Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

BATU SALURAN KEMIH


(UROLITHIASIS)

Guna memenuhi tugas praktik klinik


Keperawatan Medikal Bedah
di Ruang Binahong RSUD Pandan Arang
Kabupaten Boyolali

DI SUSUN OLEH :
Roisatul Husniyah
P27220018209

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
NOVEMBER 2018
KONSEP MEDIS
A. Definisi Batu Saluran Kemih
Definisi BSK Batu saluran kemih adalah batu yang terbetuk dari berbagai
macam proses kimia di dalam tubuh manusia dan terletak di dalam ginjal serta
saluran kemih pada manusia seperti ureter (Pharos, 2012)
Batu saluran kemih (urolithiasis) merupakan obstruksi benda padat pada
saluran kencing yang berbentuk karena faktor presifitasi endapan dan senyawa
tertentu. Batu tersebut bias berbentuk dari berbagai senyawa, misalnya kalsium
oksalat (60%), fosfat (30%), asam urat (5%) dan sistin (1%). (Prabowo. E dan
Pranata, 2014)
B. Etiologi
Menurut (Purnomo, 2011) Terbentuknya batu saluran kemih diduga karena
ada hubungannya gangguan cairan urine, gangguan metabolik, infeksi saluran
kemih dehidrasi dan keadaan lain yang masih belum terungkap (idopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang yaitu :
1. Faktor intrinsik: herediter (di duga diturunkan orang tuanya) umur, (paling
sering di dapatkan pada usia 30-50 tahun) jenis kelamin, (laki-laki tiga lebih
banyak dibandingkan dengan pasien perempuan).
2. Faktor ekstrinsik: geografi, iklim dan temperature, asupan air, diet,
pekerjaan.
Mineralisasi pada semua system biologi merupakan temuan umum. Tidak
terkecuali batu saluran kemih, yang merupakan kumpulan kristal yang terdiri dari
bermacam-macam Kristal dan matrik organik. Proses pembentukan
membutuhkan supersaturasi urine. Supersaturasi tergantung pada PH urine,
kekuatan ion, konsentrasi zat terlarut, dan kompleksasi. Teori Kristal inhibitor
menyatakan bahwa batu terbentuk karena konsentrasi inhibitor alami yang rendah
seperti magnesium, sitrat, firofosfat, dan sejumlah kecil logam.
Komponen Kristal batu terutama terdiri dari komponen Kristal dengan ukuran
dan transparansi yang mudah di identifikasi dibawah polarisasi mikroskop.
Difraksi X-ray terutama untuk menilai geometris dan arsitektur batu. Banyak tahap
yang terkait dalam pembentukan batu. Meliputi nukleasi, perkembangan dan
agregasi, nukleasi memulai proses dan di induksi oleh beberapa subtansi
sepertimatrik protein, Kristal, zatasing dan partikel-partikel lainnya. Komponen
matrik Sejumlah komponen matrik non Kristal dari batu saluran kemih memiliki
tipe yang berfariasi. Umumnya antara 2% hingga 10% beratnya terdiri dari
protein, dengan sejumlah kecil heksosa dan heksamin. (Stoller, 2010)
C. Patofisiologi
Menurut (Dinda, 2011) Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran
kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran
urine (stasis urine), yaitu sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan
bawaan pada pelvikalises, divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada
hyperplasia prostat berigna, striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan
keadaan-keadaan yang memudahkan terjadi pembentukan batu. Batu terdiri atas
kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organic yang terlarut di dalam
urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap larut)
kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga
menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat
Kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu
agregat Kristal menempel pada epitel saluran kemih, dan dari sini bahan-bahan
lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar
untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi ini di pengaruhi oleh suhu, pH larutan,
adanya koloid di dalam urine, kosentrasi solute di dalam urine, laju aliran di dalam
saluran kemih, atau adanya koloid di dalam urine, kosentrasi solute di dalam
saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang
bertindak sebagai inti batu.
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang
berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium
oksalat dan kalsium fosfat, sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu
magnesium ammonium fosfat, batu xanthyn, batu sistein, dan batu jenis lainnya.
Meskipun patogenesis pembentukan batu-batu di atas hampir sama, tetapi
suasana di dalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu
tidak sama. Misalkan batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam,
sedangkan batu magnesium amonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa.
D. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala BSK antara lain:
1. Kolik renal dan non kolik renal merupakan 2 tipe nyeri yang berasal dari ginjal
kolik renal umumnya disebabkan karena batu melewati saluran kolektivus atau
saluran sempit ureter, sementara non kolik renal disebabkan oleh distensi dari
kapsula ginjal.
2. Hematuria pada penderita BSK seringkali terjadi hematuria (air kemih
berwarna seperti air teh) terutama pada obstruksi ureter.
3. Infeksi jenis BSK apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder
akibat obstruksi.
4. Demam adanya demam yang berhubungan dengan BSK merupakan kasus
darurat karena dapat menyebabkan urosepsis.
5. Mual-muntah: Obstruksi saluran kemih bagian atas seringkali menyebabkan
mual dan muntah. (Stoller, 2010)
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisa; warna mungkin kuning ,coklat gelap,berdarah,secara umum
menunjukan SDM, SDP, kristal (sistin,asam urat,kalsium oksalat), ph asam
(meningkatkan sistin dan batu asam urat) alkali ( meningkatkan magnesium,
fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), urine 24 jam :kreatinin, asam urat
kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur urine
menunjukan ISK, BUN/kreatinin serum dan urine; abnormal (tinggi pada
serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada
ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
2. Darah lengkap: Hb,Ht,abnormal bila psien dehidrasi berat atau polisitemia.
3. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH. Merangsang
reabsobsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium
urine.
4. Foto Rontgen; menunjukan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area
ginjal dan sepanjang ureter.
5. IVP: memberukan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri,
abdominal atau panggul. Menunjukan abnormalitas pada struktur anatomik
(distensi ureter).
6. Sistoureterokopi: visualiasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukan batu
atau efek obstruksi.
7. USG ginjal: untuk menentukan perubahan obstruksi,dan lokasi batu.
F. Penatalaksanaan
1. Menghilangkan obstruksi
2. Mengobati infeksi
3. Menghilangkan rasa nyeri.
4. Mencegah terjadinya gagal ginjal dan mengurangi kemungkinan terjadinya
rekurensi
G. Komplikasi Batu Saluran Kemih
Menurut (S. Wahap, 2013) batu saluran kemih selain memicu terjadinya renal
colic, ada beberapa komplikasi ada beberapa komplikasi yang di waspadai.
1. Pembendungan dan pembengkakan ginjal
2. Kerusakan dan gagal fungsi ginjal,
3. Infeksi saluran kemih
4. Timbulnya batu berulang
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pola Fungsi Kesehatan Gordon
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Klien biasanya tinggal pada lingkungan dengan temperatur panas dan
lingkungan dengan kadar mineral kalsium yang tinggi pada air. Terdapat
riwayat penggunaan alkohol, obat-obatan seperti antibiotik, antihipertensi,
natrium bikarbonat, alopurinol dan sebagainya. Aktifitas olah raga biasanya
tidak pernah dilakukan. Klien kurang mendapatkan paparan informasi
mengenai penyakitnya.
2. Nutrisi/metabolic
Terdapat juga ketidakcukupan intake cairan. Adanya gejala mual/muntah, nyeri
tekan abdomen, diet tinggi purin, kalsium oksalat, dan atau fosfat,
ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air dengan cukup.
3. Eliminasi
Pada klien urolithiasis terdapat riwayat adanya ISK kronis, adanya obstruksi
sebelumnya sehingga dapat mengalami penurunan haluaran urine, kandung
kemih terasa penuh, rasa terbakar saat berkemih, sering berkemih dan adanya
diare. Tanda : oliguria, hematuria, piuria, rasa nyeri atau terbakar saat
berkemih, dan perubahan pola berkemih.
4. Aktivitas/istirahat
Adanya riwayat keterbatasan aktifitas, pekerjaan monoton ataupun
immobilisasi sehubungan dengan kondisi sebelumnya (contoh penyakit tak
sembuh, cedera medulla spinalis)
5. Persepsi, sensori, kognitif
Nyeri bisa berupa akut atau nyeri berat, lokasi tergantung pada lokasi batu,
contoh pada panggul, abdomen, dan turun ke lipat paha / genetalia. Nyeri
dangkal konstan menunjukkan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal. Nyeri
dapat digambarkan sebagai akut, hebat, atau tidak hilang dengan posisi atau
tindakan lain. Klien tampak meringis, melindungi bagian yang nyeri, dan
perilaku distraksi.
6. Tidur/istirahat
Klien urolithiasis dapat mengalami gangguan pola tidur apabila nyeri timbul
pada malam hari atau saat istirahat.
7. Persepsi diri/konsep diri
Kadang klien dengan urolithiasis dapat mengalami gangguan citra tubuh akibat
tanda dan gejala penyakit yang muncul seperti : distensi pada perut.
8. Peran dan hubungan
Klien dengan urolithiasis biasanya mengalami gangguan peran dan hubungan
jika klien harus dirawat di rumah sakit dalam waktu yang lama. Nyeri yang
dirasakan klien juga menyebabkan klien mengalami keterbatasan dalam
menjalankan peran dan hubungannya sehari – hari dengan lingkungan
sekitarnya.
9. Seksual/reproduksi
Pada klien dengan jenis kelamin laki – laki biasanya akan mengalami
gangguan seksual jika batu saluran kemih terdapat pada uretra. Rasa nyeri
pada klien dengan urolithiasis umumnya akan mengganggu aktivitas seksual
dan reproduksi.
10. Koping/stres adaptasi
Pada klien dengan urolitiasis biasanya akan cemas dengan kondisinya, apalagi
eliminasi urine tidak teratur , nyeri, urin kadang disertai darah kadang disertai
kurangnya paparan informasi yang klien peroleh mengenai penyakitnya akan
menimbulkan kecemasan yang meningkat.
11. Nilai dan kepercayaan
Klien tidak mengalami gangguan pada pola nilai dan kepercayaannya.

B. Diagnosa Keperawatan
Preoperasi
1. Nyeri Akut b/d agen cedera biologis
2. Gangguan Eliminasi Urin b/d obstruksi anatomic
3. Risiko Infeksi
Post Operasi
1. Nyeri Akut b/d Agen cedera fisik
2. Risiko Infeksi
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Nyeri akut b/d agen NOC : NIC :
cedera fisik  Pain Level, Pain Management
 pain control,  Lakukan pengkajian nyeri
Definisi :  comfort level secara komprehensif
Sensori yang tidak Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
menyenangkan dan  Mampu karakteristik, durasi,
pengalaman emosional mengontrol nyeri frekuensi, kualitas dan
yang muncul secara aktual (tahu penyebab faktor presipitasi
atau potensial kerusakan nyeri, mampu  Observasi reaksi nonverbal
jaringan atau menggunakan dari ketidaknyamanan
menggambarkan adanya tehnik  Gunakan teknik
kerusakan (Asosiasi Studi nonfarmakologi komunikasi terapeutik
Nyeri Internasional): untuk mengurangi untuk mengetahui
serangan mendadak atau nyeri, mencari pengalaman nyeri pasien
pelan intensitasnya dari bantuan)  Kaji kultur yang
ringan sampai berat yang  Melaporkan bahwa mempengaruhi respon
dapat diantisipasi dengan nyeri berkurang nyeri
akhir yang dapat diprediksi dengan  Evaluasi pengalaman nyeri
dan dengan durasi kurang menggunakan masa lampau
dari 6 bulan. manajemen nyeri  Evaluasi bersama pasien
 Mampu mengenali dan tim kesehatan lain
Batasan karakteristik : nyeri (skala, tentang ketidakefektifan
- Laporan secara verbal intensitas, kontrol nyeri masa lampau
atau non verbal frekuensi dan  Bantu pasien dan keluarga
- Fakta dari observasi tanda nyeri) untuk mencari dan
- Posisi antalgic untuk  Menyatakan rasa menemukan dukungan
menghindari nyeri nyaman setelah  Kontrol lingkungan yang
- Gerakan melindungi nyeri berkurang dapat mempengaruhi nyeri
- Tingkah laku berhati-  Tanda vital dalam seperti suhu ruangan,
hati rentang normal pencahayaan dan
- Muka topeng kebisingan
- Gangguan tidur (mata  Kurangi faktor presipitasi
sayu, tampak capek, nyeri
sulit atau gerakan  Pilih dan lakukan
kacau, menyeringai) penanganan nyeri
- Terfokus pada diri (farmakologi, non
sendiri farmakologi dan inter
- Fokus menyempit personal)
(penurunan persepsi  Kaji tipe dan sumber nyeri
waktu, kerusakan untuk menentukan
proses berpikir, intervensi
penurunan interaksi  Ajarkan tentang teknik non
dengan orang dan farmakologi
lingkungan)  Berikan analgetik untuk
- Tingkah laku distraksi, mengurangi nyeri
contoh : jalan-jalan,  Evaluasi keefektifan
menemui orang lain kontrol nyeri
dan/atau aktivitas,  Tingkatkan istirahat
aktivitas berulang-  Kolaborasikan dengan
ulang) dokter jika ada keluhan
- Respon autonom dan tindakan nyeri tidak
(seperti diaphoresis, berhasil
perubahan tekanan  Monitor penerimaan pasien
darah, perubahan tentang manajemen nyeri
nafas, nadi dan dilatasi
pupil) Analgesic Administration
- Perubahan autonomic  Tentukan lokasi,
dalam tonus otot karakteristik, kualitas, dan
(mungkin dalam derajat nyeri sebelum
rentang dari lemah ke pemberian obat
kaku)  Cek instruksi dokter
- Tingkah laku ekspresif tentang jenis obat, dosis,
(contoh : gelisah, dan frekuensi
merintih, menangis,  Cek riwayat alergi
waspada, iritabel,  Pilih analgesik yang
nafas diperlukan atau kombinasi
panjang/berkeluh dari analgesik ketika
kesah) pemberian lebih dari satu
- Perubahan dalam  Tentukan pilihan analgesik
nafsu makan dan tergantung tipe dan
minum beratnya nyeri
 Tentukan analgesik pilihan,
Faktor yang berhubungan : rute pemberian, dan dosis
Agen injuri (biologi, kimia, optimal
fisik, psikologis)  Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
 Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

Gangguan eliminasi urin NOC : NIC :


b/d obstruksi anatomic  Urinary elimition Urinary Retention Care
 Urinary contiunence  Lakukan penilaian kemih
Definisi : Disfungsi pada yang komprehensif
eliminasi urine Kriteria Hasil : berfokus pada inkontensia
 Kandung kemih (misalnya output urin, pola
Batasan karakteristik : kosong secara berkemih, fungsi kognitif,
 Disuria penuh dan masalah kencing
 Sering berkemih  Tidak ada residu praeksisten)
 Anyang – anyangan urine >100 – 200 cc  Pantau penggunaan obat
 Inkontinensia  Intake cairan dalam dengan sifat antikolinergik
 Nokturia rentang normal atau properti alpha agonis
 Retensi  Bebas dari infeksi  Monitor efek dari obat –
 Dorongan saluran kencing obatan yang diresepkan,
 Tidak ada spasme seperti calcium channel
Faktor yang berhubungan : bladder blockers dan antikolinergik
 Obstruksi anatomic  Balance cairan  Sediakan penghapusan
 Penyebab multiple seimbang privasi
 Gangguan sensori  Gunakan kekuatan sugesti
motorik dengan menjalankan air
 Infeksi saluran kemih atau disiram toilet
 Rangsang refleks kandung
kemih dengan menerapkan
dingin untuk diperut
 Gunakan spirit wintergreen
di pispot atau urinal
 Gunakan double void teknik
 Lakukan pemasangan
folley kateter
 Anjurkan kelurga untuk
mencatat output urin setiap
8 jam
 Pantau asupan dan kelurga
 Pantau tingkat distensi
kandung kemih dengan
palpasi dan perkusi
 Lakukan spoling apabila
adanya penyumbatan pada
folley kateter
 Rujuk ke spesialis
kontinesia kemih

Resiko infeksi NOC : NIC :


 Immune Status Infection Control (Kontrol
Definisi : Peningkatan  Risk control infeksi)
resiko masuknya  Bersihkan lingkungan
organisme patogen Kriteria Hasil : setelah dipakai pasien lain
 Klien bebas dari  Pertahankan teknik isolasi
Faktor-faktor resiko : tanda dan gejala  Batasi pengunjung bila
- Prosedur Infasif infeksi perlu
- Ketidakcukupan  Menunjukkan  Instruksikan pada
pengetahuan untuk kemampuan untuk pengunjung untuk mencuci
menghindari paparan mencegah tangan saat berkunjung
patogen timbulnya infeksi dan setelah berkunjung
- Trauma  Jumlah leukosit meninggalkan pasien
- Kerusakan jaringan dalam batas  Gunakan sabun
dan peningkatan normal antimikrobia untuk cuci
paparan lingkungan  Menunjukkan tangan
- Ruptur membran perilaku hidup  Cuci tangan setiap
amnion sehat sebelum dan sesudah
- Agen farmasi tindakan kperawtan
(imunosupresan)  Gunakan baju, sarung
- Malnutrisi tangan sebagai alat
- Peningkatan paparan pelindung
lingkungan patogen
 Pertahankan lingkungan
- Imonusupresi
aseptik selama
- Ketidakadekuatan
pemasangan alat
imum buatan
 Ganti letak IV perifer dan
- Tidak adekuat
line central dan dressing
pertahanan sekunder
sesuai dengan petunjuk
(penurunan Hb,
umum
Leukopenia,
 Gunakan kateter intermiten
penekanan respon untuk menurunkan infeksi
inflamasi) kandung kencing
- Tidak adekuat  Tingktkan intake nutrisi
pertahanan tubuh  Berikan terapi antibiotik
primer (kulit tidak utuh, bila perlu
trauma jaringan,
penurunan kerja silia, Infection Protection (proteksi
cairan tubuh statis, terhadap infeksi)
perubahan sekresi pH,  Monitor tanda dan gejala
perubahan peristaltik) infeksi sistemik dan lokal
- Penyakit kronik  Monitor hitung granulosit,
WBC
 Monitor kerentanan
terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung
terhadap penyakit menular
 Partahankan teknik
aspesis pada pasien yang
beresiko
 Pertahankan teknik isolasi
k/p
 Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
 Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
 Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
 Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan cara menghindari
infeksi
 Laporkan kecurigaan
infeksi
 Laporkan kultur positif
DAFTAR PUSTAKA

Judith.M.Wilkison dan Nancy.R. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawatan (NANDA


NIC NOC) Ed 9. Jakarta: EGC

Prabowo dan Pranata, 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Purnomo, B.B. 2010. Pedoman diagnosis & terapi SMF urologi LAB ilmu bedah.
Malang: Universitas Kedokteran Brawijaya.

Sandy Wahap, Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 11 No. 2 / Oktober


2012

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Indikator Diagnostik). Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai