Anda di halaman 1dari 39

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAAN

2.1 Definisi
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3
bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti
proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik
ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m², seperti
pada tabel berikut :

1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
 Kelainan patologik
 Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan
atau tanpa kerusakan

Tabel 2.1 Batasan penyakit ginjal kronik

2.2 Etiologi
Nefropati hipertensi merupakan penyebab tersering CKD pada usia tua,
dimana terjadi iskemi kronik pada ginjal sebagai akibat penyakit vaskular mikro dan
makro ginjal. Nefrosklerosis progresif terjadi dengan cara yang sama seperti pada
penyakit jantung koroner dan penyakit serebrovaskular.

1
Penyakit Stenosis arteri renalis, vaskulitis, atheroemboli, nephrosclerosis
vascular hipertensi, thrombosis vena renalis
Penyakit Nephropati membranosa, nephropati IgA, fokal dan segmental
glomerulus glomerulosclerosis (FSGS), minimal change disease,
primer membranoproliferative glomerulonephritis, rapidly progressive
(crescentic) glomerulonephritis
Penyakit Diabetes mellitus, systemic lupus erythematosus, rheumatoid
glomerulus arthritis, scleroderma, Goodpasture syndrome, Wegener
sekunder granulomatosis, postinfectious glomerulonephritis, endocarditis,
hepatitis B and C, syphilis, human immunodeficiency virus
(HIV), parasitic infection, pemakaian heroin, gold, penicillamine,
amyloidosis, neoplasia, thrombotic thrombocytopenic purpura
(TTP), hemolytic-uremic syndrome (HUS), Henoch-Schönlein
purpura, Alport syndrome, reflux nephropathy
Penyakit Obat-obatan ( sulfa, allopurinol), infeksi (virus, bacteri, parasit),
tubulo- Sjögren syndrome, hypokalemia kronik, hypercalcemia kronik,
interstitial sarcoidosis, multiple myeloma cast nephropathy, heavy metals,
radiation nephritis, polycystic kidneys, cystinosis
Obstruksi Urolithiasis, benign prostatic hypertrophy, tumors, retroperitoneal
saluran fibrosis, urethral stricture, neurogenic bladder
kemih

Tabel 2.2 Etiologi CKD

2
2.3 Manifestasi Klinik (Sukandar, 2006).
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU),
sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi
sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan
kreatinin kurang dari 25 ml per menit.
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian
pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis
mual dam muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan
dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia
inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan
usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau
hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian
kecil pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah
beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat,
misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala
nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati)
mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada
pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada
conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan
hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa
pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder
atau tersier.

3
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas
dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal
ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya
kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit
muka dan dinamakan urea frost
e. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering
dijumpai pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan
selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan
dialisis.
f. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik
sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis,
kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik
terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal
jantung.

2.4 Klasifikasi (Willems et al., 2013).


Penurunan fungsi ginjal ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin serum. Penurunan GFR dapat dihitung dengan mempergunakan rumus
Cockcroft-Gault Penggunaan rumus ini dibedakan berdasarkan jenis kelamin.

♀ = (140 – usia) x berat badan x 0,85


Kreatinin serum

♂ = (140 – usia) x berat badan


Kreatinin serum

4
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh
nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju
filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal
kronik dalam lima stadium.

Laju Filtrasi Glomerulus


Stadium Fungsi Ginjal
(mL/menit/1,73m2)
0 Risiko meningkat ≥ 90, terdapat faktor risiko
1 Kerusakan ginjal disertai LFG normal ≥90
atau meninggi
2 Penurunan ringan LFG 60 – 89
3 Penurunan sedang LFG 30 – 59
4 Penurunan berat LFG 15 – 29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialysis

Tabel 2.3 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik (CKD)

Istilah chronic renal failure menunjukkan proses berlanjut reduksi jumlah


nephron yang signifikan, biasanya digunakan pada CKD stadium 3 hingga 5. Istilah
end-stage renal disease menunjukkan stadium CKD dimana telah terjadi akumulasi
zat toksin, air, dan elektrolit yang secara normal diekskresi oleh ginjal sehingga
terjadi sindrom uremikum. Sindrom uremikum selanjutnya dapat mengakibatkan
kematian sehingga diperlukan pembersihan kelebihan zat-zat tersebut melalui terapi
penggantian ginjal, dapat berupa dialisis atau transplantasi ginjal.3

5
2.5 Patogenesis
Patogenesis penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Patofisiologi penyakit ginjal kronik melibatkan 2 mekanisme kerusakan:
1. Mekanisme pencetus yang spesifik sebagai penyakit yang mendasari
kerusakan selanjutnya seperti kompleks imun dan mediator inflamasi pada
glomerulonephritis, atau pajanan zat toksin pada penyakit tubulus ginjal dan
interstitium;
2. Mekanisme kerusakan progresif, ditandai adanya hiperfiltrasi dan hipertrofi
nephron yang tersisa.3

Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron secara


struktural dan fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi “kompensatori” ini
akibat hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler dan
aliran glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh
proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya
diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya
sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-
aldosteron intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi,
sklerosis dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensin-
aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth
factor ß. Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas
penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.3-5
Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis
glomerulus maupun tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal
kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana
basal LFG masih normal atau bahkan meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti
akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien

6
masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar
urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada
pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat
badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda
uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme
fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah
terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi
saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau
hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada
LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien
sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain
dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada
stadium gagal ginjal.4,5

2.6 Diagnosis
2.6.1 Gambaran klinis
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi :
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya seperti diabetes mellitus,
infeksi traktus urinarius, batu traktus urinasrius, hipertensi, hiperirisemia,
lupus eritematosus sistemik (LES), dan lain sebagainya.
b. Syndrome uremia, yang terdiri dari lemah, letargi,anoreksia, mual muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya : hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolic, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium,
kalium, klorida).

7
2.6.2 Gambaran laboratorium
Tes berikut dapat diindikasikan:
 Elektrolit serum, BUN, dan kreatinin - BUN ini dan tingkat kreatinin akan
meningkat pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. Hiperkalemia atau
tingkat bikarbonat rendah dapat ada pada pasien dengan penyakit ginjal
kronis.
 Serum kalsium, fosfat, vitamin D, dan hormon paratiroid utuh (PTH)
tingkat diperoleh untuk mencari bukti penyakit tulang ginjal.
 Serum albumin - Pasien mungkin memiliki hipoalbuminemia karena
hilangnya protein urin atau malnutrisi.
 Urinalisis - proteinuria dipstick mungkin menyarankan glomerulus atau
masalah tubulointerstitial. Sedimen urin menemukan sel darah merah,
RBC gips, menunjukkan glomerulonefritis proliferatif. Piuria dan / atau
gips WBC yang sugestif dari nefritis interstisial (terutama jika
eosinophiluria hadir) atau infeksi saluran kemih.
 Spot koleksi urin untuk total protein ke kreatinin rasio memungkinkan
pendekatan yang dapat diandalkan (ekstrapolasi) dari total 24-jam ekskresi
protein urin. Nilai lebih besar dari 2 g dianggap dalam kisaran
glomerulus, dan nilai lebih besar dari 3-3,5 g adalah dalam nefrotik;
kurang dari 2 adalah karakteristik masalah tubulointerstitial.

2.6.3 Gambaran radiologis


Penelitian pencitraan berikut dapat diindikasikan:
 Plain x-ray abdomen - Terutama berguna untuk mencari batu radio-opak
atau nefrokalsinosis
 Pyelogram intravena - Tidak umum digunakan karena potensi toksisitas
kontras intravena ginjal; sering digunakan untuk mendiagnosa batu ginjal

8
 USG ginjal - ginjal echogenic kecil yang diamati pada gagal ginjal
canggih. Ginjal biasanya normal dalam ukuran nefropati diabetik maju, di
mana ginjal yang terkena dampak awalnya diperbesar dari hiperfiltrasi.
Kelainan struktural, seperti ginjal polikistik, juga dapat diamati. Ini
adalah tes yang berguna untuk layar untuk hidronefrosis, yang tidak dapat
diamati pada awal obstruksi, atau keterlibatan dari retroperitoneum dengan
fibrosis, tumor, atau adenopati menyebar. Pyelogram retrograde dapat
diindikasikan jika indeks kecurigaan yang tinggi klinis untuk obstruksi
ada meskipun studi negatif menemukan.

2.7 Penatalaksanaan
Penderita CKD perlu mendapatkan penatalaksanaan secara khusus sesuai dengan
derajat penyakit CKD, bukan hanya penatalaksanaan secara umum. Penatalaksanaan
berdasarkan derajat penyakit CKD dapat dilihat dalam tabel berikut :

Derajat LFG (ml/mnt/1,73m2) Rencana penatalaksanaan


1 ≥ 90 - Terapi penyakit dasar , kondis
komorbid, evaluasi perburukan
(progression), fungsi ginjal,
memperkecil resiko kardiovaskuler
2 60 – 89 - Menghambat pemburukan
(progression) fungsi ginjal
3 30 -59 - Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15 – 29 - Persiapan terapi pengganti ginjal
5 < 15 - Terapi pengganti ginjal

Tabel 2.4 Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik

9
Penatalaksanaan untuk CKD secara umum antara lain adalah sebagai berikut :
1. Waktu yang tepat dalam penatalaksanaan penyakit dasar CKD adalah
sebelum terjadinya penurunan LFG, sehingga peningkatan fungsi ginjal
tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasono grafi,
biopsi serta pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi
yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya bila LFG sudah menurun
sampai 20–30 % dari normal terapi dari penyakit dasar sudah tidak
bermanfaat.
2. Mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien penyakit
CKD, hal tersebut untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat
memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain,
gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tak terkontrol, infeksi
traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obatobat nefrotoksik, bahan
radio kontras, atau peningkatan aktifitas penyakit dasarnya. Pembatasan
cairan dan elektrolit pada penyakit CKD sangat diperlukan. Hal tersebut
diperlukan untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi
kardiovaskuler. Asupan cairan diatur seimbang antara masukan dan
pengeluaran urin serta Insesible Water Loss (IWL). Dengan asumsi antara
500-800 ml/hari yang sesuai dengan luas tubuh. Elektrolit yang harus
diawasi dalam asupannya adalah natrium dan kalium. Pembatasan kalium
dilakukan karena hiperkalemi dapat mengakibatkan aritmia jantung yang
fatal. Oleh karena itu pembatasan obat dan makanan yang mengandung
kalium (sayuran dan buah) harus dibatasi dalam jumlah 3,5- 5,5 mEg/lt.
sedangkan pada natrium dibatasi untuk menghindari terjadinya hipertensi
dan edema. Jumlah garam disetarakan dengan tekanan darah dan adanya
edema.

10
3. Menghambat perburukan fungsi ginjal. Penyebab turunnya fungsi ginjal
adalah hiperventilasi glomerulus yaitu :
a) Batasan asupan protein, mulai dilakukan pada LFG < 60 ml/mnt,
sedangkan diatas batasan tersebut tidak dianjurkan pembatasan
protein. Protein yang dibatasi antara 0,6-0,8/kg BB/hr, yang 0,35-0,50
gr protein nilai biologis tinggi. Kalori yang diberikan sebesar 30-35
kkal/ kg BB/hr dalam pemberian diet. Protein perlu dilakukan
pembatasan dengan ketat, karena protein akan dipecah dan diencerkan
melalui ginjal, tidak seperti karbohidrat. Namun saat terjadi malnutrisi
masukan protein dapat ditingkatkan sedikit, selain itu makanan tinggi
protein yang mengandung ion hydrogen, fosfor, sulfur, dan ion
anorganik lain yang diekresikan melalui ginjal. Selain itu pembatasan
protein bertujuan untuk membatasi asupan fosfat karena fosfat dan
protein berasal dari sumber yang sama, agar tidak terjadi
hiperfosfatemia.
b) Terapi farmakologi untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus.
Pemakaian obat anti hipertensi disamping bermanfaat untuk
memperkecil resiko komplikasi pada kardiovaskuler juga penting
untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan cara
mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus.
Selain itu pemakaian obat hipertensi seperti penghambat enzim
konverting angiotensin (Angiotensin Converting Enzim / ACE
inhibitor) dapat memperlambat perburukan fungsi ginjal. Hal ini
terjadi akibat mekanisme kerjanya sebagai anti hipertensi dan anti
proteinuri.

11
4. Pencegahan dan terapi penyakit kardio faskuler merupakan hal yang
penting, karena 40-45 % kematian pada penderita CKD disebabkan oleh
penyakit komplikasinya pada kardiovaskuler. Hal-hal yang termasuk
pencegahan dan terapi penyakit vaskuler adalah pengendalian hipertensi,
DM, dislipidemia, anemia, hiperfosvatemia, dan terapi pada kelebian
cairan dan elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi
terhadap komplikasi CKD secara keseluruhan.
5. CKD mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai
dengan derajat penurunan LFG. Seperti anemia dilakukan penambahan /
tranfusi eritropoitin. Pemberian kalsitrol untuk mengatasi osteodistrasi
renal. Namun dalam pemakaiannya harus dipertimbangkan karena dapat
meningkatkan absorsi fosfat.
6. Terapi dialisis dan transplantasi dapat dilakukan pada tahap CKD derajat
4-5. Terapi ini biasanya disebut dengan terapi pengganti ginjal.

2.8 Komplikasi
Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang
manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi.
 Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,
dan masukan diit berlebih.
 Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
 Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem rennin
agiotensin aldosteron.
 Anemia akibat penurunan eritropoitin.

12
 Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
 Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
 Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
 Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
 Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

13
BAB IV
LAPORAN KASUS

Anamnesa Pribadi
Nama : Resmone Duwarline
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Kawin : Menikah
Agama : Krissten
Pekerjan : Wiraswasta
Alamat : Dsn III A Selambo, Jalan Angklung No.4 Amplas Medan
Suku : Batak

Anamnesa Penyakit
Keluhan Utama : Sesak Nafas
Telaah :
Pasien datang diantar keluarganya ke Rumah Sakit Umum Haji Medan
dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas dialami pasien sejak ± 1 ½ tahun terakhir
dan memberat sejak 1 hari yang lalu. Sesak bersifat hilang timbul, sesak timbul saat
malam hari dan tiap kali pasien minum air dalam jumlah yang banyak, sesak
berkurang saat pasien beristirahat.
Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah sejak 5 hari yang lalu. Muntah
dengan frekuensi ± 3 x / hari ( volume ¼ aqua gelas ), berisi apa yang dimakan.
Pasien juga mengeluhkan nyeri pada ulu hati sejak 5 hari yang lalu,
Pasien mengatakan nafsu makannya menurun dan mengalami kesulitan untuk
tidur sejak 1 minggu terakhir.

14
BAB : 1 x / hari, warna kuning kecoklatan
BAK : 1 x / hari, warna kuning pekat
RPT : Gagal ginjal, Hipertensi, Post TB, DM
RPK : DM  Ayah Pasien
RPO : Amlodipin
Riwayat Alergi : Tidak ada

Anamnesa Umum
 Badan kurang enak : Ya - Tidur : Terganggu
 Merasa lemas : Ya - Berat Badan : Menurun
 Merasa kurang sehat : Ya - Malas : Tidak
 Menggigil : Tidak - Demam : Tidak
 Nafsu makan : Menurun - Pening : Tidak

Anamnesa Organ
1. Cor
 Dyspnoe d’effort : Tidak - Cyanosis : Tidak
 Dyspnoe d’repos : Ya - Angina Pectoris : Tidak
 Oedem : Tidak - Palpitasi Cordis : Tidak
 Nycturia : Tidak - Asma Cardial : Tidak

2. Sirkulasi Perifer
 Claudicatio Intermitten: Tidak - Gangguan Tropis : Tidak
 Sakit waktu istirahat : Tidak - Kebas-Kebas : Tidak
 Rasa mati ujung jari : Tidak

15
3. Tractus Respiratorius
 Batuk : Tidak - Stridor : Tidak
 Berdahak : Tidak - Sesak Nafas : Ya
 Haemaptoe : Tidak - Pernafasan Cuping Hidung : Tidak
 Sakit dada waktu bernafas : Tidak - Suara Parau : Tidak

4. Tractus Digestivus
A. Lambung
 Sakit di epigastrium : Ya - Sendawa : Tidak
Sebelum/ sesudah makan - Anoreksia : Tidak
 Rasa panas di epigastrium : Tidak - Mual-mual : Ya
 Muntah (frek, warna, isi, dll) : Ya
(freq ±3x/hari, berisi apa yang dimakan) - Dysphagia : Tidak
 Hematemesis : Tidak - Foetor ex ore : Tidak
 Ructus : Tidak - Pyrosis : Tidak

B. Usus
 Sakit di abdomen : Ya - Melena : Tidak
 Borborygmi : Tidak - Tenesmi : Tidak
 Defekasi (frek, warna, kons.) : Ya - Flatulensi : Tidak
(1x/hari, warna : kuning kecoklatan, - Haemorrhoid : Tidak
kosistensi : padat)
 Obstipasi : Tidak
 Diare (frek, warna, kons.) : Tidak

16
C. Hati dan Saluran Empedu
 Sakit perut kanan : Tidak - Gatal-gatal di kulit : Tidak
memancar ke :- - Ascites : Tidak
 Kolik : Tidak - Oedem : Tidak
 Icterus : Tidak - Berak Dempul : Tidak

5. Ginjal dan Saluran Kencing


 Muka sembab : Tidak - Sakit pinggang memancar ke : Ya
 Kolik : Tidak - Oliguria : Ya
 Polyuria : Tidak - Anuria : Tidak
 Polakisuria : Tidak - Polakisuria : Tidak
 Miksi (frek, warna : Ya
 sebelum /sesudah (1x/hari, warna kuning pekat)
miksi, mengedan)

6. Sendi
 Sakit : Tidak - Sakit digerakkan : Tidak
 Sendi Kuku : Tidak - Bengkak : Tidak
 Merah : Tidak - Stand Abnormal : Tidak

7. Tulang
 Sakit : Tidak - Fraktur Spontan : Tidak
 Bengkak : Tidak - Deformitas : Tidak

8. Otot
 Sakit : Tidak - Kejang-Kejang : Tidak
 Kebas-Kebas : Tidak - Atrofi : Tidak

17
9. Darah
 Sakit dimulut dan lidah : Tidak - Muka pucat : Ya
 Mata berkunang-kunang : Tidak - Bengkak : Tidak
 Pembengkakan kelenjar : Tidak - Penyakit Darah : Tidak
 Merah di kulit : Tidak - Perdarahan Sub Kutan: Tidak

10. Endokrin
A. Pankreas
 Polidipsi : Tidak - Pruritus : Tidak
 Polifagi : Tidak - Pyorrhea : Tidak
 Poliuri : Tidak

B. Tiroid
 Nervositas : Tidak - Struma : Tidak
 Exoftalmus : Tidak - Miksodem : Tidak

C. Hipofisis
 Akromegali : Tidak -Distrofi Adipose Kongenital : Tidak

11. Fungsi Genital


- Menarche :- - Ereksi : Tidak Ditanyakan
- Siklus Haid :- - Libido Sexual: Tidak Ditanyakan
- Menopause :- - Coitus : Tidak Ditanyakan
- G / P / Ab :-

18
12. Susunan Syaraf
 Hipoastesia : Tidak – Sakit Kepala : Tidak
 Parastesia : Tidak – Gerakan Tics : Tidak
 Paralisis : Tidak

13. Panca Indra


 Penglihatan : Normal - Pengecapan : Normal
 Pendengaran : Normal - Perasaan : Normal
 Penciuman : Normal

14. Psikis
 Mudah tersinggung : Tidak – Pelupa : Tidak
 Takut : Tidak – Lekas Marah : Tidak
 Gelisah : Tidak

15. Keadaan Sosial


 Pekerjaan : Wiraswasta
 Hygiene : Baik

Anamnesa Penyakit Terdahulu : Gagal ginjal, Hipertensi, Post TB Paru, DM

Riwayat Pemakaian Obat : Amlodipin

Anamnesa Penyakit Veneris :


– Bengkak kelenjar regional : Tidak -Pyuria : Tidak
– Luka di kemaluan : Tidak -Bisul : tidak

19
Anamnesa Intoksikasi : Tidak ada

Anamnesa Makanan
 Nasi : frek 3x / hari - Sayur-sayuran : Ya
 Ikan : Ya - Daging : Ya
Anamnesa Famili
 Penyakit-penyakit family : DM
 Penyakit seperti orang sakit : Ayah Pasien
 Anak-anak 1 , hidup 1, mati 0

STATUS PRESENTS
KEADAAN UMUM
– Sensorium : Compos mentis
– Tekanan darah : 130/70 mmHg
– Temperatur : 36,5 °C
– Pernafasan : 36 x/menit, reg, tipe pernafasan: thorakoabdominal
– Nadi : 80 x/menit, equal,tegangan/volume: sedang

KEADAAN PENYAKIT
 Anemi : Ya - Eritema : Tidak
 Ikterus : Tidak - Turgor : Baik
 Sianose : Tidak - Gerakan Aktif : Ya
 Dispnoe : Ya - Sikap Tidur Paksa : Tidak
 Edem : Tidak

20
KEADAAN GIZI
 Berat Badan = 66 kg
 Tinggi Badan = 154 cm
66
 RBW= × 100% = 120 %
54

Kesan : Overweight
66
– IMT = 154 = 27.8
(
100
)2

Kesan : Overweight

PEMERIKSAAN FISIK
1. Kepala
 Pertumbuhan rambut : Normal
 Sakit kalau dipegang : Tidak
 Perubahan lokal : Tidak

a. Muka
 Sembab : Tidak - Parese : Tidak
 Pucat : Ya - Gangguan Lokal : Tidak
 Kuning : Tidak

b. Mata
 Stand Mata : Normal -Ikterus : Tidak
 Gerakan : Ke segala arah - Anemia : Ya
 Exoftalmus : Tidak - Reaksi Pupil : isokor, <Ɵ3mm (+/+)
 Ptosis : Tidak

21
c. Telinga
 Sekret : Tidak - Bentuk : Normal
 Radang : Tidak - Atrofi : Tidak

d. Hidung
 Sekret : Tidak - Benjolan-Benjolan : Tidak
 Bentuk : Normal

e. Bibir
 Sianosis : Tidak - Kering : Tidak
 Pucat : Tidak - Radang : Tidak

f. Gigi
 Karies : Tidak - Jumlah : Tidak dihitung
 Pertumbuhan : Normal - Pyorroe Alveolaris : Tidak

g. Lidah
 Kering : Tidak - Beslag : Tidak
 Pucat : Tidak - Tremor : Tidak

h. Tonsil
 Merah : Tidak - Membran : Tidak
 Bengkak : Tidak - Angina Lacunaris : Tidak
 Beslag : Tidak

22
2. Leher
Inspeksi
 Struma : Tidak - Torticolis : Tidak
 Kelenjar Bengkak : Tidak - Venektasi : Tidak
 Pulsasi Vena : Tidak

Palpasi
 Posisi Trachea : Medial - TVJ : R +2 cmH2O
 Sakit/ Nyeri Tekan : Tidak - Kosta Servikalis: Tidak ada
 Struma : Tidak

3. Thorax Depan
Inspeksi
 Bentuk : Fusiformis - Venektasi : Tidak
 Simetris/ Asimetris : Simetris - Pembengkakan : Tidak
 Bendungan Vena : Tidak - Pylsasi Verbal : Tidak
 Ketinggalan Bernafas : Tidak - Mammae : Normal

Palpasi
 Nyeri Tekan : Tidak
 Fremitus suara : Stem fremitus normal (paru kanan = kiri)
 Fremissement : Tidak
 Iktus : Tidak teraba
a. Lokalisasi :-
b. Kuat Angkat :-
c. Melebar :-
d. Iktus Negatif :-
e. Fremissement :-

23
Perkusi
 Suara Perkusi Paru : Sonor pada kedua lapangan paru
 Gerak Bebas : 2cm
 Batas Paru Hati
a. Relatif : ICS V linea midclavicularis dextra
b. Absolut : ICS IV linea midclavicularis dextra
– Batas Jantung
a. Atas : ICS II Linea Parastrenalis Sinistra
b. Kanan : ICS IV Linea Parasternalis Dextra
c. Kiri : ICS VI, 2 cm medial linea Midclavicularis Sinistra

Auskultasi
a. Paru-Paru
 Suara Pernafasan : Vesikuler pada kedua lapangan paru.
 Suara Tambahan
 Ronchi Basah : Tidak
 Ronchi Kering : Tidak
 Krepitasi : Tidak
 Gesek Pleura : Tidak

b. Cor
 Heart Rate : 80x/ menit, Reguler, Intensitas sedang
 Suara Katup :
M1 > M2 A2 > A1
P2 > P1 A2 > P2
 Suara Tambahan :
 Desah jantung fungsionil/ organis : Tidak ada
 Gesek pericardial/ pleurocardial : Tidak ada

24
4. Thorax Belakang
Inspeksi
 Bentuk : Fusiformis - Scapulae Alta : Tidak
 Simetris/ Asimetris : Simetris - Ketinggalan Bernafas: Tidak
 Benjolan-benjolan : Tidak - Venektasi : Tidak

Palpasi
 Nyeri Tekan : Tidak
 Fremitus Suara : Stem fremitus normal (paru kanan = kiri)
 Penonjolan-penonjolan: Tidak

Perkusi
 Suara Perkusi Paru : Sonor pada kedua lapangan paru.
 Batas Bawah Paru
a. Kanan : Proc. Spin. Vert. Thoracalis IX
b. Kiri : Proc. Spin. Vert. Thoracalis X
 Gerakan bebas : 2 cm

Auskultasi
 Suara Pernafasan : Vesikuler (kanan dan kiri)
 Suara Tambahan : Tidak dijumpai suara tambahan

25
Nyeri tekan diregio epigastrium

5. Abdomen
Inspeksi
 Bengkak : Tidak
 Venektasi / pembentukan vena : Tidak
 Gembung : Tidak
 Sirkulasi Collateral : Tidak
 Pulsasi : Tidak

26
Palpasi
 Defens Muskular : Tidak
 Nyeri Tekan : Ya, pada region epigastrium
 Tes undulasi : Tidak
 Lien : Tidak teraba
 Ren : Tidak teraba
 Hepar teraba : Tidak teraba
Perkusi
 Pekak hati : Ya
 Pekak beralih : Tidak
Auskultasi
 Peristaltik usus : 11 x/menit, kesan meningkat

6. Genitalia
 Luka : tidak dilakukan pemeriksaan
 Cicatriks : tidak dilakukan pemeriksaan
 Nanah : tidak dilakukan pemeriksaan
 Hernia : tidak dilakukan pemeriksaan

7. Ekstremitas
a. Atas Dextra Sinistra Dextra Sinistra
 Bengkak : Tidak Tidak - Reflex
 Merah : Tidak Tidak Biceps :+ + + +
 Stand abnormal : Tidak Tidak Triceps :+ + + +
 Gangguan fungsi : Tidak Tidak - Radio Periost: + +
 Oedem : Tidak Tidak
 Tes Rumpeli : Tidak Tidak

27
b. bawah Dextra Sinistra Dextra Sinistra
 Bengkak : Tidak Tidak - Varises
 Merah : Tidak Tidak KPR :+ + + +
 Stand abnormal : Tidak Tidak APR :+ + + +
 Gangguan fungsi : Tidak Tidak - Strupe : + +
 Oedem : Tidak Tidak
 Luka / Gangren : Tidak Tidak

Pemeriksaan Laboratorium Rutin

Hasil Pemeriksaan Laboraturium


02/12/2017
Darah Rutin
Hemoglobin 8.8 g/dl 13.2-17.3
Hitung Eritrosit 3.4 10ˆ6/µL 4.4-5.9
Hitung Leukosit 9,000 /µL 4,000-11,000
Hematokrit 28.1 % 40-52
Hitung Trombosit 250,000 /µL 150,000-440,000
Index Eritrosit
MCV 84,0 Fl 80-96
MCH 26.2 pg 26-34
MCHC 31.3 % 32-36
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil 1 % 1-3
Basofil 0 % 0-1
N.Stab 0 % 2-6
N.Seg 63 % 53-75

28
Limfosit 29 % 20-45
Monosit 8 % 4-8
Laju Endap Darah mm/jam 0-20
Fungsi Ginjal
Ureaum 77 mg/dl 20-40
Kreatinin 8.04 mg/dl 0.6-1.1

Fungsi Hati
Bilirubin Total mg/dl 0.3-1
Bilirubin Direk mg/dl < 0.25
Alkali Phospat U/I 15-70
AST (SGOT) U/I < 40
ALT (SGPT) U/I < 40
Serologi HBsAg -
Ig G

29
30
RESUME

Anamnese
Keluhan Utama : Sesak Nafas
Telaah :
– Pasien datang diantar keluarganya ke Rumah Sakit Umum Haji Medan
dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas dialami pasien sejak ± 1 ½ tahun
terakhir dan memberat sejak 1 hari yang lalu.
– Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah sejak 5 hari yang lalu.
– Pasien juga mengeluhkan nyeri pada ulu hati sejak 5 hari yang lalu,
– Pasien mengatakan nafsu makannya menurun dan mengalami kesulitan untuk
tidur sejak 1 minggu terakhir.
BAB : 1 x / hari, warna kuning kecoklatan
BAK : 1 x / hari, warna kuning pekat
RPT : Hipertensi, Post TB, DM
RPK : DM  Ayah Pasien
RPO : Amlodipin
Riwayat Alergi : Tidak ada

31
8. Status Present
Keadaan Umum Keadaan Penyakit Keadaan Gizi
Sens: Compos mentis Anemia : Ya TB = 154 cm
TD : 130/70 mmHg Ikterus : Tidak BB = 66 kg
Nadi :80x/menit Sianosis : tidak RBW= BB : (TB-
Nafas :36x/menit Dyspnoe : Ya 100)x100% = 66 : (155
Suhu : 36,5°C Edema : Tidak – 100) 100% = 120%
Eritema : Tidak Kesan : Overweight
Turgor : Baik IMT = BB : (BB/100)²
Gerakan Aktif : Ya = 27.8
Sikap Paksa : Tidak Kesan : Overweight

Pemeriksaan Fisik :
1. Kepala : konjungtiva anemis (+/+)
2. Leher : Dalam Batas Normal
3. Thorax : Dalam Batas Normal
4. Abdomen : Nyeri tekan region epigastrium
5. Ekstremitas : Dalam Batas Normal

Pemeriksaan Laboratorium
 Urin :Tidak dilakukan pemeriksaan
 Darah :
Meningkat
 Ureum
 Kreatinin
Menurun
 Hb
 Hem atokrit

32
 NStab
 Tinja : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Dll :-

Differensial Diagnosis:

1. CKD Stage V ec Hipertensi Neuropati

2. CKD Stage V ec Glomeluronefritis

3. CKD Stage V ec Pielonefritis Kronik

4. CKD Stage V ec Pgoi

5. CKD Stage V ec Diabetik Nefropati

Diagnosis Sementara: CKD Stage V ec Hipertensi Nefropati

33
Terapi :
1. Aktifitas : Tirah baring
2. Diet (Jumlah, Jenis, Jadwal) : Diet Protein
3. Medikamentosa :
 Inj. Ranitidine 50 mg / 12 jam
 Inj. Ondansetron 8 mg / 8 jam
 Valsartan tab 1x1
 Amlodipin tab 10 mg 1x1
 Hemodialisa
Pemeriksaan Anjuran / usul :
 Darah Rutin
 RFT
 Elektrolit
 USG Abdomen
 Urin Rutin

34
BAB IV
DISKUSI KASUS

Hepatitis B Kronik TEORI KASUS


Anamnesa - Perut membesar - Perut membesar

- Asites - Sclera ikterik


- Nyeri Hipokondrium dextra
- Kulit ikterik
- BB menurun
- Sclera ikterik
- Demam
- Demam - Malaise
- Malaise - Mual muntah

- Mual muntah - Penurunan BB


- BAK seperti teh
- Penurunan BB

- BAK seperti Teh

Pemeriksaan Fisik - Evaluasi perubahan nadi - Sens : Compos Mentis


dan tekanan darah - TD : 130/80 mmHg
- Pada pemeriksaan fisik - Nadi :92x/menit
biasa ditemukan Sklera, - Nafas :22x/menit
dan kulit ikterik. - Sclera dan mukosa kulit
Penurunan bunyi usus ikterik
besar, peningkatan - Perut membesar
lingkar abdomen, dan - Nyeri tekan region
adanya pergerakan Hipokondrium dextra
cairan. Biasa juga yang - Venektasi
khas terdapat nyeri - Hepar teraba
tekan perut kanan. Bila Kriteria SEKASIH :
hepatitis kronik dengan S = spider nevi (+)

35
komplikasi sirosis E = eritema palmaris (+)
hepatis maka sering K = kolateral vein (-)
ditemukan hati A = asites (+)
mengecil, spider nevi, S = splenomegali (-)
eritema palmar dan I = invers albumin – globulin (-)
edema pada kedua H = hematemesis / melena (+)
tungkai.
Pemeriksaan - Darah rutin Darah :
Penunjang - Serologi HBsAg - Meningkat
- USG Hepar - Leukosit
- Biopsi Hepar - LED
- Hematokrit
1. HBsAg+ > 6 bulan - Trombosit
2. HBVDNA serum > - Bilirubin Urin
105copies/ml - SGOT
3. Peningkatan kadar - SGPT
ALT/AST secara - Albumin
berkala/persisten
4. Biopsi hati - Menurun
menunjukkan hepatitis - Hb
kronis (skor - Ig G
nekroinflamasi >4)

Diagnosa banding 1. Sirosis Hepatis + asites 1. Sirosis Hepatis + Hepatitis B


+ Hepatitis B Kronik +Asites Kronik
2. Hipoalbumin + asites + 2. Hipoalbumin + asites +
Hepatitis B Kronik Hepatitis B Kronik
3. CHF + asites + 3. CHF + asites + Hepatitis B

36
Hepatitis B Kronik Kronik

Diagnosa Sirosis Hepatis + Asites + Sirosis Hepatis + Asites +


Hepatitis B Kronik Hepatitis B Kronik

Penatalaksanaan Non medikamentosa:


 Menjaga higienitas  IVFD RL 20 gtt/i
makanan, kebersihan  Interferon 5 MU/m2/hari
diri dan lingkungan  Spironolakton
sekitar.  Paracetamol 3x1 tab
Medikamentosa :  Ulsidex 3x1 tab
 Interferon (IFN) untuk
menghambat replikasi
virus dengan dosis
sedang 5-10
MU/m2/hari selama 3-6
bulan.

37
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Gagal ginjal kronik adalah kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) atau
penurunan faal ginjal yang menahun dimana ginjal tidak mampu lagi
mempertahankan lingkungan internalnya yang berlangsung dalam jangka
waktu lama dan menetap sehingga mengakibatkan penumpukan sisa
metabolik (toksik uremik) berakibat ginjal tidak dapat memenuhi
kebutuhan dan pemulihan fungsi lagi yang menimbulkan respon sakit
yang mempunyai kriteria kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi
lebih dari 3 bulan dan laju filtrasi glomerolus (LFG) kurang dari 60
ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal
2. Penyakit Gagal Ginjal Kronik dibagi menurut keperluan klinis menjadi 2,
yaitu Penyakit Parenkim Ginjal dan Penyakit Ginjal Obstruktif.
3. Pendekatan diagnosis Gagal Ginjal Kronik dilihat dari gambaran klinis,
gambaran laboratorium, gambaran radiologis, dan biopsi dan pemeriksaan
histopatologi ginjal.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Rahardjo, J.P. Strategi terapi gagal ginjal kronik. Dalam S. Waspadji, R.A.
Gani, S. Setiati & I. Alwi (Eds.), Bunga rampai ilmu penyakit dalam. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1996.
2. Lubis, H.R. Pengenalan dan penangggulangan gagal ginjal kronik. Dalam
H.R. Lubis & M.Y. Nasution (Eds.), Simposium pengenalan dan
penanggulangan gagal ginjal kronik. 1991.
3. Skorecki K, Green J, Brenner B M. Chronic kidney disease in Harrison’s
principles of internal medicine 17th ed. USA: McGraw-Hill. 2007. p. 1858-69
4. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,
2006. P. 581-584.
5. Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3
Edisi 13. Jakarta: EGC, 2000.1435-1443.
6. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation,
Classification, and Stratification. Individuals at increased risk of chronic
kidney disease. Diunduh dari
http://www.kidney.org/professionals/KDOQI/guidelines_ckd/p4_class_g3.ht
m

39

Anda mungkin juga menyukai

  • Lapkas GINECOLOGY
    Lapkas GINECOLOGY
    Dokumen14 halaman
    Lapkas GINECOLOGY
    Vina Sangga Viviani
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Vina Sangga Viviani
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii + Lapkas
    Bab Ii + Lapkas
    Dokumen39 halaman
    Bab Ii + Lapkas
    Vina Sangga Viviani
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Vina Sangga Viviani
    Belum ada peringkat
  • Slide Lapkas
    Slide Lapkas
    Dokumen46 halaman
    Slide Lapkas
    Vina Sangga Viviani
    Belum ada peringkat
  • Slide Lapkas
    Slide Lapkas
    Dokumen46 halaman
    Slide Lapkas
    Vina Sangga Viviani
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Vina Sangga Viviani
    Belum ada peringkat
  • #Paper Hernia Bab I
    #Paper Hernia Bab I
    Dokumen33 halaman
    #Paper Hernia Bab I
    Vina Sangga Viviani
    Belum ada peringkat
  • Anastesi Paper
    Anastesi Paper
    Dokumen36 halaman
    Anastesi Paper
    Vina Sangga Viviani
    Belum ada peringkat
  • Anastesi Paper
    Anastesi Paper
    Dokumen36 halaman
    Anastesi Paper
    Vina Sangga Viviani
    Belum ada peringkat
  • #Paper Hernia Bab I
    #Paper Hernia Bab I
    Dokumen33 halaman
    #Paper Hernia Bab I
    Vina Sangga Viviani
    Belum ada peringkat
  • @fraktur Humerus
    @fraktur Humerus
    Dokumen14 halaman
    @fraktur Humerus
    Vina Sangga Viviani
    Belum ada peringkat
  • Buku Ajar PGD
    Buku Ajar PGD
    Dokumen295 halaman
    Buku Ajar PGD
    Khafidz Subekti
    89% (9)
  • @fraktur Humerus
    @fraktur Humerus
    Dokumen14 halaman
    @fraktur Humerus
    Vina Sangga Viviani
    Belum ada peringkat