Anda di halaman 1dari 11

PENATALAKSANAAN KARSINOMA SEL BASAL DAN KOREKSI LESI

MENGGUNAKAN “TRANPOSITION FLAP”

Pendahuluan
Karsinoma sel basal adalah tumor kulit yang bersifat ganas, berasal dari sel-sel basal
epidermis dan apendiks nya, yang berkembang lambat dan tidak / jarang bermetastase.1
Karsinoma sel basal (KSB) merupakan tumor kulit yang paling sering ditemukan pada
populasi kulit putih dimana tercatat sekitar 70-75% dari semua kanker kulit. Data
epidemiologis mencatat bahwa insidensi keseluruhan karsinoma sel basal meningkat
diseluruh dunia secara signifikan 3-10% per tahun nya.2
Karsinoma sel basal lebih sering dijumpai pada orang tua namun terjadi peningkatan
frekuensi pada individu yang berusia dibawah 50 tahun. Persentase lesi paling tinggi terdapat
pada hidung (20,9%), tempat lain pada wajah (17,7%).2,3 Karsinoma sel basal berkembang
pada kulit yang terpapar matahari pada individu berkulit terang. Karsinoma sel basal jarang
pada kulit yang lebih gelap karena adanya fotoproteksi dari melanin dan melanosom.
Diperkirakan bahwa 1,8% KSB terjadi pada orang berkulit hitam dan kira-kira 19 kali lebih
sering pada orang berkulit putih.4
Sampai saat ini belum diketahui pasti penyebab karsinoma sel basal. Beberapa
penelitian menyatakan bahwa faktor risiko yang memegang peranan penting perkembangan
karsinoma sel basal termasuk paparan sinar ultraviolet, warna rambut dan mata yang terang,
keturunan Eropa Utara dan ketidakmampuan untuk tan.1,2 Faktor risiko lain yang
berhubungan dengan berkembangnya karsinoma sel basal adalah radiasi ionisasi, konsumsi
air ataupun medikasi yang mengandung arsen, keadaan imunosupresi pada penderita yang
menjalani transplantasi organ serta sindrom genetik tertentu.3
Karsinoma sel basal di diagnosis pada pasien yang mengalami lesi yang sering
berdarah secara singkat kemudian sembuh secara komplit namun berulang yang ditandai
dengan translusensi, ulserasi, telangiektasi dan adanya pinggir yang tergulung. Karakteristik
ini dapat bervariasi sesuai dengan subtipe klinis yang berbeda yaitu nodular, superfisial,
bentuk morfea, terpigmentasi dan fibroepithelioma pinkus. Diagnosis pasti karsinoma sel
basal dicapai melalui interpretasi yang akurat dari hasil biopsi kulit.2
Tatalaksana karsinoma sel basal dilakukan sesuai dengan lokasi anatomis dan
gambaran histologis. Dilakukan pendekatan dengan eksisi bedah standar, destruksi melalui
berbagai modalitas, Mohs micrographic surgery (MMS) dan kemoterapi topikal. Dengan

1
penanganan yang sesuai, prognosis untuk kebanyakan pasien dengan karsinoma sel basal
adalah baik.2
Laporan kasus
Pasien wanita usia 67 tahun, suku Jawa datang dengan ke Poliklinik IKKK RSU
Pirngadi Medan pada tanggal 9 Oktober 2017 dengan keluhan utama timbul luka yang tidak
kunjung sembuh, sering berdarah dan terasa gatal pada tepi hidung yang dialami pasien sejak
1 tahun yang lalu. Awalnya 1 tahun yang lalu timbul benjolan kecil berwarna putih yang
terasa gatal, lalu digaruk dan timbul luka. 3 bulan yang lalu timbul benjolan kecil berwarna
putih dan sedikit kehitaman yang terasa gatal di daerah hidung. Riwayat pasien pernah
berobat ke Puskesmas dan diberikan obat makan Cetirizin dan steroid topikal, namun tidak
ada perbaikan dan pasien merasa lukanya semakin melebar. Pasien memiliki riwayat bekerja
sebagai petani sejak remaja namun sudah tidak aktif bertani 20 tahun terakhir. Riwayat
keluarga menderita penyakit yang sama tidak dijumpai.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai keadaan umum baik, kesadaran compos mentis,
tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 84 x/menit, pernafasan 16 x/menit, suhu tubuh afebris.
Status gizi baik. Pada pemeriksaan dermatologis dijumpai ulkus superfisial dengan dasar
hiperpigmentasi, berbatas tegas, pinggir irreguler dengan ukuran 1,3 cm x 1,1 cm di regio
nasalis.
Pasien ini didiagnosis banding dengan karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamosa
dan melanoma maligna. Diagnosis sementara pasien ini adalah karsinoma sel basal. Pasien ini
dilakukan pemeriksaan laboratorium dan direncanakan dilakukan pengangkatan lesi dan
dilakukan pemeriksaan histopatologi, serta direncanakan tindakan bedah flap sebagai terapi.
Hasil pemeriksaan laboratorium darah yang dilakukan dijumpai hasil dalam batas
normal yaitu: Hb 13,9 gr/dL ; leukosit 8690 sel/l ; trombosit 258.000 sel/l; hematokrit
42%; LED 13 mm/jam ; BT 3’ ; PT 12,3’’ ; INR 0,83 ; aPTT 25,5’’ ; TT 13,6’’ ; KGD
adrandom 106 mg/dL ; profil pembekuan darah kesan normal.

Gambar 1. Foto pasien saat pertama kali datang (9 Oktober 2017). Pada pemeriksaan dermatologis
dijumpai ulkus superfisial dengan dasar hiperpigmentasi, berbatas tegas, pinggir irreguler dengan
ukuran 1,3 cm x 0,9 cm pada regio nasalis.
2
Penatalaksanaan pasien pada tanggal 11 Oktober 2017 adalah dilakukan tindakan
eksisi untuk mengangkat lesi serta dilakukan pemeriksaan histopatologi sebagai terapi.
Setelah dilakukan tindakan eksisi terhadap jaringan, jaringan di beri tanda guna memastikan
posisi jaringan (superior, inferior, medial dan lateral) pada tempat asal.

Gambar A. Pelaksanaan tindakan eksisi, mulai dari persiapan,


anastesi, sampai penutupan luka

Paska operasi luka diberikan salep gentamisin dan ditutup dengan kassa verban.
Terapi sistemik diberikan antibiotik ciprofloksasin 500 mg dua kali sehari dan asam
mefenamat 500 mg tiga kali sehari untuk mengurangi rasa nyeri paska operasi. Terapi
diberikan selama 7 hari. Pasien diharapkan kontrol pada hari ketiga setelah tindakan.

Pada hari ketiga setelah operasi pasien datang untuk kontrol pertama. Didapatkan luka
bekas operasi basah. Terapi yang diberikan antara lain tablet ciprofloxacin 2x500 mg, tablet
asam mefenamat 3x500 mg jika nyeri dan gentamisin salep. Pada pasien dianjurkan untuk
mengganti perban setiap dua hari sekali.

3
Gambar B. Kontrol 3 hari pasca tindakan

Hasil pemeriksaan histopatologi tanggal 17 Oktober 2017 adalah :


Makroskopis: satu potong jaringan dengan ukuran 1,5 x 1,3 x 1,5 cm berwarna putih
kehitaman dengan konsistensi kenyal.
Mikroskopis: sediaan dari tumor tampak kelompokan sel-sel epitel bentuk poligonal engan
inti besar, bentuk bulat, oval, kromatin kasar, sitoplasma sedikit dan pinggir tersusun seperti
pagar. Sediaan dari batas sayatan inferior, medial dan dasar dijumpai tampak kelompokan
sel-sel epitel bentuk poligonal dengan inti besar, bentuk bulat, oval, kromatin kasar,
sitoplasma sedikit dan pinggir tersusun seperti pagar. Sediaan dari batas sayatan superior dan
lateral bebas dari tumor.
Kesimpulan: karsinoma sel basal.
Batas sayatan dasar, superior dan lateral bebas tumor.
Batas sayatan inferior dan medial belum bebas tumor.

Dilakukan bedah eksisi kembali pada tanggal 17 Oktober 2017 Kemudian dilakukan
pemeriksaan histopatologi ulang. Dan didapatkan hasilnya sayatan sudah bebas dari tumor.
Maka pada lesi direncanakan untuk dilakukan penutupan defek dengan teknik Tranposition
Flap.

4
Gambar C. Gambaran histopatologi. (A) Sediaan jaringan dengan pelapis epitel pipih berlapis.
Tampak proliferasi sel-sel basal yang berkelompok-kelompok membentuk pulau-pulau dan stroma
terdiri dari jaringan ikat, (HE, 40x). (B) sel-sel basal tersusun palisading, (HE, 100x). (C) Tampak inti
relatif bulat, hiperkromatik dan sitoplasma sedikit, (HE, 400x).

Karena hasil pemeriksaan histopatologi belum seluruh pinggiran sayatan bebas dari
tumor, maka tindakan eksisi harus diulang kembali dengan menitik fokuskan pada batas
medial dan inferior.

Gambar D. Tindakan eksisi ulangan

5
Setelah tindakan eksisi ulang dilakukan, jaringan kembali dikirimkan kebagian
histopatologi guna diperiksakan kembali, dan didapatkan hasil yang sudah bebas dari tumor.
Maka direncanakan tindakan flap untuk menutup luka bekan tindakan eksisi, dalam hal ini
digunakan tehnik teknik Tranposition Flap.

Gambar E. Tindakan Tranposition Flap

Setelah tindakan terapi yang diberikan antara lain tablet ciprofloxacin 2x500 mg,
tablet asam mefenamat 3x500 mg jika nyeri dan gentamicin salep. Pada pasien dianjurkan
untuk menjaga perban tetap keringa mengganti perban setiap 3 hari sekali, dan diminta

6
datang kembali pada hari ke 8-10 pasca tindakan guna melepaskan benang jahitan. Tetapi
pasien tidak kembali.

Diskusi
Diagnosis pada kasus ditegakkan bedasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan histopatologi. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien adalah seorang wanita
berusia 83 tahun yang memiliki riwayat bekerja sebagai petani dari remaja yang sering
terpapar matahari meskipun sudah tidak bekerja dalam 20 tahun terakhir. Menurut
kepustakaan insidensi karsinoma sel basal meningkat sesuai usia yang biasanya muncul
setelah usia diatas 40 tahun meskipun dapat juga dijumpai pada anak dan remaja walaupun
jarang. Karsinoma sel basal lebih sering dijumpai pada orang kulit putih dan paparan sinar
matahari yang lama dan kuat berperan dalam perkembangannya.1,2,4 Beberapa peneliti
mengatakan bahwa terjadinya karsinoma sel basal merupakan gabungan pengaruh sinar
matahari, tipe kulit, warna kulit dan faktor predisposisi lainnya. Peningkatan radiasi sinar
ultraviolet khususnya sinar UVB dapat menginduksi terjadinya keganasan kulit pada manusia
melalui efek imunologik dan karsinogenik. Transformasi sel menjadi ganas akibat radiasi
diperkirakan berhubungan dengan terjadinya perubahan pada DNA yaitu terbentuknya photo
product yang disebut dengan dimer pirimidin yang diduga berperan dalam pembentukan
tumor dan adanya mutasi pada gen penekan tumor.1,3,5
Dari anamnesis didapatkan bahwa keluhan berupa luka yang tidak kunjung sembuh,
sering berdarah dan terasa gatal pada tepi hidung yang dialami pasien sejak 1 tahun yang lalu.
Awalnya 1,5 tahun yang lalu timbul benjolan kecil berwarna putih yang terasa gatal pada
lokasi yang sama, lalu digaruk dan timbul luka. Sesuai dengan kepustakaan bahwa karsinoma
sel basal dapat berupa ulkus yang mudah berdarah, dapat sembuh spontan namun sering
berulang.2 Pada pemeriksaan dermatologi dijumpai ulkus superfisial dengan dasar
eritematosa yang berbatas tegas dan pinggir irreguler dengan ukuran 1,3 cm x 1,1 cm di regio
nasalis. Menurut kepustakaan bahwa predileksi karsinoma sel basal adalah pada daerah yang
terpajan sinar matahari yaitu daerah wajah dan leher yang tercatat sekitar 80% sementara
sisanya dijumpai pada tubuh dan ektremitas bawah.2 Penelitian yang dilakukan di Indonesia
predileksi kanker ini adalah pipi dan dahi 50%, hidung dan lipatan hidung 28%, mata dan
sekitarnya 17% dan bibir 5%.1 Karsinoma sel basal dini umumnya ditandai dengan benjolan
kecil, bewarna translusen atau seperti mutiara dengan area yang meninggi dan dapat
menunjukkan gambaran pembuluh darah. Gejala klinis karsinoma sel basal dapat bervariasi
sesuai dengan subtipe klinis nya yaitu nodular, superfisial, bentuk morfea, terpigmentasi dan

7
fibroepitelioma pinkus. Karsinoma sel basal tipe nodular merupakan subtipe klinis yang
paling sering ditemui, ditandai dengan papul atau nodul translusen, biasanya terdapat
telangiektasi dan pinggir yang bergulung. Predileksi nya adalah pada kepala dan leher. Lesi
yang lebih besar dengan nekrosis bagian tengah sering disebut dengan rodent ulcer.
Karsinoma sel basal terpigmentasi adalah gambaran subtipe nodular yang menunjukkan
peningkatan melanisasi, ditandai dengan papul translusen, hiperpigmentasi, dan juga dapat
terjadi erosi. Karsinoma sel basal superfisial umumnya sering ditemui pada batang tubuh dan
muncul sebagai plak eritematosa dengan pinggir yang tegas dan menyerupai eksema. Plak
eksema yang terisolasi yang tidak respon dengan terapi harus dicurigai sebagai karsinoma sel
basal superfisial. Karsinoma sel basal bentuk morfea (morpheaform / sclerosing) adalah
bentuk varian karsinoma sel basal dengan pertumbuhan yang agresif dengan tampilan klinis
dan histologis yang berbeda. Daerah predileksinya adalah hidung, sudut mata, dahi dan pipi.
Lesi dari tipe ini dapat berupa gambaran putih gading dan menyerupai parut atau lesi kecil
morfea. Oleh sebab itu, jaringan parut yang tidak didahului trauma ataupun prosedur bedah
sebelumnya atau gambaran jaringan parut yang atipikal pada lesi kulit yang telah diobati
sebelumnya harus diwaspadai sebagai karsinoma sel basal bentuk morfea dan membutuhkan
biopsi. Fibroepitelioma pinkus gambaran klasiknya ditandai dengan papul pink yang ditemui
pada punggung bawah.2,6,7
Pasien di diagnosis banding dengan basalioma tipe nodulo-ulseratif, karsinoma sel
skuamosa, dan melanoma maligna. Pada karsinoma sel skuamosa, dapat dijumpai luka yang
meluas dengan pinggir yang keras pada perabaan, dasarnya jaringan granulasi yang mudah
berdarah.1,2 Melanoma maligna tipe nodular melanoma dapat memberikan gambaran klinis
berupa nodus yang sedikit menonjol di atas permukaan kulit, warna hitam pekat, yang makin
lama makin besar dan kadang-kadang menunjukkan ulserasi.3 Untuk menegakkan diagnosis
secara pasti, dibutuhkan pemeriksaan histopatologi. Hasil pemeriksaan histopatologi pada
pasien ini menunjukan jaringan kulit dengan pelapis epitel squamous berlapis yang
mengalami diskontinuitas dan sebagian atrofi, dan morfologi sel dalam batas normal. Dermis
dengan infiltrasi sel-sel basaloid yang proliferatif membentuk gambaran nodul-nodul yang
solid dengan pinggir tampak sel membentuk susunan pallisading dan tampak celah diantara
nodul dan stroma jaringan ikat. Inti sel-sel basaloid tersebut dengan N/C ratio meningkat,
kromatin kasar, sitoplasma sedikit dan eosinofilik dan sebagian tampak disertai melanin. Hal
ini sesuai dengan kepustakaan yaitu adanya sel basaloid, dimana inti-inti sel basal membesar
dan memanjang, sitoplasma relatif sedikit, dengan peningkatan rasio inti banding sitoplasma,
dan hilangnya jembatan interselular serta adanya gambaran palisade.1

8
Temuan histopatologis karsinoma sel basal bervariasi sesuai dengan subtipenya,
namun kebanyakan karsinoma sel basal memiliki karakteristik histologi yang sama. Sel basal
yang ganas memiliki nukleus yang besar dan sitoplasma yang relatif kecil. Meskipun
nukleusnya berukuran besar, namun tampilan selnya tidak muncul sebagai atipikal. Sering
dijumpai penarikan stroma dari kumpulan tumor yang membentuk pulau, menciptakan lakuna
peritumoral yang dapat membantu dalam diagnosis histopatologi.2 Pada kasus ini, hasil
pemeriksaan histopatologi dijumpai proliferasi sel-sel basal yang berkelompok-kelompok
membentuk pulau-pulau dengan pinggir kelompokan yang bersusun palisading, inti relatif
bulat, hiperkromatik dengan sitoplasma sedikit. Stroma terdiri dari jaringan ikat. Diagnosis
karsinoma sel basal secara histopatologis mendukung diagnosis secara klinis.
Sebagai terapi pasien ini dilakukan tindakan eksisi dan bedah flap. Menurut
kepustakaan terdapat beberapa modalitas terapi karsinoma basal yaitu eksisi bedah standar,
destruksi melalui berbagai modalitas (kuretase & elektrodesikasi, cryosurgery), Mohs
micrographic surgery (MMS) dan kemoterapi topikal. Teknik bedah eksisi lengkap adalah
teknik yang paling sering digunakan untuk menghilangkan tumor pada kulit, dibandingkan
dengan teknik non-excicional, bedah eksisi merupakan standard untuk penanganan karsinoma
sel basal dengan kontrol pemeriksaan histopatologi.7-9
Prosedurnya meliputi anestesi pada kulit daerah lesi dan sekitarnya, diikuti dengan
tindakan eksisi dan kontrol menggunakan pemeriksaan histopatologis. Tingkat kesembuhan
selama 5 tahun yang tinggi (hampir 98,8%) dapat dicapai setelah tindakan eksisi dilakukan..
Tampilan kosmetik paska tindakan ini pada daerah batang tubuh dan ekstremitas secara
umum menyebabkan makula atau bercak datar yang putih, juga dapat menyebabkan parut
atrofi, hipertrofi ataupun keloid. Dengan seleksi lesi serta lokasi yang tepat, tindakan eksisi
merupakan modalitas terapi untuk karsinoma sel basal yang efektif dan terjangkau. Tingkat
kesembuhan untuk karsinoma sel basal primer mencapai 99% dimana tingkat rekurensinya
5,6%, namun prosedur ini membutuhkan ahli bedah dan asisten yang terlatih baik serta
peralatan laboratorium untuk memproses jaringan dan mengetahui apakah jaringan yang
diambil sudah terbebas dari sel tumor dari setiap bagian.2,12
Pada pasien ini dilakukan tindakan bedah flap, dimana pengertian bedah flap tersebut
ialah cangkok jarigan kulit beserta jaringan lunak dibawahnya yang diangkat dari tempat
asalnya tetapi tetap mempunyai hubungan dengan tempat asal. Penggunaan bedah flap ini
antara lain untuk penutupan luka, rekonstruksi bagian wajah, menyediakan bantalan diatas
tonjolan tulang, dan dengan alasan kosmetik. Terdapat berbagai macam jenis dan tehnik
bedah flap, dimana setiap tehnik mempunyai tingkat kesulitan masing-masing dan

9
membutuhkan tenaga ahli untuk mengerjakannya. Pemilihan tehnik pada bedah flap
disesuaika dengan kebutuhan pasien dan kemampuan dari tenaga yang mengerjakan.

Gambar F. Contoh salah satu tehnik bedah flap

Prognosis pasien ini adalah quo ad vitam bonam, quo ad functionam dubia et bonam
dan quo ad sanactionam dubia et bonam. Sesuai dengan kepustakaan bahwa prognosis pasien
dengan karsinoma sel basal dengan penanganan yang sesuai adalah sangat baik. Meskipun
demikian diperlukan pemantauan setelah pengobatan untuk mengawasi kemungkinan
terjadinya kekambuhan atau kemungkinan adanya tumor baru yang mungkin timbul.
Prognosis karsinoma sel basal yang rekuren cukup baik, meskipun demikian tumor dapat
muncul kembali dan bersifat agresif. Diperkirakan bahwa 40-50% pasien dengan karsinoma
sel basal primer akan berkembang sedikitnya satu atau lebih karsinoma sel basal berikutnya
dalam 5 tahun. Sangat jarang terjadi metastasis dan prognosisnya adalah buruk dengan rata-
rata bertahan hidup dalam 8-10 bulan dari waktu saat diagnosis.2,12

10
Daftar Pustaka

1. Pramuningtyas R and Mawardi P. Gejala klinis sebagai prediktor pada karsinoma sel
basal. Biomedika Journal 2012. 4(1); 33-36
2. Carucci JA, Leffell DJ and Pettersen JS. Basal Cell Carcinoma. In: Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. 8th ed. McGraw-Hill 2012 : 1294-1303
3. Marzuka AG and Book SE. Basal cell carcinoma: Pathogenesis, epidemiology,
clinical features, Diagnosis, Histopathology and management. Yale J Biol Med 2015;
88(2): 167-179
4. Emiroglu N, Cengiz FP, Kemeriz F. The relation between dermoscopy and
histopathology of basal cell carcinoma. An Bras Dermatol J 2015. 90(3): 351-356
5. Lewin JM and Carucci JA. Advances in the management of basal cell carcinoma.
F1000 Prime Reports 2015. 7:53
6. Mackiewicz-Wysocka M, Bowszyc-Dmochowska M, Strzelecka-Weklar D, Dariczak-
Pazdrowska A, Adamski Z. Basal cell carcinoma-diagnosis. Contemp Oncol J 2013.
17(4): 337-3425
7. Wong CSM, Strange RC, Lear JT. Clinical review : Basal cell carcinoma. BMJ 2003.
327; 794-798
8. Puig S, Cecilia N and Malvehy J. Dermoscopic criteria and basal cell carcinoma. G Ita
Dermatol Venereol 2012. 147(2); 135-140
9. Seidenari S, Bellucci C, Bassoli S, Arginelli F, Magnoni C, Ponti G. High
magnification digital dermoscopy of basal cell carcinoma : a single-centre study on
400 cases. Acta Derm Venereol 2014. 94: 677-682
10. Grossman D & Leffell DJ. Squamous cell carcinoma. In: Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 8th ed. McGraw-Hill 2012 : 1283-1294
11. Thomas VD, Snavely NR, Lee KK, Swanson NA. Benign epithelial tumors,
hamartomas and hyperplasias. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffel DJ, Wolff K. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th ed. McGraw-
Hill 2012 : 1319-1323
12. Lanoue J and Goldenberg G. Basal cell carcinoma: a comprehensive review of
existing and emerging nonsurgical therapies. J Clinical Aesthetic Dermatol. 2015.
9(5): 26-36

11

Anda mungkin juga menyukai