Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seringkali kita sebagai orang Islam tidak mengetahui kewajiban kita sebagai
makhluk yang paling sempurna yaitu salat, atau terkadang tau tentang kewajiban
tetapi tidak mengerti terhadap apa yang dilakukan. Dalam istilah lain salat adalah
suatu macam atau bentuk ibadah yang diwujudkan dengan melakukan perbuatan-
perbuatan tertentu disertai ucapan-ucapan tertentu dengan syarat-syarat tertentu
pula. Istilah salat ini tidak jauh berbeda dari arti yang digunakan oleh bahasa di
atas, karena didalamnya mengandung doa-doa, baik yang berupa permohonan,
rahmat, ampunan dan lain sebagainya.
Salah satu kajian fiqih yang paling sering dipraktekkan di tengah-tengah
masyarakat adalah kajian masalah salat jenazah, kita memandang dari aspek teori
salat jenazah merupakan salah satu masalah ibadah yang amat gampang jika
dibayangkan bahkan kita menyepelekan masalah tersebut. Namun jika kita melihat
dari aspek praktek masih banyak kesalahan-kesalahan yang dilakukan dimasyarakat
dalam masalah pengurusan jenazah. Untuk itu dalam makalah ini mengangkat sebuah
tema yang berkaitan dengan menyolatkan jenazah dengan tujuan sebagai pandangan
bagaimana seharusnya menyolatkan jenazah dengan baik dan benar. Kemudian dalam
makalah ini juga membahas bagaimana pengertian salat jenazah itu sendiri, syarat
dan rukunnya termasuk kaifiat dalam salat jenazah

B. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan apakah yang dimaksud dengan salat jenazah
2. Menjelaskan apa saja yang menjadi syarat salat jenazah
3. Menjelaskan apa saja yang menjadi rukun salat jenazah
4. Mengetahui kaifiat salat jenazah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Salat Jenazah dan Hukumnya
Salat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah salat yang dilakukan umat
muslim jika ada muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan salat
jenazah ini adalah fardhu kifayah. Artinya apabila sebagian kaum muslimin telah
melaksanakan pengurusan jenazah orang muslim yang meninggal dunia maka tidak
ada lagi kewajiban kaum muslim yang lainnya untuk melaksanakan pengurusan
jenazah tersebut (Musthafa, 2003 hal: 94).
B. Dasar Hukum Salat Jenazah
Jenazah seorang muslim yang sudah dimandikan dan dikafani dengan baik,
maka terus disalatkan. Para Imam ahli fiqih telah sepakat bahwa menyalati jenazah
itu hukumnya fardu kifayah. Kewajiban menyalati jenazah berdasarkan hadis Nabi
SAW :
:‫سلَّ ْم قَا َل‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫ي‬ َّ ِ‫ع َم َررضي هللا عنه ا َ َّن النَّب‬ ُ ‫َع ِن اب ِْن‬
‫(رواه‬.ُ‫صلُّ ْو َاو َرا َء َم ْن قَا َل ََل ِالهَ اِ ََّلهللا‬
َ ‫صلُّ ْوا َعلَى َم ْن قَا َل ََلاِلهَ اِ ََّلهللاُ َو‬
َ
)‫الطبران‬
Artinya:
“Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Nabi SAW. Bersabda, “Salatkanlah olehmu orang-orang
yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah dan salatlah kamu di belakang orang yang
mengucapkan kalimat Lailaha illallah.” (HR. At Tabrani)

Juga hadis Nabi SAW :


‫سلَّ ْم َكانَ يُؤْ تى‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫ي‬ َّ ‫ ا َ َّن لنَّ ِب‬:‫ت رضي هللا عنه َقا َل‬ َ ‫ب ُه َري َْر‬ ِ َ‫ع ْن ا‬
َ
َ ‫ضالً؟ فَا ِْن ُحد‬
‫ِث اَنَّهُ تَ َر َك‬ ْ َ‫الدي ُْن فَيَ ْسا َ ُل ه َْل تَ َر َك ِل ِد ْينِ ِه ف‬ِ ‫علَ ْي ِه‬ َ ‫لر ُج ِل ْال ُمتَ َوفَّى‬
َّ ‫ب ِا‬
)‫احبُ ُك ْم (رواه البخاري ومسلم‬ ِ ‫ص‬ َ ‫علَى‬ َ َ‫صلَّى َوا ََِّلقَا َل ِل ْل ُم ْس ِل ِميْن‬
َ ‫صلُّ ْوا‬ َ ‫َوفَا ًء‬
Artinya :
“Dari Abu Hurairah r.a. katanya, “Bahwa seorang laki-laki yang meninggal dalam
keadaan berhutang dan hal itu disampaikan kepada Nabi SAW. Maka Nabi
menanyakan apakah ia meninggalkan kelebihan harta untuk membayar hutangnya.
Jika dikatakan orang bahwa ia meninggalkan harta untuk membayarnya, maka beliau
akan menyalati jenazah itu. Jika tidak beliau akan memesankan kepada kaum
muslimin, “Salatkanlah teman sejawatmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika jenazah itu tidak utuh, misalnya tinggal sebagian anggota tubuhnya saja
yang dapat ditemukan, maka anggota tubuh yang ada itulah yang harus dimandikan,
dikafani, dan disalatkan. Hal ini pernah dilakukan sahabat Nabi SAW. yang
menyalatkan tangan Abdurrahman yang dijatuhkan oleh seekor burung. Mereka
mengenal tangan Abdurrahman dengan melihat cincinnya.
Apabila jenazah itu berupa bayi yang gugur dalam kandungan tetapi tampak
tanda-tanda hidup sebelum gugur, hukum memandikannya sama seperti jenazah
biasa. Tetapi jika tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan hidup, maka tidak perlu
disalatkan. Jadi, yang wajib disalatkan adalah jenazah muslim, yaitu manusia yang
hidup, memiliki roh sekalipun masih dalam kandungan.
Adapun jenazah yang bukan muslim tidak boleh disalatkan hanya boleh
dimandikan, dikafani kemudian dikuburkan, karena Rasulullah SAW. Pernah
menyuruh Ali bin Abi Talib memandikan ayahnya dan mengkafaninya saja tanpa
menyalatkan.
Firman Allah SWT. juga menegaskan sebagai berikut :

َ ‫ًاو ََلتَ ُك ْم‬


)84:‫(التوبة‬...‫ع َل قَب ِْر ِه‬ َ ‫ع َل اَ َحد ٍِم ْن ُح ْم َم‬
َ ‫ات اَ َبد‬ َ ُ‫َو ََلي‬
َ ‫ص ِل‬
Artinya :
“Dan janganlah engkau sekali-kali menyalatkan jenazah seseorang diantara mereka
yang mati (dalam keadaan kufur kepada Allah dan Rasul Nya) dan jangan engkau
berdiri dikuburnya...” (QS. At Taubah : 84)
Khusus bagi jenazah yang mati syahid karena gugur dalam peperangan
melawan orang kafir untuk meninggikan agama Allah SWT. maka ia tidak dimandikan
dan tidak pula disalatkan, hanyalah dikafani dengan pakaiannya yang berlumuran
darahnya, kemudian dimakamkan. Imam Syafi’i berkata dalam kitabnya al Um bahwa
telah diterima berita seolah-olah ia disaksikan secara mutawatir bahwa Nabi SAW.
tidak menyalatkan korban-korban perang uhud.
Dalam salat jenazah disunatkan membentuk tiga shaf yang masing-masing
terdiri dari dua orang minimal dan dalam shaf lurus. Imam ahmad berkata, “jika
jumlah pengikutnya sedikit, lebih baik mereka dibagi tiga shaf.“ Selanjutnya ia
berkata, “jika mereka hanya terdiri dari empat orang, maka dijadikan dua shaf yang
masing-masing shaf terdiri dari dua orang, kalau dibentuk tiga shaf hukumnya
makruh, karena ada shaf yang hanya terdiri dari satu orang.” Disunatkan pula dalam
salat jenazah dengan pengikut yang banyak jumlahnya.
C. Syarat Salat Jenazah
Salat jenazah mempunyai beberapa syarat yang bila salah satu di antaranya
tidak dipenuhi, maka salatnya tidak sah menurut syara’. Syarat-syarat tersebut
adalah sebagai berikut. Salat jenazah termasuk dalam ibadah salat, maka syarat-
syaratnya pun sama dengan yang telah diwajibkan pada salat-salat fardu lainnya,
seperti :
1. Beragama Islam
2. Sudah baligh dan berakal
3. Suci dari hadis atau najis
4. Suci seluruh anggota badan, pakaian dan tempat
5. Menutup aurat, laki-laki auratnya antara pusat sampai lutut, sedang wanita
auratnya sampai seluruh anggota badan, kecuali muka dan telapak tangan
6. Menghadap kiblat (Samsuri, 1998: 29).
Perbedaanya dengan salat fardu yang lain adalah mengenai waktu, karena salat
jenazah ini ia dapat dilakukan pada waktu kapan saja ketika ada jenazah. Bahkan
menurut golongan Hanafi dan Syafi’i salat ini boleh dilaksanakan pada waktu-waktu
terlarang. Akan tetapi Ahmad dan Ibnu Mubarak, dan Ishak memandang makruh
melakukan salat jenazah pada waktu terbitnya matahari, waktu istiwa dan saat
terbenamnya, kecuali jika dikhawatirkan jenazah akan membusuk.

D. Rukun Salat Jenazah


1. Niat melaksanakan salat jenazah

ِ‫ض ْال ِكفَايَ ِة َمأ ْ ُم ْو ًم ِالِل‬ ٍ ‫على ه َذااْل َم ِيتِ(ه ِذ ِه اْل َم ِيتَتِ)اَ ْربَ َع تَ ْك ِبي َْرا‬
َ ‫ت فَ ْر‬ َ ُ‫ا‬
َ ‫صل ِى‬
‫تَ َعالَى‬
Artinya :
“Saya niat salat atas mayat ini empat takbir fardlu kifayah, karena Allah. Allahhu
Akbar.”
2. Berdiri bagi yang mampu. Ini merupakan pendapat jumhur ulama, maka tidak
sah menyalatkan jenazah sambil duduk atau berkendaraan kalau tidak ada uzur.
Dalam kitab al Mugni dikatakan, “Tidak boleh menyalatkan jenazah ketika sedang
berkendaraan, karena itu menghalangi sikap berdiri yang diwajibkan”. Imam Syafi’i
juga berpendapat demikian, termasuk Abu Hanifah dan Abu Saur tanpa ada
menentangnya. Disunatkan menggenggam tangan kiri dengan tangan kanan pada saat
berdiri sebagaimana yang dilakukan salat fardu biasa.
3. Membaca takbir empat kali, seperti yang tersebut dalam hadis Nabi SAW.

َ ‫صلَّى‬
‫علَى انَّ َجا ِشي ِ فَ َكب ََّراَ ْربَعًا‬ َ ‫سلَّ َم‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫ع ْن َجا ِب ْر اَ َّن انَ ِب‬
َ ‫ي‬ َ
)‫(رواه البخاري ومسلم‬
Artinya :
“Dari jabir r.a bahwa Nabi SAW. menyalatkan Najasi (raja Habsyi), maka beliau
membaca takbir empat kali.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Turmudzi berkata bahwa hal itu telah diamalkan oleh kebanyakan ulama dari
para sahabat Nabi SAW. dan lainnya. Mereka berpendapat bahwa takbir dalam salat
jenazah itu sebanyak empat kali. Demikian juga pendapat Syafi’i, Sufyan, Ahmad,
Ibnul Mubarak, dan Ishak.
4. Membaca surat al Fatihah, dilanjutkan denngan takbir yang kedua.
5. Membaca salawat atas Nabi Muhammad SAW. dilanjutkan dengan takbir
ketiga. Membaca surat al Fatihah dan salawat Nabi dalam jenazah, sebaiknya
dengan cara sirri (bisik-bisik). Jumhur ulama berpendapat bahwa, baik membaca al
Fatihah atau membaca salawat Nabi, berdoa serta memberi salam disunatkan
secara sirri kecuali bagi imam, maka baginya sunat jahar pada takbir dan taslim
untuk pemberitahuan kepada makmum. Membaca salawat sekurang-kurangnya
dengan mengucapkan Allahumma shalli ‘ala Muhammad itu sudah cukup. Sedangkan
yang lebih utama adalah mengikuti apa yang diajarkan oleh nabi sebagai berikut :
‫علَى اَ ِل‬ َ ‫علَى اِب َْرا ِهي َْم َو‬
َ ‫ْت‬َ ‫صلَي‬ َ ‫علَى ا َ ِل ُم َح َّم ٍد َك َما‬ َ ‫علَى ُم َح َّمد ٍَو‬ َ ‫ص ِل‬ َ ‫اَلل ُه َّم‬
‫علَى اَ ِل‬
َ ‫علَى اِب َْرا ِهي َْم َو‬ َ ‫ت‬ َ ‫ار ْك‬
َ َ‫علَى اَ ِل ُم َح َّم ٍد َك َماب‬ َ ‫علَى ُم َح َّمد ٍَو‬ َ ‫ار ْك‬ ِ َ‫اِب َْرا ِهي َْم َوب‬
‫اِب َْرا ِهي َْم فِى ْالعَالَ ِميْنَ اِنَّ َّك َح ِم ْي ُد َّم ِجيْد‬
Artinya :
“Ya Allah limpahkanlah karunia atas Nabi Muhammad serta keluarga Muhammad
sebagaimana telah Engkau limpahkan atas Nabi Ibrahim dan berilah berkah kepadA
Muhammad serta keluarga Muhammad sebagaimana telah Engkau berikan kepada
Ibrahim di antara seluruh penduduk alam, sungguh engkau ya Allah Mahaterpuji lagi
Mahamulia.”

6. Mendoakan jenazah, dilanjutkan dengan takbir keempat.


ُ‫ص ْوالَه‬ ِ ‫علَى ْال َم ِي‬
ُ ‫ت فَا َ ْخ ِل‬ َ ‫صلَّ ْيت ُ ْم‬
َ ‫ اِ َذا‬:‫سلَّ َم‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ ‫قَا َل َر‬
َ ُ‫س ْو ُل هللا‬
)‫عا َء (رواه ابوداودوالبيحقي وابن حبان وصححه‬ َ ‫ال ُّد‬
Artinya :
Rasulullah SAW. bersabda, “Jika kamu menyalatkan jenazah, maka berdoalah
untuknya dengan tulus ikhlas.” (HR. Abu Dawud dan Baihaqi, juga Ibnu Hibban yang
menyatakan sahihnya)
Doa dianggap sah walaupun hanya secara singkat. Akan tetapi yang lebih utama
adalah membaca doa berikut :
ُ‫ع ْنهُ َواَ ْك ِر ْم نُ ُزلَهُ َو َو ِس ْع َم ْد َخلَهُ َواَ ْغ ِس ْله‬َ ‫ْف‬ ُ ‫عافِ ِه َواع‬ َ ‫ار َح ْمهُ َو‬ ْ ‫اَلل ُه َّم ا ْغ ِف ْرلَهُ َو‬
ُ‫ض ِمنَ ال َّدن َِس َواَ ْبد ِْله‬ َ ‫ِب َماءٍ َوثَ ْلجٍ َو َب َرد ٍَون َِق ِه ِمنَ ْال َخ‬
ْ ُ‫طا َيا َك َمايُن ََّق الث َّ ْوب‬
ُ ‫ااَلَ ْب َي‬
‫ارا َخي ًْر ِام ْن َد ِار ِه َوا َ ْه ًال َخي ًْر ِام ْن اَ ْه ِل ِه َوزَ ْو ًجا َخي ًْر ِام ْن زَ ْو ِج ِه َوقِ ِه‬ ً ‫َد‬
)‫ار (رواه مسلم‬ َ ‫فِتْنَةَ ْالقَب ِْر َو‬
ِ َّ‫ع َذابَاالن‬
Artinya :
“Ya Allah ampunilah dia, kasihanilah dia, mafkanlah dia, muliakanlah dia, lapangkanlah
tempatnya dan bersihkanlah dia dengan air, air salju, dan air embun. Sucikanlah dia
dari dosa sebagaimana kain yang putih bila disucikan dari noda. Dan gantilah
rumahnya dengan tempat kediaman yang lebih baik, begitu pun keluarga serta
istrinya dengan yang lebih berbakti, serta lindungilah dia dari bencana kubur dan
siksa neraka.” (HR. Muslim)
7. Membaca doa setelah takbir keempat
Disunatkan membaca doa setelah takbir keempat, seperti yang dijelaskan dalam
hadis nabi SAW. riwayat Ahmad dari Abdullah bin Abi Aufa :
‫الرابِ َع ِة َق ْد َر َمابَيْنَ الت َّ ْك ِبي َْرتَي ِْن‬ َ ‫علَ ْي َهاا َ ْربَعًاث ُ َّم َق‬
َّ ‫ام بَ ْع َد‬ ْ َ‫أَنَّهُ َمات‬
َ ‫ت لَهُ اِ ْبنَة َف َكب ََّر‬
‫صنَ ُع فِى ْال َجنَازَ ةِ هَا َك َذا‬ ْ َ‫سلَّ َم ي‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫ص َّل هللا‬ َ ِ‫س ْو ُل هللا‬ ُ ‫ َكانَ َر‬:‫ع ْوث ُ َّم قَا َل‬ ُ ‫يَ ْد‬
Artinya :
“Ketika putrinya meninggal dunia, Abdulah bin Aufa menyalaatkan dengan membaca
empat kali takbir, kemudian setelah takbir keempat ia masih berdiri selama kira-
kira antara dua takbir membaca doa. Kemudian katanya, “Rasulullah SAW. selalu
melakukan seperti ini terhadap jenazah.”
Imam Syafi’i berkata, “Setelah takbir keempat, hendaklah membaca doa sebagai
berikut :
َ‫اح ِميْن‬ َّ ‫اَلل ُه َّم ََلتَ ْح ِر ْمنَااَ ْج َرهُ َو ََل تَ ْفتِنَّابَ ْع َدهُ َوا ْغ ِف ْرلَن ََاولَهُ بِ َر ْح َمتِ َك يَااَ ْر َح َم‬
ِ ‫الر‬
Artinya :
“Ya Allah janganlah Engkau tidak memberikan pahala kepadanya dan janganlah
Engkau menjadikan fitnah kepada kami setelahnya, berilah ampunan kepada kami
dan kepadanya dengan rahmatMu wahai Dzat Yang memberi Rahmat.”
Sedangkan Abu Hurairah berkata, “Orang-orang dulu biasanya membaca setelah
takbir keempat itu, dan sebagai berikut :

َ ‫سنَةً َوقِنَا‬
ِ َّ‫ع َدابَالن‬
‫ار‬ َ ‫سنَةً َوفِى ْاَل ِخ َرةِ َح‬
َ ‫َربَّنَااتِنَافِى ال ُّد ْنيَا َح‬
Artinya :
“Ya Allah Tuhan kami, berilah kami di dunia kebaikan dan juga di akhirat dan
lindungilah kami dari siksa neraka.”
8. Mengucapkan Salam
Salam pada salat jenazah menurut para fuqaha termasuk fardu, kecuali Abu
Hanifah yang mengatakan bahwa salam kesebelah kanan dan kiri hukumnya wajib,
tetapi bukan termasuk rukun dengan alasan bahwa salat jenazah termasuk salah
satu macam salat dan untuk mengakhiri salat adalah dengan membaca salam. Ibnu
Mas’ud mengatakan, “Mengucapkan salam ketika salat jenazah seperti salam waktu
salat biasa, sekurang-kurangnya Assalamu’alikum, tetapi Ahmad berpendapat
membaca satu kali salam itu adalah sunah dengan menghadapkan mukanya kesebelah
kanan, boleh juga ke arah depan berdasarkan perbuatan Rasulullah dan para
sahabat. Mereka hanya memberi salam hanya satu kali, tidak ada yang membantah
pada waktu itu. Imam Syafi’i berkata bahwa hukum mengucapkan salam dua kali
adalah sunah, yaitu dimulai dengan menghadapkan muka kesebelah kanan, kemudian
salam yang kedua kesebelah kiri, sedangkan Ibnu Hazmin menganggap bahwa salam
yang kedua termasuk dzikir dan amalan yang baik (Abidin dan Suyono, 1998: 168).
E. Kaifiat Salat Jenazah
Setelah syarat-syarat dipenuhi, maka orang yang mengerjakan salat jenazah
berdiri lurus di depannya, lalu mengangkat kedua tangan sambil membaca takbiratul
ihram. Letakkan tangan kanan di atas tangan kiri kemudian membaca surat al
Fatihah diikuti dengan takbir lagi dan membaca salawat Nabi, kemudian takbir yang
ketiga diikuti membaca doa kepada jenazah, lalu takbir keempat dan berdoa lagi
kemudian salam.
1. Apabila jenazah ada di depan tempat Salat
Letakkanlah jenazah orang yang menyalatkan atau di depan imam jika berjamaah
dengan kepala jenazah sebelah utara. Jika jenazah itu laki-laki maka orang yang
salat (imam) berdiri sejajar dengan kepala. Jika perempuan maka orang yang salat
(imam) berdiri sejajar dengan tengah-tengah badan jenazah. Apabila jenazah lebih
dari satu orang, boleh disalatkan sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan
ketentuan, jenazah laki-laki diletakkan lebih dekat dengan imam dan jenazah
perempuan lebih dekat dengan arah kiblat, semuanya didepan imam dengan yang
lebih utama di dekatnya, kemudian disalatkan bersama-sama. Boleh juga
menyalatkan yang laki-laki terlebih dahulu, baru kemudian yang perempuan.
2. Apabila jenazah ada di tempat yang jauh
Seseorang boleh menyalatkan jenazah yang berada di tempat yang jauh, yang
disebut salat gaib. Cara melaksanakannya sama dengan melaksanakan salat jenazah
biasa dengan niat salat gaib dan wajib menghadap kiblat. Ibnu Hazmin berkata
bahwa jenazah gaib itu disalatkan secara berjamaah. Rasulullah SAW. telah
menyalatkan Raja Najasyi yang meninggal di Habsyi bersama sahabat yang berdiri
bersaf-saf. Ini merupakan Ijma yang tak di ingkari.
3. Apabila jenazah telah dikubur
Menyalatkan jenazah di atas kuburan hukumnya mubah walaupun ia telah disalatkan
sebelum dikubur (Abidin dan Suyono, 1998: 172).
A. Tata Cara Mengurus Jenazah
1. Hal-hal yang harus dilakukan setelah seseorang meninggal
Apabila menjumpai seseorang yang telah menghembuskan nafasnya yang
terakhir, maka diharuskan untuk melakukan hal-hal seperti berikut:
v Segera memejamkan mata sang mayat dan mendoakannya
v Menutup seluruh badan sang mayat dengan pakaian selain yang dikenakannya.
v Menyegerakan pengurusan jenazah hingga proses pemakamannya bila telah nyata
kematiannya.

2. Memandikan mayat
Apabila seorang meninggal dunia, maka wajib bagi sekelompok muslim untuk
segera memandikannya. Dalam memandikan mayat, hendaknya menjaga hal-hal
sebagai berikut:
Ø Memandikan tiga kali lebih sesuai dengan yang dibutuhkan
Ø Hendaklah memandikan dengan hitungan ganjil (3 kali, 5 kali, 7 kali, dan
seterusnya)
Ø Hendaklah air yang digunakan untuk memandikan dicampurkan dengan sabun atau
sejenisnya
Ø Pada akhir memandikannya hendaknya mencampuri airnya dengan parfum, kapur
barus, atau sejenisnya
Ø Menguraikan rambutnya
Ø Memulai memandikannya dari sebelah kanan, dan anggota badan yang dibasuh
ketika berwudhu
Ø Hendaklah yang memandikan mayat laki-laki adalah orang laki-laki, dan yang yang
memandikan mayat perempuan adalah orang-orang perempuan
Ø Cara memandikannya dengan menggunakan kain pembersih atau semisalnya. Lalu
digosok-gosokkan di bawah kain penutup, setelah pakaiannya dilepaskan. Dianjurkan
untuk memotong kukunya jenazah, mencukur bulu ketiak dan kemaluan, menyisir
rambut jenazah. Lalu menyekanya dengan handuk.

3. Mengkafani jenazah
Setelah usai memandikan jenazah, maka diwajibkan mengkafaninya. Kafan yang
digunakan utuk membungkus jenazah hendaklah mencukupi untuk menutup seluruh
tubuhnya. Mengkafani jenazah dilakukan dengan cara: dianjurkan mengkafani
dengan 3 helai kain kafan yang berwarna putih bagi jenazah laki-laki, dan 5 helai
kain kafan untuk jenazah perempuan. Kain kafan tersebut dibubuhi wewangian
kemudian membalut jenazah dengan kain kafan tersebut.
Pada lapis yang pertama dibubuhi wewangian khusus, kemudian letakkan jenazah
diatas kafan tersebut dalam posisi terlentang. Lalu letakkan kapas yang telah
dibubuhi wewangian pada selakangan jenazah. Hendaklah menyediakan kain yang
telah dibubuhi kapas untuk menutupi aurat jenazah dengan melilitkannya (seperti
popok) kemudian hendaklah membubuhi wewangian pada lekuk wajah jenazah.
Kemudian lembaran pertama dilipat dari sebelah kanan terlebih dahulu, menyusul
lembaran kedua dan ketiga seperti halnya lembaran yang pertama. Kemudian
menambatkan tali-tali pengikatnya yang berjumlah tujuh utas tali. Lalu gulung
lebihan kain kafan pada ujung kepala dan kakinya agar tidak lepas ikatannya,
kemudian lipat kea rah kaki dan arah kepala.
Jenazah wanita dikafani dengan lima helai kain yaitu kain sarung untuk menutupi
bagian bawahnya, kerudung untuk menutupi bagian kepalanya, baju kurung (yang
terbuka sisi kanan dan kirinya) serta dua helai kain yang digunakan untuk menutupi
sekujur tubuhnya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Salat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah salat yang dilakukan umat
muslim jika ada muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan salat
jenazah ini adalah fardhu kifayah.
2. Jenazah seorang muslim yang sudah dimandikan dan dikafani dengan baik,
maka terus disalatkan. Para Imam ahli fiqih telah sepakat bahwa menyalati jenazah
itu hukumnya fardu kifayah. Kewajiban menyalati jenazah berdasarkan hadis Nabi
SAW : Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Nabi SAW. Bersabda, “Salatkanlah olehmu orang-
orang yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah dan salatlah kamu di belakang orang
yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah.”
3. Salat jenazah mempunyai beberapa syarat yang bila salah satu di antaranya
tidak dipenuhi, maka salatnya tidak sah menurut syara’. Syarat-syarat tersebut
adalah sebagai berikut. Salat jenazah termasuk dalam ibadah salat, maka syarat-
syaratnya pun sama dengan yang telah diwajibkan pada salat-salat fardu lainnya.
Syarat-syaratnya adalah: beragama Islam, sudah baligh dan berakal, suci dari hadis
atau najis suci seluruh anggota badan, pakaian dan tempat, menutup aurat, laki-laki
auratnya antara pusat sampai lutut, sedang wanita auratnya sampai seluruh anggota
badan, kecuali muka dan telapak tangan, menghadap kiblat.
4. Rukun salat jenazah yaitu: Niat, Berdiri bagi yang mampu, Membaca takbir
empat kali, membaca surat al Fatihah, membaca salawat atas nabi Muhammad SAW,
Mendoakan jenazah, membaca membaca doa setelah takbir ke empat, mengucapkan
salam.
5. Kaifiat salat jenazah: Apabila jenazah ada di depan tempat Salat,
Letakkanlah jenazah orang yang menyalatkan atau di depan imam jika berjamaah
dengan kepala jenazah sebelah utara. Jika jenazah itu laki-laki maka orang yang
salat (imam) berdiri sejajar dengan kepala. Jika perempuan maka orang yang salat
(imam) berdiri sejajar dengan tengah-tengah badan jenazah. Apabila jenazah ada di
tempat yang jauh. Seseorang boleh menyalatkan jenazah yang berada di tempat
yang jauh, yang disebut salat gaib. Apabila jenazah telah dikubur, menyalatkan
jenazah di atas kuburan hukumnya mubah walaupun ia telah disalatkan sebelum
dikubur

B. Saran-saran
1. Dengan adanya pembahasan tentang tata cara pengurusan jenazah ini
pemakalah berharap kepada kita semua agar selalu ingat akan kematian dan
mempersiapkan diri untuk menyanbut kematian itu.
2. Pemakalah juga berharap dengan adanya pembahasan ini dapat dijadikan
pembelajaran bagi guru pendidikan Islam untuk mendidik dan memberitahukan pada
siswa sejak dini bagaimana cara menyalati jenazah dengan baik.
3. Dan juga kepada seluruh umat muslim dalam memperlakukan jenazah
hendaknya benar-benar memperhatikan aturan-aturan Islam yang berlaku agar ia
diterima di sisi Allah.
TUGAS AGAMA

TENTANG SHOLAT JENAZAH


DI
S
U
S
U
N

OLEH:

SHALSABILLA JULIANI INDRA

GURU PEMBIMBING:

MANSYUR,MA

TAHUN AJARAN

2017/2018

Anda mungkin juga menyukai