Anda di halaman 1dari 8

Kasus 2

Seorang perempuan berusia 55 tahun dirawat di RS Nanyang Wilayah Negara Singapura.


Klien mengalami dehidrasi karena badannya panas 2 hari yang lalu, BAB 5x/hari warna
kuning kehijauan bercampur lendir, dan disertai dengan muntah 2x/hari, lalu dibawa ke RS
tersebut. Klien mengatakan bahwa dahulu pernah sakit Diare 8x/hari tiap 1-2 jam sekali
warna kuning, disertai muntah, badan panas dan tidak mau makan. Klien aslinya dari China.
Klien disarankan perawat untuk minum air banyak agar kondisi membaik. Perawat
memberikan air dingin sesuai suhu ruang. Klien menolak untuk minum air tersebut karena
klien mempunyai kepercayaan jika sakit tidak boleh minum air dingin (yin dan yang).

A. Peran Perawat di Rumah Sakit


Peran pada dasarnya adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh
orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran
dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar yang besifat stabil
(Kozier dan Barbara, 1995).
Perawat adalah tenaga profesional yang mempunyai pendidikan dalam sistem
pelayanan kesehatan. Kedudukannya dalam sistem ini adalah anggota tim kesehatan
yang mempunyai wewenang dalam penyelenggaraan pelayanan keperawatan (Kozier,
Barbara 1995).
Peran perawat adalah segenap kewenangan yang dimiliki oleh perawat untuk
menjalankan tugas dan fungsinya sesuai kompetensi yang dimilikinya (Gaffar, 2005).
Menurut (Lokakarya Nasional,1996) Peran perawat adalah sebagai pelaksana
pelayanan keperawatan, pengelola pelayanan keperawatan dan institusi
pendidikan,sebagai pendidik dalam keperawatan, peneliti dan pengembangan
keperawatan. atau peran perawat adalah cara untuk menyatakan aktivitas perawat
dalam praktek,dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya diakui.
Peran perawat menurut konsorium ilmu kesehatan tahun1989 terdiri dari peran
sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokad pasien, pendidik, koordinator,
konsultan, dan peneliti yang dapat digambarkan sebagai berikut (Hidayat, 2008)terdiri
dari :
a. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan
Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan
dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan
dengan menggunakan proses keperawatan.
b. Peran sebagai advokat pasien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarganya dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi
lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan
yang diberikan kepada pasien. Juga dapat berperan mempertahankan dan
melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya,
hak atas informasi tentang penyakitnya dan hak atas privasi.
c. Peran edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan tingkat
pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan,
sehingga terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah dilakukan pendidikan
kesehatan.
d. Peran koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian
pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan pasien.
e. Peran kolaborator
Peran perawat di sini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan
yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya
mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi
atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
f. Peran konsultan
Di sini perawat berperan sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau
tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas
permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan
yang diberikan.
g. Peran pembaharu
Peran ini dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama,
perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian
pelayanan keperawatan.
Peran perawat pada kasus 2 dapat disimpulkan telah melaksanakan peran
sebagai pemberi asuhan keperawatan dan peran sebagai edukator. Peran perawat
sebagai pemberi asuhan keperawatan karena perawat telah memberikan air dingin
untuk memenuhi kebutuhannya supaya lebih membaik. Sedangkan peran perawat
sebagai edukator dapat dibuktikan bahwa perawat telah menyarankan untuk minum
air dingin dan memberi penjelasan bahwa air dingin dapat membuat kondisinya
membaik.

B. Fenomena Lintas Budaya


Budaya-budaya yang berbeda memiliki sistem nilai yang berbeda dan karena
hal tersebut menentukan tujuan hidup yang berbeda serta menentukan cara
berkomunikasi kita yang sangat dipengaruhi oleh bahasa, aturan dan norma yang ada
pada masing-masing budaya. Selain konsistensi warisan budaya, terdapat enam
fenomena budaya yang diidentifikasi oleh Giger & Davidhizar (1995) dalam Potter
dan Perry ( 2005 ) yang bervariasi diantara kelompok budaya. Keenam fenomena ini
adalah kontrol lingkungan, variasi, biologis, organisasi sosial, komunikasi,
ruang/jarak, dan waktu.
Adapun penjelasan lebih lanjut dari fenomena lintas budaya menurut Giger &
Davidhizar (1995) dalam Potter dan Perry ( 2005 ) adalah sebagai berikut:
1. Organisasi Fenomena Lintas Budaya : Kontrol Lingkungan
Kontrol lingkungan mengacu pada kemampuan dari anggota kelompok
cultural tertentu untuk merencanakan aktivitas yamg mengontrol sifat dan factor
lingkungan langsung (Giger & Davidhizar, 1995). Termasuk di dalamnya adalah
sistem keyakinan tradisional tentang kesehatan dan penyakit, praktik pengobatan
tradisional, dan penggunaan penyembuh tradisional. Fenomena kultural tertentu
ini memainkan peran yang sangat penting daam cara klien berespons terhadap
pengalaman yang berkaitan dengan kesehatan, termasuk cara dimana menerka
mendefinisikan kesehatan dan penyakit dan mencari serta menggunakan sumber
kesehatan dan asuhan keperawatan serta dukungan sosial.
Contoh:
Kepercayaan masyarakat tentang pengobat tradisional ( dukun ) menjadi
pilihan utama pengobatan bagi klien. Klien merasa hubungan dengan dukun
lebih erat dibandingkan dengan tenaga perawatan kesehatan profesional. Klien
menganggap dukun sebagai seseorang yang memahami masalah dalam konteks
kultural, berbicara dengan bahasa yang sama, dan mempunyai pandangan yang
sama tentang dunia.
2. Organisasi Fenomena Lintas Budaya: Variasi Biologis
Terdapat beberapa cara di mana seseorang dari satu kelompok cultural berbeda
secara biologis ( misalnya: secara fisik dan genetik ) dari anggota kelompok
kultural lainnya. Berikut ini adalah beberapa contoh signifikan untuk
dipertimbangkan :
 Struktur dan Bentuk Tubuh
Terdapat perbedaan tulang dan structural di antara kelompok, seperti
bentuk tubuh. yang lebih kecil dari kebangsaan Asia.
 Warna Kulit
Terdapat variasi dala tonus, tekstur, kemampuan penyembuhan, dan
folikel rambut.
 Variasi Enzimatik dan Genetic
Variasi ini mencakup cara klien berespons terhadap obat dan terapi
diet.
 Kerentanan Terhadap Penyakit
Banyak penyakit mempunyai angka morbiditas yang lebih tinggi dalam
kelompok tertentu. Penyakit ini termasuk tuberculosis, yang angka
kesakitannya lebih tinggi pada suku Indian-Amerika; diabetes mellitus,
yang angka kesakitannya lebih tinggi pada suku yang berasal dari Spanyol
dan Indian-Amerika; hipertensi, yang angka kesakitannya lebih tinggi pada
bangsa Kulit Hitam dari Afrika.
 Variasi Nutrisi
Ada banyak contoh dari kesukaan nutrisi, berkisar antara kesukaan
panas dan dingin yang ditemukan diantara orang Amerika keturunan
Spanyol, kesukaan yin dan yang yang ditemukan di antara keturunan Asia-
Amerika, dan peran diet halal yang ditemukan di antara orang Yahudi dan
Islam-Amerika. Kelainan nutrisi umum adalah intoleransi laktosa, yang
ditemukan di antara orang Meksiko, Kulit Hitam dari Afrika, Asia, dan
Yahudi Eropa Timur (Giger & Davidhizar, 1995).
Contoh:

Seorang klien yang di rawat di suatu rumah sakit berasal dari China. Klien
mengalami dehidrasi dan perawat menyarankan klien untuk minum air yang
banyak agar kondisinya membaik. Perawat memberikan air dingin. Klien
menolak untuk meminum air tersebut karena klien mempunyai kepercayaan jika
sakit tidak boleh minum air dingin ( yin dan yang ). Perawat harus memahami
kepercayaan klien tersebut dan memberikan air yang hangat.

3. Organisasi Fenomena Lintas Budaya : Organisasi Sosial


Lingkungan sosial di mana seseorang dibesarkan dan bertempat tinggal
memainkan peran penting dalam perkembangan dan identitas kultural mereka.
Anak-anak belajar tentang respons terhadap peristiwa kehidupan dari keluarga
mereka dan dari kelompok etnoreligi. Proses sosialisasi ini adalah suatu bagian
warisan yang diturunkan(cultural, agama, dan latar belakang etnik). Organisasi
social mengacu pada unit keluarga ( keluarga kecil, orang tua tunggal, atau
keluarga besar ) dan organisasi kelompok social ( keagamaan atau etnik ) yang
dapat diidentifikasi oleh klien atau keluarga.
 Hambatan Sosial Pada Perawatan Kesehatan
Beberapa rintangan sosial seperti : pengangguran, kekurangan
pekerjaan, tunawisma, tidak memiliki asuransi kesehatan, dan kemiskinan
menghambat seseorang untuk memasuki system perawatan kesehatan.
Kemiskinan sejauh ini merupakan factor yang paling kritis. Kemiskinan
adalah istilah relative dan selalu berubah sesuai waktu dan tempat. Di
Amerika Serikat, kemiskinan adalah pervasive dan ditemukan secara luas
diantara orang-orang di area geografis tertentu ( mis. Appalachia, area
pedesaan lain, dan area perkotaan ) dan kelompok tertentu ( mis. Kulit
hitam dari Afrika, Spanyol, dan Indian-Amerika, Eskimo, atau Aletus;
kelompok lansia; pekerja migran; dan pendatang illegal ). Kesehatan yang
buruk, penyakit yang melumpuhkan kehidupan, penyalahgunaan obat dan
alcohol, dan tingkat pendidikan yang minimimal adalah penyebab social
yang menyebabkan kemiskinan.
Contoh:
Seorang klien yang menderita DM, di rawat di rumah sakit pemerintah. Klien
tersebut berasal dari suku Batak yang memiliki karakter yang keras. Perawat
harus memahami perbedaan budaya yang dimiliki klien.
4. Organisasi Fenomena Lintas Budaya : Komunikasi
Pengertian Komunikasi Lintas Budaya
Komunikasi lintas budaya / KLB (cross-cultural communication) secara
tradisional membandingkan fenomena komunikasi dalam budaya-budaya berbeda.
Contoh bagaimana gaya komunikasi pria dalam budaya Amerika dan budaya
Indonesia. Komunikasi lintas budaya lebih menekankan pada perbandingan pola-
pola komunikasi antarpribadi di antara peserta komunikasi yang berbeda
kebudayaan.
Perbedaan komunikasi ditunjukan dalam banyak cara, termasuk perbedaan
bahasa, perilaku, verbal, dan non-verbal, dan diam. Perbedaan bahasa
kemungkinan merupakan factor terpenting dalam memberikan asuhan
keperawatan transkultural karena perbedaan ini memberi dampak pada semua
tahap proses keperawatan. Komunikasi yang jelas dan efektif adalah aspek penting
ketika berhubungan dengan klien, terutama jika perbedaan bahasa menciptakan
rintangan cultural antara perawat dan klien. Ketidakberhasilan untuk
berkomunikasi secara efektif dengan klien tidak hanya menyebabkan penundaan
dalam diagnosis dan tindakan tetapi juga dapat mengarah pada hasil yang tragis.
Perawat harusnya tidak berasumsi bahwa klien memahami apa yang sudah
diucapkan. Intervensi keperawatan yang lebih tepat harus menunjukan bagaimana
membersihkan area yang akan dioperasi dengan povidon-iodin, kemudian
meminta klien untuk mengulangi tindakan tersebut. Tidak ada kata-kata yang
harus diucapkan; namun dengan melakukan prosedur ini atau prosedur lainnya
dengan gerakan pantomime, klien menangkap apa yang perawat ajarkan dan
kemudian mampu untuk mengikuti petunjuk yang diberikan perawat.
Ketika kehilangan media interaksi yang paling umum dengan klien, yaitu
bahasa sehari-hari, perawat sering menjadi prustasi dan tidak efektif. Perawat
harus berkomunikasi dengan klien terbatas dalam bahasa yang mereka gunakan.
Beberapa perawat cenderung untuk menghindari klien dengan siapa mereka tidak
dapat berkomunikasi. Hal ini menciptakan lingkungan erat kesalahpahaman
cultural. Menurut Muecke ( 1970 ), perawat dapat berperilaku terhadap klien
dalam cara berikut yang dapat disalah mengerti :
 Perawat meneriakkan kata-kata yang sama lebih keras. Dengan
mengeraskan suara , tidak akan membuat kata-kata tersebut dapat
dipahami, dan tindakan seperti ini dapat juga menunjukan permusuhan
dengan klien.
 Perawat berfokus pada tugas ketimbang pada klien. Hal ini menujukkan
bahwa perawat lebih tertarik pada tugasnya ketimbang pada klien.
 Perawat berhenti berbicara dengan klien dan mulai melakukan sesuatu bagi
klien ketimbang bersama klien, sikap ini menyatakan secara tidak
langsung tentang inferioritas klien.
Contoh :
Misalnya, pada seorang klien, perawat yang berbahasa inggris tidak berhasil
menentukan bahwa klien benar-benar memahami instruksi preoperative tentang
membersihkan bagian yang hendak dioperasi menggunakan povidon-iodin (
Betadin ). Klien yang tidak bisa berbahasa Indonesia, sepanjang penjelasan
tentang instruksi, mengangguk dan tersenyum ketika perawat menanyakan, “
Anda mengerti apa yang Saya katakan ?” Perawat menilai bahwa klien
memahami instruksi yang ia berikan. Yang lebuh mencengangkan perawat, klien
meminum seluruh isi botol povidon-iodin dan bukan menggunakan cairan
tersebut untuk membersihkan bagian yang akan dioperasi.
Jika klien tidak berbicara dengan bahasa perawat, maka diperlukan pengalih
bahasa. Namun demikian sering terjadi di mana klien dapat berbicara dengan
bahasa perawat dengan kemampuan terbatas atau menggunakan bahasa dengat
makna denotative atau konotatif yang berbeda dari makna yang dimiliki perawat.
Misalnya, klien dengan keterbatasan bahasa mungkin mengetahui ucapan salam
yang umum seperti “ Apa kabar ?” atau “Halo” tetapi tidak mengetahui istilah
kesehatan seperti “nyeri” atau “suhu tubuh” yang biasa dipahami oleh orang
kebanyakan dalam kelompok cultural perawat.
Tujuan Komunikasi Lintas Budaya
Tujuan mempelajari komunikasi lintas budaya menurut Litvin (1977) yaitu
menguraikan bahwa tujuan komunikasi lintas budaya bersifat kognitif dan
afektif. Adapun tujuan komunikasi lintas budaya adalah sebagai berikut:
 Menyadari bias terhadap budaya sendiri.
 Lebih peka secara budaya.
 Memperoleh kapasitas untuk benar-benar terlibat dengan anggota dari
budaya lain untuk menciptakan hubungan yang langgeng dan
memuaskan orang tersebut.
 Merangsang pemahaman yang lebih besar atas budaya sendiri.
 Memperluas dan memperdalam pengalaman seseorang.
 Mempelajari keterampilan komunikasi yang membuat seseorang
mampu menerima gaya dan isi komunikasinya sendiri.
 Membantu memahami budaya sebagai hal yang menghasilkan dan
memelihara semesta wacana dan makna bagi para anggotanya.
 Membantu memahami kontak antar budaya sebagai suatu cara
memperoleh pandangan ke dalam budaya sendiri:asumsi-asumsi, nilai-
nilai, kebebasan-kebebasan dan keterbatasan-keterbatasannya.
 Membantu memahami model-model, konsep-konsep dan aplikasi-
aplikasi bidang komunikasi antar budaya.
 Membantu menyadari bahwa sistem-sistem nilai yang berbeda dapat
dipelajari secara sistematis, dibandingkan, dan dipahami.
5. Fenomena Lintas Budaya : Jarak/ Ruang
Ruang personal mencakup perilaku individu dan sikap yang ditujukan pada
ruang disekitar mereka. Teritorialitas adalah suatu sikap yang ditujukan pada suatu
area seseorang yang diklaim dan dipertahankan atau bereaksi secara emosional
ketika orang lain memasuki area tersebut. Keduanya dipengaruhi oleh kultur, dan
karenanya kelompok etnik yang berbeda mempunyai berbagai norma yang
berhubungan dengan penggunaan ruang tersebut. Cara Kita menggunakan ruang
jarak sering menyatakan kepada orang lain sesuatu mengenai diri kita secara
pribadi maupun kebudayaan. Aturan – aturan yang menentukan ruang jarak
dipelajari sebagai bagian dari masing – masing kebudayaan.
Anggota staf dank klien lain sering memasuki territorial klien di rumah sakit,
termasuk ruangan mereka, tempat tidur, kamar kecil, dan benda milik klien.
Perawat harus mencoba untuk menghargai territorial klien sebanyak yang dapat
dilakukan perawat, terutama keika melakukan prosedur keperawatan. Perawat juga
harus menyambut anggota keluarga dan keluarga besar klien yang mengunjungi
klien. Hal ini akan tetap mengingatkan klien seperti dirumahnya, menurunkan
efek isolasi dan syok akibat perawatan di rumah sakit.
Ruang personal tercakup dalam banyak aktivitas keperawatan, dan perawat
harus sensitive terhadap sikap klien yang ditujukan kepada ruang personal.
Misalnya, dalam memberikan asuhan keperawatan sering mengaharuskan perawat
menyentuh tubuh klien, suatu tindakan yang mempunyai makna berbeda pada
kultur yang berbeda dan bagi individu yang berbeda pula. Tindakan menenangkan
bagi seorang klien mungkin dianggap sebagai tindakan yang mengancam bagi
klien lain. Standar perilaku juga beragam dalam kaitannya dengan siapa, pria atau
wanita, dapat menyentuh klien dan di bagian mana.
Penyamarataan tentang penggunaan ruang personal didasarkan pada studi
mengenai perilaku dari European North Americans. Penggunaan ruang personal
beragam diantara individu dan kelompok etnik. Kerendahan hati yang sangat
eksterm yang dipraktik oleh beberapa kelompok kultur tertentu, seperti Hipanik-
Amerika, dapat menghambat anggota etnik tersebut untuk mencari perawatan
kesehatan preventif. Lebih banyak riset yang harus dilakukan tentang kelompok
cultural lain untuk mampu memahami secara menyeluruh sifat ruang personal dari
perspektif multicultural.
Contoh :
Dalam pemberian keperawatan atau asuhan keperawatan perawat biasanya
memberikan jarak yang nyaman untuk pasien tehdapa dunia luar yang belum
dikenalnya, atau mungkin pasien sendiri yang memberikan batasan jarak kepada
perawat atau lingkungan sekitar untuk dirinya sendiri. Misalnya pasien hanya
memperbolehkan perawat melakukan beberapa tindakan keperawatan saja seperti
injeksi, TTV dll. Sedangkan hal – hal yang bersifat pribadi seperti memandikan
pasien biasanya enggan karena belum terbiasa oleh karena itu pasien memberikan
jarak terhadap perawat.
6. Fenomena Lintas Budaya : Orientasi/ Waktu
Orientasi yaitu merefleksikan tujuan dan pendekatan pada hidup dimana
anggota individu dari masyarakat menemukan apa yang diinginkan. Disini
termasuk aktif/pasif, kepuasan sensual/pantangan, material/non material, kerja
keras/santai, penundaan kepuasan/kesegeraan kepuasan, dan
keberagamaan/keduniawian. Langkah – langkah untuk bisa berkomunikasi lintas
budaya adalah berorientasi pada masing – masing budaya seseorang atau
kelompok masyarakat tersebut. Pengenalan budaya menjadi hal yang sangat
penting dalam hal ini.
Contoh :
Banyak budaya atau kultur di Amerika Serikat atau Kanada cenderung
berorientasi pada masa mendatang. Masyarakat dari budaya ini cenderung
memikirkan tujuan jangka panjang. Mereka menyukai perencanaan jauh ke depan
dengan membuat jadwal, perjanjian atau mengorganisasikan aktivitas. Selain itu
orientasi waktu juga memiliki peranan yang sangat penting. Contohnya dalam
memberikan asuhan keperawatan karena kecenderungan dari masyarakat yang
berorientasi pada situasi saat ini dibandingkan situasi yang akan datang. Misalnya
klien mungkin enggan melaksanakan sesuatu untuk kesehatannya sendiri hal ini
bukan disebabkan karena klien tidak menghargai perawat tapi karena mereka tidak
terlalu memikirkan perencanaan ke depan.

Anda mungkin juga menyukai