperatur air tinggi.

II-2
Jelas bahwa pencegahan gejala pukulan air menyangkut tindakan untuk mengatasi
keadaan-keadaan diatas, dan meliputi cara-cara berikut ini (Soufyan M.Noerbambang dan
Takeo Morimura, 2000):
 Menghindarkan tekanan kerja yang terlalu tinggi;
 Menghindarkan kecepatan aliran yang terlalu tinggi;
 Memasang rongga udara atau alat pencegah pukulan-air;
 Menggunakan dua katup-bola-pelampung pada tangki air.
2.2.1.4 Sistem Penyediaan Air Dingin
Sistem penyediaan air dingin yang banyak digunakan dapat dikelompokkan dalam berbagai
jenis yaitu (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000).
1. Sistem sambungan langsung
Dalam sistem ini pipa distribusi dalam gedung disambung langsung dengan pipa utama
penyediaan air bersih Perusahaan Air Minum;
2. Sistem tangki atap
Dalam sistem ini, air ditampung terlebih dahulu dalam tangki bawah (yang berada di
lantai terendah bangunan atau di bawah muka tanah) dan kemudian dipompakan ke suatu
tangki atas yang biasanya dipasang di atas atap atau di atas lantai tertinggi bangunan, ini
dilakukan jika tekanan air kecil dari pipa utama, tapi jika tekanan air cukup tinggi tangki
bawah dapat dihilangkan;
3. Sistem tangki tekan
Kerja dari sistem ini yaitu air yang telah ditampung di dalam tangki bawah dipompakan ke
dalam suatu bejana (tangki) tertutup, sehingga udara di dalamnya terkompresi dan air
dapat dialirkan ke dalam sistem distribusi bangunan;
4. Sistem tanpa tangki (booster system)
Dalam sistem ini tidak digunakan tangki apapun baik tangki bawah, tangki tekan, ataupun
tangki atap. Air dipompakan langsung ke sistem distribusi bangunan dan pompa
menghisap air langsung dari pipa utama (misalnya, pipa utama Perusahaan Air Minum).
2.2.1.5 Pompa
Pompa yang menyedot air dari tangki bawah atau tangki bawah tanah dan mengalirkannya ke
tangki atas atau tangki atap dinamakan pompa angkat (mengangkat air dari bawah ke atas),
sedangkan pompa yang mengalirkan air ke tangki tekan dinamakan pompa tekan. Pompa
penyediaan air dapat diputar oleh motor listrik, motor turbin, motor baker, dan sebagainya
(Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000).
Jenis-jenis pompa penyediaan air yang banyak digunakan adalah (Soufyan M.Noerbambang
dan Takeo Morimura, 2000):
1. Pompa sentrifugal
Komponen dari pompa sentrifugal adalah impeller dan rumah pompa. Pompa dengan
impeller tunggal disebut pompa tingkat tunggal (single stage). Apabila beberapa impeller
dipasang pada satu poros dan air dialirkan dari impeller pertama ke impeller kedua dan
seterusnya secara berturutan, disebut pompa dengan tingkat banyak (multi stage)
2. Pompa submersibel
Pompa submersibel adalah suatu pompa dengan konstruksi di mana bagian pompa dan
motor listriknya merupakan suatu kesatuan dan terbenam dalam air. Pompa submersibel
terbagi atas pompa turbin untuk sumur dan pompa submersil untuk sumur dalam.
Kelebihan dan ciri-ciri pompa submersibel, adalah (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo
Morimura, 2000):

II-3
 Tidak diperlukan suatu bangunan pelindung pompa;
 Tidak berisik;
 Konstruksinya sederhana, karena tidak ada poros penyambung dan bantalan perantara;
 Pompa dapat bekerja pada kecepatan putaran tinggi;
 Mudah dipasang;
 Harga relatif murah.

2.2.2 Dasar-dasar Sistem Penyediaan Air Panas


Sistem penyediaan air panas adalah instalasi yang menyediakan air panas dengan
menggunakan sumber air bersih, dipanaskan dengan berbagai cara, baik langsung dari alat
pemanas ataupun melalui sistem perpipaan (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura,
2000).
2.2.2.1 Instalasi Penyediaan Air Panas
Dalam memenuhi kebutuhan akan air panas, ada dua jenis instalasi yang dapat di gunakan
yaitu (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000):
1. Instalasi lokal
Pada jenis ini suatu pemanas air dipasang di tempat atau berdekatan dengan alat plambing
yang membutuhkan air panas. Pemanas dapat menggunakan gas, listrik ataupun uap
sebagai sumber kalor;
2. Instalasi sentral
Jenis ini yaitu air panas yang dihasilkan di suatu tempat dalam gedung, kemudian dengan
pipa distribusi dialirkan keseluruh lokasi alat plambing yang membutuhkan air panas.
2.2.2.2 Temperatur air panas
Air panas dalam alat plambing digunakan untuk mencuci muka dan tangan, mandi, mencuci
pakaian, alat-alat dapur dan sebagainya. Temperatur air yang digunakan untuk berbagai
keperluan tersebut berbeda-beda. Standar temperatur air panas menurut jenis pemakaiannya
dapat dilihat pada Tabel 2.1 (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000).
Tabel 2.1
Standar temperatur air panas menurut jenis pemakaiannya
No Jenis Pemakaiannya Temperatur (◦C)
1 Minum 50-55
2 Mandi: - dewasa 42-45
- anak-anak 40-42
3 Pancuran mandi 40-43
4 Cuci muka dan cuci tangan 40-42
5 Cuci tangan untuk keperluan pengobatan 43
6 Bercukur 46-52
7 Dapur:
* Macam-macam keperluan 45
* Untuk mesin cuci:
- proses pencucian 45-60
- proses pembilasan 70-80
8 Cuci pakaian:
* Macam-macam pakaian 60
* Bahan sutra dan wol 33-49
* Bahan linen dan katun 49-60
9 Kolam renang 21-27
10 Cuci mobil (di bengkel) 24-30
Sumber: Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000

II-4
2.2.2.3 Sistem Pipa
Sistem penyediaan air panas dapat dibagi menjadi beberapa klasifikasi berdasarkan sistem
pipa, cara pengaliran dan cara sirkulasinya.
Menurut sistem pipanya dapat dibagi menjadi dua macam yaitu (Soufyan M.Noerbambang
dan Takeo Morimura,2000):
1. Sistem aliran ke atas (up feed)
Air panas dialirkan kepada alat-alat plambing melalui pipa-pipa cabang dari suatu pipa
utama yang di pasang pada lantai terbawah gedung;
2. Sistem aliran ke bawah (down feed)
Air panas dialirkan kepada alat-alat plambing melalui pipa-pipa cabang dari suatu pipa
utama yang dipasang pada lantai paling atas gedung.
Menurut cara penyediaannya dibagi lagi menjadi dua macam yaitu (Soufyan M.Noerbambang
dan Takeo Morimura,2000):
1. Sistem pipa tunggal
Pipa hanya akan mengantarkan air panas dari tangki penyimpanan atau pemanas tanpa
pipa balik;
2. Sistem sirkulasi atau dua pipa
Pipa akan menghantarkan air panas dari tangki penyimpanan atau pemanas dan kemudian
air akan dibalikkan kembali ke tangki penyimpanan dengan pipa balik apabila tidak ada
pemakaian air panas pada alat plambing.
Sedangkan menurut cara sirkulasinya dibedakan atas sirkulasi gravitasi dan sirkulasi paksaan
dengan menggunakan pompa.

2.2.3 Dasar-dasar Sistem Penyaluran Air Buangan


2.2.3.1 Jenis Air Buangan
Air buangan atau sering juga disebut air limbah adalah semua cairan yang dibuang baik yang
mengandung kotoran manusia, hewan, bekas tumbuh-tumbuhan maupun yang mengandung
sisa-sisa proses industri.
Air buangan dapat dibedakan atas (SNI 03-6481-2000):
1. Air kotor
Air buangan yang berasal dari kloset, peturasan, bidet dan air buangan mengandung
kotoran manusia yang berasal dari alat plambing lainnya;
2. Air bekas
Air buangan yang berasal dari alat-alat plambing lainnya, seperti: bak mandi (bath tub),
bak cuci tangan, bak dapur, dan lain-lain;
3. Air hujan
Air hujan yang jatuh pada atap bangunan;
4. Air buangan khusus
Air buangan ini mengandung gas, racun atau bahan-bahan berbahaya, seperti: yang
berasal dari pabrik, air buangan dari laboratorium, tempat pengobatan, rumah sakit,
tempat pemotongan hewan, air buangan yang bersifat radioaktif atau mengandung bahan
radioaktif, dan air buangan yang mengandung lemak.

II-5
2.2.3.2 Sistem Penyaluran Air Buangan
Sistem pembuangan air terdiri atas (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura,2000):
1. Sistem pembuangan air kotor dan air bekas
Sistem ini terdiri atas 2 macam yaitu:
 Sistem tercampur: sistem pembuangan yang mengumpulkan dan mengalirkan air kotor
dan air bekas kedalam satu saluran;
 Sistem terpisah: sistem pembuangan yang mengumpulkan dan mengalirkan air kotor
dan air bekas kedalam saluran yang berbeda.
2. Sistem penyaluran air hujan
Pada dasarnya air hujan harus disalurkan melalui sistem pembuangan yang terpisah dari
sistem pembuangan air bekas dan air kotor. Jika dicampurkan, maka apabila saluran
tersebut tersumbat, ada kemungkinan air hujan akan mengalir balik dan masuk kedalam
alat plambing terendah dalam sistem tersebut.
Dalam sistem penyaluran air buangan, air buangan yang biasanya mengandung bagian-bagian
padat harus mampu dialirkan dengan cepat. Untuk maksud tersebut pipa pembuangan harus
mempunyai ukuran dan kemiringan yang cukup dan sesuai dengan banyak dan jenis air
buangan yang akan dialirkan. Sistem penyaluran air hujan pada prinsipnya hanya mengalirkan
debit hujan yang terjadi di atap bangunan ke tempat yang diinginkan, seperti: drainase
perkotaan.

2.2.3.3 Perangkap Air Buangan


Tujuan utama sistem pembuangan adalah mengalirkan air buangan dari dalam gedung keluar
gedung, ke dalam instalasi pengolahan atau riol umum, tanpa menimbulkan pencemaran pada
lingkungan maupun terhadap gedung itu sendiri. Karena alat plambing tidak terus menerus
digunakan, pipa pembuangan tidak selalu terisi air dan dapat menyebabkan masuknya gas
yang berbau ataupun beracun, bahkan serangga. Untuk mencegah hal ini, harus dipasang
suatu perangkap sehingga bisa menjadi penyekat atau penutup air yang mencegah masuknya
gas-gas tersebut (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000).
Suatu perangkap harus memenuhi syarat-syarat berikut (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo
Morimura, 2000):
1. Kedalaman air penutup
Kedalaman air penutup ini biasanya berkisar antara 50 mm sampai 100 mm. Pada
kedalaman 50 mm, kolom air akan tetap dapat diperoleh penutup air sebesar 25 mm
dengan tekanan (positif maupun negatif) sebesar 25 mm. Angka 100 mm merupakan
pedoman batas maksimum, walaupun batas ini tidak mutlak. Ada beberapa alat plambing
khusus yang mempunyai kedalaman air penutup lebih dari 100 mm, tetapi perangkapnya
dibuat dengan konstruksi yang mudah dibersihkan;
2. Konstruksinya harus sedemikian rupa agar selalu bersih dan tidak menyebabkan kotoran
tertahan atau mengendap;
3. Konstruksinya harus sedemikian rupa sehingga fungsi air sebagai penutup tetap dapat
terpenuhi;
Kriteria yang harus dipenuhi untuk syarat ini adalah:
 Selalu menutup kemungkinan masuknya gas dan serangga;
 Mudah diketahui dan diperbaiki kalau ada kerusakan;
 Dibuat dari bahan yang tidak berkarat.
4. Konstruksi perangkap harus cukup sederhana agar mudah membersihkannya karena
endapan kotoran lama kelamaan akan tetap terjadi;

II-6
5. Perangkap tidak boleh dibuat dengan konstruksi di mana ada bagian bergerak ataupun
bidang-bidang tersembunyi yang membentuk sekat penutup.
Perangkap alat plambing dapat dikelompokkan sebagai berikut (Soufyan M.Noerbambang
dan Takeo Morimura, 2000):
1. Yang dipasang pada alat plambing
 Perangkap jenis P, berbentuk menyerupai huruf P dan banyak digunakan. Perangkap
jenis ini dapat diandalkan dan sangat stabil kalau dipasang pipa ven. Perangkap jenis P
biasanya dipasang pada kloset, lavatory, dan lain-lain;
 Perangkap jenis S, berbentuk menyerupai huruf S dan seringkali menimbulkan
kesulitan akibat efek siphon, biasanya dipasang pada lavatory.
2. Yang dipasang pada pipa pembuangan
 Perangkap jenis U, berbentuk menyerupai huruf U dan dipasang pada pipa
pembuangan mendatar, umumnya untuk pembuangan air hujan. Kelemahan jenis ini
adalah memberikan tambahan tahanan terhadap aliran. Perangkap jenis ini biasanya
dipasang pada peturasan, pada pipa pembuangan air hujan di dalam tanah;
 Perangkap jenis tabung, mempunyai sekat berbentuk tabung, sehingga mengandung
air lebih banyak dibandingkan jenis-jenis lainnya sehingga air penutup tidak mudah
hilang, biasanya dipasang pada floor drain dan bak cuci dapur.
3. Yang menjadi satu dengan alat plambing
Perangkap jenis ini merupakan bagian dari alat plambing itu sendiri, misalnya pada kloset
dan beberapa jenis peturasan;
4. Yang dipasang di luar gedung.

2.2.4 Dasar-dasar Sistem Ven


Sistem ven merupakan bagian penting dalam sistem suatu pembuangan, sedangkan tujuan
dari sistem ven ini antara lain (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000):
1. Menjaga sekat perangkap dari efek sifon atau tekanan;
2. Menjaga aliran yang lancar dalam pipa pembuangan;
3. Mensirkulasi udara dalam pipa pembuangan.
Karena tujuan utama dari sistem ven ini adalah menjaga agar perangkap tetap mempunyai
sekat air, oleh karena itu pipa ven harus dipasang sedemikian rupa agar mencegah hilangnya
sekat air tersebut.

2.2.4.1 Jenis Sistem Ven


Sistem itu sendiri dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu (Soufyan M.Noerbambang dan
Takeo Morimura, 2000):
1. Sistem ven tunggal (individual)
Pipa ven dipasang untuk melayani satu alat plambing dan disambungkan kepada sistem
ven lainnya atau langsung terbuka ke udara luar;
2. Sistem ven lup
Pipa ven yang melayani dua atau lebih perangkap alat plambing dan disambungkan
kepada ven pipa tegak;
3. Sistem ven tegak
Pipa ini merupakan perpanjangan dari pipa tegak air buangan diatas cabang mendatar pipa
air buangan tertinggi;
4. Sistem ven lainnya, diantaranya:

II-7
 Ven bersama
Pipa ven yang melayani perangkap dari dua alat plambing yang dipasang bertolak
belakang atau sejajar dan dipasang pada tempat di mana kedua pipa pengering alat
plambing tersebut disambungkan bersama;
 Ven basah
Ven yang juga berfungsi sebagai pipa pembuangan;
 Ven menerus
Ven tegak yang merupakan kelanjutan dari pipa pembuangan yang dilayaninya;
 Ven sirkit
Ven cabang yang melayani dua perangkap atau lebih dan berpangkal dari bagian depan
penyambungan alat plambing terakhir suatu cabang datar pipa pembuangan sampai ke
pipa tegak ven;
 Ven pelepas
Pipa ven yang dipasang pada tempat khusus untuk menambah sirkulasi udara antara
sistem pembuangan dan sistem ven.
2.2.4.2 Persyaratan Pipa Ven
Adapun persyaratan yang harus dipenuhi dalam sistem plambing antara lain (Soufyan
M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000):
1. Kemiringan pipa ven
Pipa ven harus dibuat dengan kemiringan cukup agar titik air yang terbentuk atau air yang
terbawa masuk kedalamnya dapat mengalir secara gravitasi ke pipa pembuangan;
2. Cabang pada pipa ven
Dalam membuat cabang pipa ven harus diusahakan agar udara tidak akan terhalang oleh
masuknya air kotor atau air bekas manapun. Pipa ven untuk cabang mendatar pipa air
buangan harus disambungkan secara vertikal pada bagian tertinggi dari penampang pipa
cabang tersebut, jika terpaksa dapat disambungkan dengan sudut tidak lebih dari 45o
terhadap vertikal. Syarat ini bertujuan untuk mencegah masuknya air buangan pada pipa
yang dalam keadaan penuh ke dalam pipa ven;
3. Letak bagian mendatar pipa ven
Dari tempat sambungan pipa ven dengan cabang mendatar pipa air buangan, pipa ven
tersebut harus dibuat tegak sampai sekurang-kurangnya 150 mm di atas muka air banjir
alat plambing tertinggi yang dilayani oleh ven tersebut, sebelum dibelokkan mendatar atau
disambungkan kepada cabang pipa ven. Walaupun demikian cukup banyak ditemukan
keadaan di mana terpaksa dipasang pipa ven di bawah lantai. Pipa ven semacam itu
melayani pipa cabang mendatar air buangan dan dari tempat sambungannya dengan
cabang mendatar tersebut pipa ven hanya dibuat pendek dari sambungannya dari arah
tegak kemudian langsung dibelokkan mendatar masih dibawah lantai (tetapi letaknya
masih berada di atas cabang mendatar tersebut);
4. Ujung pipa ven
Ujung pipa ven harus terbuka ke udara luar, tetapi harus dengan cara yang tidak
menimbulkan gangguan kesehatan.

2.2.5 Dasar-dasar Sistem Pencegahan Kebakaran


Prinsip dari sistem pencegahan kebakaran ini adalah harus selalu tersedia volume air yang
cukup untuk keperluan pencegahan kebakaran, tanpa mengganggu pemakaian air bersih.

II-8
2.2.5.1 Pipa Tegak dan Slang Kebakaran
Pipa tegak dan slang kebakaran adalah suatu rangkaian perpipaan, katup, penyambung slang
kebakaran, slang kebakaran, dan sistem penyediaan air yang digunakan untuk menanggulangi
kebakaran.
Sistem dari pipa tegak dan slang kebakaran mempunyai berbagai jenis yaitu:
1. Wet Stand Pipe System
Yaitu pipa tegak dengan pipa yang selalu berisi air dan tekanan air pada sistem di jaga
tetap. Katup suplai air pada sistem ini selalu dalam kondisi terbuka dan bila katup slang
kebakaran dibuka maka air akan mengalir keluar;
2. Dry Stand Pipe System
Suatu pipa tegak yang tidak berisi air, di mana peralatan penyediaan air akan mengalirkan
air ke sistem secara otomatis jika katup slang kebakaran dibuka;
3. Sistem pipa tegak dengan pengadaan air ke sistem melalui operasi manual
Yaitu dengan menggunakan kontrol jarak jauh yang terletak pada kotak slang kebakaran
untuk menghidupkan suplai air;
4. Sistem pipa tegak tanpa suplai air yang permanen
Jenis ini digunakan untuk mengurangi waktu yang diperlukan petugas pemadam
kebakaran untuk membawa slang kebakaran ke lantai atas pada gedung tinggi dan suplai
air diperoleh dari mobil tangki pemadam kebakaran.
Jika dilihat dari manusia yang mengoperasikannya maka sistem pipa tegak dan slang
kebakaran digolongkan atas 3 kelas pelayanan, yaitu:
1. Kelas 1
Sistem pipa tegak dan slang kebakaran yang dioperasikan oleh petugas pemadam
kebakaran dan mereka yang terlatih untuk menangani kebakaran besar dan ukuran slang
yang digunakan berdiameter 2,5”;
2. Kelas 2
Sistem pipa tegak dan slang kebakaran yang dioperasikan oleh penghuni bangunan sendiri
sambil menunggu petugas pemadam kebakaran datang dan ukuran slang yang digunakan
berdiameter 1,5”;
3. Kelas 3
Sistem pipa tegak dan slang kebakaran yang dioperasikan oleh penghuni bangunan dan
petugas pemadam kebakaran dan ukuran slang yang digunakan berdiameter 1,5” dan 2,5”.

2.2.5.2 Sprinkler
Sistem sprinkler otomatis akan bekerja jika fusible bulb / fusible link penahan orifice kepala
sprinkler pecah/meleleh akibat panas dari kebakaran, sehingga air menyembur keluar dari
kepala sprinkler. Akibatnya tekanan air dari dalam pipa akan berkurang, katup pengontrol
akan terbuka dan pompa akan bekerja memompakan air dari bak penampung ke jaringan pipa
yang dibantu juga dengan pressure tank. Aliran air yang melalui katup pengontrol akan
mengaktifkan tanda bahaya yang terletak di dekat katup kontrol.
Jenis-jenis sistem sprinkler adalah (Dept.Pekerjaan umum, 1987):
1. Wet Pipe System
Jenis ini menggunakan kepala sprinkler otomatis yang dipasang pada jaringan pipa berisi
air yang bertekanan sepanjang waktu. Jika terjadi kebakaran, sprinkler akan diaktifkan
oleh panas yang membuka penahan orifice kepala sprinkler dan air akan segera

II-9
menyembur, akibatnya tekanan air pada pipa akan berkurang dan katup kontrol akan
membuka dan mengaktifkan pompa kebakaran;
2. Dry Pipe System
Jenis ini menggunakan kepala sprinkler otomatis yang dipasang pada pipa berisi udara
atau nitrogen yang bertekanan. Jika kepala sprinkler terbuka karena panas dari api,
tekanan udara akan berkurang dan katup kontrol dry pipe akan terbuka oleh tekanan air,
sehingga pompa kebakaran akan hidup dan air akan mengalir mengisi jaringan dan
menyembur dari kepala sprinkler yang terbuka;
3. Preaction System
Sistem ini adalah sistem dry pipe dengan udara bertekanan atau tanpa tekanan pada pipa.
Jika terjadi kebakaran maka alat deteksi akan bekerja dan mengaktifkan pembuka katup
kontrol, sehingga air mengalir mengisi pipa dan keluar dari kepala sprinkler otomatis
yang terbuka akibat panas dari api;
4. Deluge System
Sistem ini sama dengan preaction system, kecuali bahwa semua kepala dalam keadaaan
terbuka. Jika api mengaktifkan peralatan deteksi, maka katup kontrol sprinkler akan
terbuka dan air akan mengalir disepanjang pipa dan keluar dari semua kepala sprinkler
pada daerah operasi dan membanjiri daerah operasi;
5. Kombinasi Dry dan Preaction
Sistem ini berisi udara bertekanan. Jika terjadi kebakaran, peralatan deteksi akan
membuka katup kontrol air dan udara dikeluarkan pada akhir pipa suplai, sehingga sistem
ini akan berisi air dan bekerja seperti wet pipe.
Sistem sprinkler yang ada didesain berdasarkan atas jenis hunian itu sendiri, seperti ukuran
pipa, jarak kepala sprinkler, densitas semburan sprinkler dan kebutuhan airnya sendiri.
Berdasarkan jumlah barang yang mudah terbakar dan sifat mudah terbakarnya, maka jenis
hunian diklasifikasikan atas:
1. Hunian bahaya dengan kebakaran ringan
Adalah jenis hunian di mana jumlah dan sifat mudah terbakar dari isi gedung tergolong
rendah dan kebakaran dengan pelepasan panas yang rendah. Contohnya: sekolah, rumah
sakit, museum, perpustakaan, hotel, tempat tinggal, dan sebagainya;
2. Hunian bahaya dengan kebakaran sedang
Jenis ini dibedakan atas 3 kelompok yaitu:
 Kelompok I: Untuk sifat mudah terbakar yang rendah, jumlah bahan yang mudah
terbakar menengah dan kebakaran dengan pelepasan panas menengah seperti: tempat
parkir mobil, pabrik roti, pengolahan susu, pabrik elektronika, dan sebagainya;
 Kelompok II: Untuk jumlah dan sifat mudah terbakar dari isi gedung tergolong
menengah dan kebakaran dengan pelepasan panas menengah. Seperti: pabrik pakaian,
tumpukan buku perpustakaan, percetakan, pabrik tembakau, dan sebagainya;
 Kelompok III: Untuk jumlah dan atau sifat mudah terbakar dari isi gedung tergolong
tinggi dan kebakaran dengan pelepasan panas yang tinggi, seperti : pabrik gula, pabrik
kertas, pabrik ban, bengkel, dan sebagainya;
3. Hunian bahaya dengan kebakaran tinggi
Yang termasuk kelas ini adalah hunian yang dianggap rawan terhadap bahaya kebakaran.
Contohnya hanggar pesawat, pabrik plastik, perakitan bahan peledak, dan sebagainya.

II-10
Setiap sistem sprinkler harus memiliki sumber penyediaan air otomatis dengan kapasitas dan
tekanan yang memadai untuk mensuplai sistem sprinkler dengan periode minimal 30 menit.
Sumber air untuk sistem sprinkler dapat diperoleh dari: sistem air PAM, pompa kebakaran
otomatis, tangki tekan, dan tangki gravitasi (Standar Nasional Indonesia, 2000).

2.2.5 Dasar-dasar Sistem Penyaluran Air Hujan


Dalam sistem pengaliran air hujan yang harus diperhatikan hanyalah luas tangkapan hujan
dan arah aliran dari air, sedangkan prinsip pengalirannya tidak jauh berbeda dengan air
buangan.
2.3 Dasar-dasar Perhitungan Sistem Plambing
2.3.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Bersih
Dalam perencanaan air bersih hal-hal yang harus dipertimbangkan dan diperhatikan antara
lain (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000):
1. Laju aliran
Dalam perencanaan sistem penyediaan air untuk suatu bangunan, kapasitas peralatan dan
ukuran-ukuran pipa didasarkan pada jumlah dan laju aliran yang harus disediakan kepada
bangunan tersebut. Metoda yang digunakan dalam menaksir jumlah pemakaian air
berdasarkan jumlah pemakai.
Metoda ini didasarkan pada pemakaian air rata-rata sehari setiap penghuni dan perkiraan
jumlah penghuni. Dengan demikian jumlah pemakaian air sehari dapat ditentukan.
Apabila jumlah penghuni diketahui atau ditetapkan pada suatu gedung, maka angka
tersebut dipakai untuk menghitung pemakaian air rata-rata sehari berdasarkan standar
pemakaian air orang per hari sesuai dengan sifat penggunaan gedung tersebut. Jika jumlah
penghuni tidak diketahui, biasanya ditaksir berdasarkan luas lantai dan menetapkan
kepadatan hunian perluas lantai. Luas lantai yang dimaksud adalah luas lantai efektif.
Untuk memperkirakan jumlah kebutuhan air dalam perancangan digunakan persamaaan:
Qd
Qh  …………………………………………(2.1)
T
Q h  max  c1  Q h ……………………………………..(2.2)

Q 
Q m  max  c 2  h  ………………………….....……….
 60 
(2.3)
di mana: Qd = pemakaian air sehari (m3/hari)
Qh = pemakaian air rata-rata perjam (m3/jam)
T = jangka waktu pemakaian air (jam)
Qh-max = debit jam puncak (m3/jam)
Qm-max = debit menit puncak (m3/menit)
c1 , c2 = konstanta dengan nilai 1,5 – 2 dan 3 – 4
2. Tangki Bawah dan Tangki Atas
Tangki (reservoar) bawah berfungsi menyimpan air untuk kebutuhan selama sehari dan
tangki atas berfungsi untuk menampung kebutuhan puncak, dan biasanya disediakan
dengan kapasitas cukup untuk jangka waktu kebutuhan puncak. Dalam perhitungan
kapasitas tangki bawah dan tangki atas didasarkan pada fluktuasi pemakaian air tiap jam
selama sehari. Untuk menghitung kapasitas tangki atas dan tangki bawah digunakan
persamaan:

II-11
Tangki Bawah
( VR )  Qd  Qs  T ..............................................................(2.4)

di mana: Qd = kebutuhan air sehari (m3/hari)


Qs = kapasitas pipa dinas (m3/jam)
T = rata-rata pemakaian air perhari (jam/hari)

Tangki Atas

( VE )   Qm  max  Qh  max   Tp   Q pu  Tpu  ...........................................


..(2.5)
dimana: Qm-max = kebutuhan menit puncak (liter/menit)
Qh-max = kebutuhan jam puncak (liter/menit)
Qpu = kapasitas pompa pengisi (liter/menit)
Tp = jangka waktu pengisian puncak (menit)
Tpu = jangka waktu kerja pompa pengisi (menit)
3. Kebutuhan alat plambing
Menurut Badan Standarisasi Nasional tahun 2000, kebutuhan alat plambing dibedakan
atas dasar fungsi gedung, yaitu untuk hunian niaga, hunian industri, hunian gudang,
hunian kumpulan, hunian usaha, hunian lembaga (meliputi: rumah sakit, rumah sakit jiwa,
lembaga permasyarakatan), kolam renang dan pemandian umum, dan rumah makan. Mal
memiliki fungsi sebagai hunian kumpulan yang terbatas lingkup gerak pengunjung,
sehingga harus dilengkapi dengan alat plambing sesuai ketentuan. Jumlah dan jenis alat
plambing yang disyaratkan untuk pengunjung sama dengan syarat untuk hunian
kumpulan, yang dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2
Jumlah Kloset, Bak Cuci Tangan dan Peturasan untuk Hunian Kumpulan
Jumlah Jumlah Jumlah bak Jumlah Jumlah Jumlah pengunjung
kloset Pengunjung cuci tangan pengunjung peturasan laki-laki
1 1 - 100 1 1 – 100 1 1 - 100
2 101 - 200 2 101 – 200 2 101 - 200
3 201 - 400 3 201 – 400 3 201 - 400
4 401 - 700 4 401 – 700 4 401 - 700
5 701 - 1100 5 701 – 1100 5 701 - 1100
Pengunjung lebih dari
Pengunjung lebih dari 1100
1100 orang ditambahkan 1 Pengunjung lebih dari 1100 orang
orang ditambahkan 1 kloset
kloset untuk setiap ditambahkan 1 kloset untuk setiap
untuk setiap pertambahan 400
pertambahan 400 orang pertambahan 400 orang pengunjung
orang pengunjung
pengunjung
Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2000
Keterangan:
a. Pancaran air minum atau alat plambing sejenis harus disediakan untuk setiap 1100 orang pengunjung
atau sekurang-kurangnya sebuah alat plambing sejenis tersebut disediakan pada setiap tingkat bangunan
atau balkon.
b. Bila dalam ruangan proyektor terdapat lebih dari sebuah proyektor, maka harus dilengkapi sekurang-
kurangnya dengan sebuah kloset dan sebuah bak cuci tangan di lantai yang bersangkutan dan terletak
69-7 m dari ruang proyektor tersebut.
c. Alat plambing untuk pengunjung dapat pula dipakai oleh karyawan, akan tetapi setidak-tidaknya
fasilitas toilet karyawan harus sesuai dengan jumlah dan jenis yang disyaratkan untuk karyawan seperti
pada bangunan usaha.

II-12
d. Fasilitas toilet untuk laki-laki dan perempuan harus terpisah serta harus mudah dicapai.
4. Ukuran pipa
Untuk menentukan ukuran pipa distribusi air bersih baik untuk pipa tegak maupun pipa
cabang mendatar, di pakai metoda untuk menentukan besarnya fixture unit masing-
masing alat plambing yang didapat dari Tabel 2.3. Berdasarkan fixture unit tersebut lalu
ditentukan laju aliran air. Lengkung perkiraan kebutuhan air dapat dilihat pada Gambar
2.1.
Tabel 2.3
Beban Unit Alat Plambing
Unit Beban Alat
Alat Plambing Jenis Penyediaan Air (1)
UmumPlambing
Pribadi
Closet Katup gelontor 10 6
Lavatory Kran 2 1
Urinal Katup gelontor 5 -
Shower Kran pencampur air dingin dan panas 4 2
Kitchen sink Kran 5 -
Sumber: Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura,2000

(a) Untuk unit beban sampai 3000

(b) Untuk unit beban sampai 250 (skala gambar diperbesar)


Gambar 2.1 Hubungan Unit Alat Plambing dengan Laju Aliran
Sumber: Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura,2000
II-13
5. Headloss Pipa Distribusi
Setelah didapat diameter pipa yang direncanakan, maka headloss pipa dapat diketahui.
Penetapan jenis perlengkapan pipa (fitting) ditentukan berdasar gambar denah/isometri
dan diameter pipa yang telah ditentukan. Panjang ekivalen (L ek) perlengkapan pipa didapat
dari Tabel 2.4, sedangkan panjang pipa (Lpipa) diperoleh dari gambar denah perpipaan air
minum. Panjang total (Ltot) merupakan jumlah dari panjang ekivalen perlengkapan pipa
dan panjang pipa.
Tabel 2.4
Panjang Ekivalen Perlengkapan Pipa
Panjang ekivalen ( m )
Diameter
T 90° T 90° Katup
nominal Belokan Belokan Katup Katup Katup
Aliran Aliran satu
(mm) 90° 90° sorong bola sudut
cabang lurus arah
15 0,60 0,36 0,90 0,18 0,12 4,5 2,4 1,2
20 0,75 0,45 1,2 0,24 0,15 6,0 3,6 1,6
25 0,90 0,54 1,5 0,27 0,18 7,5 4,5 2,0
32 1,2 0,72 1,8 0,36 0,24 10,5 5,4 2,5
40 1,5 0,90 2,1 0,45 0,30 13,5 6,6 3,1
50 2,1 1,2 3,0 0,60 0,39 16,5 8,4 4,0
65 2,4 1,5 3,6 0,75 0,48 19,5 10,2 4,6
80 3,0 1,8 4,5 0,90 0,63 24,0 12,0 5,7
100 4,2 2,4 6,3 1,2 0,81 37,5 16,5 7,6
125 5,1 3,0 7,5 1,5 0,99 42,0 21,0 10,0
150 6,0 3,6 9,0 1,8 1,2 49,5 24,0 12,0
200 6,5 3,7 14,0 4,0 1,4 70,0 33,0 15,0
250 8,0 4,2 20,0 5,0 1,7 90,0 43,0 19,0

Sumber: Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura,2000

Kehilangan tekanan tiap satuan panjang diperoleh dari persamaan:

Q
H  0.54  L ……………………………………….(2.6)
1.67  C  d 2.63  1000
di mana : Q = laju aliran (l/menit)
C = koefisien kekasaran pipa (diambil angka 120)
d = diameter pipa (m)
H = headloss (m)
L = panjang pipa (m)

II-14
Gambar 2.2(a) Kerugian Gesek dalam Pipa Baja Karbon
Sumber: Morimura dan Noerbambang, 2000

II-15
Gambar 2.2(b) Kerugian Gesek dalam Pipa PVC-kaku
Sumber: Morimura dan Noerbambang, 2000

II-16
6. Pompa
Jika akan digunakan sistem dengan tangki atas atau dengan tangki bawah kombinasi
dengan tangki tekan, maka diperlukan pompa untuk menaikkan air. Kapasitas pompa
biasanya diambil sama dengan kebutuhan air pada jam maksimum, sedangkan jika
digunakan sistem tanpa tangki kapasitas pompa diambil sama dengan kebutuhan air
puncak. Kecepatan air yang disarankan dalam pipa hisap berkisar antara 2–3 m/dt dan
kadang-kadang sampai dengan 4 m/dt. Untuk menentukan daya pompa terlebih dahulu
ditentukan tinggi angkat pompa, dengan rumus sebagai berikut :
v2
H  H a  H fsd  ……………….....................……………….(2.7)
2g
di mana: H = tinggi angkat total (m)
Hs = tinggi potensial (m)
Hfsd = kerugian gesek dalam pipa hisap dan pipa tekan (m)
V2/2g = tekanan kecepatan pada lubang keluar pipa (m)
Maka, daya poros pompa ditentukan dengan rumus berikut:

 0.163  Q  H   
Np  ………………………………………….
p
(2.8)
di mana: Np = daya poros pompa (hp)
Q = kapasitas pompa (m3/menit)
H = tinggi angkat total (m)
 = berat spesifik (kg/l)
p = efisiensi pompa
Untuk efisiensi pompa dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut ini :

Gambar 2.2(c) Efisiensi Pompa Sentrifugal Ukuran Kecil

II-17
Gambar 2.2(d) Efisiensi Pompa Sentrifugal Kecil, Bertingkat Banyak

Daya motor pompa ditentukan dengan rumus berikut:


(0.163  Q  H   )(1  A)
Nm  ……………………………..……..(2.9)
 p  k

di mana: A = Faktor yang bergantung jenis motor


0,1 s/d 0,2 untuk motor listrik
0,2 untuk motor bakar besar
0,25 untuk motor bakar kecil
k = efisiensi hubungan poros
1 untuk poros kopel langsung
0,9 sampai 0,95 untuk ban mesin dan roda gigi

7. Tangki Tekan
Prinsip kerja tangki tekan adalah sebagai berikut: air yang telah ditampung dalam tangki
bawah dipompakan ke tangki tertutup sehingga udara didalamnya terkompresi yang
kemudian air dalam tangki tersebut di alirkan ke sistem distribusi bangunan. Pada
penggunaan tangki tekan ini pompa bisa berhenti beberapa saat setelah tekanan dalam
tangki telah mencapai suatu batas maksimum yang telah ditetapkan dan berhenti pada
batas minimum yang telah ditetapkan pula. Daerah fluktuasi tekanan biasanya ditetapkan
antara 1 sampai 1,5 kg/cm2. Untuk melayani kebutuhan air yang besar maka akan
diperlukan tangki tekan yang besar pula. Maka untuk mengatasi hal ini tekanan awal
udara dalam tangki tekan dibuat lebih besar dari tekanan atmosfir. Udara dimasukkan ke
dalam pressure tank dengan bantuan kompresor.
V' p' p
 100  100 ……………………………….
V p'1,033
(2.10)
di mana: V = volume tangki total pada tekanan p (m3)
V’ = volume tangki pada tekanan p’ (m3)
p = tekanan udara awal (kg/cm2)
p’ = tekanan udara akhir (kg/cm2)

II-18
2.3.2 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas
1. Laju Aliran Air Panas
Dalam penentuan laju aliran air panas digunakan cara berdasarkan jumlah orang seperti
pada penentuan laju aliran untuk air dingin (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo
Morimura, 2000):
 Perhitungan berdasarkan jumlah orang
Untuk setiap jenis pemakaian gedung jumlah kebutuhan air panas sehari dapat
dihitung berdasarkan jumlah orang dan kebutuhan air panas setiap orang setiap
harinya. Rumus yang digunakan antara lain:

Qd  N  q d ………………………………………..(2.11)

Qh  Qd  q h ………………………………………….(2.12)

V  Qd  v …………………………………………….(2.13)

H  Qd     t h  t c  ……………………………....…(2.14)
di mana: Qd = jumlah air panas per hari (l/hari)
N = jumlah orang pemakai air panas
qd = kebutuhan air panas orang per hari (l/org/hari)*
Qh = laju aliran air panas maksimum (l/jam)
qh = maksimum per jam untuk pemakaian seharian (l/jam)*
V = volume tangki penyimpanan (liter)
H = kapasitas pemanas (kcal/jam)
γ = berat spesifik (kg/l)
th = temperatur air panas (oC)
tc = temperatur air dingin (oC)
v = kapasitas tangki penyimpanan untuk pemakaian sehari (liter)*
 Berdasarkan jenis dan jumlah alat plambing
Laju aliran panas maksimum yang diperlukan dapat dihitung dengan mengalikan
jumlah alat plambing dengan jumlah air panas tiap alat plambing dan
menjumlahkannya, kemudian mengalikannya dengan faktor pemakaian alat plambing;

Tabel 2.5
Pemakaian Air Panas Tiap Alat Plambing
Menurut Jenis Penggunaan Gedung
Alat Plambing Laju aliran ( liter/jam )
Sink 38
Pancuran Mandi 114
Faktor pemakaian 0,30
Koef kapasitas pemanas 1,25
Sumber: Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura,2000

2. Penentuan Kapasitas Pemanas dan Volume Tangki Penyimpan Air Panas


Volume tangki penyimpan air panas dapat dihitung dengan mengalikan Qh dengan
koefisien kapasitas pemanas. Untuk menghitung kapasitas pemanas, dilakukan dengan
mengalikan Qh dengan beda temperatur air panas dengan air dingin yang masuk pemanas;

II-19
3. Penentuan Ukuran Pipa
Penentuan ukuran pipa air panas dilakukan dengan cara yang sama seperti penentuan
ukuran pipa air dingin yaitu dengan menentukan laju aliran air pada setiap bagian pipa.
Lengkung laju aliran dapat dilihat pada Gambar 2.3. Cara yang biasa digunakan yaitu
dengan menghitung jumlah fixture unit masing-masing alat plambing air panas, mirip
seperti pada air dingin, dengan menggunakan Tabel 2.6;

Tabel 2.6 Unit Alat Plambing untuk Air Panas

No Alat Plambing Unit Alat Plambing


1. Sink 0,75
2. Shower 1,5
3. Lavatory 0,75
4. Bathtube 1,5
Sumber: Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura,2000

Gambar 2.3 Pengaliran Serentak Berdasar Unit Alat Plambing Air Panas
Sumber: Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000

4. Pompa
Pompa yang digunakan pada penyediaan air panas juga berfungsi untuk pompa sirkulasi.
Pompa sirkulasi ini digunakan agar aliran air panas tetap mengalir walaupun tidak ada
pemakaian alat plambing untuk air panas. Selain itu pompa ini juga harus mampu untuk
memenuhi kebutuhan puncak air panas. Laju aliran air panas sirkulasi diperlukan untuk
mengatasi kerugian panas dalam pipa. Tekanan yang dibutuhkan oleh pompa ini
ditentukan berdasarkan kerugian gesek dalam pipa hantar dan pipa balik terjauh, tidak
termasuk kerugian gesek dalam pipa-pipa cabang karena air sirkulasi tidak masuk ke
dalam pipa cabang. Laju aliran sirkulasi dapat ditentukan dengan persamaan:
Q
W sir  ……………………………………..(2.15)
(t h  t b )  60

di mana: Wsir = Laju aliran sirkulasi ( liter/menit )


Q = Kerugian panas ( kcal/jam )
th = Temperatur dalam pipa hantar ( oC )
tb = Temperatur pipa balik ( oC )

II-20
Biasanya beda temperatur air dalam pipa hantar dan pipa balik untuk sirkulasi paksaan
diambil 5oC. Perhitungan kapasitas pompa air panas sama dengan perhitungan pompa
pada air dingin.

2.3.3 Perancangan Sistem Penyaluran Air Buangan


Ukuran pipa pembuangan dalam penentuan ukuran pipa pembuangan dapat didasarkan atas
jumlah nilai unit alat plambing yang dilayani pipa yang bersangkutan. (Soufyan
M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000).
1. Ukuran Minimum Pipa Cabang Mendatar
Pipa cabang mendatar harus mempunyai ukuran yang sekurang-kurangnya sama dengan
diameter terbesar dari perangkap alat plambing yang dilayani. Diameter minimum pipa air
buangan untuk setiap alat plambing dilihat pada Tabel 2.7;
Tabel 2.7
Diameter Minimum Pipa Air Buangan Tiap Alat Plambing
Diameter Minimum
Alat Plambing ( mm )
Closet 75
Lavatory 32
Urinal 40
Floor drain 40,50,75
Shower 50
Sink 50
Sumber: Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura,2000

2. Ukuran minimum pipa tegak


Pipa tegak harus mempunyai ukuran yang sekurang-kurangnya sama dengan diameter
terbesar cabang mendatar yang disambungkan ke pipa tegak tersebut;
3. Pengecilan ukuran pipa
Pipa tegak maupun pipa cabang mendatar tidak boleh diperkecil diameternya dalam aliran
air buangan. Pengecualian hanya pada kloset, di mana pada lubang keluar dengan
diameter 100 mm dipasang pengecilan pipa (reducer) 100 x 75;
4. Pipa bawah tanah
Pipa pembuangan yang ditanam di dalam tanah atau di bawah lantai bawah tanah harus
mempunyai ukuran sekurang-kurangnya 50 mm;
5. Penentuan ukuran pipa
Ukuran pipa pembuangan ditentukan berdasarkan jumlah beban unit alat plambing
maksimum yang diizinkan untuk setiap diameter pipa. Nilai unit beban alat plambing
dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8
Nilai Unit Alat Plambing untuk Air Buangan

Alat Plambing Unit Alat Plambing

Kloset dengan tangki gelontor 4


Urinal 4
Lavatory 1
Sink 4
Floor drain 1
Sumber: Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura,2000.

II-21
2.3.4 Perancangan Sistem Ven
Secara umum ukuran pipa ven harus berdasarkan pada ketentuan-ketentuan (Sistem
Plambing, 2000):
1. Ukuran pipa ven lup dan pipa ven sirkit
Ukuran pipa ven lup dan ven sirkit minimum 32 mm dan tidak boleh kurang dari setengah
kali diameter cabang mendatar pipa buangan atau pipa tegak ven yang disambungkannya.
Ukuran pipa ven pelepas minimum 32 mm dan tidak boleh kurang dari setengah kali
diameter cabang mendatar pipa pembuangan yang dilayaninya;
2. Ukuran ven pipa tegak
Ukuran pipa ven tegak tidak boleh kurang dari ukuran pipa tegak air buangan yang
dilayaninya dan selanjutnya tidak boleh diperkecil ukurannya sampai ke ujung terbuka.
Penentuan Ukuran Pipa Ven, sebagai berikut:
1. Pipa ven mendatar
Perhitungan ven horizontal menggunakan Tabel 2.9. Penentuan dimensi pipa ven
horizontal ini dengan melihat pada unit beban alat plambing maksimum yang dilayani,
panjang pipa ven maksimum dan dimensi air buangan yang di lalui;
2. Pipa Ven Tegak
Perhitungan ven tegak menggunakan Tabel 2.9. Penentuan dimensi pipa ven horizontal ini
dengan melihat pada unit beban alat plambing maksimum yang dilayani, panjang pipa ven
maksimum dan dimensi air buangan yang dilalui.
Tabel 2.9 Ukuran Pipa Cabang Horizontal Ven dengan Lup
Diameter ven lup ( mm )
Nomor Ukuran Pipa air Unit alat plambing
40 50 65 75 100
Jalur buangan maksimum
Panjang max horizontal (m)
1 40 10 6
2 50 12 4,5 12
3 50 20 3 9
4 75 10 6 12 30
5 75 30 12 30
6 75 60 48 24
7 100 100 2,1 6 15,6 60
8 100 200 1,8 5,4 15 54
9 100 500 4,2 10,8 42
Sumber: Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura,2000
Tabel 2.10 Ukuran dan Panjang Pipa Tegak Ven dan Pipa Ven Horizontal
Ukuran pipa ven yang di syaratkan
Ukuran pipa tegak air Unit alat plambing yang
32 40 50 65 80 100 125 150 200
kotor atau air buangan dihubungkan
Panjang ukuran maksimum pipa ven ( m )
32 2 9
40 8 15 45
40 10 9 30
50 12 9 20
50 20 7 15
65 42 9 30 90
80 10 9 30 60 180
80 30 18 60 150
80 60 15 24 120
100 100 10 30 75 300
100 200 9 27 75 270
100 500 6 20 54 210
125 200 10 24 105
Dst
Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2000

II-22
2.3.5 Penentuan Diameter dan Slope Pipa Air Buangan
Suatu sistem pembuangan harus mampu mengalirkan dengan cepat air buangan yang
mengandung bagian–bagian padat. Karena itu pipa pembuangan harus mempunyai ukuran-
ukuran dan kemiringan yang cukup, sesuai dengan banyaknya dan jenis air buangan yang
harus dialirkan.
Dalam perencanaan biasanya pipa dianggap berisi air buangan sebanyak 2/3 bagian
penampang pipa, sehingga bagian atas yang kosong cukup mengalirkan udara. Sedangkan
kecepatan terbaik dalam pipa berkisar antara 0,6 sampai 2,1 m/detik. Tabel dibawah ini
memuat standar kemiringan untuk pemakaian umum.
Tabel 2.11
Kemiringan Pipa Pembuangan Horizontal
Diameter Pipa (mm) Kemiringan Minimum
75 atau kurang 1/50
100 atau kurang 1/100
Sumber: Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura,2000

Dalam perencanaan ukuran pipa pembuangan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan
yaitu:
1. Lay Out Sistem, digunakan untuk:
 Memudahkan dalam instalasi (pemasangan);
 Memudahkan dalam operasi (pemeliharaan);
 Menghindari kemungkinan tumpang tindih dengan pipa yang lain.
2. Dimensionering (pengukuran penentuan dimensi)
Harus diketahui tipe atau jumlah alat plambing dengan persyaratan:
 Ukuran minimum pipa cabang mendatar  dengan diameter terbesar alat perangkap
plambingnya;
 Ukuran minimal pipa tegak sama besar dengan diameter terbesar dari pipa cabang
mendatar;
 Pengecekan ukuran pipa tidak diperbolehkan.
Tahap-tahap untuk menentukan diameter pipa pembuangan dengan metoda unit alat plambing
berdasarkam standar “National Plambing Code“, Minimum Requirements for Plumbing
A.S.A.A 40.8 – 1955:
1. Gunakan tabel unit alat plambing sebagai beban, setiap alat atau kelompok serta tabel
beban maksimum unit alat plambing yang diizinkan. Untuk cabang horizontal dan pipa
tegak buangan serta untuk pipa pembuangan gedung;
2. Tentukan unit alat plambing;
3. Tentukan ukuran pipanya serta kemiringan saluran horizontal.
Penyaluran air buangan di rumah sakit terdiri dari:
1. Penyaluran air kotor
Air kotor ini berasal dari kloset dan urinal yang disaluran ke septic tank;
2. Penyaluran air bekas
Air bekas berasal dari lavatory dan floor drain yang disalurkan ke IPAL;
3. Penyaluran air buangan khusus
Air buangan khusus berasal dari laboratorium, ruang bedah, dan ruang operasi yang
disaluran ke IPAL.

II-23
2.3.6 Tangki Septik dan Bidang Resapan
Tangki septik adalah suatu tanki yang berfungsi menampung dan mengolah air buangan
dengan kecepatan aliran yang lambat, sehingga memberi kesempatan untuk terjadi
pengendapan terhadap suspensi benda-benda padat dan penguraian bahan-bahan organik oleh
bakteri anaerobik membentuk bahan-bahan larut air dan gas (Badan Standardisasi
Nasional,03-2398-2002).
Tangki septik ini banyak digunakan untuk mengolah air buangan domestik karena dianggap
lebih efektif, murah dan efisien.
Prinsip kerja dari septic tank adalah mengolah dan memisahkan antara air dengan kotoran
dengan cara pengendapan. Pengolahan dilakukan oleh bakteri anaerobik yang merubah
kotoran baku menjadi lumpur. Air hasil pemisahan (70% lebih bersih) dialirkan keluar secara
gravitasi dan diresapkan ke tanah, sedangkan hasil endapan (lumpur) harus dibuang secara
berkala dengan bantuan layanan mobil tangki air kotor pemerintah setempat. Dengan
demikian septic tank biasanya terletak diluar bangungan (mudah dicapai mobil tangki) dan
tidak ada peralatan pompa yang dipasangkan.
Ruang-ruang yang terdapat dalam septic tank terdiri dari (Ehlers dan Steel, 1976):
1. Ruang Lumpur
Ruangan lumpur ini digunakan untuk mengendapkan lumpur segar yang terdiri dari zat-
zat organik yang akan diuraikan oleh bakteri pengurai aerobik menjadi mineral-mineral.
Lamanya proses mineralisasi antara 60 - 100 hari, tipikal daerah panas 60 hari sedangkan
tipikal daerah dingin 100 hari. Lumpur yang sudah menjadi mineral harus dikuras setelah
1 - 4 tahun, dan waktu yang paling baik adalah 2 tahun;
2. Ruang Air
Ruang air ini terletak di atas ruang lumpur yang isinya tergantung dari banyaknya air
kotor yang dimasukkan dan lamanya air kotor ditahan dalam tangki. Kalau air bekas cuci
dan mandi dimasukkan dalam septic tank, maka ukuran tangki harus lebih besar. Fungsi
air selain untuk penggelontor juga digunakan untuk menghancurkan kotoran. Air yang ada
di ruangan ini sangat berbahaya karena mengandung mikroba yang patogen. Untuk
menghindari pengaruhnya terhadap lingkungan, air dalam tangki harus ditahan di dalam
selama 12 - 24 jam agar mikroba tersebut mati;
3. Ruang Udara Bebas
Kegunaan ruangan ini untuk tempat penampungan sementara gas-gas hasil dekomposisi
air buangan. Tinggi ruangan ini disebut freeboard dan gas-gas tersebut dikeluarkan
melalui pipa ven.
Sarana untuk mengolah efluen yang keluar dari septic tank dapat berupa bidang resapan atau
sumur resapan. Bidang resapan sering digunakan untuk meresapkan air buangan. Sebelum
membuat bidang resapan, terlebih dahulu dilakukan uji perkolasi untuk mengetahui daya
resap tanah.

2.3.7 Perancangan Sistem Penyaluran Air Hujan


Talang hujan pada sistem penyaluran air hujan ini meliputi pipa horizontal dan pipa tegak.
Ukuran talang tergantung pada luas atap yang dilayani oleh talang tersebut.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam merancang talang tegak dan talang horizontal antara
lain:
1. Talang tegak tidak boleh kurang dari 3” kecuali untuk atap serambi dan dak beton boleh
2” (jika luas tangkapan hujan tidak melebihi ketentuan seperti tabel 3.28);

II-24
2. Jika jarak antar pipa tegak sejauh 50 ft (15 m) atau kurang maka diameter talang
horizontal yang digunakan sama dengan diameter pipa tegak atau tidak boleh kurang dari
4”;
3. Untuk atap datar tambahan 1” untuk diameter talang tegak setiap pertambahan 30 ft
panjang talang horizontal.
Tabel 2.12
Beban Maksimum Yang Diizinkan Untuk Talang Atap (per m2 luas atap)
Pipa datar pembuang air hujan
Ukuran pipa Pipa tegak air Kemiringan
mm hujan 1% 2% 4%
50 63
65 120
120
80 200
200 75 105 150
100 425 170 245 345
125 800 310 435 620
150 1290 490 700 990
200 2690 1065 1510 2135
250 1920 2710 3845
300 3090 4365 6185
Sumber : SNI 03-6481-2000
Catatan:
Tabel ini berdasarkan pada intensitas curah hujan 100 mm/jam. Bila intensitas curah hujan berbeda, nilai
luas pada tabel tersebut diatas harus disesuaikan dengan cara mengalikan dengan 10 dan membaginya
dengan data intensitas hujan lokal yang digunakan dalam mm/jam.

2.3.8 Perancangan Sistem Pencegahan Kebakaran


2.3.8.1 Pipa Tegak dan Slang Kebakaran
1. Aliran dan ukuran pipa tegak
Ukuran pipa tegak ditentukan dengan memperhatikan tinggi gedung, ukuran dan jumlah
aliran air yang dibutuhkan secara serentak:
 Kelas 1 dan 3
Setiap pipa tegak harus direncanakan untuk aliran air minimum 62,3 l/dt (jika
menggunakan satu pipa tegak), tetapi jika menggunakan lebih dari satu pipa tegak,
maka pipa tegak tambahan direncanakan untuk aliran 31,2 l/dt. Diameter pipa tegak
dengan ketinggian tidak lebih dari 30 m menggunakan diameter minimum 100 mm,
jika lebih menggunakan diameter minimum 150 mm;
 Kelas 2
Aliran air untuk kelas 2, jika hanya menggunakan satu pipa tegak mempunyai aliran
minimum 12,5 l/dt, tetapi jika menggunakan lebih dari satu pipa tegak maka aliran
untuk pipa tegak tambahan sebesar 12,5 l/dt. Ukuran pipa tegak dengan ketinggian
kurang dari 15 m digunakan pipa dengan diameter minimum 50 mm , tapi jika lebih
dari 15 m digunakan diameter minimum 62 mm.
2. Jumlah Pipa Tegak dan Slang Kebakaran
Jumlah kotak slang kebakaran adalah sedemikian rupa sehingga setiap bagian gedung
berada dalam jangkauan 9m. Untuk perletakan hidran didasarkan atas luas lantai dan
klasifikasi bangunan serta jumlah lantai bangunan. Untuk menentukan jumlah hidran
tersebut dapat menggunakan Tabel 2.12;

II-25
Tabel 2.13
Perletakan Hidran Berdasarkan Luas Lantai,
Klasifikasi Bangunan dan Jumlah Lantai Bangunan
Klasifikasi Ruang tertutup Ruang tertutup dan terpisah
Bangunan Jumlah/luas lantai Jumlah/luas lantai
A 1 buah per 1000 m2 2 buah per 1000 m2
B 1 buah per 1000 m2 2 buah per 1000 m2
C 1 buah per 1000 m2 2 buah per 1000 m2
D 1 buah per 800 m2 2 buah per 800 m2
E 1 buah per 800 m2 2 buah per 800 m2
Sumber: Panduan Sistem Hidran untuk Pencegahan Kebakaran pada Bangunan
Rumah Tinggal dan Gedung, Dept.P.U, 1987

Tabel 2.14
Klasifikasi Bangunan Menurut Tinggi dan Jumlah Lantai
Klasifikasi Bangunan Ketinggian dan Jumlah Lantai
A Ketinggian sampai dengan 8 meter atau 1 (satu) lantai
B Ketinggian sampai dengan 8 meter atau 2 (dua) lantai
C Ketinggian sampai dengan 14 meter atau 4 (empat) lantai
D Ketinggian sampai dengan 40 meter atau 8 (delapan) lantai
E Ketinggian lebih dari 40 meter atau 8 (delapan) lantai
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1987

Tabel 2.15
Diameter Pipa Hidran Minimal
Total Akumulasi Aliran Jarak Total Pipa Terjauh dari Keluaran
gpm l/menit < 15,2 m 15,2 m – 30,5 m > 30,5 m
100 379 2 inci 2½ inci 3 inci
101 – 500 382 – 1893 4 inci 4 inci 6 inci
501 – 750 1896 – 2839 5 inci 5 inci 6 inci
751 – 1250 2843 – 4731 6 inci 6 inci 6 inci
1251 ke atas 4735 ke atas 8 inci 8 inci 8 inci
Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2000
2.3.8.2 Sprinkler
Jarak maksimum antara sprinkler untuk hunian bahaya ringan adalah 4,6 m dan jarak
maksimum antara dinding dengan sprinkler yang terdekat adalah 2,3 m. Untuk menentukan
ukuran pipa sprinkler di peroleh dari jumlah beban sprinkler yang dilayaninya. Instalasi
sprinkler merupakan suatu sistem instalasi pemadam kebakaran yang dipasang secara
tetap/permanen di dalam bangunan yang dapat memadamkan kebakaran secara otomatis
dengan menyemprotkan air di tempat mula terjadi kebakaran (Badan Standardisasi
Nasional,03-3989-2000).

II-26
Tabel 2.16
Pipa Cabang untuk Sistem Bahaya Kebakaran Ringan
Ukuran Pipa Jumlah Maksimum
Keterangan
(mm) Kepala Sprinkler
25 3 Masih memungkinkan pemakaian
pipa berukuran 25 mm di antara “2-
3 titik kelompok sprinkler” dan
katup kendali apabila perhitungan
hidrolik mengizinkan. Apabila
“titik kelompok sprinkler 2”
sebagai titik desain, pipa berukuran
25 mm tidak boleh dipakai diantara
kepala sprinkler ke 3 dan ke 4.
Sumber: Badan Standardisasi Nasinal, 03-3989-2000
Pemakaian pipa ukuran 25 mm dimungkinkan di antara “titik kelompok springkler 2-3” dan
katup kendali asal sesuai dengan perhitungan. Hal ini tidak berarti bahwa pipa berukuran 25
mm selalu boleh dipasang antara titik springkler ke 3 dan ke 4 apabila titik desain ditentukan
untuk “titik kelompok springkler 2”.
Apabila pipa cabang terdapat 3 kepala springkler atau lebih ditempatkan pada bubungan atap
atau apabila 3 kepala springkler atau lebih di dalam lorong atau ruangan sempit memanjang,
maka kehilangan tekanan yang terjadi,
a). di antara “titik kelompok springkler 3” dan katup kendali dimana terdapat hanya kepala
springkler pada pipa cabang.
b). di antara “titik kelompok springkler 3” dan katup kendali dimana terdapat 4 kepala
springkler atau lebih pada pipa cabang.
c). tidak boleh lebih besar dari 0,7 kg/cm2 untuk “titik kelompok springkler 3” dan
kehilangan tekanan tersebut dihitung sesuai dengan tabel 2.16 kolom 3.

Tabel 2.17
Kehilangan Tekanan Pipa untuk Kebakaran Ringan
Ukuran Pipa (mm) Kehilangan tekanan 10 -3 atm/m panjang pipa

Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3

25 44 200

32 12 51

40 5,5 25

50 1,7 7,8

65 0,49 2,2
Sumber: Badan Standardisasi Nasinal, 03-3989-2000

Sumber air untuk sistem sprinkler dapat diperoleh dari sistem air PAM, pompa kebakaran
otomatis, tangki tekan, dan tangki gravitasi. Dalam penyediaan suplai air ada 2 alternatif
sistem. Alternatif 1 penyediaan air bersih dan air pemadam kebakaran (sprinkler dan hidran)
dilakukan dengan sistem tangki secara terpisah, sedangkan untuk alternatif 2 tangki
penyediaan air bersih dan pemadam kebakaran digabung. Kelebihan dan kekurangan dari
masing-masing alternatif dapat dilihat dari Tabel 2.18

II-27
Tabel 2.18
Kelebihan dan Kekurangan Alternatif Tangki
Alternatif 1 (dipisah) Alternatif 2 (digabung)
Kelebihan Kekurangan Kelebihan Kekurangan
 Tidak perlu  Membutu  Tangki  Air yang telah diolah
pengolahan air hkan tempat yang dapat diletakkan juga digunakan
untuk kebakaran. luas untuk pada satu tempat. untuk kebakaran.
 Biaya pengolahan perletakan tangki.  Masih  Adanya air yang
lebih murah.  Sulit tersedia cadangan diam.
 Tidak ada air yang dalam pemeliharaan. air jika listrik mati.
diam.  Lebih
mudah dalam
pemeliharaan.
Sumber: Noerbambang dan Morimura, 2000

II-28

Anda mungkin juga menyukai