OLEH:
KELOMPOK IV
2.1 Subjektif
Data subjektif yang terdapat pada kasus ini yaitu pasien berjenis kelamin
wanita berusia 70 tahun dengan keluhan mual muntah, mengantuk, dan pusing.
2.2 Objektif
Data objektif pada kasus ini yaitu pasien dengan diagnosis utama kanker
serviks stadium IIIb dan diagnosis sekunder anemia. Pasien dalam terapi
kemoterapi Paclitaxel dan Cisplatin sebanyak 6 seri dan 30 seri radiasi eksternal.
Untuk terapi suportif, pasien menerima suplemen Ferro Sulfat 3 x 65 mg per oral,
Asam Mefenamat 3 x 500 mg per oral, dan Asam folat 2 x 2 mg per oral. Berikut
hasil pemeriksaan laboratorium dan fisik yang dilakukan pasien.
Pemeriksaan Nilai Rujukan Hasil Pemeriksaan
Laboratorium
WBC 4,1 – 11 2,7
RBC 4 – 5,2 2,96
HGB 12 – 16 9,8
HCT 35-47 25
PLT 150 – 400 107
Kreatinin 0,5 – 0,9 0,8
Glukosa darah puasa 70 – 110 113
Pemeriksaan fisik
Tekanan darah 110/70
Nadi 80
Respirasi 20
Suhu 36
2.3 Assesment
2.3.1 Diagnosa Utama
A. Klasifikasi Stadium Klinis Kanker Serviks
Oleh karena cisplatin memiliki potensi emetogenik yang tinggi dan onset
emetogenisitas yang cepat (1,5 jam) (CDHB, 2012), sehingga rekomendasi
premedikasi yang diberikan adalah kombinasi 5HT3 + DEX + APR (Janelsins et
al., 2013). 5HT3 yang digunakan adalah ondansetron, hal ini didasarkan pada
percobaan awal yang menunjukkan bahwa ondansetron adalah antiemetik yang
efektif untuk pasien yang menerima rejimen berbasis cisplatin, dan menunjukkan
lebih unggul dari metoklopramid pada pasien yang menerima rejimen cisplatin dan
noncisplatin (Rao dan Faso, 2012).
Dosis yang diberikan berturut-turut adalah ondansetron 16 mg PO atau 8 mg
IV; deksametason 8-20 mg PO/IV; aprepitant 125 mg PO pada hari pertama dan 80
mg PO pada hari kedua dan ketiga (Rao dan Faso, 2012). Agen pra-kemoterapi
diberikan secara oral memiliki waktu yang cukup untuk diserap, sedangkan untuk
antiemetik intravena hanya boleh diberikan jika pasien tidak mampu minum
antiemetik oral, harus 30 menit sebelum pengobatan, dan hanya untuk dosis segera
sebelum kemoterapi yang tinggi dan sedang hingga sangat emetogenik (CDHB,
2012).
D. KIE
Komunikasi, Informasi dan Edukasi sangat penting dilakukan, karena salah
satu parameter keberhasilan terapi yang dilaksanakan adalah pemahaman dari
pasien tentang obat dan kegunaan obat yang dikonsumsi sehingga hal ini
diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat.
Pasien, keluarga pasien atau caregiver pasien dapat diberikan KIE untuk
menunjang terapi pada pasien adalah sebagai berikut:
1) Diberikan kemoterapi dengan pemberian cisplatin dan paclitaxel dengan
tujuan untuk pengobatan, sebagai kontrol (menghambat perkembangan),
mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Namun, perlu
diperhatikan bahwa kemoterapi dapat memberikan beberapa efek samping
seperti demam, mual dan muntah, rambut rontok, dan gangguan pencernaan
(Edward and Devita, 2013).
2) Selain gelaja-gejala di atas, anemia merupakan salah satu fenomena umum
yang terjadi pada pasien yang menerima kemoterapi. Sebelumnya pasien
telah diberikan suplemen ferro sulfat secara oral. Ferro sulfat sebaiknya
diberikan kepada pasien 2 jam setelah makan. Ferro sulfat yang mengandung
zat besi jika diberikan sebelum makan (keadaan perut kosong) menyebabkan
mual dan muntah pada pasien. Sebaiknya pemberian ferro sulfat per oral tidak
dibarengi dengan makanan karena dengan adanya makanan, jumlah zat besi
yang diserap menjadi setengahnya. (Dipiro, 2008). Akan tetapi kondisi
hemoglobin dan sel darah merah belum mencapai batas normal dan oleh
karena itu terapi anemia ditingkatkan dengan peningkatan dosis atau
penggantian rute pemberian suplemen besi dari oral menjadi IV. Selain itu,
pasien juga diberikan asam folat dengan tujuan untuk menunjang pematangan
sel darah merah dan juga mendukung metabolisme beberapa asam amino
(Groff, et al., 2005).
3) Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah yang merupakan efek samping
dini setelah pemberian sitostatika. Untuk mengatasi keluhan tersebut, maka
diberikan premedikasi berupa kombinasi ondansentron, deksametason dan
aprepitant dengan tujuan mencegah atau mengurangi hipersensitivitas yang
diakibatkan oleh obat-obat kemoterapi. Ondansetron 8 mg diberikan 1 sampai
2 jam (oral) atau 16 mg diberikan 1 sampai 2 jam (intravena) sebelum pasien
menjalani kemoterapi, deksametason 8-20 mg PO/IV, dan aprepitant 125 mg
PO pada hari pertama dan 80 mg PO pada hari kedua dan ketiga (Rao dan
Faso, 2012). Pasien juga diberikan asam mefenamat yang digunakan untuk
mengurangi rasa pusing yang diderita pasien (BNF, 2014).
4) Selain terapi farmakologi yang diberikan, dianjurkan pula terapi non
farmakologi pada pasien dengan mengatur pola makan (makan makanan yang
rendah lemak), istirahat yang cukup, serta menghindari stress berlebih.
5) Terapi yang dianjurkan oleh World Health Organization (WHO) adalah
terapi suportif atau dukungan. Pasien dengan kemoterapi perlu mendapatkan
dukungan dari keluarga, teman, atau saudara. Pada beberapa kasus, pasien
mengalami mual muntah sebelum menjalani kemoterapi, namun setelah
dikaji lebih lanjut mereka mengalami depresi terhadap pengobatan
kemoterapi. Sayangnya masih banyak keluarga dari pasien yang tidak
memahami efek samping tersebut, sehingga kurang dapat memberikan
dukungan pada pasien untuk melanjutkan pengobatan kemoterapi yang
sangat lama (WHO, 2014).
Memberikan dukungan secara psikologis kepada pasien dan membantu
keluarga/caregiver pasien untuk mewujudkannya. Kebanyakan penderita kanker
akan sering mengalami kesakitan yang luar biasa secara fisik dan psikis akibat
pengobatan, kemoterapi ataupun tekanan. Oleh karena itu diperlukan dorongan atau
semangat hidup dari orang-orang disekitarnya agar mereka dapat terus berjuang.
Motivasi semangat hidup memang harus muncul dari diri sendiri tidak bisa oleh
orang lain tetapi jika lingkungan disekitar mendukung maka penderita kanker juga
akan merasa lingkungan disekitarnya ingin dia terus berjuang sehingga semangat
hidupnya akan muncul.
E. MONITORING
1. Untuk menentukan apakah terapi yang dilakukan efektif menghambat
perkembangan penyakit sehingga dapat berlanjut atau perlu dilakukan
peningkatan terapi.
2. Untuk mengetahui apakah terapi anemia yang diberikan sudah cukup efektif
untuk dapat dilanjutkan atau perlu ditingkatkan untuk mendapatkan hasil
yang optimal.
3. Dilakukan monitoring kadar sel darah merah (RBC) dan hemoglobin untuk
mengetahui kadarnya agar tetap normal.
4. Setelah kemoterapi diberikan perlu dilakukan monitoring lebih lanjut
mengenai kemungkinan terjadinya komplikasi penyakit pada organ vital
sebagai akibat efek samping terapi kemoradiasi seperti pada terapi penyinaran
(radiasi) yang dapat menimbulkan iritasi serta kerusakan pada rektum, vagina
dann kandung kemih.
5. Diperlukan monitoring pada fungsi ginjal pasien karena penggunaan cisplatin
untuk pengobatan kemoterapi dapat menginduksi disfungsi tubular ginjal.
BAB III
KESIMPULAN
Aziz, F. M., Adrijono., dan A. B. Saifudin. 2010, Buku Acuan Nasional: Onkologi
Ginekologi. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
BMJ Group. 2014. British National Formulatory (BNF) 68. London: BMJ Group
and the Royal Pharmaceutical Society of Great Britain.
Diananda, R., 2009. Kanker Serviks: Sebuah Peringatan Buat Wanita. In:
Diananda, R. Mengenal Seluk-Beluk Kanker. Yogyakarta: Katahari.
Janelsins, M. C., Tejani, M., Kamen, C., Peoples, A., Mustian, K. M., and Morrow,
G. R. 2013, Current Pharmacotherapy for Chemotherapy-Induced Nausea and
Vomiting in Cancer Patients, Expert Opin Pharmacother, Vol. 14: 757–766.
Jordan, K., Sippel, C., and Schmoll, H. J. 2007, Guidelines for Antiemetic
Treatment of Chemotherapy-Induced Nauses and Vomiting: Past, Present,
and Future Recommendations, The Oncologist, 12: 1143-1150.
Kar, A. S. 2005. Pengaruh Anemia Pada Kanker Terhadap Kuaalitas Hidup dan
Hasil Pengobatan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap. Fakultas
Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
Lantika, Y. F. O., Rolan, R., dan D. A. Welinda. 2017. Kajian Pola Pengobatan
Penderita Kanker Serviks Pada Pasien Rawat Inap Di Instalasi RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Periode 2014-2015. Jurnal Sains dan Kesehatan. 1(8):448-
455.
Rao, K. V., and Faso, A. 2012, Review Article Chemotherapy-Induced Nausea and
Vomiting: Optimizing Prevention and Management, American Health and
Drug Benefits, 5: 232-240.
Ritter, J. M., L. D. Lewis, T. G. K. Mant, dan A. Ferro. 2008. A Textbook of Clinical
Pharmacology and Therapeutics fifth Edition. London, UK: Hodder Arnold.
Saito, I., Ryo K.., Haruhiko F., Taro S., Noriyuki Katsumata., Ikuo Konishi.,
Hiroyuki Yoshikawa., and Toshiharu Kamura. 2010. A Phase III Trial of
Paklitaksel plus Carboplatin Versus Paklitaksel plus Cisplatin in Stage IVB,
Persistent or Recurrent Cervical Cancer: Gynecologic Cancer Study
Group/Japan Clinical Oncology Group Study (JCOG0505). Japanese
Journal of Clinical Oncology. 40 (1): 90-93.
Sert, N. P., Rudd, J. A., and Apfel, C. C. 2011, Original Article Cisplatin-induced
Emesis: Systemic Review and Meta-Analysis of The Ferret Model and The
Effect of 5-HT3 Receptor Antagonist, Cancer Chemother Pharmacol, 67:
667-686.
Shinta, N., dan Surarso, B. 2016, Terapi Mual Muntah Pasca Kemoterapi, Jurnal
THT – KL, 9: 74 – 83.
Williams, L. and Wilkins. 2001. Cancer Principles and Practice of Oncology. 6th
Edition. Philadelphia: A Wolters Kluwer Company, p. 1529–1549.