Anda di halaman 1dari 22

SESAK NAFAS SETELAH DIPUKUL

STEP 4

Laki-laki 25 th berkelahi

Hematom di temporal RR meningkat


Luka tusuk di hemithorax
dextra kanan ICS 5 TD menurun 90/60

Nadi meningkat,lemah
ARAS terganggu Perdarahan
Sesak nafas

Sianosis
Diagnosis kerja
Kesadaran menurun
Akral dingin

Kesadaran menurun
Tatalaksana

Primary survey

Airway

Breathing

Circulation

Disability

Expossure

Tambahan primary survey

Foto thorax AP

Urin

EKG

Secondary survey

Head to toe
STEP 7

1. Mengapa didiapatkan KU kesadaran menurun dan didapatkan GCS 11, tampak sesak
dan sianosis?
Penurunan kesadaran
Kesadaran merupakan fungsi utama susunan saraf pusat. Untuk
mempertahankan fungsi kesadaran yang baik, perlu suatu interaksi yang konstan dan
efektif antara hemisfer serebri yangi ntak dan formasio retikularis di batang otak.
Gangguan pada hemisfer serebri atau formasioretikularis dapat menimbulkan
gangguan kesadaran. Bergantung pada beratnya kerusakan, gangguan kesadaran
dapat berupa apati, delirium,somnolen, sopor atau koma.
Lintasan asendens dalam susunan saraf pusat yang menyalurkan impuls
sensorik protopatik,propioseptik dan perasa pancaindra dari perifer ke daerah
korteks perseptif primer disebutlintasan asendens spesifik atau lintasan asendens
lemniskal. Ada pula lintasan asendens aspesifik yakni formasio retikularis di
sepanjang batang otak yangmenerima dan menyalurkan impuls dari lintasan spesifik
melalui koleteral ke pusat kesadaranpada batang otak bagian atas serta
meneruskannya ke nukleus intralaminaris talami yangselanjutnya disebarkan difus
keseluruh permukaan otak. Pada manusia pusat kesadaran terdapat didaerah pons,
formasio retikularis daerah mesensefalon dan diensefalon. Lintasan aspesifik ini
disebut diffuse ascending reticular activating system (ARAS). Melalui lintasan
aspesifik ini, suatu impuls dari perifer akan menimbulkan rangsangan pada seluruh
permukaan korteks serebri.
Dengan adanya 2 sistem lintasan tersebut terdapatlah penghantaran
asendens yang pada pokoknya berbeda. Lintasan spesifik menghantarkan impuls dari
satu titik pada alat reseptor ke satu titik pada korteks perseptif primer. Sebaliknya
lintasan asendens aspesifik menghantarkan setiap impuls dari titik manapun pada
tubuh ke seluruh korteks serebri. Neuron-neuron di korteks serebri yang digalakkan
oleh impuls asendens aspesifik itu dinamakan neuron pengembankewaspadaan,
sedangkan yang berasal dari formasio retikularis dan nuklei intralaminaris talam
idisebut neuron penggalak kewaspadaan. Gangguan pada kedua jenis neuron
tersebut oleh sebab apapun akan menimbulkan gangguan kesadaran.
ETIOLOGI
A. Menurut kausa :
1.1. Kelainan otak
 trauma komosio, kontusio, laserasio, hematoma epidural, hematomasubdura
 gangguan sirkulasi perdarahan intraserebral, infark otak oleh trombosis dan e
mboli,radang ensefalitis, meningitis. neoplasma primer, metastatik.epilepsy
status epilepsi2.
 Kelainan sistemik

gangguan metabolisme dan elektrolit

hipoglikemia, diabetik ketoasidosis, uremia,gangguan hepar, hipokalsemia,


hiponatremia.--
hipoksia penyakit paru berat, kegagalan jantung berat,anemia berat.

 toksik keracunan CO, logam berat, obat, alkohol.


 Menurut mekanisme gangguan serta letak lesi : gangguan kesadaran
pada lesi supratentorial gangguan kesadaran pada lesi infratentorial
gangguan difus (gangguan metabolik).
Buku neurologi klinis dasar
Sesak dan sianosis

Sesak
Pernafasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Jaringan paru
dibentuk oleh jutaan alveolus yang mengembang dan mengempis tergantung
mengembang atau mengecilnya rongga dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot
pernafasan, yaitu m.intercostalisdan diafragma, yang menyebabkan rongga dada
membesar dan paru-paru mengembang sehingga udara terhisap ke alveolus melalui
trakea dan bronkus.

Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan. Luka pada rongga
thorak dan isinya dapat membatasi kemampuan jantung untuk memompa darah atau
kemampuan paru untuk pertukaran udara dan oksigen darah. Bahaya utama
berhubungan dengan luka dada biasanya berupa perdarahan dalam dan tusukan
terhadap organ
Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkanoleh trauma thorax. Hipokasia
jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan
oleh karena hipivolemia(kehilangandarah ), perfusiónmismatch (contoh kontusio,
hematoma, kolaps alveolus )dan perubahan dalam tekana nintratthorax (contoh :
tensión pneumothorax, pneumothorax terbuka). Hiperkarbia lebih sering disebabkan
oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intrathorax atau penurunan
tingka tkesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan ( syok ).

http://www.agddinkes.com/?q=node/14
2. Mengapa vital sign RR meningkat TD menurun nadi meningkat teraba lemah dan
kecil?
RR meningkatmekanisme kompensasi
Luka tusuk : 1. Perdarahan
2.udara masuk cavum pleura

Dalam keadaan normal, cavum pleura dipenuhi oleh paru-paru yang


pengembangannya dapat sampai dinding dada akibat adanya tegangan permukaan antara
kedua pleura (kohesi), apabila terdapat udara/darah pada cavum pleura mengakibatkan
gangguan kohesi antara pleura parietal dan pleura visceral mengganggu recoil elastic
paru lama-kelamaan paru kolaps dan mengakibatkan alveolus didalam jaringan paru ikut
kolaps, akibatnya darah yang mencapai paru tidak mengalami ventilasi oksigenasi tidak
adekuat akibat gangguan ventilasi dan perfusi yang mengakibatkan hipoksia.

ATLS

Penurunan tekanan darah

Tekanan darah 90/60 syok

Syok hipovolemik

Syok hipovolumik merupakan syok yang disebabkan oleh hilangnya


cairan/plasma (luka bakar, gagal ginjal, diare, muntah), kehilangan darah
(cedera parah, pasca operasi). Syok jenis ini dikenal pula sebagai syok preload
yang ditandai denga menurunnya volume intravaskular karena perdarahan,
dehidrasi, dan lain-lain. Menurunnya volume intravascular menyebabkan
penurunan intraventrikel kiri pada akhir diastole yang akan diikuti oleh
menurunnya curah jantung. Kondisi ini secara fisiologis akan menimbulkan
mekanisme kompensasi berupa vasokontriksi pembuluh darah oleh kotekolamin
sehingga makin memperburuk perfusi ke jaringan tubuh.

Patofisiologi:
Telah diketahui dengan baik respon tubuh saat kehilangan volum sirkulasi.
Tubuh secara logis akan segera memindahkan volum sirkulasinya dari organ non vital
dan dengan demikian fungsi organ vital terjaga karena cukup menerima aliran darah.
Saat terjadi perdarahan akut, Cardiac output dan denyut nadi akan turun akibat
rangsang ‘baroreseptor’ di aortik arch dan atrium. Volum sirkulasi turun dan syaraf
simpatik ke jantung dan ke organ lain akan teraktivasi.Akibatnya denyut jantung
meningkat, terjadi vasokontrisksi dan redistribusi darah dari nonvital organ,
seperti: di kulit, saluran cerna, dan ginjal.
Secara bersamaan sistem hormonal juga teraktivasi akibat perdarahan akut
ini.Dimana akan terjadi pelepasan hormon kortikotropin. Yang akan merangsang
pelepasan glukokortikoid dan beta-endorphin. Kelenjar pituitari posterior akan
melepas vasopresin, yang akan meretensi air di tubulus distalis ginjal. Kompleks-
Jukstamedulari akan melepas renin, menurunkan ‘mean arterial pressure’,
meningkatkan pelepasan aldosteron dimana air dan natium akan diresorbsi kembali.
Hiperglisemia sering terjadi saat perdarahan akut, karena proses glukoneogenesis
dan glikogenolisis yang meningkat akibat pelepasan aldosteron dan growth hormon.
Katekolamin dilepas kesirkulasi yang akan menghambat aktifitas dan produksi insulin
sehingga gula darah meningkat. Secara keseluruhan bagian tubuh yang lain juga akan
melakukan perubahan spesifik mengikuti kondisi tersebut. Terjadi proses
autoregulasi yang luar biasa di otak dimana aliran darah akan dipertahankan secara
konstan melalui systemic mean-aliran darah arterial arterial dipertahankan dalam
range yang cukup luas. Ginjal juga mentoleransi penurunan aliran darah sampai 90%
dalam waktu yang cepat dan aliran darah pada intestinal akan turun karena
mekanisme vasokonstriksi dari splansnik. Pada kondisi tubuh seperti ini pemberian
resusitasi awal dan tepat waktu bisa mencegah kerusakan organ tubuh tertentu
akibat kompensasinya dalam pertahanan tubuh.

http://www.agddinkes.com/?q=node/14

3. Mengapa didapatkan dada asimetris dan suara nafas hemithorax kanan menghilang?
Suara nafas
Respirologi
Oleh DR. R. Darmanto Djojodibroto, Sp.P, FCCP

 Beda pneumothorax dan hemothorax???


 EFUSI PLEURA PNEUMOTORAKS
Dispnea bervariasi Dispnea (jika luas)
Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi Nyeri pleuritik hebat
sekunder akibat penyakit pleura
Trakea bergeser menjauhi sisi yang Trakea bergeser menjauhi sisi
mengalami efusi yang mengalami
pneumotoraks
Ruang intercostal menonjol (efusi yang berat) Takikardia
Sianosis (jika luas)
Pergerakan dada berkurang dan terhambat Pergerakan dada berkurang
pada bagian yang terkena dan terhambat pada bagian
yang terkena
Perkusi meredup diatas efusi pleura Perkusi hipersonor diatas
pneumotoraks
Egofoni diatas paru-paru yang tertekan dekat Perkusi meredup diatas paru-
efusi paru yang kolaps
Suara napas berkurang diatas efusi pleura Suara napas berkurang pada
sisi yang terkena
Fremitus vokal dan raba berkurang Fremitus vokal dan raba
berkurang
(buku ”patofisiologi” : Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson)

4. Mengapa setelah diberi oksigenasi dengan face mask dan kondisi pasien semakin
menurun?
Prinsip Penangan trauma multiple
a. Penanganan ABCDE
I. Persiapan
II. Triase cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan
sumberdaya yang tersedia
A. Multiple Casualities
Jumlah penderita dan beratnya perlukaan tidak melampaui
kemampuan rumah sakit. Dalam keadaan ini penderita dengan
masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan dilayani
lebih dahulu
B. Mass Casualities
Musibah massal dengan jumlah penderita dan beratnya luka
melampaui kemampuan rumah sakit. Dalam keadaan ini yang
akan dilayani terlebih dahulu adalah penderita dgn kemampuan
surevival terbesar
III. Primary Survey dan Resusitasi
A. Airway dengan proteksi C-spine
1) Penilaian
 Mengenal patensi airway
 Penilaian cepat akan adanya obstruksi
2) Pengelolaan – mengusahakan airway
 Melakukan chin lift dan jaw thrust
 Membersihkan airway dari benda asing
 Memasang pipa nasofaringeal atau oropharyngeal
 Memasang airway definitif
Intubasi orotrakeal atau nasotrakeal
Krikotiroidotomi dengan pembedahan
 Melakukan jet insufflation dari airway dan
mengetahui bahwa tindakan ini bersifat sementara
3) Menjaga leher dalam posisi netral, bila perlu secara
manual, bila melakukan tindakan untuk membebaskan
airway
4) Fiksasi leher dengan berbagai cara, setelah memasang
airway
B. Breathing: Ventilasi dan Oksigenasi
1) Penilaian
 Buka leher dan dada sambil menjaga imobilisasi
leher dan kepala
 Tentukan laju dan dalamnya pernafasan
 Inspeksi dan palpasi leher dan torax untuk adanya
deviasi trakea, ekspansi torax simetris atau tidak
simetris, pemakaian obat tambahan dan tanda2
cedera lainnya
 Perkusi torax untuk menentukan redup atau
hipersonor
 Auskultasi torax bilateral
2) Pengelolaan
 Pemberian O2 konsentrasi tinggi
 Ventilasi dengan alat Bag Valve Mask
 Menghilangkan tension pneumothorax
 Menutup open pneumothorax
 Memasang sensor CO2 dari kapnograf pd ETT
 Memasang pulse oxymetri
C. Circulation dengan kontrol perdarahan
1) Penilaian
 Dapat mengetahui sumber perdarahan eksternal
yang fatal
 Mengetahui sumber perdarahan internal
 Nadi: Kecepatan, kualitas,keteraturan,pulsus
paradoksus
 Warna kulit
 Tekanan darah
2) Pengelolaan
 Tekanan langsung pada tempat perdarahan
eksternal
 Mengenal adanya perdarahan internal, kebutuhan
untuk intervensi bedah serta konsultasi bedah
 Memasang 2 kateter IV berukuran besar
 mEngambil sampel darah untuk pemeriksaan darah
rutin, analisis kimia, tes kehamilan, golongan darah,
cross match dan analisis gas darah
 memasang pneumatic anti shock garment atau
bidai pneumatic untuk kontrol perdarahan
 cegah hipotermi
D. Dissability: pemeriksaan Neurologis Singkat
1) Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS
2) Nilai pupil untuk besarnya, isokor dan reaksi
E. Exposure/Environmentbuka pakaian penderita tapi cegah
hipotermi
F. Tambahan pada primary survey dan resusitasi
1) Tentukan analisis gas darah dan laju pernafasan
2) Monitor udara ekspirasi dgn monitoring CO2
3) Pasang monitor EKG
4) Pasang kateter uretra dan NGT kecuali bila ada
kontraindikasi dan monitor urin setiap jam
5) Foto thorax AP,Pelvis AP, servikal lateral
6) Pertimbangkan kebutuhan DPL atau USG abdomen
IV. Secondary Survey dan Pengelolaannya
A. AnamnesisRiwayat AMPLE dan mekanisme cedera
A: alergi
M:medikasi
P: Past Illness
L : Last meal
E: Event/environtment lingkungan yang berhubungan dgn
kejadian perlukaan
Mekanisme CederaKepala dan Maxilofasial
B. Vertebra servikalis dan leher
C. Toraks
D. Abdomen
E. Perineum/Rectum/Vagina
F. Muskuloskeletal
G. Neurologis
H. Tambahan pada secondary survey (CT scan, Px rontgen dengan
kontras, foto ekstremitas, Endoskopi dan USG)
V. Re-Evaluasi Penderita
VI. Transfer ke Pelayanan Definitif

PENATALAKSANAAN PNEUMOTHORAKS (UMUM)


Tindakan dekompressi yaitu membuat hubungan rongga pleura dengan udara luar,
ada beberapa cara :
 Menusukkan jarum melalui diding dada sampai masuk kerongga pleura ,
sehingga tekanan udara positif akan keluar melalui jarum tersebut.
 Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil, yaitu dengan :
 Jarum infus set ditusukkan kedinding dada sampai masuk kerongga pleura.
Abbocath : jarum Abbocath no. 14 ditusukkan kerongga pleura dan setelah
mandrin dicabut.
 WSD : pipa khusus yang steril dimasukkan kerongga pleura.

PENATALAKSANAAN PNEUMOTHORAKS (Spesifik)
Pneumotoraks Simpel
Adalah pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan intra toraks yang
progresif.
Ciri:
Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total)
Tidak ada mediastinal shift
PF: bunyi napas ↓ , hyperresonance (perkusi), pengembangan dada ↓
Penatalaksanaan: WSD

Pneumotoraks Tension
Adalah pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan intra toraks yang semakin
lama semakin bertambah (progresif). Pada pneumotoraks tension ditemukan
mekanisme ventil (udara dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak dapat keluar).
Ciri:
Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi : kolaps total
paru, mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke kontralateral), deviasi
trakhea , venous return ↓→ hipotensi & respiratory distress berat.
Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat, takipneu,
hipotensi, JVP ↑, asimetris statis & dinamis
Merupakan keadaan life-threatening tdk perlu Ro
Penatalaksanaan:
Dekompresi segera: large-bore needle insertion (sela iga II, linea mid-klavikula)
WSD

Open Pneumothorax
Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada dada sehingga udara dapat
keluar dan masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks akan
sama dengan tekanan udara luar. Dikenal juga sebagai sucking-wound . Terjadi
kolaps total paru.
Penatalaksanaan:
Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme ventil)
Pasang WSD dahulu baru tutup luka
Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau organ intra toraks lain.
Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks)

Water Sealed Drainage


Water Seal Drainage (WSD) adalah Suatu sistem drainage yang menggunakan water
seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura ( rongga pleura)
TUJUANNYA :
• Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk
mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut
• Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi
sedikit cairan pleura / lubrican.
Perubahan Tekanan Rongga Pleura
Tekanan Istirahat Inspirasi Ekspirasi
Atmosfir 760 760 760
Intrapulmoner 760 757 763
Intrapleural 756 750 756

INDIKASI PEMASANGAN WSD :


• Hemotoraks, efusi pleura
• Pneumotoraks ( > 25 % )
• Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
• Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator

KONTRA INDIKASI PEMASANGAN :


• Infeksi pada tempat pemasangan
• Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.

CARA PEMASANGAN WSD


1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea
aksillaris anterior dan media.
2. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan.
3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai
muskulus interkostalis.
4. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan. Masukkan
jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai rongga pleura /
menyentuh paru.
5. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat dengan
menggunakan Kelly forceps
6. Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke dinding
dada
7. Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.
8. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.

5. Apa pemeriksaan penunjang untuk menentukan diagnosis?


PLEURAL EFFUSION

6. Mengapa terjadi hematom pada temporal kanan?

a. EDH
 Klasik : robeknya A. meningea media karena fraktur tl temporal  darah
diatas duramater
 Terdapat “lucid interval” atau “talk and die”
 Penanganan cepat, evakuasi darah dan menghentikan perdarahan  baik
 CT scan : bi-konveks
b. SDH
 Perdarahan dibawah duramater
 Biasanya vena yang robek
 Menutupi seluruh otak
 Biasanya konservatif

c. Commotio cerebri
 Nama lain : gegar otak
 Pingsan / kehilangan kesadaran sebentar
 Mual dan muntah
 Sakit kepala, yg bisa lama baru hilang
 Bila dilakukan CT scan : normal
 Terapi : konservatif dengan istirahat dan obat-obatan
 Gejala sisa : beberapa bulan - tahun

d. Contusio cerebri
 Nama lainnya : memar otak
 Hilang kesadaran lebih lama
 Sakit kepala lebih hebat, telinga mendengung
 Mual dan muntah hebat
 CT scan : perdarahan kecil-kecil
 Gejala sisa lebih hebat
7. DD?
 Pneumothorax

 A. Pembagian pneumothoraks

1. Berdasarkan penyebabnya

• Spontan / Non-trauma
a. Primer
Pneumothoraks spontan dinamakan primer, bila tidak didahului oleh kelainan
pada paru sebelumnya. Sering terjadi pada orang laki-laki muda sekitar 25 –
35 tahun yang badannya tinggi, meskipun bisa saja terjadi pada bayi sampai
orang tua. Laki-laki kemungkinannya 6 kali lebih besar dibandingkan wanita,
dan di Amerika didapati 10.000 kasus baru pertahunnya. Walaupun
dikatakan tidak ada kelainan pada paru, biasanya penyebabnya adalah
adanya bleb subpleura atau kista paru yang asimptomatik. Kemungkinan
lain adalah adanya inflamasi pada jalan napas, terbukti dari tingginya angka
pneumothoraks spontan primer pada perokok berat. Penelitian
menunjukkan bahwa perokok ringan (1.3 batang perhari) kemungkinannya 7
kali dibanding bukan perokok; sedangkan pada perokok berat ( lebih dari 22
batang perhari) kemungkinannya meningkat tajam menjadi 100 kali.

b. Sekunder
Pneumothoraks spontan sekunder terjadi karena sebelumnya telah diketahui
adanya kelainan pada paru, seperti misalnya tuberkulosis paru, pneumonia,
asma, cystic fibrosis. Keganasan paru juga sering menjadi penyebab
terjadinya pneumothoraks spontan.
Karena telah ada kelainan paru sebelumnya, cadangan paru (pulmonary
reserve) berkurang dan keadaan umum penderita biasanya tidak begitu baik.
Kematian sering terjadi pada pneumothoraks sekunder. Selain itu, angka
kekambuhan cukup tinggi, karenanya penanganannya dianjurkan lebih agresif
dibandingkan dengan pneumothoraks primer.

• Trauma
Saat ini trauma pada umumnya, dan trauma thoraks sering terjadi
akibat kecelakaan lalu-lintas, penggunaan senjata api dan kekerasan lainnya.
Satu diantara empat korban trauma multipel mengalami trauma thoraks.
Kematian pada trauma thoraks kira-kira 10%. Sebagian besar sebenarnya
memerlukan pertolongan sederhana yang dapat dilakukan oleh dokter
umum, hanya 15% yang perlu tindakan operatif oleh ahli bedah.

a. Tajam

Trauma tajam yang sering adalah luka tusuk dan luka tembak. Pada luka
tusuk, kerusakan organ rongga thoraks tidak sehebat luka tembak, yang
karena masuknya peluru disertai dengan tekanan sambil berputar,
kerusakan paru dan organ-organ lain dapat sangat hebat.
b. Tumpul
Luka akibat kekerasan tumpul juga lebih luas dibandingkan dengan luka tajam
karena tusukan. Trauma tumpul dapat mengakibatkan fraktur iga, yang selain
dapat menimbulkan pneumothoraks juga kelainan lain seperti flail chest,
kontusio paru dan perdarahan. Nyeri hebat akibat fraktur iga berakibat
merugikan faal paru dan perdarahan.

c. Iatrogenik
Tindakan yang sering menyebabkan terjadinya komplikasi antara lain biopsi
thoraks, pemasangan CVP, dan pemberian ventilasi. Karenanya bila
melakukan prosedur yang beresiko pneumothoraks, kita harus siap
menanganinya.

2. Berdasarkan patofisiologi

a. Pneumothoraks simpel
Simple pneumothorax terjadi bila udara berada di rongga pleura, namun
tidak terjadi desakan pada mediastinum dan tidak ada mekanisme ventil.
Akibatnya keadaan klinis penderita tetap stabil.
Pneumothoraks spontan primer seringkali didapati sebagai simpel
pneumothoraks. Karena tidak ada desakan mediastinum dan udara sedikit,
fungsi paru-paru hanya sedikit atau malahan tidak terganggu samasekali,
terutama pada penderita muda dengan pulmonary reserve yang masih baik.

b. Pneumothoraks terbuka
Pneumothoraks terbuka terjadi bila terdapat luka yang cukup lebar pada
rongga dada - defeknya melebihi 2/3 diameter trakhea - sehingga udara
memilih memasuki rongga thoraks melalui defek tersebut. Udara yang
keluar-masuk rongga thoraks menimbulkan bunyi seperti mengisap, disebut
sebagai “sucking chest wound”. Terjadi insufisiensi ventilasi, karena udara
yang keluar masuk rongga thoraks tidak ikut proses ventilasi di alveoli.
Meskipun tidak ada desakan mediastinum, berkurangnya ventilasi
mengakibatkan hipoksia, hiperkarbi dan mengancam jiwa penderita. Open
pneumothorax memerlukan tindakan segera untuk mengubahnya menjadi
pneumothoraks tertutup tetapi tidak boleh menjadi tension pneumothorax.

c. Tension pneumothorax
Tension pneumothorax merupakan keadaan emergensi yang mengancam jiwa
penderita. Dapat disebabkan oleh trauma yang menyebabkan luka pada
parenkhim paru, spontan akibat pecahnya bulla paru atau iatrogenik yang
membentuk mekanisme ventil, yaitu udara dapat memasuki rongga pleura
tetapi tidak dapat keluar. Tidak jarang pneumothoraks simpel pada trauma
dapat berubah menjadi tension pneumothorax.
Akibat makin bertumpuknya udara dalam rongga pleura, parenkhim paru
terdesak, kolaps, mediastinum bergeser kearah dada yang sehat. Tekanan
tinggi pada thoraks dan bergesernya mediastinum yang berisi jantung dan
pembuluh darah besar mengakibatkan venous return berkurang. Penderita
mengalami syok, vena-vena leher melebar dan trakhea terdorong kearah
yang sehat.

B. Gambaran klinis
 Pneumo thoraks simpel gejala klinisnya meliputi : nyeri hemithoraks yang
terkena, dispnoe, batuk, takhipnoe. Pada pemeriksaan fisik tampak
hemitoraks yang tertinggal pada respirasi, vesikuler melemah pada
auskultasi dan sedikit hipersonor pada perkusi. Karena tidak ada desakan
mediastinum, maka vena leher tidak melebar, tidak ada tanda-tanda syok
dan trakhea tetap ditengah.
 Pada pneumothoraks terbuka, terlihat seperti gejala-gejala pneumothoraks
ditambah dengan adanya luka mengisap di rongga dada. Juga tidak didapat
desakan mediastinum, namun karena terdapat gangguan ventilasi yang berat
penderita tampak sangat sesak, bernapas cepat, mungkin sianosis dan syok.
Bila hal ini dibiarkan, berakhir dengan kematian penderita.
 Tension pneumothorax merupakan keadaan yang paling mengancam nyawa
dari kedua keadaan pneumothoraks diatas. Pada inspeksi tampak penderita
sesak hebat, takhipnoe, sianosis, sisi dada yang terkena tertinggal pada
pernapasan, pucat karena syok dan vena jugularis leher melebar. Trakhea
terdorong, bunyi napas pada hemithoraks yang terkena tidak terdengar pada
auskultasi dan hipersonor pada perkusi

 Hemothorax

a. Hemothoraks masif
 Terjadi perdarahan hebat yg menyebabkan problem B (reathing) dan problem C
(irculation)
 Pada fase pra-RS tidak banyak yg dpt dilakukan  infus
 Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari
pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh
trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga
dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti
spontan dan tidak memerlukan intervensi operasi.
 Tamponade jantung/ cardiac tamponade
Tamponade jantung
sering disebabkan oleh luka tembus. Walaupun demikian, trauma tumpul
juga dapat menyebabkan perikardium terisi darah baik dari jantung, pembuluh
darah besar maupun dari pembuluh darah perikard.Perikard manusia terdiri dari
struktur jaringan ikat yang kaku dan walaupun relatif sedikit darah yang
terkumpul, namun sudah dapat menghambat aktivitas jantung dan mengganggu
pengisian jantung. Mengeluarkan darah atau cairan perikard, sering hanya 15 ml
sampai 20 ml, melalui perikardiosintesis akan segera memperbaiki hemodinamik.
Diagnosis tamponade jantung tidak mudah.

PATOFISIOLOGI

Reddy et al menjelaskan 3 fase perubahan hemodinamik pada tamponade :

Fase I : Akumulasi cairan perikardial → ↑ kekakuan ventrikel,


butuh tekanan pengisian ≫.
Selama fase ini, tekanan pengisian ventrikel kiri dan
kanan > tekanan intrapericardial
Fase II : ↑ akumulasi cairan → tekanan perikardial > tekanan
pengisian ventrikel → CO ↓.
Fase : ↓ CO lanjut, karena equilibrium tekanan perikardial dan
III pengisian ventrikel kiri (LV).

Patofisiologi yang mendasari adalah karena berkurangnya pengisian diastolik.


Diagnostik klasik adalah adanya Trias Beck yang terdiri dari peningkatan
tekanan vena, penurunan tekanan arteri dan suara jantung menjauh. Tanda
Kussmaul (peningkatan tekanan vena pada saat inspirasi biasa) adalah kelainan
paradoksal tekanan vena yang sesungguhnya dan menunjukkan adanya temponade
jantung.
Evakuasi cepat darah dari perikard merupakan indikasi bila penderita
dengan syok hemoragik tidak memberikan respon pada resusitasi cairan dan
mungkin ada tamponade jantung.Tindakan ini menyelamatkan nyawa dan tidak
boleh diperlambat untuk mengadakan pemeriksaan diagnostik tambahan.Metode
sederhana untuk mengeluarkan cairan dari perikard adaah dengan
perikardiosintesis. Kecurigaan yang tinggi adanya tamponade jantung pada
penderita yang tidak memberikan respon terhadap usaha resusitasi, merupakan
indikasi untuk melakukan tindakan perikardiosintesis melalui metode subksifoid..
Monitoring Elektrokardiografi dapat menunjukkan tertusuknya miokard
(peningkatan voltase dari gelombang T, ketika jarum perikardiosintesis menyentuh
epikardium) atau terjadinya disritmia.

De jong W., Sjamsuhidajat R., Karnadihardja W. Prasetyono T.O, Rudiman R. :


Buku Ajar Ilmu Bedah; Bab 28: 498-513

8. Penanganan dari skenario?


• Chest tube + WSD

* Chest tube standar / percutaneous

* pada sela iga ke-5, didepan garis mid-aksiler

(antara mid-aksiler dan aksiler anterior)

* diatas iga ke-6

* jangan garis lurus  sebagai flap valve

* dihubungkan dg botol WSD / Heimlich valve

terjadi one-way-valve (fenomena ventil), kebocoran udara yang berasal dari paru-paru
atau melalui dinding dada masuk ke dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi
(one-way-valve). Akibat udara yang masuk ke dalam rongga pleura yang tidak dapat
keluar lagi, maka tekanan di intrapleural akan meninggi, paru-paru menjadi kolaps,
mediastinum terdorong ke sisi berlawanan dan menghambat pengembalian darah vena
ke jantung (venous return), serta akan menekan paru kontralateral.

Anda mungkin juga menyukai