Disusun oleh :
Annisa Amalia 5515153781
Arsy Rahmawati 5515164416
Icmi Ansal 5515164550
Ishmah Fadilah 5515164936
Nur Aisyah 5515163581
Riema Oktavia Sahla 5515163627
Rifda Khalilah Rachman 5515165099
Visi Khoirunnisa 5515164080
DOSEN:
Dra. Yati Setiati M, MM
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan
hidayahnya tim kami dapat menyelesaikan Makalah tentang Penggulaan Sirup, Sari
Buah, dan Selai. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas Mata Kuliah:
Pengawetan Makanan. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang
sedalam-dalamnya kepada :
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna, baik
dari segi penyusunan, bahasan, maupun penulisannya. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk penyusunan makalah
yang lebih baik lagi.
2
DAFTAR ISI
COVER……………………………………………………………………. 1
KATA PENGANTAR…………………………………………………..... 2
DAFTAR ISI…………………………………………………………….. 3
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………. 4
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………. 6
3.1 Kesimpulan…………………………………………………….........16
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. 17
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengolahan dan pengawetan pangan merupakan dua proses yang sulit
dipisahkan. Dalam praktik sehari-hari, sering kali keduanya memiliki tujuan yang
terkesan mirip, walaupun masing-masing sebenarnya memiliki tujuan utama yang
berbeda. Contoh kasus, ketika kita akan mengawetkan buah-buahan yang cepat
rusak bila lama-lama disimpan pada suhu kamar dengan cara dibuat menjadi
manisan buah, maka secara otomatis kita pun telah melakukan pengolahan buah
menjadi bentuk yang berbeda dengan bahan bakunya. Dalam hal ini dapat
dikatakan bahwa kita telah melakukan upaya pengawetan buah dengan
mengolahnya menjadi bentuk lain dengan cara pengeringan dan pemberian
bumbu-bumbu. Tujuan utama pengolahan pangan adalah membuat produk baru
(bisa bersifat mengawetkan). Contohnya adalah pembuatan manisa atau jam dari
nanas yang tujuannya adalah membuat produk baru, tetapi sekaligus menjadikan
nanas lebih awet.
1. Menyimpan makanan pada suhu rendah (pada lemari es atau lemari beku) →
dapat mengurangi kerusakan makanan dan memperlambat proses pelayuan.
Suhu dingin juga membatasi tumbuhnya bakteri yang merugikan.
4
2. Penyimpanan dengan atmosfer terkendali (dengan kadar karbondioksida 1%-
3%) → dapat memperlambat respirasi serta pembusukkannya dengan
mengurangi tingkat oksigen dalam udara.
Mensterilkan dengan pemanasan → akan menunda pembusukan
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah
diantaranya :
1. Mengetahui Pengertian, Tujuan dan Cara Pengawetan
2. Memahami Pengertian dari Pengulaan
3. Mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan buah pada produk
penggulaan
4. Mengetahui Faktor- faktor yang mempengaruhi ketahanan produk penggulaan
5. Mengetahui Macam-macam pengawetan dengan proses penggulaan
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penyusun dapat
merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa Pengertian Pengawetan?
2. Apa Tujuan Pengawetan?
3. Bagaimana Cara Pengawetan?
4. Apa Pengertian dari Pengawetan Pengulaan?
5. Apa saja Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan buah pada produk
penggulaan?
6. Apa saja Faktor- faktor yang mempengaruhi ketahanan produk penggulaan?
7. Apa saja Macam-macam pengawetan dengan proses penggulaan?
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Pemanasan. Teknik ini dilakukan untuk bahan padat, namun tidak
efektif untuk bahan yang mengandung gugus fungsional, seperti
vitamin dan protein.
Pendinginan. Dilakukan dengan memasukkan ke lemari pendingin,
dapat diterapkan untuk daging dan susu.
Kering dingin.
Pengasapan. Perpaduan teknik pengasinan dan pengeringan, untuk
pengawetan jangka panjang, biasa diterapkan pada daging.
Pengalengan. Perpaduan kimia (penambahan bahan pengawet) dan
fisika (ruang hampa dalam kaleng).
Pembuatan acar. Sering dilakukan pada sayur ataupun buah.
Pengentalan dapat dilakukan untuk mengawetkan bahan cair
Pengeringan, mencegah pembusukan makanan akibat
mikroorganisme, biasanya dilakukan untuk bahan padat yang
mengandung protein dan karbohidrat
Pembuatan tepung. Teknik ini sangat banyak diterapkan pada
bahan karbohidrat
Irradiasi, untuk menghancurkan mikroorganisme dan menghambat
perubahan biokimia
7
dan sirup karena larutan gula kental dapat mencegah pertumbuhan
mikroba. Kalsium propionat atau natrium propionat digunakan
untuk menghambat pertumbuhan kapang, asam sorbat menghambat
pertumbuhan kapang dalam keju, sirup dan buah kering.
c. Prinsip Pengawetan
Prinsip pengawetan pangan ada tiga, yaitu:
Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis)
bahan pangan
Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan
termasuk serangan hama
Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial. Bahan kimia
yang digunakan sebagai pengawet juga diharapkan dapat
mengganggu kondisi optimal pertumbuhan mikroba. Ditinjau
secara kimiawi, pertumbuhan mikroba yang paling rawan adalah
keseimbangan elektrolit pada sistem metabolismenya. Karena itu
bahan kimia yang digunakan untuk antimikroba yang efektif
biasanya digunakan asam-asam organik. Cara yang dapat ditempuh
untuk mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial adalah :
Mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis)
Mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan proses filtrasi
Menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, misalnya
dengan penggunaan suhu rendah, pengeringan, penggunaan kondisi
anaerobik atau penggunaan pengawet kimia
Membunuh mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi atau
radiasi
8
Gula biasanya digunakan sebagai bahan pembuatan beraneka ragam produk
makanan seperti selai, jeli, marmalade, sirup, buah-buahan bergula, dan
sebagainya. Penambahan gula selain untuk memberikan rasa manis, juga
berfungsi dan terlibat dalam pengawetan. Apabila gula ditambahkan ke dalam
bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi (paling sedikit 40% padatan
terlarut), maka sebagian air yang ada terikat oleh gula sehingga menjadi tidak
tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (aw) dari bahan
pangan berkurang. Padahal mikroorganisme memiliki kebutuhan aw minimum
untuk pertumbuhannya. Kemampuan gula untuk mengikat air itulah yang
menyebabkan gula dapat berfungsi sebagai pengawet.
Perlu diketahui bahwa aktivitas air berbeda dengan kadar air. Bahan dengan
kadar air yang tinggi belum tentu memiliki kadar air yang tinggi pula. Sebagai
contoh sirup, yang memiliki kandungan air yang tinggi, tetapi aw-nya rendah
karena sebagian air yang ada terikat oleh gula.
10
2.7 Macam-macam pengawetan dengan proses penggulaan
a. Sirup
Sirup adalah sejenis minuman ringan berupa larutan gula kental dengan
cita rasa beraneka ragam. Berbeda dengan sari buah, penggunaan sirup
tidak langsung diminum tetapi harus diencerkan dulu karena kandungan
gula dalam sirup tinggi, sekitar 65%. Untuk menambah rasa dan aroma,
sering ditambah rasa, pewarna, asam sitrat, atau asam tartarat.
Berdasarkan bahan baku utamanya, sirup dibedakan menjadi:
1. Sirup essence adalah sirup yang cita rasanya ditentukan oleh essence
yang ditambahkan, misalnya essence jeruk, mangga, nanas, dan
sebagainya.
2. Sirup glukosa, hanya mempunyai rasa manis saja, sering disebut gula
encer. Sirup ini biasanya tidak langsung dikonsumsi, tapi lebih
merupakan bahan baku industri minuman, sari buah, dan lain-lain.
Sirup glukosa dapat dibuat dari tepung kentang, tepung jagung, tepung
beras, dan lain-lain.
b. Sari Buah
Sari buah merupakan cairan jernih atau agak jernih, yang tidak
difermentasi, diperoleh dari pengepresan buah-buahan yang telah matang
dan masih segar. Pembuatan sari buah terutama ditujukan untuk
meningkatkan ketahanan simpan serta daya guna buah-buahan. Pada
dasarnya sari buah dibuat dengan cara penghancuran daging buah dan
kemudian ditekan. Gula ditambahkan untuk mendapatkan rasa manis pada
sari buah. Untuk memperpanjang daya simpan, ditambahkan bahan
pengawet. Selanjutnya cairan disaring, kemudian di pasteurisasi agar tahan
lama. Pemurnian sari buah bertujuan untuk menghilangkan sisa serat-serat
11
dari buah dengan cara penyaringan, pengendapan atau sentrifugasi dengan
kecepatan tinggi yang dapat memisahkan sari buah dari serat-serat
berdasarkan perbedaan kerapatannya.
c. Selai
Selai adalah produk makanan yang kental atau setengah padat dibuat dari
campuran 45 bagian berat buah (cacah buah) dan 55 bagian berat gula.
Menurut definisi SNI (Standar Nasional Indonesia) (1995), selai buah
adalah produk pangan semi basah, yang merupakan pengolahan bubur
buah dan gula yang dibuat dengan campuran 45 bagian berat buah dan 55
bagian berat gula dengan atau tanpa penambahan bahan makanan
tambahan yang diizinkan. Sedangkan menurut Food & Drug
Adminstration (FDA) mendefinisikan selai sebagai produk olahan buah-
buahan, baik berupa buah segar, buah beku, buah kaleng maupun
campuran ketiganya.1,4 Campuran ini kemudian dipekatkan sehingga hasil
akhirnya mengandung total padatan minimum 65%. Bila dilihat dari
viskositasnya, selai merupakan makanan semi padat. Selai termasuk dalam
12
golongan makanan semi basah berkadar air sekitar 15-40 % dengan tekstur
yang lunak dan plastis. Pengertian yang lain adalah produk makanan yang
terbuat dari lumatan daging buah-buahan dicampur dengan gula dengan
perbandingan 3:4. Campuran ini kemudian dipanaskan dengan suhu
tertentu hingga mencapai kekentalan tertentu.
13
selai memerlukan control yang baik. Pemasakan yang berlebihan
akan menyebabkan selai menjadi keras dan kental, sedangkan jika
pemanasan kurang akan menghasilkan selai yang encer. Selama
proses pemanasan pulp buah dan selai ada perubahan yang
signifikan dalam viskositas.18Pembuatan selai biasanya dilakukan
pada titik didih 103oC-105o C. Akan tetapi, titik didih ini dapat
bervariasi menurut buah atau perbandingan gula dan lain-lain .
Selama pemasakan harus dilakukan pengadukan agar campuran
bahan selai, yakni buah, pektin, gula dan asam menjadi homogen.
Pengadukan juga bertujuan untuk memperoleh struktur gel.
Pengadukan tidak boleh terlalu cepat karena dapat menimbulkan
gelembung-gelembung yang dapat merusak tekstur dan
penampakan akhir. Pemasakan harus dilakukan dalam waktu yang
singkat untuk mencegah hilangnya aroma, warna dan terjadinya
hidrolisa pektin. Pemasakan bisa diakhiri bila total padatan terlarut
telah mencapai 65%-68% yang dapat diukur dengan refraktometer.
Apabila tidak ada refraktometer, titik akhir pemasakan dapat
diketahui dengan spoon test dengan cara mencelupkan sendok ke
dalam selai, kemudian angkat. Apabila selai meleleh tidak lama
dan terpisah menjadi dua bagian, berarti selai telah terbentuk dan
pemanasan dihentikan. Busa yang terbentuk pada waktu
pemasakan harus dibuang agar selai yang dihasilkan bersih.
Penguapan air harus dilakukan dalam waktu singkat untuk
mencegah hilangnya aroma dan warna serta hidrolisa pektin.
Pemasakan diperlukan untuk mencampur secara merata hancuran
buah, gula, dan asam.
3. Tahap Pengemasan
Setelah proses pembuatan selesai, selai dimasukkan ke dalam
wadah. Pemasukan selai ke dalam wadah sebaiknya dilakukan
dengan cepat agar tidak terjadi pengerasan di dalam wajan. Selai
dapat tahan dalam jangka waktu yang relatif lama apabila dikemas
dengan baik. Kemasan yang umum digunakan untuk wadah selai
adalah botol yang terbuat dari gelas dan bertutup rapat. Pengisian
dapat dilakukan secara aseptik jika selai masih dalam keadaan
14
panas diisikan kedalam wadah steril. Pengisian selai ke dalam botol
dapat dilakukan dengan dua cara, yakni pengisian panas (hot
filling) dan pengisian dengan proses pasteurisasi.
4. Pengisian Panas
Botol yang digunakan untuk wadah selai harus steril. Proses
sterilisasi botol dilakukan dengan merebus botol atau
memanaskannya dalam uap air (mengukus) sampai suhu 100o C
selam 30 menit. Tutup botol yang akan digunakan juga harus
disterilkan terlebih dahulu. Sterilisasi botol sebaiknya dilakukan
sesaat sebelum proses pengisian. Dengan cara demikian, botol
tidak tercemar kembali oleh udara dari luar sebelum proses
pengisian. Pengisian selai ke dalam botol dilakukan pada saat selai
bersuhu 88o C. selai diisikan sampai batas ± 1 cm dari permukaan
botol. Selanjutnya, botol ditutup rapat dan dibiarkan dingin.
Pengisian dengan cara ini tidak memerlukan proses pasteurisasi
karena dalam keadaan panas tidak akan terjadi pencemaran oleh
mikroba. Apabila jumlah selai yang dibuat sedikit sebaiknya
pengisian dilakukan dengan cara ini. Tetapi apabila pembuatan
selai dalam jumlah banyak (skala industri), pengisian selai kedalam
botol sebaiknya menggunakan peralatan yang lebih modern.
5. Pengisian Yang Memerlukan Proses Pasteurisasi
Wadah yang akan digunakan harus dibersihkan terlebih dahulu,
tetapi tidak perlu disterilkan. Selai yang diisikan juga tidak harus
dalam keadaan panas. Pengisian dilakukan sampai batas ± 1 cm
dari permukaan botol dan ditutup rapat. Selanjutnya, dilakukan
proses pasteurisasi dengan mengukus botol-botol yang telah berisi
selai sampai suhu 82oC selam 30 menit. Suhu tersebut sudah
cukup untuk mencegah pertumbuhan kapang dan mikroba lainnya.
Kelemahan pengisian semacam ini adalah kadnag-kadang terjadi
perubahan warna dan aroma selai.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengawetan Pengulaan adalah proses pengolahan dan pengawetan
menggunakan gula pada konsentrasi tinggi. Gula tersebut berfungsi untuk
memberi rasa pada produk dan mengawetkan produk dengan menghambat
bakteri yang menyebabkan pembusukan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Sri R. Dwiari, dkk. Teknologi Hasil Pangan. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen
http://www.wikipedia.com/pengawetan-pangan
17