TINJAUAN PUSTAKAAN
2.1 Definisi
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3
bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti
proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik
ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m², seperti
pada tabel berikut :
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
Kelainan patologik
Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan
atau tanpa kerusakan
2.2 Etiologi
Nefropati hipertensi merupakan penyebab tersering CKD pada usia tua,
dimana terjadi iskemi kronik pada ginjal sebagai akibat penyakit vaskular mikro dan
makro ginjal. Nefrosklerosis progresif terjadi dengan cara yang sama seperti pada
penyakit jantung koroner dan penyakit serebrovaskular.
1
Penyakit Stenosis arteri renalis, vaskulitis, atheroemboli, nephrosclerosis
vascular hipertensi, thrombosis vena renalis
Penyakit Nephropati membranosa, nephropati IgA, fokal dan segmental
glomerulus glomerulosclerosis (FSGS), minimal change disease,
primer membranoproliferative glomerulonephritis, rapidly progressive
(crescentic) glomerulonephritis
Penyakit Diabetes mellitus, systemic lupus erythematosus, rheumatoid
glomerulus arthritis, scleroderma, Goodpasture syndrome, Wegener
sekunder granulomatosis, postinfectious glomerulonephritis, endocarditis,
hepatitis B and C, syphilis, human immunodeficiency virus
(HIV), parasitic infection, pemakaian heroin, gold, penicillamine,
amyloidosis, neoplasia, thrombotic thrombocytopenic purpura
(TTP), hemolytic-uremic syndrome (HUS), Henoch-Schönlein
purpura, Alport syndrome, reflux nephropathy
Penyakit Obat-obatan ( sulfa, allopurinol), infeksi (virus, bacteri, parasit),
tubulo- Sjögren syndrome, hypokalemia kronik, hypercalcemia kronik,
interstitial sarcoidosis, multiple myeloma cast nephropathy, heavy metals,
radiation nephritis, polycystic kidneys, cystinosis
Obstruksi Urolithiasis, benign prostatic hypertrophy, tumors, retroperitoneal
saluran fibrosis, urethral stricture, neurogenic bladder
kemih
2
2.3 Manifestasi Klinik (Sukandar, 2006).
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU),
sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi
sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan
kreatinin kurang dari 25 ml per menit.
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian
pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis
mual dam muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan
dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia
inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan
usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau
hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian
kecil pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah
beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat,
misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala
nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati)
mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada
pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada
conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan
hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa
pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder
atau tersier.
3
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas
dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal
ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya
kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit
muka dan dinamakan urea frost
e. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering
dijumpai pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan
selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan
dialisis.
f. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik
sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis,
kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik
terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal
jantung.
4
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh
nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju
filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal
kronik dalam lima stadium.
5
2.5 Patogenesis
Patogenesis penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Patofisiologi penyakit ginjal kronik melibatkan 2 mekanisme kerusakan:
1. Mekanisme pencetus yang spesifik sebagai penyakit yang mendasari
kerusakan selanjutnya seperti kompleks imun dan mediator inflamasi pada
glomerulonephritis, atau pajanan zat toksin pada penyakit tubulus ginjal dan
interstitium;
2. Mekanisme kerusakan progresif, ditandai adanya hiperfiltrasi dan hipertrofi
nephron yang tersisa.3
6
masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar
urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada
pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat
badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda
uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme
fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah
terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi
saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau
hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada
LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien
sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain
dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada
stadium gagal ginjal.4,5
2.6 Diagnosis
2.6.1 Gambaran klinis
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi :
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya seperti diabetes mellitus,
infeksi traktus urinarius, batu traktus urinasrius, hipertensi, hiperirisemia,
lupus eritematosus sistemik (LES), dan lain sebagainya.
b. Syndrome uremia, yang terdiri dari lemah, letargi,anoreksia, mual muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya : hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolic, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium,
kalium, klorida).
7
2.6.2 Gambaran laboratorium
Tes berikut dapat diindikasikan:
Elektrolit serum, BUN, dan kreatinin - BUN ini dan tingkat kreatinin akan
meningkat pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. Hiperkalemia atau
tingkat bikarbonat rendah dapat ada pada pasien dengan penyakit ginjal
kronis.
Serum kalsium, fosfat, vitamin D, dan hormon paratiroid utuh (PTH)
tingkat diperoleh untuk mencari bukti penyakit tulang ginjal.
Serum albumin - Pasien mungkin memiliki hipoalbuminemia karena
hilangnya protein urin atau malnutrisi.
Urinalisis - proteinuria dipstick mungkin menyarankan glomerulus atau
masalah tubulointerstitial. Sedimen urin menemukan sel darah merah,
RBC gips, menunjukkan glomerulonefritis proliferatif. Piuria dan / atau
gips WBC yang sugestif dari nefritis interstisial (terutama jika
eosinophiluria hadir) atau infeksi saluran kemih.
Spot koleksi urin untuk total protein ke kreatinin rasio memungkinkan
pendekatan yang dapat diandalkan (ekstrapolasi) dari total 24-jam ekskresi
protein urin. Nilai lebih besar dari 2 g dianggap dalam kisaran
glomerulus, dan nilai lebih besar dari 3-3,5 g adalah dalam nefrotik;
kurang dari 2 adalah karakteristik masalah tubulointerstitial.
8
USG ginjal - ginjal echogenic kecil yang diamati pada gagal ginjal
canggih. Ginjal biasanya normal dalam ukuran nefropati diabetik maju, di
mana ginjal yang terkena dampak awalnya diperbesar dari hiperfiltrasi.
Kelainan struktural, seperti ginjal polikistik, juga dapat diamati. Ini
adalah tes yang berguna untuk layar untuk hidronefrosis, yang tidak dapat
diamati pada awal obstruksi, atau keterlibatan dari retroperitoneum dengan
fibrosis, tumor, atau adenopati menyebar. Pyelogram retrograde dapat
diindikasikan jika indeks kecurigaan yang tinggi klinis untuk obstruksi
ada meskipun studi negatif menemukan.
2.7 Penatalaksanaan
Penderita CKD perlu mendapatkan penatalaksanaan secara khusus sesuai dengan
derajat penyakit CKD, bukan hanya penatalaksanaan secara umum. Penatalaksanaan
berdasarkan derajat penyakit CKD dapat dilihat dalam tabel berikut :
9
Penatalaksanaan untuk CKD secara umum antara lain adalah sebagai berikut :
1. Waktu yang tepat dalam penatalaksanaan penyakit dasar CKD adalah
sebelum terjadinya penurunan LFG, sehingga peningkatan fungsi ginjal
tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasono grafi,
biopsi serta pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi
yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya bila LFG sudah menurun
sampai 20–30 % dari normal terapi dari penyakit dasar sudah tidak
bermanfaat.
2. Mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien penyakit
CKD, hal tersebut untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat
memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain,
gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tak terkontrol, infeksi
traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obatobat nefrotoksik, bahan
radio kontras, atau peningkatan aktifitas penyakit dasarnya. Pembatasan
cairan dan elektrolit pada penyakit CKD sangat diperlukan. Hal tersebut
diperlukan untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi
kardiovaskuler. Asupan cairan diatur seimbang antara masukan dan
pengeluaran urin serta Insesible Water Loss (IWL). Dengan asumsi antara
500-800 ml/hari yang sesuai dengan luas tubuh. Elektrolit yang harus
diawasi dalam asupannya adalah natrium dan kalium. Pembatasan kalium
dilakukan karena hiperkalemi dapat mengakibatkan aritmia jantung yang
fatal. Oleh karena itu pembatasan obat dan makanan yang mengandung
kalium (sayuran dan buah) harus dibatasi dalam jumlah 3,5- 5,5 mEg/lt.
sedangkan pada natrium dibatasi untuk menghindari terjadinya hipertensi
dan edema. Jumlah garam disetarakan dengan tekanan darah dan adanya
edema.
10
3. Menghambat perburukan fungsi ginjal. Penyebab turunnya fungsi ginjal
adalah hiperventilasi glomerulus yaitu :
a) Batasan asupan protein, mulai dilakukan pada LFG < 60 ml/mnt,
sedangkan diatas batasan tersebut tidak dianjurkan pembatasan
protein. Protein yang dibatasi antara 0,6-0,8/kg BB/hr, yang 0,35-0,50
gr protein nilai biologis tinggi. Kalori yang diberikan sebesar 30-35
kkal/ kg BB/hr dalam pemberian diet. Protein perlu dilakukan
pembatasan dengan ketat, karena protein akan dipecah dan diencerkan
melalui ginjal, tidak seperti karbohidrat. Namun saat terjadi malnutrisi
masukan protein dapat ditingkatkan sedikit, selain itu makanan tinggi
protein yang mengandung ion hydrogen, fosfor, sulfur, dan ion
anorganik lain yang diekresikan melalui ginjal. Selain itu pembatasan
protein bertujuan untuk membatasi asupan fosfat karena fosfat dan
protein berasal dari sumber yang sama, agar tidak terjadi
hiperfosfatemia.
b) Terapi farmakologi untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus.
Pemakaian obat anti hipertensi disamping bermanfaat untuk
memperkecil resiko komplikasi pada kardiovaskuler juga penting
untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan cara
mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus.
Selain itu pemakaian obat hipertensi seperti penghambat enzim
konverting angiotensin (Angiotensin Converting Enzim / ACE
inhibitor) dapat memperlambat perburukan fungsi ginjal. Hal ini
terjadi akibat mekanisme kerjanya sebagai anti hipertensi dan anti
proteinuri.
11
4. Pencegahan dan terapi penyakit kardio faskuler merupakan hal yang
penting, karena 40-45 % kematian pada penderita CKD disebabkan oleh
penyakit komplikasinya pada kardiovaskuler. Hal-hal yang termasuk
pencegahan dan terapi penyakit vaskuler adalah pengendalian hipertensi,
DM, dislipidemia, anemia, hiperfosvatemia, dan terapi pada kelebian
cairan dan elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi
terhadap komplikasi CKD secara keseluruhan.
5. CKD mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai
dengan derajat penurunan LFG. Seperti anemia dilakukan penambahan /
tranfusi eritropoitin. Pemberian kalsitrol untuk mengatasi osteodistrasi
renal. Namun dalam pemakaiannya harus dipertimbangkan karena dapat
meningkatkan absorsi fosfat.
6. Terapi dialisis dan transplantasi dapat dilakukan pada tahap CKD derajat
4-5. Terapi ini biasanya disebut dengan terapi pengganti ginjal.
2.8 Komplikasi
Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang
manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi.
Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,
dan masukan diit berlebih.
Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem rennin
agiotensin aldosteron.
Anemia akibat penurunan eritropoitin.
12
Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
13
BAB IV
LAPORAN KASUS
Anamnesa Pribadi
Nama : Resmone Duwarline
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Kawin : Menikah
Agama : Krissten
Pekerjan : Wiraswasta
Alamat : Dsn III A Selambo, Jalan Angklung No.4 Amplas Medan
Suku : Batak
Anamnesa Penyakit
Keluhan Utama : Sesak Nafas
Telaah :
Pasien datang diantar keluarganya ke Rumah Sakit Umum Haji Medan
dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas dialami pasien sejak ± 1 ½ tahun terakhir
dan memberat sejak 1 hari yang lalu. Sesak bersifat hilang timbul, sesak timbul saat
malam hari dan tiap kali pasien minum air dalam jumlah yang banyak, sesak
berkurang saat pasien beristirahat.
Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah sejak 5 hari yang lalu. Muntah
dengan frekuensi ± 3 x / hari ( volume ¼ aqua gelas ), berisi apa yang dimakan.
Pasien juga mengeluhkan nyeri pada ulu hati sejak 5 hari yang lalu,
Pasien mengatakan nafsu makannya menurun dan mengalami kesulitan untuk
tidur sejak 1 minggu terakhir.
14
BAB : 1 x / hari, warna kuning kecoklatan
BAK : 1 x / hari, warna kuning pekat
RPT : Gagal ginjal, Hipertensi, Post TB, DM
RPK : DM Ayah Pasien
RPO : Amlodipin
Riwayat Alergi : Tidak ada
Anamnesa Umum
Badan kurang enak : Ya - Tidur : Terganggu
Merasa lemas : Ya - Berat Badan : Menurun
Merasa kurang sehat : Ya - Malas : Tidak
Menggigil : Tidak - Demam : Tidak
Nafsu makan : Menurun - Pening : Tidak
Anamnesa Organ
1. Cor
Dyspnoe d’effort : Tidak - Cyanosis : Tidak
Dyspnoe d’repos : Ya - Angina Pectoris : Tidak
Oedem : Tidak - Palpitasi Cordis : Tidak
Nycturia : Tidak - Asma Cardial : Tidak
2. Sirkulasi Perifer
Claudicatio Intermitten: Tidak - Gangguan Tropis : Tidak
Sakit waktu istirahat : Tidak - Kebas-Kebas : Tidak
Rasa mati ujung jari : Tidak
15
3. Tractus Respiratorius
Batuk : Tidak - Stridor : Tidak
Berdahak : Tidak - Sesak Nafas : Ya
Haemaptoe : Tidak - Pernafasan Cuping Hidung : Tidak
Sakit dada waktu bernafas : Tidak - Suara Parau : Tidak
4. Tractus Digestivus
A. Lambung
Sakit di epigastrium : Ya - Sendawa : Tidak
Sebelum/ sesudah makan - Anoreksia : Tidak
Rasa panas di epigastrium : Tidak - Mual-mual : Ya
Muntah (frek, warna, isi, dll) : Ya
(freq ±3x/hari, berisi apa yang dimakan) - Dysphagia : Tidak
Hematemesis : Tidak - Foetor ex ore : Tidak
Ructus : Tidak - Pyrosis : Tidak
B. Usus
Sakit di abdomen : Ya - Melena : Tidak
Borborygmi : Tidak - Tenesmi : Tidak
Defekasi (frek, warna, kons.) : Ya - Flatulensi : Tidak
(1x/hari, warna : kuning kecoklatan, - Haemorrhoid : Tidak
kosistensi : padat)
Obstipasi : Tidak
Diare (frek, warna, kons.) : Tidak
16
C. Hati dan Saluran Empedu
Sakit perut kanan : Tidak - Gatal-gatal di kulit : Tidak
memancar ke :- - Ascites : Tidak
Kolik : Tidak - Oedem : Tidak
Icterus : Tidak - Berak Dempul : Tidak
6. Sendi
Sakit : Tidak - Sakit digerakkan : Tidak
Sendi Kuku : Tidak - Bengkak : Tidak
Merah : Tidak - Stand Abnormal : Tidak
7. Tulang
Sakit : Tidak - Fraktur Spontan : Tidak
Bengkak : Tidak - Deformitas : Tidak
8. Otot
Sakit : Tidak - Kejang-Kejang : Tidak
Kebas-Kebas : Tidak - Atrofi : Tidak
17
9. Darah
Sakit dimulut dan lidah : Tidak - Muka pucat : Ya
Mata berkunang-kunang : Tidak - Bengkak : Tidak
Pembengkakan kelenjar : Tidak - Penyakit Darah : Tidak
Merah di kulit : Tidak - Perdarahan Sub Kutan: Tidak
10. Endokrin
A. Pankreas
Polidipsi : Tidak - Pruritus : Tidak
Polifagi : Tidak - Pyorrhea : Tidak
Poliuri : Tidak
B. Tiroid
Nervositas : Tidak - Struma : Tidak
Exoftalmus : Tidak - Miksodem : Tidak
C. Hipofisis
Akromegali : Tidak -Distrofi Adipose Kongenital : Tidak
18
12. Susunan Syaraf
Hipoastesia : Tidak – Sakit Kepala : Tidak
Parastesia : Tidak – Gerakan Tics : Tidak
Paralisis : Tidak
14. Psikis
Mudah tersinggung : Tidak – Pelupa : Tidak
Takut : Tidak – Lekas Marah : Tidak
Gelisah : Tidak
19
Anamnesa Intoksikasi : Tidak ada
Anamnesa Makanan
Nasi : frek 3x / hari - Sayur-sayuran : Ya
Ikan : Ya - Daging : Ya
Anamnesa Famili
Penyakit-penyakit family : DM
Penyakit seperti orang sakit : Ayah Pasien
Anak-anak 1 , hidup 1, mati 0
STATUS PRESENTS
KEADAAN UMUM
– Sensorium : Compos mentis
– Tekanan darah : 130/70 mmHg
– Temperatur : 36,5 °C
– Pernafasan : 36 x/menit, reg, tipe pernafasan: thorakoabdominal
– Nadi : 80 x/menit, equal,tegangan/volume: sedang
KEADAAN PENYAKIT
Anemi : Ya - Eritema : Tidak
Ikterus : Tidak - Turgor : Baik
Sianose : Tidak - Gerakan Aktif : Ya
Dispnoe : Ya - Sikap Tidur Paksa : Tidak
Edem : Tidak
20
KEADAAN GIZI
Berat Badan = 66 kg
Tinggi Badan = 154 cm
66
RBW= × 100% = 120 %
54
Kesan : Overweight
66
– IMT = 154 = 27.8
(
100
)2
Kesan : Overweight
PEMERIKSAAN FISIK
1. Kepala
Pertumbuhan rambut : Normal
Sakit kalau dipegang : Tidak
Perubahan lokal : Tidak
a. Muka
Sembab : Tidak - Parese : Tidak
Pucat : Ya - Gangguan Lokal : Tidak
Kuning : Tidak
b. Mata
Stand Mata : Normal -Ikterus : Tidak
Gerakan : Ke segala arah - Anemia : Ya
Exoftalmus : Tidak - Reaksi Pupil : isokor, <Ɵ3mm (+/+)
Ptosis : Tidak
21
c. Telinga
Sekret : Tidak - Bentuk : Normal
Radang : Tidak - Atrofi : Tidak
d. Hidung
Sekret : Tidak - Benjolan-Benjolan : Tidak
Bentuk : Normal
e. Bibir
Sianosis : Tidak - Kering : Tidak
Pucat : Tidak - Radang : Tidak
f. Gigi
Karies : Tidak - Jumlah : Tidak dihitung
Pertumbuhan : Normal - Pyorroe Alveolaris : Tidak
g. Lidah
Kering : Tidak - Beslag : Tidak
Pucat : Tidak - Tremor : Tidak
h. Tonsil
Merah : Tidak - Membran : Tidak
Bengkak : Tidak - Angina Lacunaris : Tidak
Beslag : Tidak
22
2. Leher
Inspeksi
Struma : Tidak - Torticolis : Tidak
Kelenjar Bengkak : Tidak - Venektasi : Tidak
Pulsasi Vena : Tidak
Palpasi
Posisi Trachea : Medial - TVJ : R +2 cmH2O
Sakit/ Nyeri Tekan : Tidak - Kosta Servikalis: Tidak ada
Struma : Tidak
3. Thorax Depan
Inspeksi
Bentuk : Fusiformis - Venektasi : Tidak
Simetris/ Asimetris : Simetris - Pembengkakan : Tidak
Bendungan Vena : Tidak - Pylsasi Verbal : Tidak
Ketinggalan Bernafas : Tidak - Mammae : Normal
Palpasi
Nyeri Tekan : Tidak
Fremitus suara : Stem fremitus normal (paru kanan = kiri)
Fremissement : Tidak
Iktus : Tidak teraba
a. Lokalisasi :-
b. Kuat Angkat :-
c. Melebar :-
d. Iktus Negatif :-
e. Fremissement :-
23
Perkusi
Suara Perkusi Paru : Sonor pada kedua lapangan paru
Gerak Bebas : 2cm
Batas Paru Hati
a. Relatif : ICS V linea midclavicularis dextra
b. Absolut : ICS IV linea midclavicularis dextra
– Batas Jantung
a. Atas : ICS II Linea Parastrenalis Sinistra
b. Kanan : ICS IV Linea Parasternalis Dextra
c. Kiri : ICS VI, 2 cm medial linea Midclavicularis Sinistra
Auskultasi
a. Paru-Paru
Suara Pernafasan : Vesikuler pada kedua lapangan paru.
Suara Tambahan
Ronchi Basah : Tidak
Ronchi Kering : Tidak
Krepitasi : Tidak
Gesek Pleura : Tidak
b. Cor
Heart Rate : 80x/ menit, Reguler, Intensitas sedang
Suara Katup :
M1 > M2 A2 > A1
P2 > P1 A2 > P2
Suara Tambahan :
Desah jantung fungsionil/ organis : Tidak ada
Gesek pericardial/ pleurocardial : Tidak ada
24
4. Thorax Belakang
Inspeksi
Bentuk : Fusiformis - Scapulae Alta : Tidak
Simetris/ Asimetris : Simetris - Ketinggalan Bernafas: Tidak
Benjolan-benjolan : Tidak - Venektasi : Tidak
Palpasi
Nyeri Tekan : Tidak
Fremitus Suara : Stem fremitus normal (paru kanan = kiri)
Penonjolan-penonjolan: Tidak
Perkusi
Suara Perkusi Paru : Sonor pada kedua lapangan paru.
Batas Bawah Paru
a. Kanan : Proc. Spin. Vert. Thoracalis IX
b. Kiri : Proc. Spin. Vert. Thoracalis X
Gerakan bebas : 2 cm
Auskultasi
Suara Pernafasan : Vesikuler (kanan dan kiri)
Suara Tambahan : Tidak dijumpai suara tambahan
25
Nyeri tekan diregio epigastrium
5. Abdomen
Inspeksi
Bengkak : Tidak
Venektasi / pembentukan vena : Tidak
Gembung : Tidak
Sirkulasi Collateral : Tidak
Pulsasi : Tidak
26
Palpasi
Defens Muskular : Tidak
Nyeri Tekan : Ya, pada region epigastrium
Tes undulasi : Tidak
Lien : Tidak teraba
Ren : Tidak teraba
Hepar teraba : Tidak teraba
Perkusi
Pekak hati : Ya
Pekak beralih : Tidak
Auskultasi
Peristaltik usus : 11 x/menit, kesan meningkat
6. Genitalia
Luka : tidak dilakukan pemeriksaan
Cicatriks : tidak dilakukan pemeriksaan
Nanah : tidak dilakukan pemeriksaan
Hernia : tidak dilakukan pemeriksaan
7. Ekstremitas
a. Atas Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Bengkak : Tidak Tidak - Reflex
Merah : Tidak Tidak Biceps :+ + + +
Stand abnormal : Tidak Tidak Triceps :+ + + +
Gangguan fungsi : Tidak Tidak - Radio Periost: + +
Oedem : Tidak Tidak
Tes Rumpeli : Tidak Tidak
27
b. bawah Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Bengkak : Tidak Tidak - Varises
Merah : Tidak Tidak KPR :+ + + +
Stand abnormal : Tidak Tidak APR :+ + + +
Gangguan fungsi : Tidak Tidak - Strupe : + +
Oedem : Tidak Tidak
Luka / Gangren : Tidak Tidak
28
Limfosit 29 % 20-45
Monosit 8 % 4-8
Laju Endap Darah mm/jam 0-20
Fungsi Ginjal
Ureaum 77 mg/dl 20-40
Kreatinin 8.04 mg/dl 0.6-1.1
Fungsi Hati
Bilirubin Total mg/dl 0.3-1
Bilirubin Direk mg/dl < 0.25
Alkali Phospat U/I 15-70
AST (SGOT) U/I < 40
ALT (SGPT) U/I < 40
Serologi HBsAg -
Ig G
29
30
RESUME
Anamnese
Keluhan Utama : Sesak Nafas
Telaah :
– Pasien datang diantar keluarganya ke Rumah Sakit Umum Haji Medan
dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas dialami pasien sejak ± 1 ½ tahun
terakhir dan memberat sejak 1 hari yang lalu.
– Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah sejak 5 hari yang lalu.
– Pasien juga mengeluhkan nyeri pada ulu hati sejak 5 hari yang lalu,
– Pasien mengatakan nafsu makannya menurun dan mengalami kesulitan untuk
tidur sejak 1 minggu terakhir.
BAB : 1 x / hari, warna kuning kecoklatan
BAK : 1 x / hari, warna kuning pekat
RPT : Hipertensi, Post TB, DM
RPK : DM Ayah Pasien
RPO : Amlodipin
Riwayat Alergi : Tidak ada
31
8. Status Present
Keadaan Umum Keadaan Penyakit Keadaan Gizi
Sens: Compos mentis Anemia : Ya TB = 154 cm
TD : 130/70 mmHg Ikterus : Tidak BB = 66 kg
Nadi :80x/menit Sianosis : tidak RBW= BB : (TB-
Nafas :36x/menit Dyspnoe : Ya 100)x100% = 66 : (155
Suhu : 36,5°C Edema : Tidak – 100) 100% = 120%
Eritema : Tidak Kesan : Overweight
Turgor : Baik IMT = BB : (BB/100)²
Gerakan Aktif : Ya = 27.8
Sikap Paksa : Tidak Kesan : Overweight
Pemeriksaan Fisik :
1. Kepala : konjungtiva anemis (+/+)
2. Leher : Dalam Batas Normal
3. Thorax : Dalam Batas Normal
4. Abdomen : Nyeri tekan region epigastrium
5. Ekstremitas : Dalam Batas Normal
Pemeriksaan Laboratorium
Urin :Tidak dilakukan pemeriksaan
Darah :
Meningkat
Ureum
Kreatinin
Menurun
Hb
Hem atokrit
32
NStab
Tinja : Tidak dilakukan pemeriksaan
Dll :-
Differensial Diagnosis:
33
Terapi :
1. Aktifitas : Tirah baring
2. Diet (Jumlah, Jenis, Jadwal) : Diet Protein
3. Medikamentosa :
Inj. Ranitidine 50 mg / 12 jam
Inj. Ondansetron 8 mg / 8 jam
Valsartan tab 1x1
Amlodipin tab 10 mg 1x1
Hemodialisa
Pemeriksaan Anjuran / usul :
Darah Rutin
RFT
Elektrolit
USG Abdomen
Urin Rutin
34
BAB IV
DISKUSI KASUS
35
komplikasi sirosis E = eritema palmaris (+)
hepatis maka sering K = kolateral vein (-)
ditemukan hati A = asites (+)
mengecil, spider nevi, S = splenomegali (-)
eritema palmar dan I = invers albumin – globulin (-)
edema pada kedua H = hematemesis / melena (+)
tungkai.
Pemeriksaan - Darah rutin Darah :
Penunjang - Serologi HBsAg - Meningkat
- USG Hepar - Leukosit
- Biopsi Hepar - LED
- Hematokrit
1. HBsAg+ > 6 bulan - Trombosit
2. HBVDNA serum > - Bilirubin Urin
105copies/ml - SGOT
3. Peningkatan kadar - SGPT
ALT/AST secara - Albumin
berkala/persisten
4. Biopsi hati - Menurun
menunjukkan hepatitis - Hb
kronis (skor - Ig G
nekroinflamasi >4)
36
Hepatitis B Kronik Kronik
37
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Gagal ginjal kronik adalah kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) atau
penurunan faal ginjal yang menahun dimana ginjal tidak mampu lagi
mempertahankan lingkungan internalnya yang berlangsung dalam jangka
waktu lama dan menetap sehingga mengakibatkan penumpukan sisa
metabolik (toksik uremik) berakibat ginjal tidak dapat memenuhi
kebutuhan dan pemulihan fungsi lagi yang menimbulkan respon sakit
yang mempunyai kriteria kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi
lebih dari 3 bulan dan laju filtrasi glomerolus (LFG) kurang dari 60
ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal
2. Penyakit Gagal Ginjal Kronik dibagi menurut keperluan klinis menjadi 2,
yaitu Penyakit Parenkim Ginjal dan Penyakit Ginjal Obstruktif.
3. Pendekatan diagnosis Gagal Ginjal Kronik dilihat dari gambaran klinis,
gambaran laboratorium, gambaran radiologis, dan biopsi dan pemeriksaan
histopatologi ginjal.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Rahardjo, J.P. Strategi terapi gagal ginjal kronik. Dalam S. Waspadji, R.A.
Gani, S. Setiati & I. Alwi (Eds.), Bunga rampai ilmu penyakit dalam. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1996.
2. Lubis, H.R. Pengenalan dan penangggulangan gagal ginjal kronik. Dalam
H.R. Lubis & M.Y. Nasution (Eds.), Simposium pengenalan dan
penanggulangan gagal ginjal kronik. 1991.
3. Skorecki K, Green J, Brenner B M. Chronic kidney disease in Harrison’s
principles of internal medicine 17th ed. USA: McGraw-Hill. 2007. p. 1858-69
4. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,
2006. P. 581-584.
5. Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3
Edisi 13. Jakarta: EGC, 2000.1435-1443.
6. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation,
Classification, and Stratification. Individuals at increased risk of chronic
kidney disease. Diunduh dari
http://www.kidney.org/professionals/KDOQI/guidelines_ckd/p4_class_g3.ht
m
39