Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

2.1.1 Latar Belakang

Poros merupakan salah satu elemen mesin yang memegang peranan penting
sebagai penerus daya. Oleh karena itu poros harus dirancang sedemikian rupa
sehingga nantinya pembebanan yang terjadi tidak akan mengakibatkan kegagalan
pada poros tersebut. Pemilihan bahan yang akan digunakan menjadi pertimbangan
yang mendasar untuk menentukan dimensi sebuah poros yang akan menerima
pembebanan. Untuk mendapatkan bahan yang tepat tentunya harus dilakukan
analisis terhadap jenis pembebanan yang terjadi, bentuk penampang poros (pejal
atau berongga serta faktor-faktor lain yang mempengaruhinya seperti faktor
keamanan, faktor beban lentur, faktor koreksi daya, faktor koreksi momen puntir
dan sebagainya.

Tak cukup hanya pemilihan bahan yang tepat, proses manufakturing atau
pembuatan juga memegang peranan penting karena jika parameter dalam tahapan
manufakturing salah akan berakibat kegagalan yang bukan hanya berdampak
negativ terhadap spesifikasi teknis tetapi juga pengeluaran biaya yang besar karena
harus melakukan pembuatan ulang atau mengolah kembali produk yang gagal.

2.1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mendapatkan bahan dan tahapan
proses manufaktur yang sesuai dengan prinsip kerja serta kondisi operasional yang
terjadi dibagian seamless pipe pada propeller shaft untuk kendaraan MITSUBISHI
125 PS.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Manufaktur

Proses manufaktur atau proses produksi adalah adalah suatu proses dalam
cabang industri yang mengaplikasikan peralatan dan media proses untuk mengubah
bahan mentah menjadi barang jadi maupun setengah jadi yang memiliki nilai
tambah (added value) baik untuk dipakai maupun dijual. Proses manufaktur terdiri
dari beberpa bagian yaitu :
2.1.1 Pengecoran
Adalah suatu proses manufaktur yang menggunakan logam cair dan cetakan
untuk menghasilkan sebuah produk. Prosesnya adalah dengan menuangkan
atau menekan logam cair kedalam cetakan yang telah dibentuk sedemikian
rupa sesuai dengan yang diinginkan. Dibandingkan dengan proses produksi
yang lain, proses pengecoran memiliki kelebihan antara lain :
1. Waktu produksi dapat ditekan pada proses produksi dalam jumlah masal
2. Mampu membentuk produk dalam bentuk yang sangat rumit dan sulit
dibuat dengan proses pemesinan atau pe,mbentukan.
3. Biaya produksi rendah
4. Mampu membuat produk dengan ukuran dan dimensi yang sangat besar
5. Tidak ada bahan yang terbuang
Namun dibalik keuntungannya proses pengecoran juga mempunyai
kekurangan sebagai berikut :
1. Membutuhkan energy panas yang tinggi untuk proses peleburan
2. Membutuhkan berbagai jenis peralatan
3. Memiliki urutan proses yang rumit
4. Sulit memproduksi produk dengan ukuran yang sangat kecil
5. Pada hasil pengecoran memiliki sifat yang beragam

2
Gambar 2.1 Pengecoran

2.1.2 Proses pembentukan (metal forming)

Adalah proses produksi dengan pemberian beban yang melebihi


tegangan luluh kepada benda kerja sehingga terjadi deformasi plastis pada
benda kerja. Berbeda sekali dengan proses pengecoran dimana harus ada
proses pencairan logam, penuangan pembekuan di dalam rongga cetakan maka
pada proses pembentukan logam (metal forming) logam dibentuk dengan cara
ditekan (pressure) sampai terjadi bentuk yang dikehendaki. Selain untuk
pembentukan logam, proses ini juga bisa dipergunakan untuk memperbaiki
sifat-sifat fisik dari logam atau kedua-duanya. Proses pembentukkan dalam hal
ini bisa dilaksanakan secara panas (hot working) atau secara dingin (cold
working).

Didalam pengerjaan panas, material (logam) terlebih dahulu


dipanaskan sampai diatas tempeteratur rekristalisasi, sehingga sifat-sifat
material akan berubah, disini sifat material secara umum akan lebih ulet, lebih
mudah dibentuk (tekanan lebih ringan), dan bentuk-bentuk yang lebih sulit
akan lebih mudah dikerjakan. Sedangkan untuk pengerjaan dingin, hal ini
dilaksanakan dibawah temperatur rekristalisasi. Pengerjaan dingin
dilaksanakan untuk memperoleh bentuk yang lebih teliti (toleransi kecil),

3
penampang permukaan (surface finished) yang lebih halus dan sifat-sifat fisik
tertentu lainnya.

Beberapa proses yang diklarifikasikan sebagai proses pembentukkan


logam (metal forming) yang dalam hal ini bisa dilaksanakan secara panas atau
dingin dapat ditunjukkan seperti proses berikut :

 Proses penempatan (forging) : merupakan proses pembentukkan logam


dengan jalan memberikan beban/tekanan (pressure) secara berulang-ulang
dan terputus-putus (intermitten). Hal ini berlawanan dengan proses
pengerolan dimana beban yang diberikan cenderung berlangsung secara
terus menerus (continuous).

 Proses ekstrusi (extruding) : proses ektrusi dilaksanakan dengan jalan


mengkompresikan logam yang dipanaskan sampai diatas batas elastisitas
dan menekannya melalui sebuah ide yang sesuai dengan bentuk yang
kehendaki

 Proses pembengkokkan/pelengkungan (bending) : dalam proses ini benda


kerja dikenal beban/tekanan secara permanent sehingga terjadi distorsi
sesuai bentuk yang diinginkan.

Gambar 2.2 Metal forming

4
2.1.3 Proses pengelasan
Adalah proses produksi dengan menyambungkan dua buah benda atau
lebih dengan menggunakan panas sehingga terjadi ikatan metalurgi diantara
permukaan logam terdebut. Proses pengelasan dibagi kedalam beberapa jenis
diantaranya :
 SMAW (Shield Metal Arch Welding)
adalah las busur nyala api listrik terlindung dengan mempergunagakan
busur nyala listrik sebagai sumber panas pencair logam. Jenis ini paling
banyak dipakai dimana–mana untuk hampir semua keperluan pekerjaan
pengelasaan. Tegangan yang dipakai hanya 23 sampai dengan 45 Volt AC
atau DC, sedangkan untuk pencairan pengelasan dibutuhkan arus hingga
500 Ampere. Namun secara umum yang dipakai berkisar 80 – 200 Ampere.
 SAW (Submerged Arch Welding) adalah las busur terbenam atau
pengelasan dengan busur nyala api listrik. Untuk mecegah oksidasi cairan
metal induk dan material tambahan, dipergunakan butiran–butiran fluks /
slag sehingga bususr nyala terpendam di dalam ukuran–ukuran fluks
tersebut.
 ESW (Electro Slag Welding) adalah pengelasan busur terhenti, pengelasan
sejenis SAW namun bedanya pada jenis ESW busurnya nyala mencairkan
fluks, busur terhenti dan proses pencairan fluk berjalan terus dam menjadi
bahan pengantar arus listrik (konduktif). Sehingga elektroda terhubungkan
dengan benda yang dilas melalui konduktor tersebut. Panas yang
dihasilkan dari tahanan terhadap arus listrik melalui cairan fluk / slag
cukup tinggi untuk mencairkan bahan tambahan las dan bahan induk yang
dilas tempraturnya mencapai 3500° F atau setara dengan 1925° C.
 ERW (Electric Resistant Welding) adalah las tahanan listrik yaitu dengan
tahanan yang besar panas yang dihasilkan oleh aliran listrik menjadi
semakin tinggi sehingga mencairkan logam yang akan dilas. Contohnya
adalah pada pembuatan pipa ERW dan pengelasan plat–plat dinding
pesawat

5
Gambar 2.3 Pengelasan

2.1.4 Proses pemesinan


Yaitu suatu proses pembentukan material dengan cara membuang
sebagian material dalam bentuk geram akibat adanya gerak relatif antara
pahat dan benda kerja. Jenis pemesinan yang sering kita lihat adalah turning
atau bubut. Bubut sendiri merupakan suatu proses pemakanan benda kerja
yang sayatannya dilakukan dengan cara memutar benda kerja kemudian
dikenakan pada pahat yang digerakkan secara translasi sejajar dengan
sumbu putar dari benda kerja.
Prinsip kerja mesin bubut yaitu: poros spindel akan memutar benda
kerja melalui piringan pembawa sehingga memutar roda gigi pada poros
spindel. Melalui roda gigi penghubung, putaran akan disampaikan ke roda
gigi poros ulir. Oleh klem berulir, putaran poros ulir tersebut diubah menjadi
gerak translasi pada bagian yang membawa pahat. Akibatnya pada benda
kerja akan terjadi sayatan.

6
Gambar 2.4 Proses pemesinan

2.2 Poros
Poros merupakan salah satu bagian terpenting dari setiap mesin. Hampir
semua mesin meneruskan tenaga bersama–sama dengan putaran. Peranan utama
dalam transmisi seperti itu dipegang oleh poros.

2.2.1 Klasifikasi Poros


Poros untuk meneruskan daya diklasifikasikan menuruut pembebanannya
sebagai berikut :

a. Poros Transmisi
Poros tersebut mendapat beban puntir murni atau puntir dan lentur. Daya
ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling, roda gigi, puli sabuk atau sproket
rantai dan lain–lain. Contoh pada mesin yang mengalami beban puntir murni yaitu
gardan.

7
Gambar 2.5 Poros transmisi

b. Poros Spindel
Poros spindel merupakan poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros
utama mesin perkakas, dimana beban utamanya berupa puntiran, disebut spindel.
Syarat yang harus dipenuhi poros ini adalah deformasinya kecil, sebab apabila
deformasinya besar benda kerja tidak akan silindris. Serta bentuk dan ukuran harus
teliti. Poros spindel berhubungan langsung dengan benda kerja.

Gambar 2.6 Poros spindel

c. Poros Gandar
Poros seperti yang dipasang diantara roda–roda kertas barang, dimana tidak
mendapat beban puntir, bahkan kadang–kadang tidak boleh berputar, disebut
gandar. Gandar ini hanya mendapat beban lentur, kecuali digerakkan oleh
penggerak mula dimana mengalami beban puntir juga. Menurut bentuknya, poros

8
dapat digolongkan atas poros lurus umum, poros engkol sebagai poros utama dari
mesin torak, dan lain–lain. Poros luwes untuk transmisi daya kecil agar terdapat
kebebasan dari perubahan arah, dan lain–lain.

Gambar 2.7 Poros gandar

2.3 Hal –Hal Penting Dalam Merancang Poros


Untuk merencanakan sebuan poros, hal-hal berikut ini perlu diperhatikan.

a. Kekuatan Poros
Suatu poros transmisi dapat mengalami beban puntir atau lentur atau
gabungan antara puntir dan lentur, ada juga poros yang mendapat beban tarik atau
tekan seperti pada poros turbin. Kelelahan tumbukan atau pengaruh konsentrasi
tegangan bila diameter poros diperkecil (poros bertingkat) atau bila poros
mempunyai alur pasak harus diperhatikan, sehingga sebuah poros harus cukup kuat
menahan beban yang terjadi pada poros tersebut.

b. Kekakuan Poros
Meskipun sebuah poros memiliki kekuatan yang cukup, tetapi jika lenturan
defleksi puntirannya melebihi batas yang diizinkan maka akan mengakibatkan
ketidaktelitian misalnya pada mesin perkakas atau getaran suara pada turbin dan

9
gear box. Karena itu disamping kekuatan juga harus diperhatikan dan disesuaikan
dengan jenis mesin yang akan menggunakan poros tersebut.

c. Puntiran Kritis
Bila putaran suatu mesin dinaikkan maka pada suatu harga putaran tertentu
dapat terjadi getaran yang luar biasa. Hal ini bisa terjadi pada turbin, motor torak
silinder, motor listrik dan lain–lain. Serta dapat mengakibatkan kerusakan pada
poros dan bagian lainnnya. Jika mungkin harus direncanakan sedemikian rupa
sehingga putaran kerja lebih dari putaran kritis.

d. Korosi
Bahan–bahan tahan korosi (termasuk plastik) dipilih untuk poros propeller
dan pompa, bila terjadi kontak dengan fluida yang korosif. Demikian juga poros–
poros yang terancam kavitasi dan poros–poros mesin yang berhenti lama, sampai
baras–batas tertentu dapat pula dilakukan perlindungan terhadap korosi.

e. Bahan Poros

Poros untuk mesin umum biasanya dibuat dari baja batang yang ditarik
dingin dan difinishing, yaitu baja karbon konstruksi mesin yang dihasilkan dari igot
yang di – kill (baja yang dioksidasi dengan ferro silikon dan dicor).

2.4 Propeller Shaft Pada Kendaraan Penggerak Belakang

Propeller shaft sering dinamakan dengan as kopel, dibuat dari tabung


pipa baja yang memiliki ketahanan terhadap gaya puntiran atau bengkok.
Panjang pendeknya tergantung panjang kendaraan. Pada kendaraan yang
panjang propeller dibagi menjadi beberapa bagian untuk menjamin supaya
tetap dapat bekerja dengan baik.

10
Gambar 2.8 Komponen propeller shaft 3 joint

Propeller shaft (pada kendaraan FR dan kendaraan 4WD) yang


berfungsi memindahkan tenaga dari transmisi ke differential Transmisi
umurnnya terpasang pada chassis frame, sedangkan differential dan sumbu
belakang (rear axle) disangga oleh suspensi sejajar dengan roda belakang. Oleh
sebab itu posisi differential terhadap transmisi selalu berubah-ubah pada saat
kendaraan berjalan, sesuai dengan permukaan jalan dan ukuran beban.
Propeller shaft dibuat sedemikian rupa agar dapat memindahkan tenaga
dari transmisi ke differential dengan lembut tanpa dipengaruhi akibat adanya
perubahan-perubahan tadi. Untuk tujuan ini universal joint dipasang pada
setiap ujung propeller shaft, fungsinya untuk menyerap perubahan sudut dari
suspensi. Selain itu sleeve yoke (spline) bersatu untuk menyerap perubahan
panjang antara transmisi dan diferential.

11
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Flowchart Proses Manufaktur secara keseluruhan (umum)

START

Menyusun spesifikasi teknis


dengan melakukan analisis
terhadap pembebanan yang terjadi

Pemilihan bahan

Proses produksi

Quality control

TIDAK BS EN
10297- 2

YA

Packing

END

12
3.2 Flowchart Proses Manufaktur (detail proses pembuatan)

START
A

Bahan baku
(AISI 1040) Reheat furnace

Peleburan (melting) Strecth reducing mill

Normalizing
Pembuangan kotoran
dengan slag removal
Proses pemesinan

Cek komposisi kimia


dengan CSA (Carbon Quality control
Silicon Analysis)

Tapping (penuangan)
BS EN
TIDAK
10297- 2
YA
Produksi billet

YA
Pemotongan billet
billet packing

Heat treatment in circular Furnace


END

Cross rolling pierching mill

Continiuos mandrel mill

13
3.3 Skema Proses
Diperlihatkan oleh gambar dibawah ini

Gambar 3.1 Skema proses pembuatan seamless pipe dengan metode continuous mandrel mill

14
3.4 Profil kendaraan
Berikut adalah spesifikasi dari MITSUBISHI 125 PS :

Gambar 3.2 Spesifikasi MITSUBISHI 125 PS

15
3.5 Spesifikasi Propeller Shaft

Gambar 3.3 Propeller shaft

Adapun komponen yang akan dibahas dalam tugas ini adalah tabung pipa
baja (seamless pipe) bagian belakang seperti yang ditunjukan oleh gambar di atas
(bagian dalam kotak merah). Dimensi dari seamless pipe dan pembebanan yang
terjadi adalah sebagai berikut :
 Diameter luar (DO) = 64 mm
 Diameter dalam (DI) = 60 mm
 Panjang (L) = 664,98 mm
 Beban torsi = 33 kg.m
 Tegangan puntir yang terjadi (𝜏𝑎 ) = 2,8 𝑘𝑔/𝑚𝑚2

3.6 Pemilihan bahan


Berdasarkan dari dimensi dan pembebanan yang terjadi maka bahan yang
dipilih adalah S40C dengan kekuatan tarik 55 kg/mm2. Pemilihan bahan dengan
material tersebut diperoleh dari perhitungan sebagai berikut :

16
 Tegangan geser izin (𝜏𝑎 )

b
a 
Sf1  Sf 2

55 𝑘𝑔/𝑚𝑚2
𝜏𝑎 = 6𝑥1

𝜏𝑎 = 9,1 𝑘𝑔/mm2

Dimana :

Kekuatan tarik (𝜎𝑏 ) = 55 kg/mm2


Safety factor bahan (Sf1) =6
Kerena poros tidak memiliki fillet maka (Sf2) =1

 Tegangan puntir yang terjadi (𝜏)


𝑇𝑥𝐶
𝜏= 𝐼𝑝
64 𝑚𝑚
33000 𝑘𝑔.𝑚𝑚 𝑥
2
𝜏= 𝜋
𝑥 (64 𝑚𝑚4 − 60 𝑚𝑚4 )
32

𝜏 = 2,8 𝑘𝑔/𝑚𝑚2

Jika 𝜏𝑎 > 𝜏𝑥𝑘𝑡 maka tegangan yang terjadi aman


𝜏𝑎 = 9,1 𝑘𝑔/mm2

𝜏. 𝑘𝑡 = 8,4

Hasil = aman

Dimana :

Faktor koreksi momen puntir kejut (Kt) =3

3.7 Spesifikasi bahan


Berdasarkan standar AISI 1040, material S40C memiliki spesifikasi
sebagai berikut :

17
a) Komposisi kimia

Element Content (%)


Iron, Fe 98.6-99
Manganese, Mn 0.60-0.90
Carbon, C 0.370-0.440
Sulfur, S ≤ 0.050
Phosphorous, P ≤ 0.040

b) Properties S40C

Properties Metric Imperial


Tensile strength 620 MPa 89900 psi
Yield strength 415 MPa 60200 psi
Bulk modulus (typical for steels) 140 GPa 20300 ksi
Shear modulus (typical for steels) 80 GPa 11600 ksi
Elastic modulus 190-210 GPa 27557-30458 ksi
Poisson’s ratio 0.27-0.30 0.27-0.30
Elongation at break (in 50 mm) 25% 25%
Reduction of area 50% 50%
Hardness, Brinell 201 201
Hardness, Knoop (converted from Brinell hardness) 223 223
Hardness, Rockwell B (converted from Brinell
93 93
hardness)
Hardness, Rockwell C (converted from Brinell
hardness.
13 13
Value below normal HRC range, for comparison
purposes only)
Hardness, Vickers (converted from Brinell hardness) 211 211
Izod impact (annealed at 790°C (1450°F)) 45 J 33.2 ft-lb
Izod impact (as rolled) 49 J 36.1 ft-lb
Izod impact (normalized at 900°C (1650°F) 65 J 47.9 ft-lb
Density (chemical composition of 0.435% C, 0.69%
7.845 g/cc 0.2834 lb/in³
Mn, 0.20% Si, annealed at 860°C (1580°F))
Melting point 1521°C 2770°C
Thermal expansion co-efficient (@ 20-100°C/68-
212°F, composition of 0.40% C, 0.11% Mn, 0.01% P, 11.3 µm/m°C 6.28 µin/in°F
0.03% S, 0.03% Si, 0.03% Cu)
Thermal conductivity (@ 100°C/212°F) 50.7 W/mK 352 BTU in/hr.ft².°F
Thermal conductivity (@ 0°C) 51.9 W/mK 360U in/hr.ft².°F

18
3.8 Proses pembuatan seamless pipe
Proses pembuatan seamless pipe terdiri atas beberapa tahap yaitu :

3.8.1 Peleburan (melting)


Sebelum proses peleburan berlangsung dilakukan pemeriksaan material
terlebih dahulu, pemeriksaan material meliputi pemisahan material kedalam
golongan masing-masing dari berbagai jenis scrap dan return scrapt,
pemeriksaan komposisi kimia menggunakan spectrometer dan pembersihan
kotoran. Persentase komposisi kimia dari material yang akan dilebur sebagai
berikut :

Tabel 3.1 Komposisi kimia


Komposisi Persentase Wt (%)
Steel scrapt 40
Return scrap 60
Fe 98,8
Carbon (C) 0,4
Mangan (Mn) 0,75
Sulfur (S) 0,03
Phosphor (P) 0,02

Proses peleburannya adalah sebagai berikut :


 Tungku induksi dipanaskan terlebih dahulu hingga temperaturnya diatas
1521 oc
 Masukan komposisi material dengan diawali oleh return scrap sedikit demi
sedikit terlebih dahulu sebanyak ¼ dari dari jumlah material yang akan
dilebur, hingga return scrap mencair.
 Masukan steel scrap semuanya dengan presentase yang sudah ditentukan
hingga seluruhnya mencair.
 Setelah itu masukan lagi return scrap dengan komosisi yang telah
ditentukan sampai material mencair seluruhnya.

19
 Material return scrap terlebih dahulu dileburkan karena titik lebur return
scrap lebih rendah dibandingkan dengan steel scrap selain itu juga material
yang pejal lebih mudah mencair dikarenakan panas yang terjadi akan merata
disemua sisi.
 Untuk mengukur temperatur logam cair diukur menggunaka thermocouple
yang mana lagsung dicelupkan terhadap logam cair.

Gambar 3.4 Proses peleburan

3.8.2 Pembuangan kotoran


Setelah logam mencapai titik leburnya maka akan dilakukan proses
pembersihan logam cair dari kotoran berupa slag/terak dengan cara
menaburkan material yang bernama slag removal kedalam logam cair maka,
kotoran yang ada pada logam cair akan terangkat ke atas lalu dibersihkan
dengan cara membuang kotoran tersebut.

Gambar 3.5 Pembuangan kotoran

20
Setelah logam cair dibersihkan dari kotoran kemudian dilakukan
pemeriksaan komposisi kimia dengan mengambil sampel sebanyak dimensi
carbon cup selanjutnya diuji dengan CSA (Carbon Silicon Analysis ) untuk
mengetahui komposisinya lalu didinginkan menggunakan air selanjutnya
sempel tadi akan melalui proses sleep atau perataan permukaan sampel lalu
akan diuji komposisi kimianya menggunakan spectrometer.

Gambar 3.6 Cek komposisi kimia dengan CSA

4 Tapping
Yaitu proses penuangan logam cair dari tungku induksi ke tungku
ladle dimana temperature tungku ladle berkisar 800-9000C. Proses ini
bertujuan agar pada saat casting (pengecoran) tidak terjadi penurunan
temperatur yang sangat cepat.

Gambar 3.7 Proses Tapping

21
5 Produksi bilet (poros pejal)
Logam cair yang ada dalam ladle kemudian dituangkan lagi kedalam
cetakan yang terdapat lubang didalamnya (dengan diameter lubang
200mm). Lubang tersebutlah yang akan membentuk billet dengan bantuan
gravitasi. Billet tersebut akan berjalan mengikuti alur yang dipandu oleh
conveyor silinder besi cor.

Gambar 3.8 Produksi billet

6 Pemotongan billet

Pemotongan billet menggunakan cutting fire mengingat yang


dipotong adalah logam yang baru saja dicetak, dengan kata lain
temperaturnya tinggi sehingga tidak memungkinkan menggunakan alat
potong pada umumnya. Cutting fire dihubungkan dengan penjepit yang
menjepit billet pada waktu tertentu dan akan melepas jepitannya dari billet
setelah billet terpotong. Panjang billet setiap piecenya adalah 16 meter
(menghasilkan 12 seamles pipe dengan tambahan 0,1 m pada setiap
seamless pipe untuk toleransi yang akan digunakan pada proses pemesinan)

22
Gambar 3.9 Pemotongan billet

7 Heat treatment in circular furnace


Billet yang telah terpotong akan dipanaskan kembali di circular
o
furnace dengan temperatur 1280 C (Dr.-ing. Karl-Heins brenshing,
Druselldorf : 2007). Proses ini bertujuan untuk melunakan billet karena akan
di piercing. Billet yang telah di heat treatment akan diambil oleh sebuah
mekanisme lengan kontrol kemudian diletakan di conveyor yang
mengarahkan billet ke roll yang akan menjepit billet dan menariknya.

Gambar 3.10 Heat treatment in circular furnace

23
8 Cross rolling pierching mill
Merupakan proses pengerjaan panas untuk membuat pipa tanpa
sambungan (seamless pipe) dengan bahan baku berupa billet (batang bulat
dan padat), dengan demikian hasil dari proses ini tidak terdapat suatu garis
penghubung hasil sambungan.
Metode yang digunakan dalam mengahdilkan pipe seamless adalah
continuous mandrel rolling dengan menggunakan piercer tipe barel dan
standar dimensi serta proses manufakturing mengacu pada standar DIN
2448. Prosesnya adalah ketika billet telah menyentuh roll, billet akan diapit
oleh 2 buah roll dan tertarik karena kedua buah roll tersebut sumbunya
membentuk 12o (standar 10-120) terhadap sumbu benda kerja dan berputar
searah. Secara bersamaan permukaan diameter billet akan menabrak
mandrel yang berbentuk runcing diujung yang menyentuh permukaan billet
sehingga akan membentuk rongga pada billet. Ketika telah mencapai ujung
billet (telah menjadi seamless pipe), pipa seamless yang masih melekat pada
mandrel akan di pindahkan melalui mekanisme lengan kontrol menuju ke
proses continiuos mandrel mill. Pada proses ini terjadi elongasi sebesar 20-
40% dan reduksi area 50-75% (Dr.-ing. Karl-Heins brenshing, Druselldorf
: 2007).

Gambar 3.11 Proses pierching

24
9 Continiuos mandrell mill
Yaitu proses pembentukan sempurna seamless pipe dengan cara
rolling dengan 9 stand roll (standar 7-9 stand) yang didahului oleh water jet
high pressure discaling. Peletakan roll di susun seperti gambar dibawah ini.

Gambar 3.12 Susunan roll pada proses continuous mandrel mill

Batas elongasi yang diperbolehkan dalam tahap ini adalah 400% dan reduksi
area 75%. Pada tahap ini berlangsung juga pelepasan mandrel.

10 Reheating furnace
Seamless pipe yang telah berbentuk sempurna dan keluar dari
continuous mandrell mill dengan temperature ± 5000 C, akibatnya perlu
dilakukan pemanasan ulang sebelum masuk dalam tahap stretch reducing
mill. Pada reheat furnace seamless pipe dipanaskan dengan menggunakan
natural gas atau oil fire agar distribusi temperaturnya merata dengan
temperature 9800 C dan dibiarkan selama 15 menit (standar 10-15 menit)

25
11 Stretch reducing mill
Yaitu proses pembentukan dimensi seamless pipe sesuai dengan
spesifikasi desain. Pada proses ini hampir sama dengan proses continuis
mandrel mill, bedanya pada tahap ini seamless pipe tidak diikuti oleh
mandrel dan jumlah stand terdiri atas 24 stand roll dengan setiap standnya
terdiri dari 3 roll yang disusun dengan jarak 600 (derajat) dan kecepatan 15
m/s. skema proses ini ditunjukan oleh gambar dibawah ini.

Gambar 3.13 Susunan roll pada proses stretch reducing mill

12 Normalizing
Yaitu proses pendinginan dengan cara membiarkan pada temperatur kamar.

13 Proses pemesinan
Yaitu proses pemotongan seamless pipe dengan membagi menjadi
12 bagian dan melakukan machining pada setiap ujung seamless pipe
dengan jenis plain end.

26
Gambar 3.14 pipa dengan jenis plain end pada ujungnya

14 Quality control (BS EN 10297-2)


Aktivitas yang dilakukan dalam quality control meliputi :
1. Penengecekan dimensi (outside diameter dan wall thickness)

2. Pengecekan kelurusan (straightness)

27
3. Pengecekan Panjang

4. Pengecekan ouvality

Gambar 3.15 Ouvality

Persentasi dari ouvality adalah :


𝐷𝑚𝑎𝑥 − 𝐷𝑚𝑖𝑛
O= 𝑥 100
𝐷𝑚𝑎𝑥 + 𝐷𝑚𝑖𝑛

Besarnya nilai ouvality


O = Dmax - Dmin
Besarnya ouvality harus dibawah 5% OD (outside diameter)

5. Eccentricity

Gambar 3.16 Eccentricity

28
Persentase dari eccentricity adalh
𝑊𝑇𝑚𝑎𝑥 − 𝑊𝑇𝑚𝑖𝑛
E= 𝑥 100
𝑊𝑇𝑚𝑎𝑥 + 𝑊𝑇𝑚𝑖𝑛

Besarnya nilai eccentricity adalah


𝑊𝑇𝑚𝑎𝑥 − 𝑊𝑇𝑚𝑖𝑛
E= 2

Harus dibawah 4,5 % dari outside diameter teoritik.

15 Packing
Packing atau pembungkusan produk untuk siap di pasarkan
mengikuti standar sebagai berikut :

Gambar 3.17 Standar packing

Dari tabel diatas maka kategori packing untuk seamless pipe


dengan diameter outside 63,5 mm dan tebal (thickness) 4 mm adalah
bundle wrapped in reinforced plastic foil (box for overseas shipment).

29

Anda mungkin juga menyukai