Anda di halaman 1dari 9

Laporan Pendahuluan

Appendisitis

1. Konsep Medis
a. Definisi / Pengertian
Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing ( apendiks ). Usus buntu sebenarnya adalah sekum(cecum). Infeksi
ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan
bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. (
Wim de Jong et al.2005).
b. Etiologi

 Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.


 Adanya faekolit dalam lumen appendiks
 Adanya benda asing seperti biji-bijian
 Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
 Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus
 Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan
jaringan limpoid pada masa tersebut.
 Tergantung pada bentuk apendiks:
o Appendik yang terlalu panjang
o Massa appendiks yang pendek
o Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
o Kelainan katup di pangkal appendiks

c. Manifestasi klinis
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas
anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta
pemeriksaan penunjang lainnya. 3 anamnesa penting yakni:

1. Anoreksia biasanya tanda pertama.


2. Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu
kemudian menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal).
Retrosekal/nyeri punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka.
3. Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi.
d. Patofisiologi

Penyebab utama appendiksitis adalah obstuksi penyumbatan yang


dapat disebabkan oleh hiperplasia dari polikel lympoid merupakan
penyebab terbanyak adanya fekalit dalam lumen appendik.Adanya
benda asing seperti : cacing,striktur karenan fibrosis akibat adanya
peradangan sebelunnya.Sebab lain misalnya : keganasan (Karsinoma
Karsinoid).

Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa


terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan
menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa
dan peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama
dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai
rasa sakit disekitar umblikus.

Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah,
kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum
terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium
parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah,
keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini
disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang
telah akut itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi.

Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang


meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini
disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak – anak karena omentum
masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding
apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang,
demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh
darah, maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat ini
menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari
maka terjadi appendisitis kronis (Junaidi ; 1982).

e. Komplikasi

 Perforasi dengan pembentukan abses


 Peritonitis generalisata.
 Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.
f. Pencegahan

Pencegahan pada appendiksitis yaitu dengan menurunkan resiko


obstuksi dan peradangan pada lumen appendiks. Pola eliminasi klien
harus dikaji,sebab obstruksi oleh fekalit dapat terjadi karena tidak ada
kuatnya diit tinggi serat.Perawatan dan pengobatan penyakit cacing
juga menimbulkan resiko. Pengenalan yang cepat terhadap gejala
dan tanda appendiksitis menurunkan resiko terjadinya
gangren,perforasi dan peritonitis.

g. Penatalaksanaan

Pada appendiksitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi


appendiks. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di
obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan
diberikan makanan yang tidak merangsang persitaltik, jika terjadi
perforasi diberikan drain di perut kanan bawah.

 Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik


dan kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta
untuk tirabaring dan dipuasakan.
 Tindakan operatif ; appendiktomi.
 Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk
duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya
makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh luka
jahitan diangkat, klien pulang.

h. Pemeriksaan penunjang

1. Laboratorium.
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif
(CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit
antara10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%,
sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.
2. Pemeriksaan darah.
Akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis
akut terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular
infiltrat, LED akan meningkat.
3. Pemeriksaan urine.
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.
pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis
banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang
mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis.
4. Radiologi.
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada
pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan
apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi
serta adanya pelebaran sekum.
5. Abdominal X-Ray.
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab
appendisitis. pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.
6. USG. Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan
pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya
abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis
banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
7. Barium enema.
Suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon
melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-
komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk
menyingkirkan diagnosis banding.
8. Laparoscopi.
Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang
dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara
langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum.
Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada
appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan
pengangkatan appendix.
2. Konsep Keperawatan

A. Pengkajian

1. Identitas Pasien
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor
register.
2. Riwayat Keperawatan
o Riwayat Kesehatan saat ini : keluhan nyeri pada luka post operasi
apendektomi, mual muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan
leukosit.
o Riwayat Kesehatan masa lalu
3. Pemeriksaan Fisik
o Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada
tidaknya distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi
jantung.
o Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan
leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan,
mimisan splenomegali.
o Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan
keluhan sakit pinggang.
o Sistem muskuloskeletal : Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan
dalam pergerakkan, sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau
tidak.
o Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran kelenjar getah bening.
4. Pemeriksaan Penunjang
o Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan
leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
o Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi
pasca pembedahan.

Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

1. Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada abdomen kuadran kanan


bawah post operasi appenditomi.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder
terhadap nyeri.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
appendiktomi.
4. Resiko kekurangan volume cairan sehubungan dengan pembatasan
pemasukan cairan secara oral.

Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1. :
Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada daerah mesial abdomen
post operasi appendiktomi

Tujuan
Nyeri berkurang / hilang dengan

Kriteria Hasil :
Tampak rilek dan dapat tidur dengan tepat.

Intervensi

 Kaji skala nyeri lokasi, karakteristik dan laporkan perubahan nyeri


dengan tepat.
 Pertahankan istirahat dengan posisi semi powler.
 Dorong ambulasi dini.
 Berikan aktivitas hiburan.
 Kolborasi tim dokter dalam pemberian analgetika.

Rasional

1. Berguna dalam pengawasan dan keefesien obat, kemajuan


penyembuhan,perubahan dan karakteristik nyeri.
2. Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi
terlentang.
3. Meningkatkan kormolisasi fungsi organ.
4. meningkatkan relaksasi.
5. Menghilangkan nyeri.

Diagnosa Keperawatan 2. :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder
terhadap nyeri

Tujuan
Toleransi aktivitas

Kriteria Hasil :

 Klien dapat bergerak tanpa pembatasan


 Tidak berhati-hati dalam bergerak.

Intervensi

 catat respon emosi terhadap mobilitas.


 Berikan aktivitas sesuai dengan keadaan klien.
 Berikan klien untuk latihan gerakan gerak pasif dan aktif.
 Bantu klien dalam melakukan aktivitas yang memberatkan.

Rasional

1. Immobilisasi yang dipaksakan akan memperbesar kegelisahan.


2. Meningkatkan kormolitas organ sesuiai dengan yang diharapkan.
3. Memperbaiki mekanika tubuh.
4. Menghindari hal yang dapat memperparah keadaan.

Diagnosa Keperawatan 3. :
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
appendiktomi

Tujuan
Infeksi tidak terjadi

Kriteria Hasil :
Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan peradangan

Intervensi

 Ukur tanda-tanda vital


 Observasi tanda-tanda infeksi
 Lakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik septik dan
aseptik
 Observasi luka insisi

Rasional

1. Untuk mendeteksi secara dini gejala awal terjadinya infeksi


2. Deteksi dini terhadap infeksi akan mudah
3. Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan penyebaran bakteri.
4. Memberikan deteksi dini terhadap infeksi dan perkembangan luka.

Diagnosa Keperawatan 4. :
Resiko kekurangan volume cairan berhubungna dengan pembatasan
pemasukan cairan secara oral

Tujuan
Kekurangan volume cairan tidak terjadi

Intervensi

 Ukur dan catat intake dan output cairan tubuh


 Awasi vital sign: Evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit dan
membran mukosa
 Kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian cairan intra vena

Rasional

1. Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi


pengeluaran cairan atau kebutuhan pengganti.
2. Indikator hidrasi volume cairan sirkulasi dan kebutuhan intervensi
3. Mempertahankan volume sirkulasi bila pemasukan oral tidak cukup
dan meningkatkan fungsi ginjal
Daftar Pustaka

1. Barbara Engram, Askep Medikal Bedah, Volume 2, EGC, Jakarta.


2. Carpenito, Linda Jual, Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, 2000,
Jakarta.
3. Doenges, Marlynn, E, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III, EGC,
2000, Jakarta.
4. Elizabeth, J, Corwin, Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.
5. Ester, Monica, SKp, Keperawatan Medikal Bedah (Pendekatan
Gastrointestinal), EGC, Jakarta.
6. Peter, M, Nowschhenson, Segi Praktis Ilmu Bedah untuk Pemula.
Bina Aksara Jakarta

Anda mungkin juga menyukai