BAB V Mirza
BAB V Mirza
1. Morfologi, yaitu susunan dari obyek alami yang mempelajari relief secara
umum yang meliputi morfografi dan morfometri.
Dalam morfologi aspek yang merupakan obyek alami yang ada dipermukaan
bumi, yang bersifat deskriptif suatu bentuk lahan disebut sebagai morfografi,
antara lain meliputi: lembah, bukit, perbukitan, dataran, pegunungan, teras
sungai, dan lain-lain. Sedangkan aspek kuantitatif dari suatu bentuk lahan
seperti kelerengan, bentuk lereng, ketinggian, beda tinggi, pola pengaliran
disebut sebagai morfometri.
2. Morfogenesa, yaitu asal usul pembentukan dan perkembangan dari
suatu bentuk lahan serta proses geomorfologi yang terjadi, meliputi
morfostruktur aktif, morfostruktur pasif, serta morfodinamik.
Morfostruktur aktif adalah meliputi pola struktur-struktur geologi (lipatan,
kekar, dan sesar), vulkanisme, dan gempa bumi berupa konfigurasi dari gaya-
gaya endogen/tektonik. Morfostruktur Pasif adalah berupa batuan dan tanah
(material penyusun), sedangkan Morfodinamik adalah meliputi pelapukan,
erosi, gerakan massa tanah dan batuanserta kaitan fisik dengan aktifitas biotik
termasuk manusia, merupakan konfigurasi dari gaya-gaya eksogen.
48
Tabel 5. 1. Klasifikasi Lereng menurut Van Zuidam (1983)
49
Satuan ini menempati sekitar 80,4 % yang terletak hampir
menyeluruh pada daerah penelitian. Satuan ini memiliki relief bergelombang dengan
beda tinggi 45 m, dengan kemiringan lereng berkisar 3 – 5 % Ketinggian satuan
geomorfologi ini berkisar antara 10 – 60 meter di atas permukaan air laut, sebagian
besar berupa hutan. Satuan ini ditempati oleh litologi dengan tingkat kekerasan
lemah sampai sedang, yaitu batupasir kuarsa, batulempung, batubara.
50
ENDAPAN ALUVIAL
51
Pola pengaliran adalah semua yang menyangkut sistem aliran yang
terpolakan akibat erosi yang bekerja pada suatu daerah yang bersangkutan. Pola
pengaliran sangat erat hubunganya dengan resistensi batuan, jenis litologi, struktur
geologi, dan stadia geomorfologinya.Untuk membantu dalam penafsiran jenis pola
penyaluran, maka penulis mengklasifikasikan berdasarkan jenis pola aliran yang
dibuat oleh A.D. Howard, 1967.
Jenis pola aliran yang terdapat pada daerah penelitian, setelah disesuaikan
dengan klasifikasi pola sungai yang ditulis oleh A.D. Howard, 1967 maka dapat
diklasifikasikan kedalam pola pengaliran dendritik, dimana pada pola pengaliran
dendritik ini salah satunya dicirikan dengan lapisan sedimen horisontal atau miring
landai dan kontrol struktur tidak begitu tampak..
52
Gambar.5.2. Peta Pola Pengaliran pada Daerah Telitian
Menurut Lobeck (1939), stadia daerah ada 3 dan mempunyai ciri tersendiri
yaitu stadia muda dicirikan oleh dataran yang masih tinggi dengan lembah sungai
yang relatif curam dimana erosi vertikal lebih dominan dan kondisi geologi masih
origin. Stadia dewasa dicirikan oleh adanya bukit sisa erosi dan erosi lateral lebih
dominan, sungai bermeander dengan point bar, pola pengaliran berkembang baik,
kondisi geologi mengalami pembalikan topografi seperti punggungan sinklin atau
53
lembah antiklin. Stadia tua dicirikan permukaan relatif datar, aliran sungai tidak
berpola, sungai berkelok dan menghasilkan endapan di kanan kiri sungai dan litologi
relatif seragam. (Gambar. 5.3.)
Atas dasar keterangan tersebut di atas, pada daerah telitian yang dicirikan dengan
adanya erosi lateral lebih dominan dan kemiringan lapisan pada daerah telitian relatif
masih kecil. Selain itu sungai-sungai pada daerah telitian masih berupa alur-alur liar.
Hal ini menunjukkan bahwa stadia pada darah telitian masih digolongkan pada stadia
tua (Lobeck, 1939) dimana pada Stadia tua dicirikan permukaan relatif datar, aliran
sungai tidak berpola, sungai berkelok dan menghasilkan endapan di kanan kiri sungai
dan litologi relatif seragam
54
Stratigrafi daerah telitian disusun berdasarkan pengelompokan litologi
dominan yang dapat diamati di lapangan. Kondisi stratigrafi daerah telitian dapat
dibagi menjadi beberapa satuan, dimana setelah dilakukan suatu pemetaan
penyebaran satuan batuan dan studi literatur yang terdahulu serta dengan pendekatan
Litologi bawah permukaan. Dan dalam Pembahasannya stratigrafi daerah penelitian
menggunakan penamaan satuan stratigrafi dengan sistem penamaan litostratigrafi tak
resmi, yaitu pembagian satuan stratigrafi berdasarkan ciri – ciri litologi yang meliputi
jenis batuan, asosiasi litologi, dan keseragaman gejala litologi batuan (Sandi
Stratigrafi Indonesia, 1996).
maka peneliti dapat membagi daerah telitian menjadi tiga satuan batuan,
berdasarkan urutan dari tua ke muda adalah :
55
permukaan didapatkan ketebalan yang bervariasi kurang lebih 20m, kemungkinan
masih menerus ke arah timurlaut daerah telitian. Karena daerah telitian tidak meliputi
seluruhnya satuan ini, sehingga ketebalan satuan batuan tidak dapat dipastikan secara
akurat.
Diskripsi Megaskopis
Batupasir, warna abu-abu cerah, masif, ukuran butir pasir sangat halus – pasir
halus (1/16 – 1/4 mm)dengan sisipan oksidabesi, terdapat kuarsa sebagai
fragmen atau matriks, semen silika
56
O OOKSIDABESI
Oksidabesi
Foto. 5.4. Singkapan batupasir struktur masif dengan sisipan oksidabesi pada LP 6(Foto
menghadap ke arah Barat Laut)
Foto. 5.5. Singkapan batupasir dengan struktur laminasi bergelombang pada LP5 (Foto
menghadap ke arah Barat Laut)
57
Foto. 5.6. Singkapan batupasir sisipan batulanau dengan struktur perlapisan Pada LP 9
(Foto menghadap ke arah Timur Laut)
58
Gambar 5.3.Skema morfologi dari delta, yang menggambarkan tiga lingkungan
pengendapan utama (Allen, 1998),dimana daerah telitian masuk dalam Delta Plain pada
Distrybutary channel
Diskripsi Megaskopis :
Batulempung : batulempung, warna abu-abu sampai kehitaman, ukuran butir
lempung,masif dan laminasi (<1/256 mm), memiliki
kandungan silika.
Batubara : Batubara, dengan warna segar hitam sampai coklat, warna lapuk
hitam kecoklatan, terang, gores hitam sampai coklat, tidak teratur,
mengandung sedikit serat kayu.
59
Foto. 5.7. Singkapan batulempung dengan struktur masif pada LP 15
(Foto menghadap ke arah Utara
Foto. 5.8. Singkapan batulempung dengan struktur massif Pada LP 18 Foto menghadap
kearah barat daya
60
Foto. 5.9. Singkapan batulempung dengan struktur masif pada LP 10
(Foto menghadap ke arah selatan
61
Foto. 5.11. Singkapan batubara seam Y pada Lp 15, kamera menghadap ke Utara
V.2.2.3. Batubara
62
Seam Y : Lapisan Batubara Seam Y, dengan warna segar hitam sampai
coklat, warna lapuk
hitam kecoklatan, terang, gores hitam sampai coklat, tidak teratur,
63
V.2.2.5.Hubungan Stratigrafi
Satuan ini berumur holosen dan diendapkan di lingkungan darat dan masih
berlangsung hingga saat ini.
64
V.2.3.2. Hubungan Stratigrafi
Preparasi Contoh
Contoh yang akan dianalisis digerus sampai lolos saringan 1 mm dan
dilakukan pembagian sehingga diperoleh 15 g contoh yang mewakili untuk anlisis
petrografi dan untuk analisis proksimat atau ultimat. Contoh yang berukuran 1 mm
dicampur dengan resin epoxy/transsoptik powder, dicetak dengan cetakan segi empat
atau bulat. Setelah keras kemudian permukaannya digosok dengan kertas ampelas
nomor 600, 800 dan 1200, selanjutnya dipoles sehingga diperoleh permukaan
batubara yang halus untuk analisis petrografi.
65
Gambar 5.5. Pelet kilap (pholished block) batubara, hasil preparasi
Untuk mendapatkan sayatan pelet kilap, maka dilakukan cara sebagai berikut
66
Metode Analisis Maceral
Penelitian mikroskopik secara konvensional telah dilakukan dengan
menggunakan sinar pantul pada pembesaran antara 250 sampai 500. Peralatan-
peralatan yang dapat digunakan dalam analisis petrografi adalah mikroskop batuan
dengan photo multiplier, hasil pengamatan dapat dihitung secara manual atau
dihubungkan dengan komputer.
Tipe batubara ditentukan secara petrografi dengan analisis grup maseral atau
analisis microlithotype. Peringkat batubara diukur dengan refleksi rata-rata maseral
vitrinit. Cara ini berdasarkan International Committee for Coal Petrografy.
Anthracite Anthracite 92 98 14 – 16
Semi Anthracite 86 92 16 – 20
Low Volatile 78 86 20 – 26
Medium Volatile 69 78 26 – 32
Bituminous
High Volatile A < 69 > 32 >7.775
Coal
High Volatile B 7.222 7.775
Subbituminous
Subbituminous A 5.833 6.389
coal
67
Subbituminous C 4.611 5.278
68
I.
II. LP 2 ( 6295 )
69
Gambar 5.6. Diagram TPI – GI (Diessel 1986)
LP 15 = Limno-Telmatic
LP 2 = Limno-Telmatic
Berdasarkan analisa maceral (Lampiran 1 terjilid) yang dimasukkan ke dalam
diagram Diessel maka dapat di simpulkan bahwa pada lingkungan batubara daerah
telitiam yaitu Limnic – Telmatic dimana istilah yang digunakan untuk endapan
batubara yang terbentuk didarat dicekungan air tawar atau dirawa gambut. Lembah
cekungan batubara limnic terbentuk dari darat. pada model lingkungan pengendapan
menurut Mukapadhay, limic diartikan sebagai daerah yang selalu digenangi oleh air,
sedangkan Telmatic yaitu daerah yang dipengaruhi oleh pasang surut dan dapat di
simpulkan juga bahwa pada lingkungan telmatic ini merupakan salah satu dari
penciri di temukannya fosil pada satuan batulempung di daerah telitian.
70
V.3. Sejarah Geologi
Seam Y : Batubara, dengan warna segar hitam sampai coklat, warna lapuk
hitam kecoklatan, terang, gores hitam sampai coklat, tidak teratur,
mengandung sedikit serat kayu.
71
Kemudian diendapkan secara selaras satuan batupasir, batulanau sebagai sisipan,
dengan struktur sedimen yang berkembang pada daerah ini umumnya masif, perlapisan
dan laminasi bergelombang.
72