Anda di halaman 1dari 15

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI:


HALUSINASI

Disusun Oleh

1. AYU SETIOWATI
2. MARIA AGUSTINA
3. MARIETA GORETI T J
4. MEGA ADELINA
5. NENNY OCTARIA A
6. VIRGO SEPTICARDO HUTAPEA
7. WINDI KRISTINE
8. WITA WIDYANTI

PROGRAM STUDI KEPEAWATAN S1 NON REGULER


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
MUHAMMADIYAH PONTIANAK
2018
A. TOPIK
Gangguan sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran
Sesi I : Mengenal Halusinasi dan melatih cara mengontrol Halusinasi dengan cara
Menghardik
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Klien mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang di akibatkan
oleh paparan stimulus kepadanya.
2. Tujuan Khusus
a. Klien dapat mengenal halusinasi.
b. Klien mengenal waktu terjadinya halusinasi.
c. Klien mengenal situasi terjadinya halusinasi.
d. Klien mengenal perasaanya pada saat terjadinya halusinasi.
e. Klien dapat memahami cara mengahardik halusinasi.
f. Klien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi.
C. LANDASAN TEORITIS
1. Definisi
Halusinasi adalah penginderaan tanpa rangsangan eksternal yang berhubungan
dengan salah satu jenis indera tertentu yang khas (Kaplan dan Saddock, 1997).
Halusinasi adalah gerakan penyerapan (persepsi) panca indera tanpa ada
rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem panca indera terjadi pada
saat kesadaran individu penuh/baik (Depkes, 2000).
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada
dalam rentang neuro biologi (Stuart dan Laraia, 2005).
Jadi, halusinasi adalah gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada
rangsangan dari luar.
2. Klasifikasi
a. Halusinasi Non Patologis
Menurut NAMI ( National Alliance For Mentally III ) halusinasi dapat terjadi
pada seseorang yang bukanpenderita gangguan jiwa. Pada umumnya terjadi
pada klien yang mengalami stress yang berlebihan atau kelelahan bisa juga
kerena pengaruh obat-obatan (Halusinasinogenik).
Halusinasi ini antara lain :
1) Halusinasi Hipnogonik : Persepsi sensori yang palsu yang terjadi sesaat
sebelum seseorang jatuh tertidur.
2) Halusinasi Hipnopomik : Persepsi sensori yang palsu yang terjadi pada saat
seseorang terbangun tidur.
b. Halusinasi Patologis
Halusinasi ada 7 macam yaitu:
1) Halusinasi Pendengar (Auditory)
Klien mendengar suara dan bunyi tidak berhubung dengan stimulasi nyata
dan orang lain tidak mendengarnya. Karakteristik ditandai dengan
mendengar suara, teruatama suara – suara orang, biasanya klien mendengar
suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2) Halusinasi Penglihat (Visual)
Klien melihat gambar yang jelas atau samar tanpa stimulus yang nyata dan
orang lain tidak terlihat. karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan
dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan
atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan
atau menakutkan.
3) Halusinasi Pencium (Olfactory)
Klien mencium bau yang muncul dari sumber tentang tanda stimulus yang
nyata dan orang lain tidak mencium. karakteristik ditandai dengan adanya
bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses.
Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke,
tumor, kejang dan dementia.
4) Halusinasi Pengecapan (Gusfactory)
Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata. Bia merasakan makanan
yang tidak enak. karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang
busuk, amis dan menjijikkan.
5) Halusinasi Perabaan (Taktil)
Klien merasakan sesuatu pada kulit tanpa stimulus yang nyata. karakteristik
ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang
terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.
6) Halusinasi Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan
makan atau pembentukan urine
7) Halusinasi Kinisthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
3. Tahapan Halusinasi
Tahap Karakteristik Perilaku Klien
Tahap I 1) Mengalami ansietas, 1) Tersenyum, tertawa
1) Memberi rasa kesepian, rasa bersalah sendiri.
nyaman. dan ketakutan. 2) Menggerakkan bibir
2) Tingkat ansietas 2) Mencoba berfokus tanpa suara.
sedang. pada pikiran yang 3) Pergerakkan mata
3) Secara umum, dapat menghilangkan yang cepat.
halusinasi merupakan ansietas. 4) Respon verbal yang
suatu kesenangan. 3) Fikiran dan lambat.
pengalaman sensori 5) Diam dan
masih ada dalam berkonsentrasi.
kontol kesadaran,
nonpsikotik
Tahap II 1) Pengalaman sensori 1) Terjadi peningkatan
1) Menyalahkan. menakutkan. denyut jantung,
2) Tingkat kecemasan 2) Merasa dilecehkan pernafasan dan
berat secara umum oleh pengalaman tekanan darah.
halusinasi sensori tersebut. 2) Perhatian dengan
menyebabkan 3) Mulai merasa lingkungan
perasaan antipati. kehilangan kontrol. berkurang.
4) Menarik diri dari 3) Konsentrasi
orang lain non terhadap
psikotik. pengalaman sensori
kerja.
4) Kehilangan
kemampuan
membedakan
halusinasi dengan
realitas.

Tahap III 1) Klien menyerah dan 1) Perintah halusinasi


1) Mengontrol. menerima ditaati.
2) Tingkat kecemasan pengalaman sensori 2) Sulit berhubungan
berat. (halusinasi). dengan orang lain.
3) Pengalaman 2) Isi halusinasi 3) Perhatian terhadap
halusinasi tidak dapat menjadi atraktif. lingkungan
ditolak lagi. 3) Kesepian bila berkurang hanya
pengalaman sensori beberapa detik.
berakhir psikotik. 4) Tidak mampu
mengikuti perintah
dari perawat, tremor
dan berkeringat.
Tahap IV Pengalaman sensori 1) Perilaku panik.
1) Klien sudah dikuasai mungkin menakutkan 2) Resiko tinggi
oleh Halusinasi. jika individu tidak mencederai.
2) Klien panik. mengikuti perintah 3) Agitasi atau
halusinasi, bisa kataton.
berlangsung dalam Tidak mampu berespon
beberapa jam atau hari terhadap lingkungan.
apabila tidak ada
intervensi terapeutik.

4. Rentang Respon

RESPON ADAPTIF RESPON MALADAPTIF

-Pikiran logis -Distorsi pikiran -Gangguan


pikir/delusi

-Persepsi akurat -Ilusi -Sulit merespon


emosi

-Emosi konsisten -Reaksi emosi >/< -Perilaku


disorganisasi

dengan pengalaman -Perilaku aneh/ -Isolasi sosial

-Perilaku sesuai tidak biasa

-Berhubungan social

5. Faktor Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
1) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa
dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping
dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
6. Manifestasi Klinis
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah
sebagai berikut:
a. Bicara sendiri.
b. Senyum sendiri.
c. Ketawa sendiri.
d. Menggerakkan bibir tanpa suara.
e. Pergerakan mata yang cepat.
f. Respon verbal yang lambat.
g. Menarik diri dari orang lain.
h. Berusaha untuk menghindari orang lain.
i. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
j. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
k. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
l. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
m. Sulit berhubungan dengan orang lain.
n. Ekspresi muka tegang.
o. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
p. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
q. Tampak tremor dan berkeringat.
r. Perilaku panik.
s. Agitasi dan kataton.
t. Curiga dan bermusuhan.
u. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
v. Ketakutan.
w. Tidak dapat mengurus diri.
x. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
7. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan tiap upoaya yang diarahkan pada pengendalian
stress , termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung dan mekanisme
pertahanan lain yang diupayakan untuk melindungi diri.
8. Sumber Koping
Sumber koping merupan suatu evaluasi terhadap pemilihan koping dan strategi
seseorang individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan menggunakan
sumber koping yang ada dilingkungan. Sumber koping tersebut dijadikan sebagai
modal untuk menyelesaikan masalah. Dukungan sosial dan keyakinan Budaya
dapat membantu seseorang mengintegrasi pengalaman yang menimbulkan stress
dan mengadopsi strategi koping yang efektif.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dna ketakutan klien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara individual
dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien disentuh atau
dipegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap
perawat masuk ke kamar atau mendekati klien, bicaralah dengan klien. Begitu
juga bila akan meninggalkannya hendaknya klien diberitahu. Klien diberitahu
tindakan yang akan dilakukan. Di ruangan itu hendaknya disediakan sarana
yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan
dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah
dan permainan.
b. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi
instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan betul ditelannya,
serta reaksi obat yang diberikan.
c. Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah klien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat
melalui keterangan keluarga klien atau orang lain yang dekat dengan klien.
d. Memberi aktivitas pada klien
Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu
mengarahkan klien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang
lain. Klien diajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang
sesuai.
e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data klien agar
ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan,
misalnya dari percakapan dengan klien diketahui bila sedang sendirian ia
sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di
dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar
klien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas
yang ada. Percakapan ini hendaknya diberitahukan pada keluarga klien dan
petugas lain agar tidak membiarkan klien sendirian dan saran yang diberikan
tidak bertentangan.
f. Farmako
1) Anti psikotik:
 Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
 Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
 Stelazine
 Clozapine (Clozaril)
 Risperidone (Risperdal)
2) Anti parkinson:
 Trihexyphenidile
 Arthan
10. Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan


(diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal) effect

Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi core problem

Isolasi Sosial causa

D. KLIEN
1. Kriteria Klien
a. Klien dengan gangguan sensori presepsi Halusinasi: pendengaran
b. Sehat secara fisik
c. Klien yang mengalami gejala halusinasi yang sudah melewAti strategi
pelaksanaan 1
d. Klien mau mengikuti TAK
e. Klien tidak terlalu gelisah
f. Klien dalam keadaan kooperatif , dan dapat berinteraksi
2. Proses seleksi
a. Proses seleksi di lakukan dengn cara mengbservasi pasien selama 3 hari
b. Berdasarkan informasi dari perawat ruangan
c. Hasil diskusi kelompok
d. Kontrak dengan klien
3. Nama Klien
a.
b.
c.
d.
Nama klien cadangan:
a.
b.
E. PENGORGANISASIAN
1. Waktu : Jum’at, 26 Oktober 2018 Pukul 10:00 -10.45WIB
2. Tempat : Ruangan Enggang
3. Tim Terapis :
a. Leader : Nenny Octaria A
Tugas :
1) Mengkoordinasi seluruh kegiatan.
2) Memimpin jalannya terapi kelompok.
3) Memimpin diskusi dan memotivasi anggota untuk aktif selama kegiatan TAK.
4) Menyusun rencana TAK.
5) Mengarahkan kelompok sesuai tujuan.
b. Co. Leader : Wita Widyanti
Tugas :
1) Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan.
2) Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang.
3) Membantu memimpin jalannya kegiatan.
4) Menggantikan leader jika ada berhalangan.
c. Observer : Maria Agustina, Virgo Septicardo
1) Mengamati semua proses kegiatan yang berkaitan dengan waktu, tempat
danjalannya acara.
2) Mencatat perilaku klien selama dinamika kelompok.
3) Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua angota kelompok
dengan evaluasi kelompok.
d. Fasilitator : Ayu Setiowati, Marieta Goreti, Mega Adelina, Windi Kristine
Tugas :
1) Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok.
2) Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan.
3) Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan
kegiatan.
4) Membimbing kelompok selama permainan diskusi.
5) Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan.
6) Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah.
4. Metode Dan Media
a. Metode
1) Dinamika kelompok.
2) Peran/simulasi.
3) Diskusi dan tanya jawab.
b. Media
1) Bola.
2) Kertas karton dan spidol.
3) Sound musik.
4) Jadwal kegiatan harian klien
5) Kursi.
F. PROSES PELAKSANAAN
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi semuanya”.
b. Evaluasi/Validasi
“Apakah masih ingat dengan kami semua, wah bagus… Bapak - bapak masih ingat
dengan kami. Apa kabar semuanya hari ini.? Bagaimana perasaannya hari ini ?
Sudah mandi belum?” bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang
selama ini bapak-bapak dengar atau lihat tetapi tak tampak wujudnya?
c. Kontrak
Topik : “Baiklah, sesuai dengan janji kita kemarin,kita akan belajar cara pertama
yaitu mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
Waktu : Bapak-bapak maunya kita nanti berbincang-bincang berapa lama dan jam
berapa?. Bagaiman kalau kita berbincang-bincang 15 menit, kita mulai dari jam
09.30-10.00 WIB?
Tempat : Maunya kita berbincang-bincang dimana?. Bagaimana kalau di ruangan ini
saja (ruang TAK) ?
2. Fase Kerja
“Sebelum kita mulai bermain, kami akan menjelaskankan cara bermainnya terlebih
dahulu. Cara bermainnya seperti ini, pada saat musik di bunyikan, bola mulai diedarkan
searah jarum jam, bapak berikan kepada orang yang ada disamping bapak, dimana
musik berhenti maka yang mendapatkan bola harus maju untuk menyebutkan cara
mengontrol halusinasi yaitu dengan menghardik, caranya sebagai berikut: saat suara
atau bayangan itu muncul, langsung bapak bilang, saya tidak mau engar atau saya tidak
mau lihat, kamu palsu.. kamu palsu. Begitu diulangi sampai suara atau bayangan itu tak
terlihat lagi. Sebelumnya kakak-kakak disini akan mencontohkannya dulu, tolong
diperhatikan ya Bapak-bapak. (Perawat mulai memperagakannya).
Baiklah, apakah sudah mengerti dengan apa yang kami peragakan tadi? Baiklah, kita
akan mulai permainannya ya.”
(Musik dihidupkan dan berhenti, pasien dipersilahkan kedepan) “ Baiklah bapak, bisa
bapak sebutkan bagaimana cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik? Nah
begitu,... bagus! Coba lagi! Ya bagus bapak! Sudah bisa. Mari kita bersama-sama
bilang “ bapak memang hebat.”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
1) Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan Bapak- bapak setelah kita berbincang-bincang dan
berlatih cara menghardik selama 15 menit tadi?”.
2) Evaluasi Objektif
“Apakah bapak sudah mengerti atau paham atau masih ingat apa yang sudah
kita ajarkan tadi? Coba praktekkan lagi! “Wahh…. Bagus sekali ternyata bapak
sudah mengerti tentang cara menghardik suara-suara itu.
b. Rencana Tindak Lanjut
“Nah, kami berharap bapak-bapak sekalian dapat melakukan cara menghardik yang
telah diajarkan tadi. Bapak-bapak lakukan tanpa didampingi oleh perawat dan
jangan lupa memasukan kegiatan kita kedalam jadwal harian ya. karena ini berguna
untuk melawan suara-suara yang bapak-bapak dengar”
c. Kontrak Yang Akan Datang
Topik : “Baiklah bapak-bapak sekalian, besok kita akan bercakap-cakap lagi dan
melakukan latihan yang kedua.
Waktu : Besok kita maunya berapa lama dan jam berapa? bagaimana kalau kita
melakukannya 20 menit, kita mulai jam 09.40-10.00, setuju bapak-bapak?,
Tempat : maunya kita berbincang-berbincang dimana?, apakah mau disini lagi?,
baiklah bapak ibu sekarang sudah jam siang, bapak-bapak bisa makan siang dan
istirahat, selamat siang bapak, sampai ketemu besok ya.”
G. SETING TEMPAT

Keterangan :
: Leader
: Co Leader
: Observer
: Fasilitator
: Pasien

Format Penilaian

No Nama Jenis Isi Waktu Frekuensi Respon Cara Nilai


Pasien Menghardik
1
2
3
4

Kriteria Nilai :

100 : Dapat menjawab semua pertanyaan.

50 : Tidak dapat menjawab pertanyaan.

Kriteria Evalusi
a. Evalusi input
1) Tim berjumlah 10 orang yang terdiri atas 1 orang Leader, 1 orang Co-Leader, 1
orang Observer dan 7 orang Fasilitator.
2) Lingkungan memiliki syarat luas dan sirkulasi yang baik.
3) Peralatan CD Sound system berfungsi dengan baik.
4) Tidak ada kesulitan dalam memilih peserta yang sesuai dengan kriteria dan
karakteristik untuk melakukan TAK.
b. Evaluasi proses
1) Leader menjelaskan aturan main dengan jelas.
2) Fasilitator menempatkan diri di sisi kanan klien.
3) Observer menempatkan diri di tempat yang memungkinkan untuk dapat
mengawasi jalannya permainan.
4) Klien sesuai kriteria yang mengikuti permainan dapat mengikuti kegiatan dengan
aktif dari awal sampai selesai.
a. Evaluasi output
Setelah mengadakan TAK sesi 1 dan 2 Gangguan sensori persepsi : halusinasi dengan
4 orang klien yang diamati, hasil yang diharapkan adalah sebagai berikut :
1) Semua klien dalam kriteria yang mengikuti permainan dapat mengikuti kegiatan
dengan aktif dari awal sampai selesai.
2) Semua klien dalam kriteria dapat meningkatkan kemampuan akan kegiatan
kelompok (mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai).
3) Semua klien dalam kriteria mampu melakukan sesi 1 dan sesi 2 gangguan sensori
persepsi : halusinasi.

Anda mungkin juga menyukai