Anda di halaman 1dari 5

Ringkasa Struktur dan fungsi-ungsi Politik

Unit dasar Struktur Politik adalah peran individu. Peran merupakan pola-pola prilaku
yang teratur, yang ditentkan oleh harapan-harapannya sendiri dan tindakan-tindakan dan
orang lain. Uktur senantiasa melibatkan fungsi politik , dankarena pendekatan yang
digunakan biasa disebut sebagai struktur fungsional. Menurut Almond dan Powell Jr.
Keuntungan pendekatan struktur fungsional adalah memberi kesempatan kepada kita guna
menghindari kebingungan yang mungkin timbul antara tujuan-tujuan struktur yang bersifat
formal dengan fungsi-fungsi politik yang secara actual mereka jalankan.

Menurut Almond dan Powell Jr struktur politik dapat dibedakan ke dalam system,
proses, aspek-aspek kebijakan. Sturktur proses politik melibatkan bagaimana funsi-fungsi
artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan, pembuatan kebijakan, implementasi kebijakan
dilaksanakan oleh struktur politik.

Almond dan Powell Jr membedakan Struktur Politik atas Infrastruktur yang terdiri
dari struktur politik masyarakat, suasana kehidupan politik masyarakat, dan sector politik
masyarakat, dan supraktur politik yang terdiri dari sector pemerintahan, suasana
pemerintahan, dan sector politik pemerintah.

Pembagian struktur dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu

1. Struktur Formal
Struktur formal merupakan mesin politik yang dengan absah mengidentifikasi
segala masalah, menentukan dan melaksanakan segala keputusan yang
mempunyai kekuatan mengikat pada seluruh masyarakat.
2. Struktur Informal
Struktur Informal merupakan struktur yang mampu mempengaruhi cara kerja
aparat untuk mengemukakan, menyalurkan, menerjemahkan, mengonversikan
tuntutan, dukungan dan masalah tertentu yang berhubungan dengan kepentingan
umum, termasuk juga didalamnya adalah partai politik, kelompok-kelompok
kepentingan, media masssa, opini leaders, dan lein sebagainya.

1
1. Struktur Politik Formal

Biasanya dalam system politik struktur politik dibedakan atas kekuasaan eksekutif,
legislative, yudikatif (Trias Political), menurut John Locke kekuasaan Negara dibagi menjadi
tiga bagian yakni, kekuasaan eksekutif, kekuasaan yudikatif, dan kekuasaan federative.

Montesquieu menyempurnakan ajaran tris politika ini dengan membagi kekuasaan


pemerintah menjadi kekuasaan legislative, eksekutif, dan yudikatif. Dimana kekuasaan
legislati melaksanakan undang-undang, eksekutif melaksanakan undang-undang, yudikatif
merupakan kekuasaan untuk mengadili atas pelangggrann undang-undang. Diakatakannya
lagi, kemerdekaan hanya dapat jika masing-masing kekuasaan ini tidak dipegang oleh satu
orang atau dalam satu badan penguasa.

Dalam hal ini, kekuasaan Negara dibagi secara seimbang dan adanya cek n balances.
Cheks n balances diantara penyelenggara Negara ini dimanifestasikan dalam wujud :

a. Pembuatan Undang-Undang yang memerlukan persetujuan DPR, DPD, dan


Prisiden yang masing-masing mempunya kewenangan veto
b. Pengawasan dan impeachment oleh lembaga-lembaga legislative terhadap
presiden.
c. Judical review oleh mahkamah konstitusi terhadap undang-undang dan produk
dibawahnya.
d. Daerah ekonomi yang dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan pusat.
e. Pengangkatan mentri yang memerlukan persetujuan DPR.

A. Pemerintah dan Birokrasi

Dalam system politik pemerintah dan birokrasi merupakan struktur politik penting,
karena menyangkut bagaimana pembuatan kebijakan dan implementasi kebijakan
dialaksanakan. Menurut Almond dan Powell Jr, agen-agen pemerintah meskipun
terspesialisasi dalam banyak cara adalah multifungsional. Agen-agen eksekutif membuat
kebijakan sebagaimana memperkat dan menagmbil keputusan-keputusan, agen-agen
legislative ) seperti halnya partisipasi yang mereka lakukan dalam membuat suatu kebijakan.

2
Beberapa Eksekutif disenbut sebagai Presiden, beberapa yang lainnya disebut sebagai
perdana mentri. Eksekutif politik juga mempunyai nama kolektif seperti kabinet, dewan
mentri, politburo atau presidium. Di banyak Negara, barangkali eksekutif politik itu
mempunyai nama-nama yang berbeda, tetapi melaksanakan peran dan fungsi yang kurang
lebih sama.

Indonesia, setelah kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 dan setelah mengalami


amadement, emnagnut system pemerinitahan presidensial sebagai mana yang tertulis dalam
pasal 6A ayat (1) menegaskan bahwa presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh
rakyat, dan pasal (2) menyebutkan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu umum sebelum
pelaksanaan pemilu umum. Selanjutnya pasal (7)A menyebutkan bahwa “presiden dan/atau
wakil presiden dapat diberhentikan dalam masa jabbatannya oleh majelis permusyawaratan
rakyat atau usul dewan perwakilan rakyat, baik apabila telah terbukti telah melakukan
pelanggaran hokum berupa penghianatan terhadap Negara, korupsi, pennyuapan, tindak
pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, maupun apabila terbukti tidak dapat lagi
memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden.

MPR yang sebagaimana besar dipilih oleh presiden akan cendrung memilih presiden
Soehrto secara terus-menerus, bahkan ketika arus besar massa rakyat tidak lagi menghendaki
soeharto menjadi presiden pada pemilu 1997. Akibatnya, MPR tidak lagi menjadi cermin
aspirasi rakyat, tetapi menjadi cermin aspirasi kelompok-kelompok elit yang berada dalam
lingkaran kekuasaan, yang pada masa orde baru adalah soeharto dan kroni-kroninya.

Mengoreksi kesalahan ini, MPR kembali melakukan amadement UUD 1945, dalam
hal pemilihan presiden dan wakil presiden, amadement tersebut menghasilkan dua hal
penting, yakni mengurangi kekuasaan MPR dengan hanya berkonsentrasi pada persoalan-
persoalan UUD dan tidak lagi memilih residen dan wakil presiden, selanjutnya presiden dan
wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum setiap lima tahunan
sekali. Pemilihan ini membuat kedudukan presiden dan wakil presiden menjadi sangat kuat,
dan hanya bisa dijatuhkan setelah terbukti melakukan kesalahan hokum yang tidak dapat
ditolelir.

3
B. Dewan Perwakilan rakyat (DPR)

Pada masa Orde Baru, lembaga legislative sering dianggap sebagai lembaga yang
tugasnya hanya mensahkan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh lembaga eksekutif.
Otoritarianisme politik yang dilaksanakan oleh Soeharto telah memandulkan sedemikian rupa
lembaga legislative ini dalam melaksanakan fungsinya untuk melakukan pengawasan (cek n
balances) terhadap lembaga eksekutif.

Sementara itu kuatnya hegemoni partai pemerintah, golkar, dalam system politik di
Indonesia dalam system politik di Indonesia membuat lembaga perwakilan rakyat yang
seharusnya melakukan pengawas terhadap pemerintahan ini hampir sama sekali mandul,
padahal dalam system politik demokrasi,lembaga legislative harusnya bertindak sebagai
wakil rakyat yang vocal dalam mengawasi dan menyuarakan aspirasi dan kepentingan rakyat.

Reformasi telah membawa banyak perubahan terhadap lembaga legislative ini.Jika


sebelumnya DPR hanya di isi oleh wakil – wakil dari tiga partai politik,tetapi pada masa
reformasi setidak tidaknya ada lima partai besar yang mempunyai wakilnya di
DPR.Amandemen UU 1945 juga telah memberikan ruang ekspresi yang lebih besar kepada
lembaga perwakilan ini.Pasal 20 ayat (1) Undang Undang Dasar ini telah menegaskan bahwa
DPR memegang kekuasaan membentuk undang – undang.Selanjutnya dalam pasal 20A ayat
(1) di sebutkan bahwa DPR memiliki fungsi legislasi,fungsi anggaran,dan fungsi
pengawasan.Selain itu dalam pasal 20A ayat (3) di sebutkan selain hak yang di atur dalam
pasal – pasal ini,setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan
pertanyaan,menyampaikan usul,dan pendapat serta hak imunitas.

Selain DPR,konstitusi juga mensyaratkan adanya Dewan Perwakilan Daerah


(DPD).DPD ini di pilihh melalui pemilihan umum dan di pilih secara langsung oleh rakyat
ountuk maasing – masing provinsi dengan jumlah yang sama.Keseluruhan jumlah anggota
DPD ini tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR.Pada pasal 22 D Ayat (1) di sebutkan
bahwa “Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
rancangan undang – undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,hubungan pusat dan
daerah,pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,pemberdayaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya,serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan
pusat dan daerah “.Selanjutnya,ayat (2) dan ayat (3) pasal yang sama mengatur fungsi –
fungsi legislasi dan pengawasan menyangkut hal – hal se bagaimana telah di kemukakan

4
pada ayat 1 .Pendeknya DPD mempunyai fungsi legislasi dan pengawasan berkenaan dengan
otonomi daerah,yang dalam penyelenggaraan pemerintah di Indonesia di implementasikan
melalui Undang – Undang No.22Tahun 1999 dan UU No 25 Tahun 1999.

C. Lembaga peradilan

Pilar ketiga pembagian politik menurut ajaran trias politica adalah lembaga
yudikatif.Pada masa reformasi,berdasarkan UUD 1945 yang telah di amandemen,kekuasaan
kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka dalam menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum keadilan Pasal 24 ayat (1),kemudian ayat (2) menegaskan bahwa
kekuasaan kehakiman di lakukan oleh Mahkamah Agung dan badan – badan peradilan yang
ada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,lingkungan peradilan agama,lingkungan
peradilan militer lingkungan peradilan tata usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi.Kehadiran Mahkamah Konstitusi dalam dunia peradilan Indonesia merupakan
buah reformasi.Pada Pasal 24 C ayat (1) di sebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi ini
mempunyai kewenangan mengadili pasa tingkat pertama dan terakhir dan putusannya bersifat
final untuk menguji undang – undang terhadap undang – undang dasar,memutuskan sengketa
kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya di berikan oleh undang – undand
dasar,memutuskan pembubaran partai politik,dan memutuskan perselisihan tentang pemilihan
umum.Sementara pada Ayat (2) di sebutkan “Mahkamah Konstitusi wajib memberikan
putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran dan /atau
Wakil Presiden menurut undang – undang dasar .Selain Mahkamah Konstitusi juga terdapat
lembaga Yudisial.Pasal 24 B Ayat (1) menyebutkan bahwa Komisi Yudisial bersifat mandiri
yang berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan mempunyai kewenangan lain
dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,keluhuran martabat serta perilaku
hakim.Namaun apakah persoalan kinerja lembaga kehakiman ini telah sesuai dengan amanat
reformasi menjadi persoalan yang sama peliknya dengan struktur yang lain.Mereka
mempunyai kinerja yang sangat buruk,miskin integritas dan sangat mudah di suap.Akibatnya
Hukum lebih memihak pada kepentingan – kepentingan kekuasaan di bandingkan
menegakkan Hukum dalam pengertian yang sesungguhnya.

Anda mungkin juga menyukai