Anda di halaman 1dari 15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram


Karakteristik morfologi L. plantarum yang telah didapat adalah Gram positif,
berbentuk batang tunggal dan koloni berantai pendek. Karakteristik morfologi
tersebut sesuai dengan Ray dan Bhunia (2008) bahwa L. plantarum tergolong bakteri
Gram positif, berbentuk batang tunggal maupun rantai pendek. Pemeriksaan
karakteristik kultur bakteri bertujuan untuk memastikan kemurnian kultur bakteri
yang digunakan. Karakteristik morfologi yang diperoleh tersebut menunjukkan
bahwa kultur homogen dan tidak tercemar, seperti yang diperoleh dalam penelitian
sebelumnya (Hidayati, 2006; Permanasari, 2008).
Karakteristik morfologi kelima bakteri indikator yang digunakan, antara lain
P. aeruginosa ATCC 27853 dan B. cereus berbentuk batang. Buckle et al. (2007)
menyatakan bahwa bakteri P. aeruginosa dan B. cereus memiliki morfologi
berbentuk batang. Hasil karakteristik morfologi bakteri S. typhimurium ATCC 14028
dan E. coli ATCC 25922 adalah berbentuk batang soliter maupun berkoloni
sedangkan S. aureus ATCC 25923 berbentuk kokus dalam susunan tunggal maupun
berkoloni seperti buah anggur. Ray dan Bhunia (2008) menyatakan bahwa S.
typhimurium memiliki morfologi berbentuk batang lurus, E. coli berbentuk batang,
sedangkan S. aureus berbentuk kokus, tetrad dan berpasangan seperti buah anggur.
Bakteri secara umum dibedakan menjadi dua berdasarkan pewarnaan Gram,
yaitu bakteri Gram positif dan Gram negatif. Pewarnaan Gram merupakan suatu
teknik pewarnaan secara mikroskopis untuk menentukan jenis bakteri sebagai bakteri
Gram positif dan Gram negatif dan sering digunakan untuk pengujian kemurnian
suatu bakteri. Teknik ini terdiri dari empat tahap, yaitu (a) tahap awal pewarnaan
dengan kristal violet, (b) fiksasi dengan iodin, (c) dekolorisasi dengan etanol dan (d)
pewarnaan dengan safranin. Perbedaan antara bakteri Gram positif dan Gram negatif
tergantung pada komposisi dinding sel (Pelczar dan Chan, 2007).
Hasil pewarnaan Gram terhadap kultur L. plantarum, serta bakteri indikator
S. aureus ATCC 25923 dan B. cereus menunjukkan bahwa bakteri-bakteri tersebut
tergolong dalam bakteri Gram positif. Hal ini disebabkan pada proses pewarnaan
Gram, kultur L. plantarum serta bakteri indikator S. aureus ATCC 25923 dan B.
cereus menyerap warna ungu yang berasal dari kompleks antara kristal violet dengan

19
iodin dan tetap mempertahankan warna ungu tersebut meskipun telah ditambahkan
alkohol 95% dan zat warna safranin.
Bakteri P. aeruginosa ATCC 27853, S. typhimurium ATCC 14028 dan E.
coli ATCC 25922, berdasarkan hasil pewarnaan Gram menunjukkan bahwa ketiga
bakteri ini tergolong dalam bakteri Gram negatif. Hal ini disebabkan ketiga bakteri
tersebut tidak dapat mempertahankan warna ungu dari zat pewarna kristal violet saat
ditambahkan alkohol 95% serta menyerap warna merah yang berasal dari safranin.
Perbedaan antara bakteri Gram positif dan Gram negatif tergantung pada
komposisi dalam dinding sel (Pelczar dan Chan, 2007). Dinding sel bakteri Gram
positif sebagian besar terdiri dari lapisan peptidoglikan (90%). Pelczar dan Chan
(2007) menyatakan bahwa bakteri Gram positif mempertahankan warna ungu
disebabkan dinding sel mengalami dehidrasi ketika ditetesi alkohol, sehingga pori-
pori menciut, daya rembes dinding sel dan membran menurun. Keadaan ini membuat
kompleks kristal violet dengan iodin tidak dapat keluar dari sel, akibatnya zat warna
safranin tidak dapat masuk ke dalam dinding sel.
Dinding sel bakteri Gram negatif mempunyai kandungan lipida yang tinggi
dalam bentuk lipopolisakarida dan lipoprotein (Fardiaz, 1992). Lipida pada dinding
sel bakteri Gram negatif akan larut oleh alkohol sehingga pori-pori mengembang dan
menyebabkan kompleks kristal violet dengan iodin keluar dari sel, akibatnya dinding
sel bakteri menjadi tidak berwarna. Dinding sel bakteri yang tidak berwarna tersebut
akan menyerap zat warna safranin sehingga sel bakteri akan tampak berwarna merah
ketika dilihat dibawah mikroskop (Pelczar dan Chan, 2007). Hasil pewarnaan Gram
dan pengamatan morfologi dari kultur L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 serta
bakteri indikator secara mikroskopis dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7.

20
Tabel 6. Karakteristik Isolat L. plantarum
Isolat L. Pewarnaan Gambar Morfologi
Morfologi
plantarum Gram (Pembesaran 10x100)
L. plantarum Gram Batang,
1A5 Positif susunan
tunggal
maupun rantai
pendek

L. plantarum Gram Batang,


1B1 Positif susunan
tunggal
maupun rantai
pendek

L. plantarum Gram Batang,


2B2 Positif susunan
tunggal
maupun rantai
pendek

L. plantarum Gram Batang,


2C12 Positif susunan
tunggal
maupun rantai
pendek

21
Tabel 7. Karakteristik Isolat Bakteri Indikator
Isolat Bakteri Pewarnaan Gambar Morfologi
Morfologi
Indikator Gram (Pembesaran 10x100)
E. coli ATCC Gram Batang, susunan
25922 Negatif tunggal maupun
rantai pendek

P. aeruginosa Gram Batang, susunan


ATCC 27853 Negatif tunggal maupun
rantai pendek

S. typhimurium Gram Batang, susunan


ATCC 14028 Negatif tunggal maupun
rantai pendek

B. cereus Gram Batang, susunan


Positif tunggal maupun
rantai pendek

S. aureus ATCC Gram Bulat,


25923 Positif bergerombol
seperti buah
anggur

Keterangan: Kultur Koleksi Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak Tahun 2011,
Fakultas Peternakan IPB, ATCC; American Type Culture Collection

22
Aktivitas Antimikrob Supernatan Bebas Sel
Kondisi asam dalam supernatan bebas sel akan mengurangi kemampuan
bakteriosin dalam menghambat bakteri indikator pada uji antagonistik. Oleh karena
itu, supernatan bebas sel yang dihasilkan dinetralkan hingga mencapai kondisi pH
5,8-6,2. Produksi maksimum dari bakteriosin didapatkan pada kondisi pH 6,5 dari
rentang pH 2 hingga pH 10, dan bakteriosin kehilangan aktivitas antimikrob pada
pH 12 (Bhattacharya dan Arijit, 2010). Kondisi pH supernatan bebas sel asal L.
plantarum, dapat dilihat pada Gambar 2.
6.50
5.50
Nilai pH

4.50
3.50
2.50
1.50
1A5 1B1
1B1 2B2
2B2 2C12
pHawal
pH awal 4,024.01
± 0,04 3.94
3,94 ± 0,11 4.00
4,00 ± 0,02 3,983.98
± 0,01
pH netral
pH netral 6.11
6,11 ± 0,34 5.87
5,87 ± 0,12 6.17
6,17 ± 0,31 6.04
6,04 ± 0,16

Galur L. plantarum
Keterangan: pH awal = pH initial supernatan bebas sel
pH netral = pH netral supernatan bebas sel setelah penambahan NaOH 1 N

Gambar 2. Kondisi pH Supernatan Bebas Sel asal Galur L. plantarum pada Media
MRSB dengan Yeast Extract (3%) dan NaCl (1%).

Nilai pH supernatan bebas sel berkisar 3,94-4,02. Kondisi asam dari


supernatan bebas sel ini disebabkan oleh adanya asam-asam organik yang terbentuk
sebagai metabolit primer dari bakteri asam laktat yang akan menghambat
pertumbuhan bakteri. Nilai pH supernatan bebas sel setelah penetralan berkisar
5,87-6,17. Asam organik rantai pendek, seperti asam asetat dan asam laktat
merupakan metabolit primer dari supernatan bebas sel yang dihasilkan oleh bakteri
asam laktat (Fardiaz, 1992; Jay et al., 2005; Settanni dan Corsetti, 2008).
Aktivitas antimikrob supernatan netral bebas sel diuji melalui aktivitasnya
terhadap bakteri indikator. Hasil uji antagonistik supernatan netral bebas sel asal
empat galur L. plantarum terhadap masing-masing bakteri indikator ditunjukkan
dengan adanya diameter zona hambat disekitar sumur konfrontasi, dapat dilihat pada
Tabel 8.

23
Tabel 8. Diameter Zona Hambat Supernatan Netral Bebas Sel asal Galur L.
plantarum terhadap Bakteri Indikator

Bakteri Indikator Supernatan Netral Bebas Sel asal Galur L. plantarum


1A5 1B1 2B2 2C12
--------------------------------- mm -------------------------------
E. coli 15,73 ± 0,31 15,22 ± 0,87 9,74 ± 1,36 10,93 ± 1,40
S. aureus 17,72 ± 1,27 16,21 ± 0,49 15,01 ± 1,54 10,46 ± 1,40
S. typhimurium 18,00 ± 0,64 13,09 ± 0,30 9,13 ± 0,64 14,55 ± 3,45
B. cereus 16,30 ± 1,42 15,02 ± 1,56 11,05 ± 0,39 7,46 ± 0,91
P. aeruginosa 16,86 ± 0,84 13,37 ± 0,96 13,50 ± 1,12 10,32 ± 0,92
Keterangan : Diameter lubang sumur (5 mm) termasuk kedalam diameter zona hambat

Rataan diameter zona hambat dari masing-masing galur L. plantarum


berbeda-beda. Perbedaan aktivitas hambat dikarenakan bakteriosin mempunyai
aktivitas hambat terhadap bakteri spesifik, dan biasanya mempunyai hubungan
kekerabatan (filogenik) serta tergantung pada perbedaan jenis dinding sel bakteri
yang dihambat yang berpengaruh pada ketahanan suatu bakteri terhadap zat
antimikrob (Usmiati et al., 2009). Rataan diameter zona hambat dari supernatan
netral bebas sel berkisar 7,46-18,00 mm (Tabel 8). Rataan diameter zona hambat dari
supernatan netral bebas sel termasuk dalam kategori kuat (Davis dan Stout, 1971).
Supernatan netral bebas sel dari keempat galur L. plantarum mampu menghambat
bakteri indikator. Hasil ini sama dengan yang diperoleh Omemu dan Faniran (2011)
yang menyatakan bahwa supernatan netral bebas sel asal L. plantarum mampu
menghambat bakteri patogen.
Keempat galur L. plantarum mampu menghambat bakteri dari strain bakteri
Gram positif dan bakteri Gram negatif. Bakteri Gram negatif seperti E. coli ATCC
25922, P. aeruginosa ATCC 27853 dan S. typhimurium ATCC 14028, lebih tahan
terhadap bakteriosin yang berasal dari L. plantarum karena komposisi dari
membrannya berbeda dengan bakteri Gram positif. Hal ini berbeda dengan Drosinos
et al. (2009) yang menyatakan bahwa bakteriosin asal L. plantarum hanya akan
menghambat bakteri Gram positif atau bakteri-bakteri yang berkerabat dekat dengan
spesies penghasil, serta tidak efisien dalam menghambat bakteri Gram negatif karena
membran terluarnya bersifat hidrofilik dan dapat menghalangi aksi bakteriosin.
Lebih lanjut Ray dan Bhunia (2008) menyatakan bahwa keberadaan lapisan luar

24
yang mengandung fosfolipida, protein, polisakarida, lemak dan substansi non
permeabel akan mempengaruhi aktivitas antimikrob bakteriosin dalam menghambat
bakteri Gram negatif.
Bakteriosin asal L. plantarum dikarakterisasi sebagai kompleks protein,
sangat sensitif terhadap perubahan pH lingkungan. Perubahan pH lingkungan
berpengaruh terhadap bakteriosin yang dihasilkan, selain pengaruh nutrien dan
temperatur (Todorov dan Dicks, 2005). Penurunan pH dalam bakteriosin asal L.
plantarum akan mempengaruhi susunan protein dari bakteriosin tersebut, sehingga
mempengaruhi aktivitas penghambatan senyawa antimikrob yang dihasilkan. Oleh
karena itu, supernatan netral bebas sel yang diperoleh perlu dilakukan tahap lanjutan
berupa purifikasi parsial.

Purifikasi Parsial Plantaricin


Hasil kuantitatif kadar protein dari setiap tahapan purifikasi parsial
plantaricin menggunakan amonium sulfat, dialisis, dan purifikasi parsial
menggunakan kromatografi kolom dari masing-masing galur L. plantarum 1A5, 1B1,
2B2 dan 2C12, dapat dilihat pada Gambar 3. Secara deskriptif, hasil kuantitatif ini
menunjukkan bahwa rataan konsentrasi protein yang dihasilkan oleh galur L.
plantarum 1A5, 1B1, dan 2B2 merupakan nilai yang lebih tinggi dibandingkan
dengan galur L. plantarum 2C12.
Rataan kadar protein plantaricin kasar dari galur L. plantarum menunjukkan
terjadinya peningkatan dari presipitat bakteriosin menjadi plantaricin kasar kecuali
galur L. plantarum 2C12. Ekstrak plantaricin kasar dari keempat galur L. plantarum
menunjukkan jenis protein yang hidrofobik karena posisi endapan protein yang
terpresipitasi berada melayang di bagian atas supernatan bebas sel. Abo-Amer (2007)
menyatakan hal ini sebagai karakteristik protein yang hidrofobik terhadap plantaricin
AA135 yang dihasilkan oleh L. plantarum AA135. Karakteristik protein hidrofobik
dari ekstrak plantaricin kasar sangat diperlukan untuk aktivitasnya dalam
menghambat bakteri karena penghambatan oleh plantaricin tergantung pada interaksi
hidrofobik antara sel-sel bakteri dengan molekul-molekul plantaricin (Parada et al.,
2007). Lebih lanjut Jack et al. (2005) menyatakan bahwa interaksi antara molekul-
molekul kationik dari plantaricin dengan polimer-polimer anionik di permukaan sel
bakteri akan menyebabkan destabilisasi fungsi dari membran sitoplasma sel bakteri,

25
berupa peningkatan permeabilitas membran sehingga mengganggu keseimbangan
barier dan akan mengakibatkan kematian sel bakteri.

Konsentrasi Protein (mg/ml)


160
140
120
100
80
60
40
20
0
1A5
1A5 1B1
1B1 2B2
2B2 2C12
2C12
PresipitatBakteriosin
Presipitat Bakteriosin 24.08
24,08 ± 12,40 24.61
24,61 ± 12,57 15.62
15,62 ± 6,85 3.41
3,41 ± 0,46
Plantaricin Kasar 56.65 71.19 44.59 0.96
Plantaricin Kasar 56,65 ± 25,18 71,19 ± 30,95 44,59 ± 20,97 0,96 ± 0,36
Plantaricin Murni 46.53 158.74 103.88 13.31
Plantaricin Murni 46,53 ± 18,22 158,74 ± 45,06 103,88 ± 30,39 13,31 ± 2,24

Galur L. plantarum
Keterangan: Presipitat Bakteriosin = Hasil Purifikasi Parsial dengan Amonium Sulfat
Plantaricin Kasar = Hasil Dialisis
Plantaricin = Hasil Purifikasi Parsial dengan Kromatografi Kolom

Gambar 3. Konsentrasi Protein pada Tahap Purifikasi Parsial Plantaricin asal Galur
L. plantarum (1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12).

Kadar protein plantaricin meningkat kembali setelah proses purifikasi


menggunakan kromatografi kolom dari plantaricin kasar menjadi plantaricin murni,
kecuali galur L. plantarum 1A5. Rataan konsentrasi protein plantaricin murni dari
yang terbesar berturut-turut adalah galur L. plantarum 1B1, 2B2, 1A5 dan 2C12.

Stabilitas Protein Plantaricin terhadap pH Alkali


Pengujian stabilitas plantaricin dari keempat galur L. plantarum terhadap pH
alkali secara in vitro dilakukan pada pH 9, menunjukkan tingkat kesensitifan yang
tinggi pada plantaricin yang diproduksi oleh keempat galur L. plantarum. Hubungan
antara kondisi pH lingkungan dengan konsentrasi protein plantaricin dari keempat
galur L. plantarum, dapat dilihat pada Gambar 4.

26
Konsentrasi Protein (mg/ml)
160
140
120
100
80
60
40
20
0
1A5
1A5 1B1
1B1 2B2
2B2 2C12
2C12
pH pH
7 7 46.53
46,53 ± 18,22 158.74
158,74 ± 45,06 103.88
103,88 ± 30,39 13.31
13,31 ± 2,24
pH 9 41.71 99.84 69.42 9.78
pH 9 41,71 ± 14,38 99,84 ± 28,34 69,42 ± 19,95 9,78 ± 0,84

Plantaricin asal Galur L. plantarum


Keterangan: pH 7 =Plantaricin tanpa Perlakuan pH Alkali (kontrol)
pH 9 =Plantaricin dengan Perlakuan pH Alkali

Gambar 4. Konsentrasi Protein Plantaricin asal Galur L. plantarum (1A5, 1B1, 2B2
dan 2C12) terhadap pH Alkali.

Peningkatan pH lingkungan dalam plantaricin dari pH 7 ke pH 9 menurunkan


konsentrasi protein plantaricin dari masing-masing galur L. plantarum (Gambar 4).
Hal ini menunjukkan adanya pengaruh pH alkali terhadap jumlah protein dalam
plantaricin. Kemampuan suatu senyawa antimikrob dalam menghambat
pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pH, waktu
penyimpanan, suhu lingkungan, sifat-sifat mikroba (jenis, konsentrasi, umur dan
keadaan mikroba), jenis dan jumlah senyawa di dalamnya (Fardiaz, 1992).
Rataan persentase penurunan konsentrasi protein plantaricin dari L.
plantarum 1A5 sebesar 5%, plantaricin L. plantarum 1B1 sebesar 22%, plantaricin
L. plantarum 2B2 sebesar 36%, serta plantaricin L. plantarum 2C12 sebesar 27%
(Lampiran 19). Meskipun plantaricin dari keempat galur L. plantarum mengalami
penurunan konsentrasi protein, plantaricin dari keempat galur L. plantarum tersebut
memiliki ketahanan yang cukup baik terhadap pH alkali dibuktikan dengan
persentase penurunan protein sebesar <40%.
Hasil penelitian ini menunjukan adanya pengaruh pH alkali terhadap
plantaricin dari keempat galur L. plantarum. Gonzales et al. (1994) menyatakan hal
serupa, bahwa plantaricin C menghasilkan bakteriosin yang stabil pada pH asam dan
pH netral, namun aktivitas antimikrob plantaricin C menurun pada kondisi pH alkali.

27
Kondisi alkali dapat menginduksi solubilitas dari lapisan protein (Duncan et al.,
1972). Hal ini memperkuat dugaan bahwa plantaricin dari keempat galur L.
plantarum merupakan komponen antimikrob berbahan protein, yang bila dalam
kondisi alkali akan terhidrolisis, sehingga menyebabkan penurunan aktivitas
antimikrob dalam menghambat bakteri patogen.
Penelitian ini selain mengetahui stabilitas protein plantaricin terhadap pH
alkali, juga diamati uji antagonistik plantaricin terhadap bakteri indikator melalui uji
difusi sumur. Hasil uji antagonistik plantaricin asal galur L. plantarum terhadap
masing-masing bakteri indikator ditunjukkan dengan adanya diameter zona hambat.

Uji Aktivitas Antimikrob Plantaricin pada Bakteri Indikator


Terhadap pH Alkali

Escherichia coli ATCC 25922


Stabilitas aktivitas antimikrob plantaricin setelah perlakuan pH alkali
terhadap E. coli ATCC 25922, dapat dilihat pada Tabel 9. Stabilitas aktivitas
antimikrob plantaricin tidak dipengaruhi oleh interaksi antara perlakuan pH yang
berbeda dan galur L. plantarum yang berbeda. Hasil ini menunjukkan bahwa
plantaricin memiliki aktivitas penghambatan terhadap E. coli ATCC 25922 yang
sama tanpa dipengaruhi oleh pH yang berbeda dan galur L. plantarum yang berbeda.

Tabel 9. Diameter Zona Hambat Aktivitas Antimikrob Plantaricin asal Galur L.


plantarum pada pH Alkali terhadap E. coli ATCC 25922
Plantaricin Asal Galur L. plantarum
Perlakuan Rata-rata
1A5 1B1 2B2 2C12
------------------------------------ (mm) ---------------------------------------
pH 7* 9,43 ± 1,53 9,72 ± 0,22 9,52 ± 2,17 8,16 ± 0,23 9,21 ± 1,04
pH 9 9,17 ± 0,52 8,52 ± 0,51 9,08 ± 0,63 7,84 ± 0,30 8,65 ± 0,49
Rata-rata 9,30 ± 1,03 9,12 ± 0,37 9,30 ± 1,40 8,00 ± 0,27
Keterangan: Diameter lubang sumur ± 5 mm (termasuk ke dalam zona hambat)
* = Kontrol

Rata-rata zona hambat aktivitas antimikrob plantaricin asal empat galur L.


plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 berkisar 8,00-9,30 mm. Rataan diameter zona
hambat tersebut termasuk dalam kategori sedang (Davis dan Stout, 1971). E. coli
termasuk bakteri Gram negatif dengan pH pertumbuhan optimum pada 7,0-7,5
(Fardiaz, 1992). Aktivitas penghambatan plantaricin dari keempat galur L.

28
plantarum terhadap E. coli ATCC 25922 disebabkan oleh pH lingkungan yang tidak
sesuai bagi pertumbuhan E. coli ATCC 25922. Yohannes et al. (2005) menyatakan
bahwa membran luar dari E. coli, pertumbuhannya menurun pada lingkungan alkali.

Salmonella typhimurium ATCC 14028


Stabilitas aktivitas antimikrob plantaricin asal empat galur L. plantarum pada
pH alkali terhadap S. typhimurium ATCC 14028, disajikan pada Tabel 10. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa rataan diameter zona hambat tidak dipengaruhi
oleh adanya interaksi antara perlakuan pH alkali dan galur L. plantarum. Perlakuan
pH yang berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap diameter zona hambat. Hal
ini menunjukkan bahwa stabilitas aktivitas antimikrob plantaricin menurun akibat
pengaruh pH alkali.

Tabel 10. Diameter Zona Hambat Aktivitas Antimikrob Plantaricin asal Galur L.
plantarum pada pH Alkali terhadap S. typhimurium ATCC 14028
Plantaricin Asal Galur L. plantarum
Perlakuan Rata-rata
1A5 1B1 2B2 2C12
------------------------------------ (mm) ----------------------------------------
pH 7* 9,40 ± 1,11 8,98 ± 1,07 8,82 ± 1,12 8,91 ± 0,55 9,03 ± 0,96a
pH 9 8,47 ± 0,66 8,52 ± 0,67 8,11 ± 1,00 8,22 ± 0,48 8,33 ± 0,70b
Rata-rata 8,94 ± 0,89 8,75 ± 0,87 8,47 ± 1,06 8,57 ± 0,52
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nyata (P<0,05)
Diameter lubang sumur ± 5 mm (termasuk ke dalam zona hambat)
* = Kontrol

Rata-rata zona hambat aktivitas antimikrob plantaricin asal galur L.


plantarum terhadap pH yang berbeda berkisar 8,33-9,03 mm. Rataan diameter zona
hambat tersebut termasuk dalam kategori sedang (Davis dan Stout, 2004).
Plantaricin dari keempat galur L. plantarum masih dapat menghambat S.
typhimurium ATCC 14028 dari strain bakteri Gram negatif meskipun dengan
aktivitas antimikrob plantaricin yang menurun. Portillo (2000) menyatakan bahwa
Salmonella sp. merupakan bakteri Gram negatif dan pH pertumbuhan optimum pada
6,5-7,5. Aktivitas penghambatan plantaricin dari keempat galur L. plantarum
terhadap S. typhimurium ATCC 14028 disebabkan oleh pH lingkungan yang tidak
sesuai bagi pertumbuhan S. typhimurium ATCC 14028. Lebih lanjut Ogunbanwo et
al. (2003) menyatakan bahwa bakteriosin dari L. plantarum F1 dan L. brevis OG1

29
dapat menghambat bakteri Gram negatif seperti S. typhimurium. Aktivitas
penghambatan plantaricin terhadap S. typhimurium ATCC 14028, dapat dilihat pada
Gambar 5.

Zona Hambat Zona Hambat

(A) (B)
Keterangan: A = pH 7 (Kontrol)
B = pH 9 (Alkali)

Gambar 5. Zona Hambat Plantaricin asal Galur L. plantarum 1A5 terhadap S.


typhimurium ATCC 14028: (A) L. plantarum 1A5 pada pH 7 (kontrol)
dan (B) L. plantarum 1A5 pada pH 7 (alkali).

Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853


Stabilitas aktivitas antimikrob plantaricin dari keempat galur L. plantarum
setelah perlakuan pH alkali terhadap P. aeruginosa ATCC 27853, dapat dilihat pada
Tabel 11. Analisis ragam menunjukkan bahwa aktivitas antimikrob plantaricin
terhadap P. aeruginosa ATCC 27853 tidak dipengaruhi oleh interaksi antara galur L.
plantarum dengan perlakuan pH. Stabilitas aktivitas antimikrob plantaricin terhadap
P. aeruginosa ATCC 27853, sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh galur L.
plantarum.

Tabel 11. Diameter Zona Hambat Aktivitas Antimikrob Plantaricin asal Galur L.
plantarum pada pH Alkali terhadap P. aeruginosa ATCC 27853
Plantaricin Asal Galur L. plantarum
Perlakuan Rata-rata
1A5 1B1 2B2 2C12
------------------------------------ (mm) ---------------------------------------
pH 7* 9,03 ± 1,70 9,10 ± 1,55 8,37 ± 1,09 16,42 ± 4,46 10,37 ± 2,20
pH 9 8,16 ± 0,33 8,47 ± 0,93 8,39 ± 0,67 15,25 ± 4,33 10,07 ± 1,57
Rata-rata 8,60 ± 1,02B 8,79 ± 1,24AB 8,38 ± 0,88B 15,84 ± 4,40A
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan nyata (P<0,01)
Diameter lubang sumur ± 5 mm (termasuk ke dalam zona hambat)
* = Kontrol

30
Rata-rata zona hambat aktivitas antimikrob plantaricin asal empat galur L.
plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 berkisar 8,38-15,84 mm. Rataan diameter zona
hambat tersebut termasuk dalam kategori kuat (Davis dan Stout, 1971). Interaksi
antara pH dengan galur L. plantarum yang berbeda tidak mempengaruhi aktivitas
plantaricin terhadap P. aeruginosa ATCC 27853. Hal ini menunjukkan bahwa
plantaricin dari keempat galur L. plantarum terhadap P. aeruginosa ATCC 27853
mempunyai aktivitas penghambatan yang tidak berbeda. Hasil uji lanjut
menunjukkan bahwa galur L. plantarum 2C12 menghasilkan rataan diameter zona
hambat yang berbeda nyata (P<0,01) terhadap P. aeruginosa ATCC 27853 dengan
galur L. plantarum lainnya. Namun, galur L. plantarum 2C12 menunjukkan aktivitas
yang tidak berbeda nyata dengan galur L. plantarum 1B1 (P<0,01).
P. aeruginosa merupakan opportunistic pathogen, artinya bakteri ini akan
menyerang kekebalan dari inangnya dan menyebabkan infeksi (Todar, 2009). Selain
itu, kemampuan dari P. aeruginosa dalam memproduksi enzim yang dapat memecah
komponen lemak dan protein (Buckle et al., 2007).

Staphylococcus aureus ATCC 25923


Stabilitas aktivitas antimikrob plantaricin setelah perlakuan pH alkali
terhadap S. aureus ATCC 25923, dapat dilihat pada Tabel 12. Stabilitas aktivitas
antimikrob plantaricin tidak dipengaruhi oleh interaksi antara perlakuan pH yang
berbeda dan galur L. plantarum yang berbeda. Hasil ini menunjukkan bahwa
plantaricin memiliki aktivitas penghambatan terhadap S. aureus ATCC 25923 yang
sama tanpa dipengaruhi oleh pH yang berbeda dan galur L. plantarum yang berbeda.

Tabel 12. Diameter Zona Hambat Aktivitas Antimikrob Plantaricin asal Galur L.
plantarum pada pH Alkali terhadap S. aureus ATCC 25923

Plantaricin Asal Galur L. plantarum


Perlakuan Rata-rata
1A5 1B1 2B2 2C12
------------------------------------ (mm) ---------------------------------------
pH 7* 8,51 ± 0,35 8,50 ± 0,64 8,65 ± 0,85 11,96 ± 1,58 9,41 ± 0,86
pH 9 8,54 ± 0,61 8,57 ± 0,74 8,23 ± 0,63 9,31 ± 1,49 8,66 ± 0,87
Rata-rata 8,53 ± 0,48 8,54 ± 0,69 8,44 ± 0,74 10,64 ± 1,54
Keterangan: Diameter lubang sumur ± 5 mm (termasuk ke dalam zona hambat)
* = Kontrol

31
Rata-rata zona hambat aktivitas antimikrob plantaricin asal empat galur L.
plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 berkisar 8,44-10,64 mm. Rataan diameter zona
hambat tersebut termasuk dalam kategori sedang (Davis dan Stout, 1971). Stabilitas
aktivitas antimikrob plantaricin stabil setelah perlakuan pH alkali terhadap S. aureus
ATCC 25923. S. aureus termasuk bakteri Gram positif, tumbuh pada pH 4,0-9,8
dengan pH optimum pertumbuhan pada 7,0-7,8 (Ray dan Bhunia, 2008). Hsieh et al.
(1998) menyatakan bahwa terjadinya peningkatan besar dalam sensitivitas S. aureus
terhadap kation dan aktivitas antimikrob pada kondisi pH alkali.

Bacillus cereus
Stabilitas aktivitas antimikrob plantaricin setelah perlakuan pH alkali
terhadap B. cereus, dapat dilihat pada Tabel 13. Stabilitas aktivitas antimikrob
plantaricin tidak dipengaruhi oleh interaksi antara perlakuan pH yang berbeda dan
galur L. plantarum yang berbeda. Hasil ini menunjukkan bahwa plantaricin memiliki
aktivitas penghambatan yang sama tanpa dipengaruhi oleh pH yang berbeda dan
galur L. plantarum yang berbeda.

Tabel 13. Diameter Zona Hambat Aktivitas Antimikrob Plantaricin asal Galur L.
plantarum pada pH Alkali terhadap B. cereus
Plantaricin Asal Galur L. plantarum
Perlakuan Rata-rata
1A5 1B1 2B2 2C12
------------------------------------ (mm) ---------------------------------------
pH 7* 8,92 ± 1,14 9,10 ± 0,77 8,86 ± 0,90 8,57 ± 0,59 8,86 ± 0,85
pH 9 8,45 ± 0,58 8,89 ± 0,61 8,97 ± 0,97 9,15 ± 1,02 8,87 ± 0,80
Rata-rata 8,69 ± 0,86 9,00 ± 0,69 8,92 ± 0,94 8,86 ± 0,81
Keterangan: Diameter lubang sumur ± 5 mm (termasuk ke dalam zona hambat)
* = Kontrol

Rata-rata zona hambat aktivitas antimikrob plantaricin asal empat galur L.


plantarum berkisar 8,69-9,00 mm. Rataan diameter zona hambat tersebut termasuk
dalam kategori sedang (Davis dan Stout, 1971). Torkar dan Matijasi (2003)
menyatakan bahwa B. cereus stabil pada pH 3 hingga pH 10. Lebih lanjut, Padan et
al. (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perubahan asam teikoat
berkontribusi pada spesies Bacillus sp. pada pH alkali. Gonzales et al. (1994) juga
menyatakan bahwa plantaricin C dapat menghambat pertumbuhan sel vegetatif B.
cereus.

32
Plantaricin yang dihasilkan oleh keempat galur L. plantarum mampu
menghambat bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif, serta stabil terhadap
perlakuan pH alkali namun aktivitas antimikrob plantaricin menurun akibat
perlakuan pH alkali terhadap S. typhimurium. Hal ini sesuai dengan penelitian Gong
et al. (2010) yang menyatakan bahwa plantaricin MG dari L. plantarum
KLDS1.0391 menghasilkan senyawa antimikrob yang stabil pada pH 2 hingga pH 10
serta mampu menghambat bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif (E. coli,
Pseudomonas sp., Salmonella sp.) dengan nilai aktivitas penghambatan terbesar
terhadap E. coli dan S. typhimurium namun tidak terhadap Lactobacillus sp.
Karakteristik stabilitas dan aktivitas antimikrob plantaricin terhadap pH alkali
menunjukkan potensi plantaricin untuk dapat digunakan sebagai biopreservatif
dalam produk pangan alkali.

33

Anda mungkin juga menyukai