Penurunan testis terjadi melalui 2 fase, yaitu fase penurunan transabdominal dan fase migrasi
inguino-scrotal. Pada fase pertama, yang pada manusia terjadi pada umur 8-15 minggu
kehamilan, testis tertahan di annulus inguinalis internus oleh ligamentum kaudal yang disebut
dengan Gubernakulum. Penahanan ini mencegah testis untuk bergerak naik seperti halnya
ovarium pada perempuan. Pada penelitian preklinik, perkembangan gubernakulum tergantung
pada Insuline-Like Hormone 3 (INSL-3)dan reseptornya yaitu Leucine-rich repeat-containing G
protein coupled receptor 8 (LGR-8). Namun, setelah beberapa ratus pasien dengan
cryptorchidism di skrining kondisi gen INSL-3 dan LGR-8 , hanya beberapa pasien yang
didapatkan bukti adanya mutasi pada gen tersebut. Mutasi tersebut terjadi pada kondisi
heterozigot . Lebih jauh lagi, hanya mutasi dari V18M, P49S dan R102dari gen INSL-3 dan
mtasi T222P dari gen LGR-8 yang terbukti secara invitro memiliki efek pada fungsi produksi
gen. Mutasi P49S telah diidentifikasi pada individu 46,XY yang memiliki genitalia eksternal
perempuan. Frekuensi yang rendah dar mutasi INSL-3 dan LGR-8 pada pasien cryptorchidism
menunjukkan bahwa pada manusia, fase pertama dari penurunan testis biasanya jarang
terganggu. Dan sebaliknya berarti yang sering terganggu adalah pada fase inguino-scrotal (fase
2). Telah diketahui bahwasanya INSL-3 juga berperan penting pada proses penurunan testis pada
fase 2.
Pada fase yang kedua, testis bermigrasi dari area inguinalis interna menuju skrotum. Pada
manusia, fase ini biasanya terjadi secara komplit pada saat bayi dilahirkan, sedangkan pada tikus
proses ini terjadi hanya terjadi post natal. Gubernakulum membesar dan mungkin menyebabkan
pelebaran pada canalis inguinalis. Kemudian pengerutan dari gubernakulum dan adanya tekanan
intra abdominal yang tinggi dapat mendesak testis untuk bergerak melalui canalis inguinalis.
Pada hewan ataupun mencit, Fase inguino-skrotal ini tergantung pada androgen. Efek dari
tekanan intraabdominal atau efek pasial androgen dapat menjelaskan fakta bahwa ada sedikit
pasien dengan insensitivitas androgen dapat memiliki testis di labianya. Cryptorchidism juga
berhubungan dengan genital undermasculinization yang disebabkan oleh faktor-faktor lain selain
defisiensi aksi dari reseptor androgen. Undervirilization dari laki-laki dengan gen 46,XY dapat
disebabkan berbagai macam faktor seperti aksi atau fungsi gonadotropin yang terganggu, inborn
error dari biosintesis kolesterol atau gangguan sintesis dan metabolism androgen.
Hipogonadotropik hipogonadisme biasanya berhubungan dengan cryptorchidism. Selama
kehamilan hCG dapat menggantikan fungsi yang hilang dari Luteneizing Hormon (LH) sehingga
hal ini dapat menjelaskan kenapa tidak semua anak laki-laki dengan Hipogonadotropik
hipogonadisme dilahirkan dengan Cryptorchidism.
Sindrom duktus mullerian persisten disebabkan oleh abnormalitas pada hormone anti-mullerian
dan reseptornya. Pada sindrom ini, lokasi testis dapat di intra abdominal, atau didalam hernia
inguinal bersama dengan aksesori organ reproduksi perempuan dan testis kolateral. Hal ini
berarti fase transabdominal telah terganggu, dan ditemukan juga bahwa gubernakulum terlah
mengalami feminisasi pada sindrom ini. Cryptorchidism juga muncul pada beberapa sindrom
lain seperti Down, prune belly dan Prader-Willi.
Berikut adalah kesimpulan beberapa faktor yang mempengaruhi proses penurunan testis:
Kadang-kadang testis yang pada masa anak-anak berada di skrotum akan naik dan menjadi truly
undescended. Hal ini terjadi pada anak yang lebih tua dan bayi. Pada anak yang lebih tua,
kenaikan testis mungkin menunjukkan testis ektopik dengan kelemahan gubernakulum untuk
mencapai pada masa anak-anak. Sedangkan mekanisme kenaikan testis pada bayi belum bias
dijelaskan karena fenomena ini jarang ditemui.