Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

Ruang : Nama mahasiswa :


Tanggal : NIM/Kelompok :
Inisial pasien :
Umur/No Reg :

I. Masalah Keperawatan Dasar


II. Landasan Teori
A. Anfis
1. Tulang
Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi mekanis untuk
membentuk rangka dan tempat melekatnya berbagai otot, fungsi sebagai tempat
penyimpanan mineral khususnya kalsium dan fosfor yang bisa dilepaskan setup saat
susuai kebutuhan, fungsi tempat sumsum tulang dalam membentuk sel darah, dan
fungsi pelindung organ-organ dalam.
Terdapa tiga jenis tulang, yaitu tulang pipih seperti tulang kepala dan pelvis, tulang
kuboid seperti tulang vertebrata dan tulang tarsalia, dan tulang panjang seperti tulang
femur dan tibia. Tulang panjang umumnya berbentuk lebar pada kedua ujung dan
menyempit di tengah. Bagian ujung tulang panjang dilapisi kartilago dan secara
anatomis terdiri dari epifisis, metafisis, dan diafisis. Epifisis dan metafisis terdapat
pada kedua ujung tulang dan terpisah dan lebih elastic pada masa anak-anak serta
akan menyatu pada masa dewasa.
2. Otot dan Tendon
Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan tubuh bergerak sesuai
dengan keinginan. Otot memiliki origo dan insersi tulang, serta dihubungkan dengan
tulang melalui tendon yang bersangkutan, sehingga diperlukan penyambungan atau
jahitan agar dapat berfungsi kembali.
3. Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang. Ligament
bersifat elastic sehingga membantu fleksibilitas sendi dan mendukung sendi.
Ligamen pada lutut merupakan struktur penjaga stabilitas, oleh karena itu jika
terputus akan mengakibatkan ketidakstabilan.
4. Sistem Saraf
Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otak dan modula spinalis) dan sistem
saraf tepi (percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf memiliki somatic dan
otonom. Bagian somatic memiliki fungsi sensorik dan motorik. Terjadinya
kerusakan pada sistem saraf pusat seperti pada fraktur tulang belakang dapat
menyebabkan kelemahan secara umum, sedangkan kerusakan saraf tepi dapat
mengakibatkan terganggunya daerah yang diinervisi, dan kerusakan pada saraf radial
akan mengakibatkan drop hand atau gangguan sensorik pada daerah radial tangan.
5. Sendi
Sendi merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendi membuat
segmentasi dari rangka tubuh dan memungkinkan gerakan antar segmen dan
berbagai derajat pertumbuhan tulang. Terdapat beberapa jenis sendi, misalnya sendi
synovial yang merupakan sendi kedua ujung tulang berhadapan dilapisi oleh
kartilago artikuler, ruang sendinya tertutup kapsul sendi dan berisi cairan synovial.
Selain itu, terdapat pula sendi bahu, sendi panggul, lutut, dan jenis sendi lain sepertii
sindesmosis, sinkondrosis dan simpisis.

B. Konsep gangguan pemenuhan kebutuhan


Aktivitas adalah suatu energy atau keadaan bergerak dimana manusia memerlukan
untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup .Salah satu tanda kesehatan adalah adanya
kemampuan seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan dan bekerja. Adapun
system tubuh yang berperan dalam kebutuhan aktivitas antara lain: tulang, otot dan
tendon, ligamen, system saraf dan sendi.
Latihan atau olahraga lansia harus dianjurkan untuk mempertahankan dan
memperkuat kemampuan fungsi dan meningkatkan perasaan meningkatnya
kesehatan.Latihan atau olahraga yang teratur untuk meningkatkan kemampuan fungsi
dapat dimasukkan kedalam aktivitas sehari-hari lansia.Misalnya, pergelangan tangan dan
pergelangan kaki dapat digerak-gerakkan.
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak
secarabebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas
guna mempertahankan kesehatannya.
.
Jenis imobilitas antara lain:
1. Imobilitasfisik,
merupakanpembatasanuntukbergeraksecarafisikdengantujuanmencegahterjadinyagan
gguankomplikasipergerakan.
2. Imobilitasintelektual,
merupakankeadaanketikaseseorangmengalamiketerbatasandaya piker,
sepertipadapasien yang mengalamikerusakanotakakibatsuatupenyakit.
3. Imobilitasemosional,
merupakankeadaanketikaseseorangmengalamipembatasansecaraemosionalkarenaada
nyaperubahansecaratiba-tibadalammenyesuaikandiri.
4. Imobilisasisosial, keadaanindividu yang
mengalamihambatandalammelakukaninteraksisosialkarenakeadaanpenyakitnyasehin
ggamempengaruhiperannyadalamkehidupansosial.
Dampakdariimobilitasdalamtubuhdapatmempengaruhi system tubuh,
sepertiperubahanpadametabolisme, ketidakseimbangancairandanelektrolit,
gangguanpengubahanzatgizi, gangguanfungsi gastrointestinal, perubahan system
pernafasan, perubahankardiovaskular, perubahan system musculoskeletal, perubahan
system integumen, perubahaneliminasi, danperubahanperilaku.

C. Tanda dan gejala


1. Tidakmampubergerakatauberaktifitassesuaikebutuhan.
2. Keterbatasanmenggerakansendi.
3. Adanyakerusakanaktivitas.
4. Penurunan ADL dibantu orang lain.
5. Malasuntukbergerakataumobilitas

D. Patofisiologi
Menurut (Hidayat, 2014) proses terjadinya gangguan aktivitas tergantung dari penyebab
gangguan yang terjadi. Ada tiga hal yang dapat menyebabkan gangguan tersebut,
diantaranya adalah :
1. Kerusakan Otot
Kerusakan otot ini meliputi kerusakan anatomis maupun fisiologis otot. Otot
berperan sebagai sumber daya dan tenaga dalam proses pergerakan jika terjadi
kerusakan pada otot, maka tidak akan terjadi pergerakan jika otot terganggu. Otot
dapat rusak oleh beberapa hal seperti trauma langsung oleh benda tajam yang
merusak kontinuitas otot. Kerusakan tendon atau ligament, radang dan lainnya.
2. Gangguan pada skelet
Rangka yang menjadi penopang sekaligus poros pergerakan dapat terganggu pada
kondisi tertentu hingga mengganggu pergerakan atau mobilisasi. Beberapa penyakit
dapat mengganggu bentuk, ukuran maupun fungsi dari sistem rangka diantaranya
adalah fraktur, radang sendi, kekakuan sendi dan lain sebagainya.
3. Gangguan pada sistem persyarafan
Syaraf berperan penting dalam menyampaikan impuls dari dank e otak. Impuls
tersebut merupakan perintah dan koordinasi antara otak dan anggota gerak. Jadi, jika
syaraf terganggu maka akan terjadi gangguan penyampaian impuls dari dank e organ
target. Dengan tidak sampainya impuls maka akan mengakibatkan gangguan
mobilisasi.

E. Komplikasi
a. Perubahan metabolisme
secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal,
mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme
dalam tubuh. Hal tersebut dapat menyebabkan menurunnya basal metabolisme
rate (BMR) yang menyebabkan berkurangnya energi untuk perbaikan sel-sel
tubuh, sehingga dapat memengaruhi gangguan oksigenasi sel. Perubahan
metabolisme imobilitas dapat mengakibatkan proses anabolisme menurun dan
katabolisme meningkat keadaan ini dapat beresiko meningkatnya gangguan
metabolisme. Proses imobilitas dapat juga menyebabkan penurunan ekskresi
urine dan peningkatan nitrogen.
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari imobilitas
akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi protein serum
berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Di samping itu,
berkurangnya perpindahan cairan dari intravaskuler ke interstisial dapat
menyebabkan edema sehingga terjadi ketidakseimbanagan cairan dan elektrolit.
Imobilitas juga dapat menyebabkan edema sehingga terjadi ketidakseimbangan
cairan dan elektrilot. Imobilitas dapat menyebabkan demineralisasi tulang akibat
menurunnya aktivitas otot, sedangkan meningkatnya demineralisasi tulang dapat
mengakibatkan reabsorsi kalium.
c. Gangguan perubahan zat gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya
pemasukanProtein dan klori dapat mengakibatkan pegubahan zat-zat makanan
pada Tingkat sel menurun, di mana sel tidak lagi menerima glukosa, asam amino,
lemak, dan oksigen dalam jumlah yang cukup untuk melaksanakan aktivitas
metabolisme
d. Perubahan eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya penurunan jumlah urine yang mungkin
disebabkan oleh kurangnya asupan dan penurunan curah jantung sehingga aliran
darah renal dan urine berkurang.
f. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal, karena
imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna dan dapat
menyebabkan gangguan proses eliminasi.
g. Perubahan Sistem Pernapasan
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat
imobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya
lemah otot.
h. Perubahan Kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas, yaitu berupa hipotensi
ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan trombus.
i. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
1. Gangguan Muskular: menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas,
dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara langsung.
2. Gangguan Skeletal: adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan
skeletal, misalnya akan mudah terjadi kontraktur sendi dan osteoporosis.
j. Perubahan Sistem Integumen
perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit
karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas.
k. Perubahan Perilaku
perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain timbulnya rasa
bermusuhan, bingung, cemas, dan sebagainya.
F. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Terapi
Penatalaksanaan umum
a. Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan
pramuwerdha.
b. Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama,
pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah
ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
sendiri, semampu pasien.
c. Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan
pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang
diperlukan untuk mencapai target terapi.
d. Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan
dan elektrolit yang mungkin terjadi pada masalah imobilisasi, serta penyakit/
kondisi penyetara lainnya.
e. Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat
menyebabkan kelemahan atau kelelahan wajib diturunkan dosisnya atau
dihentkan bila memungkinkan.
f. Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung
serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
g. Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis
terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif,
aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik,
isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/ keseimbangan, dan ambulasi
terbatas.
h. Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu
berdiri dan ambulasi.
i. Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet.

III. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Riwayat kesehatan
1. Riwayat Keperawatan Sekarang
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alas an pasien yang menyebabkan terjadi
keluhan/gangguan dalam mobilitas dan imobilitas, seperti adanya nyeri, kelemahan
otot, kelelahan, tingkat mobilitas dan imobilitas, daerah terganggunya mobilitas dan
imobilitas, dan lama terjadinya gangguan mobilitas.
2. Riwayat Keperawatan Penyakit yang pernah Diderita
Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
mobilitas, misalnya adanya riwayat penyakit sistem neurologis (kecelakaan
cerebrovaskular, trauma kepala, peningkatan tekanan intrakranial, miastenia gravis,
guillain barre, cedera medulla spenalis, dan lain-lain), riwayat penyakit sistem
kardiovaskular (infark miokard, gagal jantung kongestif), riwayat penyakit sistem
muskuloskeletal (osteoporosis, fraktur, artritis), riwayat penyakit sistem pernapasan
(penyakit paru obstruksi menahun, pneumonia, dan lain-lain), riwayat pemakaian
obat, seperti sedativa, hipnotik, depresan sistem saraf pusat, laksansia, dll.
3. Kemampuan fungsi motorik
Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan dan
kiri dan untuk menlai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan atau spatis.
4. Kemampuan Mobilitas
Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk menilai
kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah tanpa
bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut:

Tingkat Aktivitas/Mobilitas Kategori


Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara
penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan
orang lain
Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan
orang lain, dan peralatan.
Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat
melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan.

5. Kemampuan Rentang Gerak


Pengkajian Rentang gerak (Range Of Motion-ROM) dilakukan pada daerah seperti
bahu, siku, lengan, panggul dan kaki.

Gerak Sendi Derajat Rentang Normal


Bahu 180
Adduksi: Gerakan lengan ke lateral dari
posisi samping ke atas kepala, telapak
tangan menghadap ke posisi yang paling
jauh.
Siku 150
Fleksi: Angkat lengan bawah ke arah
depan dan ke arah atas menuju bahu.
Pergelangan Tangan 80-90
Fleksi: Tekuk jari-jari tangan ke arah
bagian dalam lengan bawah.

Ekstensi: Luruskan pergelangan tangan 80-90


dari posisi fleksi
Hiperekstensi: Tekuk jari-jari tangan ke 70-90
arah belakang sejauh mungkin

Abduksi: Tekuk pergelangan tangan ke 0-20


sisi ibu jari ketika tangan menghadap ke
atas.

Adduksi: Tekuk Pergelangan tangan kea 30-50


rah kelingking, telapak tangan
menghadap ke atas.
Tangan dan Jari 90
Fleksi: Buat Kepalan Tangan 90

Ekstensi: Luruskan Jari 30

Abduksi: Kembangkan jari tangan 20

Adduksi: Rapatkan jari-jari tangan dari 20


posisi abduksi

6. Perubahan Intoleransi Aktivitas


Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan perubahan pada system
pernapasan, antara lain: suara napas, analisis gas darah, gerakan dinding thorak,
adanya mucus, batuk yang produktif diikuti panas, dan nyeri saat respirasi.
Pengkajian intoleritas aktivitas terhadap perubahan system kardiovaskuler, seperti
nadi dan tekanan darah, gangguan perifer, adanya thrombus, serta perubahan tanda
vital setelah melakukan aktivitas atau perubahan posisi.
7. Kekuatan otot dan gangguan koordinasi
Dalam megkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau tidak.
Derajat kekuatan otot dapat ditentukan dengan:
Skala Persentase kekuatan Karakteristik
Normal
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan,
kontraksi otot dapat di
palpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh
melawan gravitasi dengan
topangan
3 50 Gerakan yang normal
melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang
normal melawan gravitasi
dan melawan tahanan
minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan
penuh yang normal
melawan gravitasi dan
tahanan penuh.

8. Perubahan psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan mobilitas
dan imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi, perubahan dalam
mekanisme koping,dll.

Pemeriksaan Fisik
1. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat
tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak
dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau
gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
2. Mengkaji tulang belakang
a. Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
b. Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
c. Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
3. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan
adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
4. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-
masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau atropfi,
nyeri otot.
5. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic
hemiparesis stroke, cara berjalan selangkah-selangkah penyakit lower motor
neuron, cara berjalan bergetar penyakit Parkinson).
6. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
7. Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin
dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji
denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.

B. Masalah/ Diagnosa Keperawatan


a. Diagnosis/Masalah Keperawatan
b. Gangguan mobilitas fisik akibat trauma tulang belakang, fraktur, dan lain-lain.
c. Gangguan penurunan curah jantung akibat imobilitas
d. Risiko cedera (jatuh) akibat orthostatic pneumonia
e. Intoleransi aktivitas akibat menurunnya tonus dan kekuatan otot
f. Sindrom perawatan diri akibat menurunnya fleksibilitas otot
g. Tidak efektifnya pola napas akibat menurunnya ekspansi paru
h. Gangguan pertukaran gas akibat menurunnya gerakan respirasi
i. Gangguan eliminasi akibat imobilitas
j. Retensi urin akibat gangguan mobilitas fisik
k. Inkontinensia urin akibat gangguan mobilitas fisik
l. Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) akibat menurunnya nafsu makan
(anoreksia) akibat sekresi lambung menurun, penurunan peristaltik usus.
m. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat kurangnya asupan (intake)
n. Gangguan Interaksi sosial akibat imobilitas
o. Gangguan konsep diri akibat imobilitas

C. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Perencanaan Keperawatan
Tujuan:
a. Meningkatkan kekuatan, ketahanan otot dan fleksibilitas tinggi
b. Meningkatkan fungsi kardiovaskuler
c. Meningkatkan fungsi respirasi
d. Meningkatkan fungsi gastrointestinal
e. Meningkatkan fungsi system perkemihan
f. Memperbaiki gangguan psikologis
2. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah pengaturan posisi tubuh sesuai
kebutuhan pasien serta melakukan latihan ROM pasif dan aktif.
a. Pengaturan posisi tubuh sesuai kebutuhan pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi kebutuhan mobilitas dapat disesuaikan dengan
tingkat gangguan, seperti posisi fowler, sim, trendelenburg, dorsal recumbent,
lithotomi, dan genu pectoral.
1. Posisi Fowler
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, di mana bagian kepala
tempat tidur lebih tinggi atau dinaikan. Posisi ini dilakukan untuk
mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.
2. Posisi Sim
Posisi sim adalah posisi miring ke kanan atau miring ke kiri. Posisi ini dilakukan
untuk memberi kenyamanan dan memberikan obat per anus (supositoria).
3. Posisi Lititomy
Posisi berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki dan menariknya ke
atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genitalia pada proses
persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.
4. Posisi Trendelenburg
Posisi pasiom berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah
daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk mdancarkan perdaran darah ke
otak.
5. Posisi Dorsal Recumbent
Pada posisi ini pasien berbaring tele;ntang dengan kedua lutut ficksi (ditarik atau
direnggangkan) di atas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat dan
memeriksa genitalia scrta proses persalinan.
6. Posisi Genu Pectoral
Pada posisi ini pasien menungging dengan kcdua kaki ditekuk dan dada
menempel pada bagian alas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk mcmc;riksa
daerah rektum dan sigmoid.
D. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang diharapkan dati haisl tindakan keperawatan untuk mengatasi gangguan
mobilitas adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan fungsi sistem tubuh
2. Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot
3. Peningkatan fleksibilitas sendi
4. Peningkatan fungsi motorik, perasaan nyaman pada pasien, dan ekspresi pasien
menunjukan keceriaan.
DAFTAR PUSTAKA

A.Azis Alimul H. 2009, Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan,
Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai