Anda di halaman 1dari 2

Demokrasi dalam Islam

OPINI | 23 April 2012 | 08:13 Dibaca: 5904 Komentar: 1 Nihil

Berangkat dari sebuah kisah para sahabat, sejarah para khalifah-khalifah dunia Islam pada saat
awal munculnya Islam, seperti khutbah Abu Bakar yang diucapkan setelah beliau terpilih sebagai
khalifah pertama, “Wahai sekalian manusia, kalian telah mempercayakan kepemimpinan
kepadaku, padahal aku bukanlah orang yang terbaik di antara kalian. Jika kalian melihat aku
benar, maka bantulah aku, dan jika kalian melihat aku dalam kebatilan, maka luruskanlah aku.
Taatilah aku selama aku taat kepada Allah, maka bila aku tidak taat kepada-Nya, janganlah
kalian mentaatiku.” Dari pidato singkat beliau, kita sudah bisa menyimpulkan bahwa sahnya
pada saat itu, masyarakat di hadapan hukum sudah dianggap mempunyai kedudukan yang sama.
Maka dari itu, bila saja beliau (Abu Bakar) melakukan sebuah kesalahan, beliau meminta untuk
diingatkan atau ditegur. Kenyataan ini merupakan suatu fakta bahwa benih-benih demokrasi
sudah dimunculkan oleh Islam jauh sebelum para Negara-negara sekuler mengagung-agungkan
demokrasi.

Demokrasi adalah tatanan hidup bernegara dan mempunyai prinsi-prinsip yang disyaratkan untuk
menjadi sebuah komunitas yang berdemokrasi. Menurut Sadek. J. Sulayman, dalam demokrasi
terdapat beberapa prinsip baku yang harus diaplikasikan dalam sebuah Negara demokrasi, di
antaranya: (1) kebebasan berbicara bagi seluruh warga. (2) pemimpin dipilih secara langsung
yang dikenal di Indonesia dengan pemilu. (3) kekuasaan dipegang oleh suara mayoritas tanpa
mengabaikan yang minoritas. (4) semua harus tunduk pada hukum atau yang dikenal dengan
supremasi hukum.

Dan prinsip-prinsip diatas sesuai dengan syariat islam yang juga menjunjung tinggi sebuah
kebebasan, mulai dari kebebasan jiwa yang harus dijaga, kebebasan untuk mengelola harta dan
juga kebebasan berpendapat. Bahkan dalam islam sendiri tidak mengenal pemaksaan untuk
memeluk agama nya, hanya saja ada kewajiban mengajak kepada syariat islam yang disebut
dakwah, tapi semua diserahkan kepada hidayah dari Allah nantinya.
Misalnya lagi mekanisme pemimpin dalam islam juga sejalan dengan prinsip-prinsip diatas,
dalam sebuah hadis rasulullah menganjurkan untuk memilih pemimpin dari sekelompok orang
atau komunitas, dan juga kepemimpinan dalam Islam yang tidak dianggap sah kecuali bila
dilakukan dengan bai’at secara terbuka oleh semua anggota masyarakat. Seorang khalifah
sebagai pemimpin tertinggi tidak boleh mengambil keputusan dengan hanya dilandaskan pada
pendapat dirinya belaka, ia harus mengumpulkan pendapat dari para cendikiawan atau ahli pikir
dari anggota masyarakat.

Menurut DR. Yusuf Qardhawi substansi demokrasi sejalan dengan islam, hal ini bisa dilihat dari
bebrapa hal, misalnya:

1. Proses pemilihan pemimpin yang dipilih secara langsung oleh rakyat banyak, dan dalam
islam hal ini contohnya menjadi imam shalat saja islam melarang imam yang tidak
disukai oleh makmumnya.
2. Pemilihan umum termasuk pemberian saksi, makanya barang siapa yang menolak untuk
ikut dalam pemilihan dan kandidat yang baik kalah karena banyak yang tidak ikut
memilih maka yang menang adalah kandidat yang tidak selayaknya, maka orang ini
melanggar ajaran Allah untuk memberikan kesaksian disaat dibutuhkan.
3. Penetapan hukum yang berdasarkan suara mayoritas, dalam islam ada istilah syura. Yaitu
musyawarah. “… sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah di antara
mereka …” (Asy-Syura 38) dan “… karena itu maafkanlah mereka, mohonkan ampunan
bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu…” (Ali Imran
159).
4. Kebebasan pers dan kebebasan mengeluarkan pendapat, serta otoritas pengadilan
merupakan sejumlah hal dalam demokrasi yang sejalan dengan islam.

Dalam uraian diatas dapat disimpulkan bahwa demorasi yang dikenal hari ini adalah tatanan
hidup yang jauh hari telah dicontohnya oleh umat islam, dan menjadi sebuah jaminan kejayaan
suatu negara kalau benar-benar menerapkan sistem demokrasi tersebut. Hanya saja banyak
dikalangan negra demokrasi yang hanya menggemborkan demokrasi tapi jauh dari nilai dan
praktek demokrasi itu sendiri. Misalnya Amerika dikenal dengan negara demokrasi, tapi negeri
adi daya itu tetap menjadi penjahat HAM, membunuh jiwa-jiwa yang tak berdosa, mendukung
penjajahan zionis Israel. Mereka berkoar-koar tentang tatanan demokrasi tapi aplikasi dari nilai-
nilai dan prinsip demokrasi itu sendiri masih jauh dan hanya omong kosong.

Waalhualam bishowab

Anda mungkin juga menyukai