LP Aktivitas
LP Aktivitas
D. Patofisiologi
Menurut (Hidayat, 2014) proses terjadinya gangguan aktivitas tergantung dari penyebab
gangguan yang terjadi. Ada tiga hal yang dapat menyebabkan gangguan tersebut,
diantaranya adalah :
1. Kerusakan Otot
Kerusakan otot ini meliputi kerusakan anatomis maupun fisiologis otot. Otot
berperan sebagai sumber daya dan tenaga dalam proses pergerakan jika terjadi
kerusakan pada otot, maka tidak akan terjadi pergerakan jika otot terganggu. Otot
dapat rusak oleh beberapa hal seperti trauma langsung oleh benda tajam yang
merusak kontinuitas otot. Kerusakan tendon atau ligament, radang dan lainnya.
2. Gangguan pada skelet
Rangka yang menjadi penopang sekaligus poros pergerakan dapat terganggu pada
kondisi tertentu hingga mengganggu pergerakan atau mobilisasi. Beberapa penyakit
dapat mengganggu bentuk, ukuran maupun fungsi dari sistem rangka diantaranya
adalah fraktur, radang sendi, kekakuan sendi dan lain sebagainya.
3. Gangguan pada sistem persyarafan
Syaraf berperan penting dalam menyampaikan impuls dari dank e otak. Impuls
tersebut merupakan perintah dan koordinasi antara otak dan anggota gerak. Jadi, jika
syaraf terganggu maka akan terjadi gangguan penyampaian impuls dari dank e organ
target. Dengan tidak sampainya impuls maka akan mengakibatkan gangguan
mobilisasi.
E. Komplikasi
a. Perubahan metabolisme
secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal,
mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme
dalam tubuh. Hal tersebut dapat menyebabkan menurunnya basal metabolisme
rate (BMR) yang menyebabkan berkurangnya energi untuk perbaikan sel-sel
tubuh, sehingga dapat memengaruhi gangguan oksigenasi sel. Perubahan
metabolisme imobilitas dapat mengakibatkan proses anabolisme menurun dan
katabolisme meningkat keadaan ini dapat beresiko meningkatnya gangguan
metabolisme. Proses imobilitas dapat juga menyebabkan penurunan ekskresi
urine dan peningkatan nitrogen.
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari imobilitas
akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi protein serum
berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Di samping itu,
berkurangnya perpindahan cairan dari intravaskuler ke interstisial dapat
menyebabkan edema sehingga terjadi ketidakseimbanagan cairan dan elektrolit.
Imobilitas juga dapat menyebabkan edema sehingga terjadi ketidakseimbangan
cairan dan elektrilot. Imobilitas dapat menyebabkan demineralisasi tulang akibat
menurunnya aktivitas otot, sedangkan meningkatnya demineralisasi tulang dapat
mengakibatkan reabsorsi kalium.
c. Gangguan perubahan zat gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya
pemasukanProtein dan klori dapat mengakibatkan pegubahan zat-zat makanan
pada Tingkat sel menurun, di mana sel tidak lagi menerima glukosa, asam amino,
lemak, dan oksigen dalam jumlah yang cukup untuk melaksanakan aktivitas
metabolisme
d. Perubahan eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya penurunan jumlah urine yang mungkin
disebabkan oleh kurangnya asupan dan penurunan curah jantung sehingga aliran
darah renal dan urine berkurang.
f. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal, karena
imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna dan dapat
menyebabkan gangguan proses eliminasi.
g. Perubahan Sistem Pernapasan
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat
imobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya
lemah otot.
h. Perubahan Kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas, yaitu berupa hipotensi
ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan trombus.
i. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
1. Gangguan Muskular: menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas,
dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara langsung.
2. Gangguan Skeletal: adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan
skeletal, misalnya akan mudah terjadi kontraktur sendi dan osteoporosis.
j. Perubahan Sistem Integumen
perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit
karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas.
k. Perubahan Perilaku
perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain timbulnya rasa
bermusuhan, bingung, cemas, dan sebagainya.
F. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Terapi
Penatalaksanaan umum
a. Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan
pramuwerdha.
b. Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama,
pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah
ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
sendiri, semampu pasien.
c. Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan
pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang
diperlukan untuk mencapai target terapi.
d. Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan
dan elektrolit yang mungkin terjadi pada masalah imobilisasi, serta penyakit/
kondisi penyetara lainnya.
e. Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat
menyebabkan kelemahan atau kelelahan wajib diturunkan dosisnya atau
dihentkan bila memungkinkan.
f. Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung
serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
g. Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis
terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif,
aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik,
isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/ keseimbangan, dan ambulasi
terbatas.
h. Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu
berdiri dan ambulasi.
i. Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet.
8. Perubahan psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan mobilitas
dan imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi, perubahan dalam
mekanisme koping,dll.
Pemeriksaan Fisik
1. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat
tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak
dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau
gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
2. Mengkaji tulang belakang
a. Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
b. Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
c. Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
3. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan
adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
4. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-
masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau atropfi,
nyeri otot.
5. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic
hemiparesis stroke, cara berjalan selangkah-selangkah penyakit lower motor
neuron, cara berjalan bergetar penyakit Parkinson).
6. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
7. Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin
dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji
denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
A.Azis Alimul H. 2009, Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan,
Jakarta : Salemba Medika