8.1 Pengertian
1. Opini Medis adalah pendapat, pikiran atau pendirian dari seorang dokter atau ahli
medis terhadap suatu diagnosa, terapidan rekomendasi medis lain terhadap
penyakit seseorang.
2. Meminta Pendapat Lain( Second Opinion ) adalah pendapat medis yang diberikan
oleh dokter lain terhadap suatu diagnosa atau terapi maupun rekomendasi medis
lain terhadap penyakit yang diderita pasien. Mencari pendapat lain bisa dikatakan
sebagai upaya penemuan sudut pandang lain dari dokter kedua setelah pasien
mengunjungi atau berkonsultasi dengan dokter pertama. Second opinion hanyalah
istilah, karena dalam realitanya di lapangan, kadang pasien bisa jadi menemui
lebih dari dua dokter untuk dimintakan pendapat medisnya.
Meminta pendapat lain atau second opinion juga diatur dalam Undang Undang no.
44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bagian empat pasal 32 poin H tentang hak
pasien, disebutkan bahwa "Setiap pasien memiliki hak meminta konsultasi tentang
penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik
(SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit".
Rumah sakit mendorong pasien dan keluarga terlibat dalam semua aspek
pelayanan. Seluruh staf sudah dilatih melaksanakan regulasi dan perannya dalam
mendukung hak pasien serta keluarganya untuk berpartisipasi didalam proses
asuhannya.
h) Ketika pasien didiagnosa penyakit serius seperti kanker, maka pasien pun
biasanya diizinkan meminta pendapat lain.
i) Keputusan pemeriksaan dan pengobatan yang tidak direkomendasikan oleh
institusi kesehatan nasional atau internasional : seperti pengobatan dan terapi
bioresonansi, terapi antibiotika yang berlebihan dan tidak sesuai dengan indikasi
d) Bila keadaan emergensi atau kondisi tertentu maka keputusan second opinion
juga harus dilakukan dalam waktu singkat.
e) Mencari second opinion diutamakan kepada dokter yang dapat menjelaskan
dengan mudah, jelas, lengkap dan dapat diterima dengan logika. Dokter yang
beretika tidak akan pernah menyalahkan keputusan dokter sebelumnya atau
menganggap dirinya paling benar.
Pedoman Penatalaksanaan Hak Pasien dan keluarga Page 41
f) Bila melakukan second opinion sebaiknya tidak menceritakan pendapat
dokter sebelumnya atau mempertentangkan pendapat dokter sebelumnya,
agar dokter terakhir tersebut dapat obyektif dalam menangani kasusnya,
kecuali dokter tersebut menanyakan pengobatan yang sebelumnya pernah
diberikan atau pemeriksaan yang telah dilakukan.
g) Bila sudah memperoleh informasi tentang kesehatan jangan menggurui
dokter yang anda hadapi karena informasi yang anda dapat belum tentu
benar. Tetapi sebaiknya anda diskusikan informasi yang anda dapat dan
mintakan pendapat dokter tersebut tentang hal itu.
h) Bila pendapat lain dokter tersebut berbeda, maka biasanya penderita dapat
memutuskan salah satu keputusan berdasarkan argumen yang dapat
diterima secara logika. Dalam keadaan tertentu disarankan mengikuti advis
dari dokter yang terbukti terdapat perbaikan bermakna dalam perjalanan
penyakitnya. Bila hal itu masih membingungkan tidak ada salahnya
melakukan pendapat ketiga. Biasanya dengan berbagai pendapat tersebut
penderita akan dapat memutuskannya. Bila pendapat ketiga tersebut masih
sulit dipilih biasanya kasus yang dihadapi adalah kasus yang sangat sulit.
i) Keputusan second opinion terhadap terapi alternatif sebaiknya tidak
dilakukan karena pasti terjadi perbedaan pendapat dengan pemahaman
tentang kasus yang berbeda dan latar belakang ke ilmuan yang berbeda.
j) Kebenaran ilmiah di bidang kedokteran tidak harus berdasarkan senioritas
dokter atau gelar yang disandang. Tetapi berdasarkan kepakaran dan
landasanpertimbanganilmiah berbasis bukti penelitian di bidang kedokteran
(Evidance Base Medicine).
8.3. TATA LAKSANA
1. Second opinion atau mencari pendapat lain yang berbeda adalah merupakan hak
seorang pasien dalam memperoleh jasa pelayanan kesehatannya.
2. Hak yang dipunyai pasien ini adalah hak mendapatkan pendapat lain (second
opinion) dari dokter lainnya. Untuk mendapatkan pelayanan yang optimal, pasien
tidak usah ragu untuk mendapatkan “second opinion” tersebut. Memang biaya
yang dikeluarkan akan menjadi banyak, tetapi paling tidak bermanfaat untuk
mengurangi resiko kemungkinan komplikasi atau biaya lebih besar lagi yang
akan dialaminya.
Page 42
Misalnya, pasien sudah direncanakan operasi caesar atau operasi usus buntu tidak
ada salahnya melakukan permintaan pendapat dokter lain.
3. Dalam melakukan “second opinion” tersebut sebaiknya dilakukan terhadap dokter
yang sama kompetensinya. Misalnya, tindakan operasi caesar harus minta “second
opinion” kepada sesama dokter kandungan bukan ke dokter umum.
4. Bila pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan dokter sangat banyak dan mahal,
tidak ada salahnya minta pendapat ke dokter lain yang kompeten.
5. Hak pasien untuk meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada
dokter lain yang mempunyai Surat Ijin Praktek (SIP) baik di dalam maupun di luar
Rumah Sakit.
6. Manfaat yang bisa didapatkan dari second opinion adalah pasien lebih teredukasi
mengenai masalah kesehatan yang dihadapinya. Terdapat kondisi yang meragukan
bagi pasien pada saat meminta pendapat lain, misalnya ketika dokter pertama
menyarankan operasi, tidak mengherankan jika pendapat dari dokter lain akan
berbeda, oleh karena setiap penyakit memiliki gejala klinis yang berbeda ketika hadir
di ruang periksa sehingga mempengaruhi keputusan dokter.
7. Untuk mendapatkan second opinion, pasien dan keluarganya menghubungi perawat
atau langsung kepada dokter yang merawatnya kemudian mengemukakan
keinginannya untuk mendapatkan pendapat lain atau second opinion.
8. Dokter yang merawat berkewajiban menerangkan kepada pasien dan keluarganya hal
yang perlu dipertimbangkan dalam mendapatkan second opinion (terdapat dalam
panduan ini).
9. Apabila keputusan mengambil pendapat lain telah disepakati, maka formulir
Permintaan Pendapat Lain (Second Opinion) diisi oleh pasien atau walinya dan
diketahui oleh Dokter (DPJP) serta saksi.
8.4 DOKUMENTASI
1. Panduan Hak & Kewajiban Pasien
2. Permintaan Pendapat Lain (Second Opinion) didokumentasikan dalam formulir
second opinion dan bila telah diisi oleh pasien/ keluarga, formulir
didokumentasikan dalam rekam medis pasien