Anda di halaman 1dari 34

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

BLOK MUSCULOSKELITAL Makassar, 26 September 2018

LAPORAN TUTORIAL MODUL 1

BLOK MUSCULOSCELETAL

“SKENARIO 1”

Dosen Pembimbing :
Dr. dr. Sri Vitayani Sp. KK
Disusun Oleh :
Kelompok 5

NOVIA KURNIANTI (11020170009)


RESITA AULIA BUDIMAN (11020170018)
RIZQIE HAYYUDIAH NUR (11020170031)
YEYEN ANUGRAH HARMIN (11020170037)
MUH. AKRAM MU’FID (11020170085)
PUTRI SASKIA AULIYAH NR (11020170093)
MELINIA FAJRI RAMADHANI (11020170094)
INDAH SETIYANI ULUM (11020170134)
NUR FITRIANI BAHNUD (11020170165)
WIDYA ARJUNI (11020170173)
NUR KHAIRUNNISA (11020170174)
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga laporan tutorial ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Aamiin.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan tutorial ini, karena itu
kritik dan saran yang sifatnya membangun senantiasa kami harapkan guna memacu
kami menciptakan karya-karya yang lebih bagus.

Akhir kata, kami ingin menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan bantuan dalam penyusunan karya tulis ini, terutama kepada:
1. dr. inna musa Sekretaris Blok Musculosceletal
2. Dr. dr. Sri vitayani, Sp.KK selaku tutor
3. Teman-teman yang telah mendukung dan turut memberikan motivasi dalam
menyelesaikan laporan tutorial ini.

Semoga Allah SWT dapat memberikan bala[san setimpal atas segala kebaikan
dan pengorbanan dengan limpahan rahmat dari-Nya. Aamiin yaa Robbal A’lamiin.

Makassar, 2 Juli 2018

Kelompok 5
 SKENARIO 2

Perempuan 65 tahun dating kepuskesmas dengan keluhan sakit pada


panggul kiri setelah terpleset dilantai yang dialami sekitar 1 hari yang lalu,
sehingga saat ini hanya terbaring di tempat tidur. Pasien sulit berjalan sejak 1
tahun yang terakhir karena nyeri pada kedua lutut. Pasien memiliki tinggi
badan 150 cm, dan berat badan 90 kg.

 KATA SULIT
- Tidak terdapat kata sulit

 KATA KUNCI
- Perempuan 65 tahun
- Keluhan sakit pada panggul kiri akibat terpleset
- Tinggi badan 150 cm dan berat badan 90 kg
- Sulit berjalan sejak 1 tahun yang terakhir
- Nyeri pada kedua lututnya
- Hanya terbaring di tempat tidur

 PERTANYAAN PENTING

1. Jelaskan anatomi dan fungsi dari panggul dan lutut !


2. Jelaskan nervus apa yang berhubungan dengan pasien tidak bisa bangun !
3. Apa saja factor resiko timbulnya penyakit pada scenario !
4. Apa patofisiology dari nyeri dan klasifikasinya !
5. Jelaskan langkah-langkah diagnosis !
6. Jelaskan patomekanisme keluhan berdasarkan skenario !
7. Apa diangnosis banding dari skenario !
8. Perspektif islam !
 JAWAB PERTANYAN

1. Anatomi dan fungsi panggul dan lutut!


1. Panggul
a. Anatomi
b. Fungsi
Karena manusia berdiri tegak lurus maka dasar panggul perlu
mempunyai kekuatan untuk menahan semua beban yang diletakkan
padanya khususnya isi rongga perut dan tekanan intra-abdominal.
Beban ini ditahan oleh lapisan otot-otot dan fasia yang ada di dalam
dasar panggul. Semua otot dibawah pengaruh saraf motorik dan dapat
dikejangkan aktif. Fungsi otot-otot tersebut di atas adalah sebagi
berikut: M. Levator ani menahan rectum dan vagina turun ke bawah,
muskulus sfingterani eksternus diperkuat oleh muskulus levator ani
menutup anus, muskulus bulbokavernosus mengecilkan introitus
vagina disamping memperkuat fungsi muskulus sfingter vesiae
internus yang terdiri atas otot polos.

II. Lutut
a. Anatomi

a. Fungsi
Fungsi lutut yaitu sebagai penerima beban tubuh dan juga
fungsionalnya dalam berjalan. Sendi lutut merupakan bagian
extremitas inferior yang menghubungkan tungkai atas dengan
tungkai bawah. Sendi lutut merupakan sendi yang terbesar pada
tubuh manusia. Fungsi dari sendi lutut adalah untukmengatur
pergerakan kaki. Untuk menggerakkan kaki juga diperlukan :
- Otot- otot yang membantu menggerakkan sendi
- Kapsul sendi yang berfungsi untuk melindungi bagian tulang
yang bersendi supaya jangan lepas saat bergerak.
- Ligamentum yang ada di sekitar sendi lutut yang merupakan
penghubung tulang yang bersendi sehingga tulang menjadi kuat
untuk melakukan gerakan.
- Cairan dalam rongga sendi berfungsi untuk mengurangi
gesekan antara tulang pada permukaan sendi.

Refrensi :
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 1991. Hal 4-6.
Irfan M, Rizka Gahara. Beda Pengaruh Penambahan Long
Axis Oscillated Traction Pada Intervensi MWD Dan TENS
Terhadap Pengurangan Rasa Nyeri Pada Capsular Pattern
Akibat Osteoatritis Lutut. Universitas INDONUSA Esa
Unggul. Jakarta. ol. 6 No. 1, April 2006
2. Jelaskan nervus apa yang berhubungan dengan pasien tidak bisa bangun !

SUSUNAN SARAF
Adalah suatu sistem yang menerima dan mengatur stimulus
sehingga tubuh dapat menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya, dapat
menimbulkan reaksi dan mengontrol sistem lainnya dalam tubuh.

Susunan Saraf terdiri dari dua bagian besar, yaitu:


1. Susunan Saraf Pusat, meliputi encephalon dan medulla spinalis;
2. Susunan saraf tepi, meliputi
a. Saraf perifer, yakni n.cranialis (12 pasang) dan n.spinalis (31 pasang)
b) Saraf otonom, yakni saraf sympathis dan para sympatnis.

Nervus spinalis dibentuk oleh radix anterior dan radix posterior,


masing-masing berisi serabut saraf motoris dan serabut saraf sensibel.
Serabut saraf motoris (=somato motoris = serabut efferent) berpusat pada
cornu anterius medullae spinales; serabut sensibel (= sensoris = somato
sensibel = serabut afferent) berakhir pada cornu posteriur medullae
spinales dan atau medulla oblongata.
Pada radix posterior terdapat ganglion spinale yang merupakan neuron I
dari lintasan stimulus sensibel (sensoris). Ganglion spinale disebut juga
ganglion intervertebrale (= T sel ganglion), yang menerima stimulus dari
kulit, tendo, musculus dan articulus.

Nervus spinalis berjumlah 31 pasang, terdiri dari 8 pasang


segmen Cervicalis, 12 pasang segmen Thoracalis, 5 pasang segmen
Lumbalis, 4 pasang segmen Sacralis dan 2 pasang segmen Coccygeus.
N.spinalis cervicalis I tampak berada di antara cranium dan atlas, dan
pemberian nama di daerah cervical disesuaikan dengan vertebra yang
berada di sebelah caudalisnya, sedangkan di daerah Thoracal, Lumbal,
Sacral dan Coccygeus mengikuti vertebra yang berada di cranialisnya.

Nervus spinalis bercabang dua membentuk ramus anterior dan


ramus posterior, masing-masing menuju ke bagian ventral dan posterior
badan. Extremitas superior dan extremitas merupakan bagian ventral dari
badan. Ramus anterior nervus spinalis membentuk plexus nervosus,
seperti plexus cervicalis [ segmen cervical 1 – 4], plexus brachialis [
segmen cervical 5 – thoracal 1 ], plexus lumbalis [ L 1 – 4 ], plexus
sacralis [ L 4 – S 4 ] dan plexus coccygeus [ S 4 – Co 1 ].
Setiap nervus spinalis mempersarafi suatu daerah tertentu,
disebut innervasi segmental atau dermatomal. Istilah dermatomal
dimaksudkan daerah kulit yang dipersarafi oleh serabut sensibel dari
suatu radix posterior melalui ramus anterior dan ramus posterior
n.spinalis.

Ramus posterior n.spinalis bercabang menjadi ramus lateralis dan


ramus medialis; ramus anterior n.spinalis bercabang menjadi ramus
cutaneus lateralis, selanjutnya bercabang menjadi ramus ventralis dan
ramus dorsalis, dan ramus cutaneus medialis yang selanjutnya bercabang
menjadi ramus lateralis dan ramus medialis (kedua cabang ini bersifat
sensibel).

Stimulus yang dibawa oleh serabut afferent sesampai di cornu


posterius medulla spinalis, membentuk synapse, selanjutnya stimulus
diteruskan ke susunan saraf pusat, dan ada kemungkinan stimulus
diterima oleh suatu interneu ron untuk diteruskan ke cornu
anterius medulla spinalis, selanjutnya melalui serabut motoris diteruskan
ke otot sehingga terjadi gerakan otot (= gerakan reflex).

Lintasan yang dibentuk disebut arcus reflex.

Ada juga serabut afferen yang tidak berganti neuron pada cornu
posterius medulla spinalis, melainkan membentuk synapse di medulla
oblongata.
Susunan saraf otonom terdiri dari saraf sympathis dan saraf pada
sympathis, yang mempunyai fungsi saling bertentangan, yaitu serabut
sympathis menyebabkan deletasi pupil mata, denyut jantung menjadi
cepat, kontraksi otot sphincter, kontraksi dinding arteri dan viscera,
delatasi arteria coronaria, sedangkan saraf parasympathis berperan untuk
kontraksi pupil mata, denyut cor menjadi lambat, relaxasi otot sphincter,
delatasi pembuluh arteri dan viscera dan kontraksi arteria coronaria.

Pusat dari saraf sympathis berada pada cornu laterale medulla spinalis
segmental Thoracolumbal [ C 8 – L 2 ] dan pusat parasympathis berada
pada brain stem [ N.III, N.VII, N.IX dan N.X ] dan pada medulla spinalis
segmental sacral S (2), 3 dan 4.
Serabut efferent [ viscero efferent = viscero motoris ]
meninggalkan cornu laterale medulla spinalis menuju ke cornu anterius,
dan meninggalkan medulla spinalis melalui radix anterior, selanjutnya
turut membentuk nervus spinalis. Kemudian serabut saraf itu
meninggalkan nervus spinalis, menuju ke ganglion paravertebrale;
karena serabut ini masih bermyelin maka disebut ramus communicans
albus, dan karena akan membentuk synapse pada ganglion paravertebrale
maka disebut serabut preganglioner. Serabut yang meninggalkan
ganglion paravertebrale, sesudah membentuk synapse, disebut serabut
postganglioner, dan karena tidak mengandung myelin, disebut ramus
communicans griseus, berjalan mengikuti percabang nervus spinalis
menuju ke pembuluh darah, kelenjar keringat, m.erector pili.

Ganglion paravertebrale terletak disamping, kiri kanan columna


vertebralis, berjumlah 22 – 24 pasang, membentuk truncus aympathicus,
bersatu di daerah coccygeus, membentuk ganglion impar.

Serabut preganglioner yang menuju ke suatu ganglion


paravertebrale pada segmen yang sama dan tidak berganti neuron akan
berjalan ascendens atau descendens melalui truncus sympathicus menuju
ke ganglion paravertebrale yang berada di sebelah cranial atau
caudalnya, dan setelah membentuk synapse di ganglion paravertebrale
bersangkutan, maka serabut postganglionernya berjalan mengikuti
percabangan nervus apinalis bersangkutan (segmen yang sama). Serabut
sympathis yang menuju ke viscera mengikuti lintasan sebagai berikut :
serabut preganglioner tidak berganti neuron di ganglion paravertebrale
tetapi melanjutkan perjalannya menuju ke ganglion prevertebrale,
membentuk synapse di sini, lalu serabut postganglionernya berjalan
menuju ke viscera (contoh ganglion coeliacum adalah ganglion
prevertebrale). Pada regio cervicalis terdapat tiga pasang ganglion
cervicale, yaitu ganglion cervicale superius, ganglion cervicale medius
dan ganglion cervicale inferius.

Serabut saraf sympathis afferent (= viscero afferent) berjalan


bersama-sama dengan serabut viscero efferent melalui ganglion
paravertebrale (tidak berganti neuron), selanjutnya mengikut ramus
communicans albus, radix posterior, ganglion spinale dan berakhir pada
cornu posterius medullae spinales.
PLEXUS SACRALIS

Dibentuk oleh ramus anterior nervus spinalis L 4 – S 3 (S 4) dan


berada di sebelah ventral m.piriformis, dipisahkan dari vasa iliaca interna
serta ureter oleh suatu lembaran fascia (= fascia pelvis parietalis).

Biasanya a.glutea superior berjalan di antara n.spinalis L 5 dan S


1; a.glutea membentuk plexus lumbalis dan juga turut membentuk plexus
sacralis).
Plexus sacralis melayani struktur pada pelvis, regio glutea dan extremitas
inferior.

Dari plexus sacralis dipercabangkan :


1. n.gluteus superior
2. n.gluteus inferior
3. n.cutaneus femoris posterior
4. n. clunium inferiores mediales
5. N.ISCHIADICUS (= SCIATIC NERVE)
6. rr.musculares

Ad.1. N.gluteus superior

Dibentuk oleh n.spinalis Lumbalis 4 – Sacral 1, berjalan melalui


foramen suprapiriformis, di sebelah cranialis m.piriformis bersama-sama
dengan vasa glutea superior. Bersifat motoris untuk m.gluteus medius,
m.gluteus minimus dan m.tensor fascia latae.

Ad.2. N.gluteus inferior

Dibentuk oleh n.spinalis L 5 – S 2, meninggalkan pelvis melalui


foramen infrapiriformis di sebelah caudalis m.piriformis, berjalan di
sebelah profunda m.gluteus maximus, dan memberi innervasi untuk otot
tersebut.
Ad.3. N.cutaneus femoris posterior

Dibentuk oleh n.spinalis Sacralis 1 – 3, berjalan melalui


foramen infrapiriformis bersama-sama dengan vasa glutea
inferior, berada di sebelah medial dari n.ischiadicus, ditutupi
oleh m.gluteus maximus, meninggalkan otot tersebut pada tepi
caudalnya, lalu berjalan descendens pada bagian superficial
caput longum m.biceps femoris, berada di sebelah profunda
fascia lata, dan mencapai regio poplitea. Selanjutnya
menampakkan diri bersama-sama dengan vena saphena parva.
Saraf ini bersifat sensibel untuk kulit perineum, bagian posterior
regio femoris dan regio cruralis.

Dari saraf ini dipercabangkan :

 nn.clunium inferiores laterals


 rr.perin eales, yang dipercabangkan pada tepi caudal
m.gluteus maximus, berjalan ke arah medial menyilang
origo otot-otot hamstring menuju ke perineum, dan
mempersarafi kulit pada regio femoris bagian medio-
cranial serta kulit genitalia externa.

Ad.5. N.ISCHIADICUS.

Saraf ini adalah saraf yang terbesar dalam tubuh manusia


yang mempersarafi kulit regio cruralis dan pedis serta otot-otot di
bagian dorsal regio femoris, seluruh otot pada crus dan pedis,
serta seluru h persendian pada extremitas inferior. Berasal dari
medulla spinalis L 4 – S 3, berjalan melalui foramen infra
piriformis, berada di sebelah lateral n.cutaneus femoris posterior,
berjalan descendens di sebelah dorsal m.rotator triceps, di sebelah
dorsal m.quadratus femoris, di sebelah ventral caput longum
m.biceps femoris, selanjutnya berada di antara m.biceps femoris
dan m.semimembranosus, masuk ke dalam fossa poplitea. Lalu
saraf ini bercabang dua menjadi N.TIBIALIS dan
N.PERONAEUS COMMUNIS.

Rami musculares dipercabangkan untuk mempersarafi


m.biceps femoris caput longum, m.semitendinosus,
m.semimembranosus dan m.adductor magnus.

Rami musculares ini dipercabangkan dari sisi medial


n.ischiadicus sehingga bagian di sebelah medial n.ischiadicus
disebut danger side dan bagian di sebelah lateral disebut safety
side.

Ad.6. Rami musculares

Cabang-cabang ini berjalan melalui foramen infra piriformis,


mempersarafi m.piriformis, mm.gemelli superior et inferior, m.obturator
internus, m.quadratus femoris. Sebenarnya plexus sacralis adalah bagian
dari plexus lumbosacralis, yang dibentuk oleh rr.anteriores n.spinalis
segmental lumbal, sacral dan coccygeus.

REFERENSI :

Diktat Topografi Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran


Universitas Hasanuddin
3. Apa saja faktor resiko timbulnya penyakit pada scenario?

a. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang, maka semakin besar


kemungkinan terjadinya penurunan anatomik dan fungsional atas organ-
organ tubuh.

Berbagai perubahan fisiologi pada lansia antara lain:

- Sistem endokrinologik
Pada sekitar 50%, lansia menunjukan intoleransi glukosa, dengan kadar
glukosa puasa normal. Pada lania juga terjadi penurunan tingkat produksi
hormone tiroid dan tingkat bersihan metabolic tiroid. Pada lansia pria
terjadi menurunan respon RSH dan TRH. Pada wanita, terjadi penurunan
hormone estrogen pasca menopause sehingga bias menimbulkan
osteoporosis.
- Sistem persendian
Pada synovial sendi terjadi perubahan berupa tidak ratanya permukaan
sendi, fibrilasi, dan pembentukan celah dan lekukan di permukaan tulang
rawan. Erosi tulang rawan hialin menyebabkan eburnasi tulang dan
pembentukan kista di rongga subkondra dan sumsum tulang. Semua
perubahan ini serupa dengan yang terdapat pada osteoartrosis. Keadaan
tersebut bias dikatakan patologik bila terjadi stress tambahan, misalnya
terjadi trauma atau pada sendi penanggung beban. Diantara penyakit
sendi yang sering terjadi pada usia lanjut adalah osteoarthritis, rematoid
artritis, gout, dan pseudogout, artritis monoartikuler senilis, dan rematika
polimialgia.
- Sistem saraf pusat dan otonom
Pada pembuluh darah terjadi penebalan tunika intima dan tunika media
sehingga sering terjadi gangguan vaskularisasi otak yang berakibat
terjadinya TIA, stroke, dan demensia vaskuler. Vaskularisasi yang
menurun pada daerah hipotalamus menyebabkan terjadinya gangguan
saraf otonom, disamping mungkin sebagai akibat pengaruh berkurangnya
berbagai neutransmiter. Penyakit metabolic seperti diabetes, hipotiroid,
dan hipertiroid dapat menyebabkan gangguan pada susunan saraf tepi,
baik yang bersifat otonom atau tidak.

- Otot dan Tulang


Otot-otot mengalami atrofi karena berkurangnya aktivitas, gangguan
metabolic, atau denervasi saraf. Dengan bertambahnya usia, proses
berpasangan (coupling) penulangan yaitu perusakan dan pembentukan
tulang melambat, terutama pembentukannya. Hail ini selain akibat
menurunnya aktivitas tubuh, juga akibat penurunan hormone estrogen
(pada wanita), vitamin D (terutama orang yang kurang terkena sinar
matahari) dan beberapa hormone lain seperti kalsitonin, dan
parathormon. Tulang-tilang terutama trabekulae menjadi lebih berongga-
rongga, mikroarsitektur berubah dan sering berakibat patah tulang baik
akibat benturan ringan maupun spontan.

b. Jenis kelamin
Sesudah menopause hampir tidak ada estrogen yang disekresikan
oleh ovarium. Hal ini menyebabkan berkurangnya aktifitas osteoblastik,
berkurangnya matriks tulang dan juga berkurangnya deposit kalsium dan
fosfat pada tulang. Pada beberapa wanita efek ini sangat hebat, sehingga
menyebab-kan osteoporosis yang sangat berrisiko untuk terjadinya
fraktur.

c. Berat badan
Tulang sebagai bagian dari rangka tubuh manusia memiliki
fungsi utama sebagai kerangka yang keras untuk mendukung,
melindungi, dan memudah fungsi jaringan lunak. Obesitas akan
mengurangi kepadatan tulang serta meningkatkan resiko mengalami
patah tulang. Pada dasarnya, tulang memiliki kemampuan untuk selalu
memperbarui diri dengan cara menghancurkan jaringan tulang yang
sudah rusak dengan sel osteoklas dan membangun jaringan tulang baru
dengan sel osteoblast. Jika kecepatan keduanya seimbang, tulang akan
senantiasa padat dan kuat. Namun, pada orang obesitas biasanya
kecepatan memperbarui jaringan tulang ini tidak seimbang.

d. Genetik
Kesehatan tulang tergantung dari gen yang diturunkan dari
orangtuanya. Apabila salah satu orangtua mengalami patah tulang dipanggul,
maka keturunannya dapat juga mengalami fraktur yang sama.

e. Ras
Orang-orang ras Afro American memiliki resiko osteoporosis
lebih rendah dibandingkan dengan ras Caucasian atau Asian. Hal ini
disebabkan karena tulang-tulang yang dimiliki oleh ras American lebih besar
dan kuat. Dengan demikian, orang Indonesia yang merupakan ras Asian
mempunyai resiko tinggi untuk terkena osteoporosis.
Referensi :
- H. Hadi Martono. 2010. Buku Ajar Geriatri. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
- Jurnal Obesitas Dan Pengeroposan Tulang. Bagian Anatomi FK
4. Apa patofisiology dari nyeri dan klasifikasinya !

MEKANISME NYERI
Proses nyeri mulai stimulus nociceptor oleh stimulus noxious sampai terjadi
pengalaman subyektif nyeri adalah suatu seri kejadian elektrik dan kimia yang
bias dikelompokkan menjadi 4 proses yaitu:
- Transduksi dimulai dari stimulus nociceptor oleh stimulus noxious pada
jaringan yang kemudian akan mengakibatkan stimulus nociceptor
dimana disini stimulus noxious tersebut akan diubah menjadi potensial
aksi. Selanjutnya potensial aksi tersebut akan ditransmisikan menuju
neuro susunan saraf pusat yang berhubungan dengan nyeri.
- Transmisi adalah kondisi implus dari neuron aferen primer ke kornu
dorsalis medula spinalis, pada kornu dorsalis ini neuron aferen primer
bersinaps dengan neuron susuna saraf pusat. Dari sini jaringan neuron
tersebut akan naik ke atas di medulla spinalis menuju batang otak dan
talamus. Selanjutnya terjadi hubungan timbal balik antara thalamus
dengan pusat-pusat yang lebih tinggi di otak yang mengurusi response
persepsi dan efektif yang berhubungan dengan nyeri. Tetapi rangsangan
nesiseptif tidah selalu menumbulkan persepsi nyeri dan sebaliknya
persepsi nyeri bias terjadi tanpa stimulus nesoseptif.
- Modulasi sinyal yang mampu mempengaruhi proses nyeri tersebut, tanpa
modulasi sinyal yang paling diketahui adalah pada kornu dorsalis
medulla spinalis.
- Persepsi dimana pesan nyeri direlai menuju ke otak dan menghasilkan
pengalaman yang tidak menyenangkan.

KUALIFIKASI NYERI

- Nyeri karena gangguan iflamasi


Proses nyeri terjadi karena stimulus nesiseptor akibat pembebasan
berbagai mediator kimiawi selama proses inflamasi terjadi. Inflamasi
terjadi akibat rangkaian reaksi imunologik yang dimulai oleh adanya
antigen yang kemudian di proses oleh antigen presenting cells (APC)
yng kemudian akan dieksresikan ke permukaan sel dengan determinan
HLA yang sesuai. Antigen yang dieksresikan ke permukaan sel dengan
determinan HLA yang sesuai. Antigen yang eksresikan tersebut akan
diikat oleh sel T melalui reseptor sel T pada permukaan sel T membentuk
kompleks trimolekuler.

Kompleks trimolekuler tersebut akan mencetuskan rangkaian reaksi


imunologik dengan pelepasan berbagai sitokin (IL-1,IL2) sehingga
terjadi aktivasi,mitosis dan proliferasi sel T tersebut. Sel T yang
teraktivasi juga akan menghasilkan berbagai limfikinn dan mediator
inflamasi yang bekerja merangsang makrofag untuk meningkatkan
aktivitas fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan aktivasi sel B
untuk memproduksi antibody.
Setelah berikatan dengan antigen, antibody yang dihasilkan akan
membentuk kompleks imun yanag akan menendap pada organ target dan
mengaktifkan sel radang untuk melalukan fagositosis yang diikuti oleh
pembebasan metabolic asam arakidonat, radikal oksigen bebas, enzim
protease yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan pada organ
target tersebut.

- Mekanisme akibat gangguan mekanik


Proses nyeri dimulai dari stimulasi nociceptor oleh stimulus noxious
Sampai terjadinya pengalaman subyektif nyeri adalah suatu seri kejadian
elektrik dan kimia yang bias dikelompokkan menjadi 4 proses, yaitu
transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi.

a. Transduksi
Mekanisme nyeri dimulai dari stimulasi nociceptor oleh stimulus
noxious pada jaringan, yang kemudian akan mengakibatkan stimulasi
nosiseptor dimana disini stimulasi noxious tersebut akan dirubah menjadi
potensial aksi. Proses ini disebut transduksi atau aktivasi reseptor.

b. Transmisi
Tahap pertama transmisi adalah konduksi impuls dari neuron
afferent primer ke kornu dorsalis medulla spinalis, pada kornu
dorsalis ini neuron afferent bersinap dengan neuron susunan saraf
pusat. Dari sini jaringan neuron tersebut akan naik keatas di medulla
spinalis menuju batang otak dan thalamus. Selanjutnya terjadi
hubungan timbal balik terhadap thalamus dan pusat-pusat yang lebih
tinggi di otak yang memgurusi respons presepsi nyeri bias terjadi
tanpa stimulasi nisiseptif.

c. Modulasi
Terdapat proses modulasi sinyal yang mampu mempengaruhi
proses nyeri tersebut. Tempat modulasi sinyal yang paling diketahui
adalah pda kornu dorsalis medulla spinalis.

d. Persepsi
Proses dimana pesan nyeri di relai ke otak dan menghasilkan
pengalaman yang tidak menyenangkan (nyeri)
Referensi :
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.2007. Edisi IV jilid II.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.Hal 312
5. Langkah-langkah diagnosis pada OA!

 ANAMNESIS
Pada umumnya pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhannya
sudah berlangsung lama.,tetapi berkembang secara perlahan.
a. Nyeri Sendi
Merupakan keluhan utama yang seringkali membawa pasien ke
dokter. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan berubah
dengan sedikit berkurang dengan istirahat.beberapa gerakan tertentu
menuimbulkan rasa nyeri yang lebih disbanding gerakan yang lain.
b. Hambatan gerak sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan-pelan
sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
c. Kaku pagi hari
Beberapa pasien nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah
imobilitas,seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang lama.
d. Krepitasi
Rasa gemeretak pada sendi yang sakit.

 PEMERIKSAAN FISIK
a. Hambatan gerak
Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun pada OA yang masih
dini secara radiologis. Biasanya bertambah berat dengan semakin
beratnya penyakit,sampai sendi hanya bias digoyangkan dan menjadi
kontraktur.
b. Krepitasi
Gejala ini lebih berat untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Pada
awalnya hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau
remuk oleh pasien atau dokter yang memriksa. Dengan
bertambahnya berat penyakit ,krepitasi dapat terdengar sampai jarak
tertentu. Gejala ini mungkin timbal karena gesekan kedua permukaan
tulang sendipada saat digerakkan atau secara pasif di manipulasi.
c. Pembengkakan sendi yang seringkali asimetris
Pembengkakan sendi pada OA dapt timbul karena efusi pada sendi
yang biasanya tak banyak.

 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis OA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan
radiografis.
a. Radiografis sendi yang terkena
Gambaran radiologis sendi yang menyokong diagnosis OA sbb :
- Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris.
- Peningkatan densitas tulang subkondral
- Kista tulang
- Osteofit pada pinggir sendi
- Perubahan struktur anatomi sendi

 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hasil pemriksaan lab pada OA biasanya tak banyak berguna. Darah
tepi (hemoglobin,leokosit,LED ) dalam batas-batas normal kecuali OA
generalisata yang harus dibedakan dengan arthritis peradangan.

 PEMERIKSAAN MARKER
Ada beberapa jenis maker molekulaer yang dapat ditemukan dalam
cairan synovial atau dalam serum pasien OA yang bersal dari berbagai
komponen ekstraseluler matriks.

Referensi :
BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM EGC.JAKARTA.HAL
6. Bagaimana patomekanisme keluhan yang di alami oleh pasien berdasarkan
skenario!

Dalam skenario dijelaskan bahwa pasien berumur 60 tahun dan memiliki


IMT (Indeks Masa Tubuh) 40 dengan kategori berat badan yang berlebih
(obesitas). Selama 1 tahun terakhir pasien merasa nyeri pada kedua lutunya.
Dan 1 hari yang lalu ia terpeleset hingga mengeluh sakit pinggul.
Patomekanisme yang dialami oleh pasien tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut :

NYERI PADA LUTUT


 Fase 1 : terjadi penguraian proteolitik pada matrik kartilago.
Metabolism kondrosit menjadi terpengaruh dan meningkatkan produksi
enzim seperti metalloproteinases yang kemudian hancur dalam matriks
kartilago. Kondrosit juga memproduksi penghambat protease yang akan
mempengaruhi proteolitik. Kondisi ini memberikan manifestasi pada
penipisan kartilago. Pada fase di atas tubuh membutuhkan estrogen
sebagai salah satu hormon yang berfungsi dalam mempertahankan massa
tulang. Namun, pasien telah berumur 60 tahun. Apabila telah mengalami
periode menopause hormon estrogen tidak berfungsi lagi sehingga
lapisan kartilago perlahan-lahan semakin menipis. Selain itu, berat badan
pasien yang berlebih menyebabkan tumpuan atau beban yang ditopang
oleh tulang terutama pada regio articulatio genue semakin meningkat dan
semakin memperparah proses pengikisan lapisan kartilago.
 Fase 2 : pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago,
disertai adanya pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam
cairan sinovia.
 Fase 3 : proses penguraian dari produk kertilago yang menginduksi
respons inflamasi pada sinovia. Produksi makrofag sinovia seperti
interleukin 1 (IL-1), tumor necrosis factor-alpha (TNFα), dan
metalloproteinase menjadi meningkat. Kondisi ini memberikan
manifestasi balik pada kartilago dan secara langsung memberikan
dampak adanya destruksi pada kartilago. Molekul-molekul pro-inflamasi
lainnya seperti nitric oxide (NO) juga ikut terlibat. Kondisi ini
memberikan manifestasi perubahan arsitektur sendi, dan memberikan
dampak terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi. Perubahan
arsitektur sendi dan stress inflamasi memberikan pengaruh pada
permukaan artikular menjadikan kondisi gangguan yang progresif.
Fase di atas menjelaskan adanya proses pertumbuhan tulang ireguler
yang menyebabkan inflamasi akibat pembengkakan sendi oleh radang
sendi atau bertambahnya cairan sendi. Hal itu menimbulkan nyeri
disekitar jaringan hingga menjalar ke area panggul. Rasa nyeri biasa
timbul saat pasien berjalan.

SAKIT PADA PANGGUL

Proses patomekanisme nyeri yang terjadi pada panggul sama hal nya
dengan nyeri pada lutut. Sendi panggul berfungsi menyokong berat tubuh
yang menyebabkan kondisi sendi panggul rentan terhadap pemburukan dan
pengikisan tulang sendi sehingga terjadi peradangan.

Keluhan sakit panggul yang dialami oleh pasien bisa jadi berkaitan dengan
nyeri lutut yang dialaminya selama 1 tahun. Nyeri lutut yang terjadi
menyebabkan adanya perubahan titik tumpu saat berjalan, dimana semua
tumpuan berpusat pada sendi panggul ditambah lagi pasien memiliki berat
badan yang berlebih. Hal ini menyebabkan bertambahnya beban yang
ditopang oleh sendi panggul. Jika nyeri ini dibiarkan terlalu lama maka
pasien akan sulit berjalan (tidak normal) sehingga rawan terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan seperti terpeleset yang dialami oleh pasien.
Trauma juga merupakan salah satu penyebab nyeri panggul. Cedera sendi
terutama sendi-sendi penumpu berat badan yang akut termasuk robekan
terhadap ligamentum krusiatum dan meniscus merupakan faktor timbulnya
gejala osteoatritis.

Pasien terpeleset bisa saja mengalami benturan yang cukup berat dan
menjadi faktor penentu lokasi pada orang-orang yang mempunyai
predisposisi osteoarthritis dan berkaitan pula dengan perkembangan dan
beratnya osteoarthritis yang dialami sebelumnya.

Referensi :
Noor,zairin.2016.Buku Ajar Gangguan
Muskuloskeletal.Jakarta:Penerbit Salemba Medika
E-jurnal.Digilib.Uni
7. Apa saja DD dari scenario diatas ? ( OA, AR, Ghout )
= OSTEOARTRITIS

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degenerative yang berkaitan


dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan
kaki paling sering terkena OA.

ETIOPATOGENESIS OSTEOARTRITIS

Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan


OA sekunder. Osteoartritis primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang
kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik
maupun proses perubahan local pada sendi. OA sekunder adalah OA yang
didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan,
herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang terlalu lama. Osteoartritis
primer lebih sering ditemukan dibandingkan OA sekunder ( Woodhead, 1989;
Sunarto, 1990; Rahardjo, 1994).

FAKTOR-FAKTOR RISIKO OSTEOARTRITIS


1. Umur
Dari semua faktor risiko untuk timbulnya OA, faktor ketuaan adalah yang
terkuat. Prevalensi dan beratnya OA semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. OA hamper tidak pernah pada anak-anak, jarang pada
umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.

2. Jenis kelamin
Wanita lebh sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, dan lelaki lebih
sering terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher.

3. Suku bangsa
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada OA nampaknya terdapat
perbedaan, OA paha lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam dan Asia
daripada Kaukasia. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup.

4. Genetic
Faktor herediter juga berpengaruh pada timbulnya OA. Adanya mutasi gen
prokolagen II atau gen structural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi
seperti kolagen tipe IX DAN XII, protein pengikat, atau proteoglikan
dikatakan berperan dalam banyak timbulnya OA ( terutama pada OA banyak
sendi).

5. Kegemukan dan penyakit metabolic


Berat badan yang berlebih nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko
untuk timbulnya OA baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan
ternyata tak hanya berkaitan dengan OA pada sendi yang menanggung
beban, tapi juga dengan OA sendi lain ( tangan atas sternoklavikula). Peran
faktor metabolic dan hormonal antara OA dan kegemukan juga disokong
oleh adanya kaitan antara OA dengan penyakit jantung coroner, DM dan
hipertensi.

6. Cedera sendi, pekerjaan, dan olahraga

SENDI- SENDI YANG TERKENA

Adanya predileksi OA pada sendi-sendi tertentu ( carpometacarpal I,


metatarsophakangeal I, sendi apofiseal tulang belakang, lutul dan paha)
adalah nyata sekali.

RIWAYAT PENYAKIT
1. Nyeri sendi
2. Hambatan gerakan sendi
3. Kaku pagi
4. Kresipitasi
5. Pembesaran sendi (deformitas)
6. Perubahan gaya berjalan

PEMERIKSAAN FISIS
1. Hambatan gerak
2. Kresipitasi
3. Pembengkakan sendi yang seringkali asimetris
4. Tanda-tanda peradangan
5. Perubahan bentuk (deformitas) sendi yang prmanen
6. Perubahan gaya berjalan

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Radiografis sendi yang terkena
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tak banyak


berguna. Darah tepi ( hemoglobin, leukosit, laju endap darah) dalam
batas normal, kecuali OA generalisata yang harus dibedakan dengan
artritis peradangan. Pemeriksaan imunologi ( ANA, faktor rheumatoid
dan komplemen) juga normal. Pada OA yang disertai peradangan,
mungkin didapatkan penurunan viskositas, pleositosis ringan sampai
sedang, peningkatan ringan sel peradangan (<8000/m) dan peningkatan
protein.

PENATALAKSANAAN

• Terapi non-farmakologis :
- Edukasi atau penerangan
- Terapi fisik dan rehabilitasi
- Penurunan berat badan.

• Terapi Farmakologis :
- Analgesik oral non-opiat
- Analgesik topical
- OAINS (obat anti inflamasi non steroid )
- Chondroprotective ( tetrasiklin, asam hialuronat,
glikosaminoglikan, kondroitin sulfat, vit c, superoxide dismutase)
- Steroid intra-artikuler

• Terapi bedah :
- Malaligment, deformitas lutut valgus-varus dsb
- Arthroscopic debridement dan joint lavage
- Osteotomy
- Artroplasti sendi total.

Referensi :
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.2007. Edisi IV jilid II.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.Hal 1195-1202
= ARTRITIS REUMATOID
Artritis rematoid (AR) merupakan penyakit inflamasi kronis sistemik
yang ditandai dengan pembengkakan dan nyeri sendi, serta destruksi
membrane synovial persendian. Artritis rematoid dapat mengakibatkan
terjadinya distabilitas berat secara mortalitas dini.

ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Artritis rheumatoid terjadi akibat adanya predispose genetic, terutama
HLA-DR4 dan HLA-DR1, yang menimbulkan reaksi imunologis pada
membrane sinovium. Artritis rheumatoid lebih sering terjadi pada
perempuan (rasio 1:3 dibanding laki-laki), serta insidens tertinggi
ditemukan pada usia 20-45 tahun. Selin pengruh genetic, factor resiko
RA yang lain ialah kemungkinan infeksi bacterial, virus serta kebiasaan
merokok

MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala konstitusional: penurunan berat badan, malaise, depresi,
demam dan kakeksia.
2. Manifestasi articular, dapat dibagi dalam dua kategori yaitu :
a. Manifestasi reversible berkaitan dengan inflamasi sinovium
- Kekauan sendi pada pagi hari, dapat berlangsung >2 jam bila tidak diberi
pengobatan adekuat.
- Dapat ditemukan tanda sinovitis: kemerahan,bengkak,panas,maupun
nyeri. Pada keadaan kronis, hal tersebut terutama disebabkan oleh
granulasi dan fibrosis.
b. Manifestasi irreversible akibat pnipisan kartilago sendi dan
erosi tulang periartikular. Tanda dan gejala dapat muncul sesuai
predileksi sendi :
- Vertebra servikalis : kekauan pada seluruh segmen leher, berkurangnya
lingkup gerak sendi,, gangguan stabilitas sendi, subluksasi vertebra pada
C4 C5 atau C5 C6.
- Gelang bahu :berkurangnya lingkup gerak sendi hingga terjadi kekakuan
gelang bahu berat (frozen shoulder syndrome).
- Siku : dapat ditemukan sinovitis artikulasio kubiti yang bermanifestasi
sebagai parestesia digiti IV dan V serta paralisis fleksor digiti V.

- Tangan : pembengkakan fusiformis di PIP, swan neck deformities ( MCP


fleksi, PIP hiperekstensi, DIP fleksi), boutonniere (PIP fleksi, DIP
hiperekstensi), carpal tunnel syndrome,z-line deformity (deviasi ulnar),
dan tenosynovitis :
 Panggul : keterbatasan range of motion (ROM).
 Lutut : penebalan synovial, efusi lutut, kista baker.
 Kaki dan pergelangan kaki : rasa nyeri, pronasi dan eversi kaki akibat
spasme otot, parestesia pada telapak kaki, deformitas subluksasi kaput
metatarsal (hammer toe).
3. Manifestasi ekstraartikular, meliputi :
- Kulit : nodul rheumatoid, purpura, pioderma gangrenosum.
- Mata : keratokonjungtivitis sicca, skleritis,episkleritis.
- THT : xerostomia,periodontitis
- System respirasi : nyeri tenggorokan, nyeri menelan, disfonia,
oneumonitis interstisial,vaskulitis pulmoner, efusi pleura,fibrosis paru
luas .
- System kardiovaskular: pericarditis, penyakit jantung
iskemik,miokarditis, disfungsi katup, fenomena emboli, aritmia,
regurgitasi mitral, aoritis,kardiomiopati.
- Sistem gastrointestinal: vaskulitis.
- System urogenital : nefropati membranosa, amyloidosis sekunder.
- System saraf : mielopati, neuropati.
- System hematologi : anemia penyakit kronis,
neutropenia,splenomegali,leukemia limfositik granuler,limfoma,sindrom
felty.
- System endokrin : hipoandrogenisme.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Darah perifer, anemia, trombositosis, dan peningkatan laju endap darah
dan C-reactive protein.
- Analisis cairan sendi inflamasi: leukosit 5.000-50.000/ PMN>50%,
protein meningkat, glukosa menurun, uji bekuan musin buruk,Kristal (-),
kultur bakteri (-)
- Factor rheumatoid (RF) serum umumnya positif. Factor rheumatoid
adalah antibody terhadap fraksi Fc IgC dan berhubungan dan prognosis.

DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis AR menurut American Rhumatisdm Association
(ARA, 1987) mencakup poin berikut :
1. Kaku pada pagi hari di persendiaan atau sekitarnya sekurang-
kurangnya 1 jam sebelum ada perbaikan maksimal.
2. Timbul artritis pada 3 daerah persendian atau lebih yang timbul
secara bersamaan .
3. Terdapat artritis, minimal pada satu persendiaan tangabn.
4. Terdapat artritis yang bersifat simetris.
5. Ditemukan nodul rheumatoid, yaitu berupa nodul subkutan pada
penonjolan tulang atau permukaan ekstensor atau daerah juksta
artikuler.
6. Factor rheumatoid serum yang positif.
7. Perubahan gambran radiologi yang menunjukkan adanya erosi atau
dekalsifikasi tulang yang berlokasi pada sendi atau daerah yang
berdekatan dengan sendi.

DIAGNOSIS BANDING
Artropati reaktif,, spondiloartropi seronegatif, lupus eritematousus
sistemik, artritis gout.

TATA LAKSANA
Tujuan pengobatan AR ialah menghilangkan inflamassi, mencegah
deformitas, mengembalikkan fungsi sendi, dan mencegah destruksi
jaringan lebih lanjut.
1. Terapi medikamentosa
a. Obat antiinflamasi non steroid (OAINS). Ini diberikan
sejak munculnya gejala nyeri sendi. Namun, OAINS tidak
melindungikerusakan tulang rawan sendi dan tulang dari
proses dektruksi.
b. Disease modifying antiheumatic drugs (DMARDs), untuk
mengontrol penyakit dan kerusakan sendi. Terpai dengan
DMARDs dapat dilakukan secara tunggal maupun kombinasi.
c. Penggunaan kortikosteroid sistemik atau dengan kombinasi
imunosupresan lain ( siklofosfamid atau siklosporin) pada
yang kasus berat : vaskulitis, skleritis,serositis rekalsitrans.

PROGNOSIS

Prognosis AR sangat bergantung dari waktu diagnosis dan


pengobatan dimulai. Sekitar 40% pasien AR mengalami
hendkanya dalam 10 tahun kedepannya. Penggunaan DMARD
kurang dari 12 minggu setelah gejala awal menunjukkan hasil
remisi yang lebih baik.

Referensi :Buku Kapita Selekta Kedokteran.jilid IV Hal.835-


837.
= ARTRITIS GOUT

Artristis gout atau artritis pirai adalah suatu peradangan sendi


sebagia manifestasi dari akumulasi endapa Kristal monosodium urat,
yang terkumpul didalam sendi sebagai aibat dari tingginya kadar asam
urat di dalam darah (hiperurucemia).tidak semua orang dengan
hiperuricemia adalah penderita artritis pirai atau sedang menderita artritis
pirai. Akan tetapi,resiko terjadi artritis pirai lebih besaar dengan
meningkatnya konsentrasi asam urat darah.

EITOLOGI

Penyakit ini dikaitkan dengan adanya abnormalitas kadar asam


urat dalam serum darah dengan akumulasi endapan kristal monosodium
urat, yang terkumpu di dalam sendi. Keterkaitan antara gout dengan
hiperurisemia yaitu adanya produksi asam urat yang berlebih,
menurunnya ekskresi asam urat melalu ginjal, atau mungkin karena
keduannya

PATOFISIOLOGI

Peningkatan kadar asam urat serum dapat disebabkan oleh


pembentukan berlebihan atau penurunan ekskresi asam urat, ataupun
keduannya. Asam urat adalah produk akhir metabolisme purin.

Secara normal,metabolism purin menjadi asam urat sebagai erikut;

1. Jalur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat melalui
precursor nonpurin. Subtract awalnya adalah ribose-5-fosfat, yang
diubah melalui serangkaian zat antara menjadi nukleotida purin (asam
inosinat, asam guanilat, asam adenilat). Jalur inidi kendalikan oleh
serangkaian mekanisme yang kompleks, dan terdapat beberapa enzim
yang mempercepat reaksi yaitu;5-fosforibosilpirofosfat (PRPP) sintetase
dan amidofosforibosiltransferase (amido-PRT). Terdapat suatu
mekanisme inhibisi umpan balik oleh nukleotida purin yang terbentuk,
yang fungsinya untuk mencegah pembentukan berlebih.
2. Jalur penghematan adalah jalur pembentuk nukleotida purin melalui basa
purin bebasnya, pemecahan asamnukleat, atau asupan makanan. Jalur ini
tidak melalui zat-zat perantara seperti jalur de novo. Basa purin bebas
(adenine, guanine, hipoxantin) berkondensasi dengan PRPP untuk
membentuk precursor nukleotida purin dari asam urat. reaksi ini dikatalis
oleh dua enzim: hipoxantin guanine fosforibosiltransferase (HGPRT) dan
adenine fosforibosiltransferase(APRT).
Asam urat yang terbentuk dari hasil metabolism purin akan
difiltrasi secara bebas oleh glomerulus dan diaresorpsi ditubulus
proximal ginjal. Sebagian kecil asam urat yang diresorpsi kemudian
diekskresi di nefron distal dan dikeluarkan melalui urine.

Pada penyakit artritis gout, terdapat gangguan keseimbangan


metabolism (pembentukan dan ekskresi ) dari asam urat tersebut,

a. Penurunan ekskresi asam urat secara idiopatik.


b. Penurunan ekskresi asam urat sekunder, misalnya karena gagal
ginjal.
3. Peningkatan produksi asam urat
4. Peningkatan asupan makanan yang mengandung purin
Peningkatan produksi atau hambatan ekskresi akan menigkatkan
kadar asam urat dalam tubuh. Asam urat ini merupakan suatu zat yang
kelarutannya sangat rendah sehingga cenderung membentuk Kristal.

MANIFESTASI KLINIK

1. Artritis gout topical


- Beratnya serangan artritis mempunyai sifat tidak bisa berjalan, tidak
dapat memakai sepatu dan mangaggu tidur. Rasa nyeri digambarkan
sebagai excruciating pain dan mencapai puncak dalam 24 jam. Tanpa
pengobatan pada serangan permulaan dapat sembuh dalam 3-4 hari
- Serangan biasannya bersifat monoartikuler dangan tanda inflamasi
- Remisi sempurna antara serangan acut
- Hiperuricemia
- Adanya factor pencetus seperti trauma sendi, alcohol, obat-obatan dan
tindakan pembedahan
2. Artritis gout atipikal
Gambaran klinik yang khas seperti artritis berat, monoartikuler, dan
remisi sempurna tidak ditemukan, Tofi yang biasanya timbul beberapa tahun
sesudah serangan pertama ternyata ditemukan bersama dengan serangan
acut. Dalam menghadapi kasus gout yang atipikal, diagnisi harus dilakukan
secaracermat dapat dipastikan dengan melakukan punkis cairan sendi dan
dilanjutkan secara mikroskop dilihat Kristal urat.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Laboratorium
1. Pemeriksaan cairan synovial
2. Pemeriksaan serum asam urat
3. Urinalisi 24 jam
4. Pemeriksaan kimia darah
5. Leukositosis didapatkan pada fase acut

Radiodiagnostik

PENATALAKSANAAN

 Non- farmakologi
- Edukasi atau penerangan
- Diet sehat
 Farmakologi
- Naproxen dan natrium diklofenak (NSAID)
- Colchine
- Costicosteroid
- Probenecid
- Allopurinol

 Intervensi bedah
- Perbaikan dilakukan paling sering hanya untuk pada
pasien kondisi artritis gout kronik

Referensi :

Noor,zairin.2016.Buku Ajar Gangguan


Muskuloskeletal.Jakarta:Penerbit Salemba Medika
8. Perspektif islam

Penciptaan tubuh yang seimbang

Q.S. Al-Infithar : 7

‫اك َخلَقَ َك الَّ ِذي‬ َ َ‫فَعَدَلَ َك ف‬


َ ‫س َّو‬
“yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu
dan menjadikan (susunan tubuh) mu seimbang”

HR. Muslim : 1675


“sesungguhnya setiap manusia dari keturunan Adam diciptakan
dengan 360 sendi. Barang siapa bertakbir, bertahmid, bertahlil,
bertasbih, beristighfar, menyingkirkan batu dari jalanan, duri atau
tulang dari jalanan, memerintahkan kebaikan, mencegah
kemungkaran, sejumlah 360 sendi tersebut, maka hari itu ia telah
berjalan sambil menjauhkan dirinya dari neraka.”
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 1991. Hal 4-6.
Irfan M, Rizka Gahara. Beda Pengaruh Penambahan Long Axis
Oscillated Traction Pada Intervensi MWD Dan TENS Terhadap
Pengurangan Rasa Nyeri Pada Capsular Pattern Akibat
Osteoatritis Lutut. Universitas INDONUSA Esa Unggul. Jakarta.
ol. 6 No. 1, April 2006.
2. Diktat Topografi Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
3. H. Hadi Martono. 2010. Buku Ajar Geriatri. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jurnal Obesitas Dan Pengeroposan Tulang. Bagian Anatomi FK
Unsri
4. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.2007. Edisi IV jilid
II.Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.Hal 3127
5. Buku Ajar Penyakit Dalam. EGC.Jakarta.Hal.280
6. Noor,zairin.2016.Buku Ajar Gangguan
Muskuloskeletal.Jakarta:Penerbit Salemba Medika
E-jurnal.Digilib.unila.ac.id
7. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.2007. Edisi IV jilid II.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.Hal 1195-1202
Buku Kapita Selekta Kedokteran.jilid IV Hal.835-837.

Anda mungkin juga menyukai