Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Nama : Arga Tristya Nugraha

NIM : 1830009

Prodi : Profesi Ners

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

2018 – 2019
LAPORAN PENDAHULUAN CHRONIC KIDNEY DISEASE

A. PENGERTIAN
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah salah satu penyakit renal tahap akhir.
CKD merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible. Dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan elektrolit yang menyebabkan uremia atau retensi urea dan sampah nitrogenlain
dalam darah (Smeltzer dan Bare, 2009). Berdasarkan pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa CKD adalah penyakit ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau
kembali sembuh secara total seperti sediakala. CKD adalah penyakit ginjal tahap ahir
yang dapat disebabkan oleh berbagai hal. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit, yang
menyebabkan uremia.
B. FUNGSI GINJAL

Ginjal merupakan salah satu bagian dari sistem ekskresi pada manusia. Terdapat
sepasang ginjal pada manusia. Panjang ginjal manusia sekitar 10 cm dengan berat
kurang lebih 200 gram. Sebagai alat ekskresi, ginjal mengeluarkan sisa penyaringan
darah yang berupa urine. Berikut adalah beberapa fungsi ginjal manusia. Langsung
saja kita simak yang pertama:
1. Menyaring Darah
Konsumsi makanan yang kita makan setiap hari sebagai penghasil energi setelah
melalui proses pencernaan pastilah akan menghasilkan banyak zat sisa dan limbah
serta racun atau toksin. Zat-zat tersebutlah yang akan dikeluarkan oleh ginjal
karena jika tidak maka akan sangat berbahaya bagi tubuh kita. Nefron adalah
salah satu bagian ginjal yang menjalankan fungsi ini. Apabila seseorang tidak
memiliki ginjal, maka orang tersebut akan mati karena tubuhnya teracuni oleh
kotoran yang dihasilkan oleh tubuh manusia itu sendiri. Untuk melakukan hal
tersebut, ginjal harus menyaring sekitar 200 liter darah dan menghasilkan 2 liter
zat-zat sisa dan air per harinya. Jadi, bisa disimpulkan bahwa Anda buang air kecil
sebanyak kurang lebih 2 liter per harinya.
2. Membentuk Urine
Proses pembentukan urin terdiri dari tiga tahap yaitu filtrasi, reabsorpsi, dan
augmentasi. Semuanya terbentuk di dalam ginjal tepatnya di bagian nefron. Urine
adalah salah satu hasil dari sistem ekskresi pada manusia yang merupakan hasil
penyaringan darah oleh ginjal. Urine mengandung zat-zat berbahaya yang harus
dikeluarkan oleh tubuh. Berikut adalah 3 proses pembentukan urine. Langsung
saja kita simak yang pertama:

a) Filtrasi (Penyaringan)
Filtrasi merupakan perpindahan cairan dari glomelurus menuju ke ruang kapsula
bowman dengan menembus membran filtrasi. Membran filtrasi terdiri dari tiga
lapisan, yaitu sel endotelium glomelurus, membran basiler, dan epitel kapsula
bowman. Tahap ini adalah proses pertama dalam pembentukan urine. Darah dari
arteriol masuk ke dalam glomerulus dan kandungan air, glukosa, urea, garam,
urea, asam amino, dll lolos ke penyaringan dan menuju ke tubulus. Glomerulus
adalah kapiler darah yang bergelung-gelung di dalam kapsula bowman. Ukuran
saringan pada glomerulus membuat protein dan sel darah tidak bisa masuk ke
tubulus. Pada glomerulus terdapat sel-sel endotelium yang berfungsi untuk
memudahkan proses penyaringan. Filtrasi menghasilkan urine primer/filtrat
glomerulus yang masih mengandung zat-zat yang masih bermanfaat seperti
glukosa, garam, dan asam amino. Urin primer mengandung zat yang hampir sama
dengan cairan yang menembus kapiler menuju ke ruang antar sel. Dalam keadaan
normal, urin primer tidak mengandung eritrosit, tetapi mengandung protein yang
kadarnya kurang dari 0,03%. Kandungan elektrolit (senyawa yang larutannya
merupakan pengantar listrik) dan kristaloid (kristal halus yang terbentuk dari
protein) dari urin primer juga hampir sama dengan cairan jaringan. Kadar anion
di dalam urin primer termasuk ion Cl- dan ion HCO3-, lebih tinggi 5% daripada
kadar anion plasma, sedangkan kadar kationnya lebih rendah 5% daripada kation
plasma. selain itu urin primer mengandung glukosa, garam-garam, natrium,
kalium, dan asam amino.
b) Reabsorpsi (Penyerapan Kembali)
Reabsorpsi terjadi di dalam tubulus kontortus proksimal dan dilakukan oleh sel-
sel epitelium di tubulus tersebut. Fungsinya adalah untuk menyerap kembali zat-
zat di urine primer yang masih bermanfaat bagi tubuh seperti glukosa, asam
amino, ion-ion Na+, K+, Ca, 2+, Cl-, HCO3-, dan HbO42-. Air akan diserap
kembali melalui proses osmosis di tubulus dan lengkung henle. Zat-zat yang
masih berguna itu akan masuk ke pembuluh darah yang mengelilingi tubulus.
Hasil dari reabsorpsi adalah urine sekunder/filtrat tubulus yang kadar ureanya
lebih tinggi dari urine primer. Urine sekunder masuk ke lengkung henle.Pada
tahap ini terjadi osmosis air di lengkung henle desenden sehingga volume urin
sekunder berkurang dan menjadi pekat. Ketika urine sekunder mencapai
lengkung henle asenden, garam Na+ dipompa keluar dari tubulus, sehingga urea
menjadi lebih pekat.
c) Augmentasi (Pengumpulan)
Setelah melewati lengkung henle, urine sekunder akan memasuki tahap
augmentasi yang terjadi di tubulus kontortus distal. Disini akan terjadi
pengeluaran zat sisa oleh darah seperti H+, K+, NH3, dan kreatinin. Ion H+
dikeluarkan untuk menjaga pH darah. Proses augmentasi menghasilkan urine
sesungguhnya yang sedikit mengandung air. Urine sesungguhnya mengandung
urea, asam urine, amonia, sisa-sisa pembongkaran protein, dan zat-zat yang
berlebihan dalam darah seperti vitamin, obat-obatan, hormon, serta garam
mineral.Kemudian urine sesungguhnya akan menuju tubulus kolektivus untuk
dibawa menuju pelvis yang kemudian menuju kandung kemih (vesika urinaria)
melalui ureter. Urine inilah yang akan keluar menuju tubuh melalui uretra.

3. Menjaga Keseimbangan Air dalam Tubuh


Ginjal setiap hari mengeluarkan sekitar 2 liter air dari dalam tubuh. Sebagian air
dikeluarkan supaya tidak terjadi kelebihan air di dalam darah. Jika kelebihan,
maka darah akan mengencer dan sangat berbahaya bagi tubuh. Tubuh menjaga
keseimbangan air dengan mempertahankan tekanan osmotik ekstraseluler (di luar
sel). Jika tekanan tersebut berlebihan, maka akan dikeluarkan dari tubuh salah
satunya melalui ginjal.

4. Mempertahankan keseimbangan Kadar Asam dan Basa


Ginjal berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari
cairan tubuh dengan cara mengeluarkan kelebihan asam/basa melalui urine.
5. Mengatur Kadar Kalium dalam Darah
Kalium (K) atau potasium adalah mineral yang berfungsi untuk membuat semua
sel, jaringan, dan organ dalam tubuh tetap berfungsi dengan baik.

6. Mengekskresikan zat-zat yang merugikan bagi tubuh


Ginjal akan mengekskresikan (mengeluarkan) zat-zat yang merugikan bagi tubuh
seperti urea, asam urat, amoniak, creatinin, garam anorganik, bakteri, dan juga
obat-obatan. Jika zat tersebut tidak dikeluarkan maka akan menjadi racun yang
dapat membahayakan kesehatan di dalam tubuh.

7. Memproses Ulang Zat


Ginjal akan mengembalikan kembali zat yang masih berguna bagi tubuh kembali
menuju darah. Zat tersebut berupa glukosa, garam, air, dan asam amino. Proses
pengembalian zat yang masih berguna ke dalam darah disebut reabsorpsi.

8. Mengatur Volume Cairan dalam Darah


Ginjal dapat mengontrol jumlah cairan darah yang dipertahnkan agar tetap
seimbang didalam tubuh. Tanpa adanya control dari ginjal maka tubuh akan
menjadi kering karena kekurangan cairan darah atau sebaliknya, tubuh tenggelam
karena kebanjiran cairan didalam tubuh yang menumpuk tidak terbuang.

9. Mengatur Keseimbangan Kandungan Kimia dalam Darah


Salah satu contohnya yaitu mengatur kadar garam didalam darah.

10. Mengendalikan Kadar Gula dalam Darah


Ginjal amat penting untuk mengatur kelebihan atau kekurangan gula dalam darah
dengan menggunakan hormon insulin dan adrenalin. Ini penting untuk
menghindari diabetes. Insulin berfungsi sebagai hormon penurun kadar gula
dalam darah jika kadar gula dalam darah berlebih. Adrenalin berfungsi untuk
menaikkan kadar gula dalam darah jika kadar gula di dalam darah tidak
mencukupi.
11. Penghasil Zat dan Hormon
Ginjal merupakan penghasil zat atau hormon tertentu seperti eritropoietin,
kalsitriol, dan renin. Hormon yang dihasilkan oleh ginjal yaitu hormon
eritroprotein atau yang disingkat dengan EPO berfungsi untuk merangsang
peningkatan laju pembentukan sel darah merah oleh sumsum tulang. Renin
berfungsi untuk mengatur tekanan darah di dalam tubuh, sementara kalsitriol
merupakan fungsi ginjal untuk membentuk vitamin D, menjaga keseimbangan
kimia di dalam tubuh, serta untuk mempertahankan kalsium di dalam tulang yang
ada di dalam tubuh.

12. Menjaga Tekanan Osmosis


Ginjal menjaga tekanan osmosis dengan cara mengatur keseimbangan garam-
garam di dalam tubuh.

13. Menjaga pH Darah


Ginjal berfungsi sebagai penjaga kadar pH darah agar tidak terlalu asam. Ginjal
mempertahankan pH plasma darah pada kisaran 7,4 melalui pertukaran ion
hidronium dan hidroksil. Akibatnya, urine yang dihasilkan dapat bersifat asam
pada pH 5 atau alkalis pada pH 8.
C. GFR (Gromerular filtration rate)
Gagal ginjal dibagi menjadi dua bagian besar yakni gagal ginjal akut dan gagal
ginjal kronik. Pada gagal ginjal akut terjadi penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba
dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dan ditandai dengan hasil
pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin darah) dan kadar urea nitrogen dalam
darah yang meningkat. Sedangkan pada gagal ginjal kronis, penurunan fungsi ginjal
terjadi secara perlahan-lahan. Proses penurunan fungsi ginjal dapat berlangsung terus
selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun sampai ginjal tidak dapat berfungsi sama
sekali (end stage renal disease). Gagal ginjal kronis dibagi menjadi lima stadium
berdasarkan laju penyaringan (filtrasi) glomerulus (Glomerular Filtration Rate = GFR)
yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini. GFR normal adalah 90 – 120 mL/min/1.73
m2 .
Stadium GFR (ml/menit/1.73m2) Deskripsi
1 Lebih dari 90 Kerusakan minimal pada ginjal, filtrasi masih
normal atau sedikit meningkat
2 60-89 Fungsi ginjal sedikit menurun
3 30-59 Penurunan fungsi ginjal yang sedang
4 15-29 Penurunan fungsi ginjal yang berat
5 Kurang dari 15 Gagal ginjal stadium akhir (End Stage Renal
Disease)

Pengaturan GFR (Glomerulus Filtration Rate)


Rata-rata GFR normal pada laki-laki sekitar 125 ml/menit. GFR pada wanita lebih
rendah dibandingkan pada pria. Factor-faktor yang mempengaruhi besarnya GFR
antara lain ukuran anyaman kapiler, permiabilitas kapiler, tekanan hidrostatik, dan
tekanan osmotik yang terdapat di dalam atau diluar lumen kapiler. Proses terjadinya
filtrasi tersebut dipengaruhi oleh adanya berbagai tekanan sebagai berikut:
a. Tekanan kapiler pada glomerulus 50 mm HG
b. Tekanan pada kapsula bowman 10 mmHG
c. Tekanan osmotik koloid plasma 25 mmHG
Ketiga faktor diatas berperan penting dalam laju peningkatan filtrasi. Semakin tinggi
tekanan kapiler pada glomerulus semakin meningkat filtrasi dan sebaliknya semakin
tinggi tekanan pada kapsula bowman. serta tekanan osmotik koloid plasma akan
menyebabkan semakin rendahnya filtrasi yang terjadi pada glomerulus. Kondisi GFR
pasien terganggu karena GFR (glomerolus filter range ) berfungsi untuk menyaeing
toksik-toksik dan nantinya dikeluarkan lewat urine. Naamun disini ureum dan kreatinin
pasien meningkat,hal ini mengindikasi kan jika ginjal tidak dapat menyaring toksik
sehingga racun bisa masuk kedalam aliran darah.

Glomerular filtration rate (GFR) adalah volume cairan disaring dari ginjal
(ginjal) kapiler glomerular ke dalam kapsul Bowman per satuan waktu [2] Pusat untuk
pemeliharaan fisiologis dari GFR. Adalah nada diferensial basal arteriol aferen dan
eferen ( lihat diagram).
Glomerular filtration rate (GFR) dapat dihitung dengan mengukur bahan kimia yang
memiliki tingkat yang stabil dalam darah, dan difiltrasi secara bebas tetapi tidak
direabsorpsi atau disekresi oleh ginjal. Tingkat Oleh karena itu diukur adalah kuantitas
substansi dalam urin yang berasal dari volume darah diperhitungkan. Prinsip ini
berkaitan dengan persamaan di bawah ini – untuk bahan yang digunakan, produk
konsentrasi urin dan aliran urin sama dengan massa zat diekskresikan selama waktu
yang telah dikumpulkan urin. Massa ini sama dengan massa disaring di glomerulus
sebagai tidak ditambahkan atau dihapus dalam nefron. Membagi massa ini dengan
konsentrasi plasma memberikan volume plasma yang massa harus memiliki awal
datang dari, dan dengan demikian volume cairan plasma yang telah memasuki kapsul
Bowman dalam periode waktu tersebut. GFR biasanya dicatat dalam satuan volume
per waktu, misalnya, mililiter per menit ml / menit. Bandingkan dengan fraksi filtrasi.
GFR adalah kecepatan laju filtrasi. Yang dapat dihitung dengan inuline clearance O.K
inuline absrpsi (-), sekresi (-)
Dalam klinik GFR ditentukan denngan :
Endogenous creatinine clearance ( hasil endogen CR.CL = 10 – 15 % inuline CL )
Kumpul urine 24 jam
Ukur creatinin urin
Ukur creatinin plasma selama periode pengumpulan urin
Hitung rumus GFR dengan rumus :
GFR = creat.excreted ( mg/mnt ) = ……. ml/mnt
Plasma creatinin ( mg/mnt )

Karena GFR merupakan fungsi dari luas permukaan tubuh ( body surface area = BSA ),
hasilnya harus dikoreksi dengan standart BSA orang dewasa
Standart BB orang dewasa = 66,5 kg
à BSA = ( 0.02 x 66.5 ) + 0.40 = 1.73 M²
Corrected CR. CL = patient’s CR x 1.73 = C CR
Patient’s BSA

Glomerular Filtration Rate (GFR) berdasarkan ukuran kreatinin

GFR adalah hitungan yang menandai tingkat efisiensi penyaringan bahan ampas dari
darah oleh ginjal. Hitungan GFR yang umum membutuhkan suntikan zat pada aliran
darah yang kemudian diukur pada pengambilan air seni 24 jam. Baru-baru ini, para
ilmuwan menemukan bahwa GFR dapat dihitung tanpa suntikan atau pengambilan air
seni. Hitungan baru ini hanya membutuhkan pengukuran tingkat kreatinin dalam
contoh darah.
Kreatinin adalah bahan ampas dalam darah yang dihasilkan oleh penguraian sel otot
secara normal selama kegiatan. Ginjal yang sehat menghilangkan kreatinin dari darah
dan memasukkannya pada air seni untuk dikeluarkan dari tubuh. Bila ginjal tidak
bekerja sebagaimana mestinya, kreatinin bertumpuk dalam darah.
Dalam laboratorium, darah kita akan dites untuk menentukan ada berapa miligram
kreatinin dalam satu desiliter darah (mg/dL). Tingkat kreatinin dalam darah dapat
berubah-ubah, dan setiap laboratorium mempunyai nilai normal sendiri, umumnya 0,6-
1,2mg/dL. Bila tingkat kreatinin sedikit di atas batas atas nila normal ini, kita
kemungkinan tidak akan merasa sakit, tetapi tingkat yang lebih tinggi ini adalah tanda
bahwa ginjal kita tidak bekerja dengan kekuatan penuh. Satu rumusan untuk
mengestimasikan fungsi ginjal adalah menyamakan tingkat kreatinin 1,7mg/dL untuk
kebanyakan laki-laki dan 1,4mg/dL untuk kebanyakan perempuan sebagai 50% fungsi
ginjal normal. Tetapi karena tingkat kreatinin begitu berubah-ubah, dan dapat
dipengaruhi oleh makanan, hitungan GFR adalah lebih tepat untuk menentukan apakah
kita mempunyai fungsi ginjal yang rendah. Hitungan GFR baru memakai ukuran
kreatinin kita bersamaan dengan berat badan, usia, dan nilai ditentukan untuk jenis
kelamin dan ras. Beberapa laboratorium dapat menghitung GFR saat tingkat kreatinin
diukur, dan memasukkannya pada laporan.

Blood Urea Nitrogen (BUN)


Darah kita mengangkat protein pada sel di seluruh tubuh kita. Setelah sel
memakai protein, sisa bahan ampas dikembalikan ke darah sebagai urea, sebuah
senyawa yang mengandung nitrogen. Ginjal yang sehat menghilangkan urea dari darah
dan memasukkannya ke air seni. Bila ginjal kita tidak bekerja dengan baik, urea itu
akan tetap dalam darah.
Satu desiliter darah normal mengandung 7-20mg urea. Bila BUN kita lebih dari
20mg/dL, ginjal kita mungkin tidak bekerja dengan kekuatan penuh. Penyebab lain
BUN tinggi yang mungkin termasuk dehidrasi dan kegagalan jantung.
Bila tes darah dan air seni menunjukkan kehilangan fungsi ginjal, dokter mungkin akan
mengusulkan tes tambahan untuk membantu menentukan penyebab masalah.
Stadium penyakit ginjal. GFR kita adalah tanda terbaik untuk menunjukkan kesehatan
ginjal. Pada 2002, National Kidney Foundation AS menerbitkan pedoman pengobatan
yang menetapkan lima stadium CKD berdasarkan ukuran GFR yang menurun.
Pedoman tersebut mengusulkan tindakan yang berbeda untuk masing-masing stadium
penyakit ginjal. Risiko CKD meningkat. GFR 90 atau lebih dianggap normal. Bahkan
dengan GFR normal, kita mungkin berisiko lebih tinggi terhadap CKD bila kita
diabetes, mempunyai tekanan darah yang tinggi, atau keluarga kita mempunyai riwayat
penyakit ginjal. Semakin tua kita, semakin tinggi risiko. Orang berusia di atas 65 tahun
dua kali lipat lebih mungkin mengembangkan CKD dibandingkan orang berusia di
antara 45 dan 65 tahun. Orang Amerika keturunan Afrika lebih berisiko
mengembangkan CKD.

 Stadium 1: Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada
ginjal dapat dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit
ginjal ini, tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan CKD dan
mengurangi risiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
 Stadium 2: Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat fungsi
ginjal kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan CKD kita dan
meneruskan pengobatan untuk mengurangi risiko masalah kesehatan lain.
 Stadium 3: Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada
stadium ini, anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya
bekerja dengan dokter untuk mencegah atau mengobati masalah ini.
 Stadium 4: Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk
komplikasi CKD dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk
kegagalan ginjal. Masing-masing pengobatan membutuhkan persiapan. Bila kita
memilih hemodialisis, kita akan membutuhkan tindakan untuk memperbesar dan
memperkuat pembuluh darah dalam lengan agar siap menerima pemasukan jarum
secara sering. Untuk dialisis peritonea, sebuah kateter harus ditanam dalam perut kita.
Atau mungkin kita ingin minta anggota keluarga atau teman menyumbang satu ginjal
untuk dicangkok.
 Stadium 5: Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup
untuk menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau pencangkokan
ginjal.
Selain memantau GFR, tes darah dapat menunjukkan apakah zat-zat tertentu dalam
darah kurang berimbang. Bila tingkat fosforus atau kalium mulai naik, sebuah tes
darah akan mendesak dokter untuk menangani masalah ini sebelum mempengaruhi
kesehatan kita secara permanen.
Hitung CCT pasien :
Ada berbagai cara mengukur fungsi ginjal yang tersisa, mulai dari yang memakai
peralatan canggih, memakai metode yang agak rumit dan memakai metode yang
sederhana. Bagi anda yang ingin menghemat pengeluaran, berikut ini diberikan contoh
cara menghitung fungsi ginjal berdasarkan perkiraan bersihan kreatinin (Creatinine
Clearance) dengan memakai rumus Cockcroft-Gault. Perhitungan ini sering disebut
CCT terhitung. Caranya:
CCT terhitung pada laki-laki= {(140-umur) x berat badan} / (72 x kreatinin darah)
CCT terhitung pada perempuan= {(140-umur) x berat badan} / (72 x kreatinin darah)
dikali 0,85

Rumus : ((140-usia) x BB)

(72 x kreatinin darah ) = ((140- 44) x 50) (72 x 10) = 96 x 50

72 = 4800 = 6,67 720

D. TAHAPAN PENYAKIT CKD


Menurut Kydney Organizazion (2010) tahapan CKD dapat ditunjukan dari laju
filtrasi glomerulus (LFG), adalah sebagai berikut :
1. Tahap I adalah kerusakan ginjal dengan LFG normal atatu meningkat > 90
ml/menit/1,73 m2.
2. Tahap II adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan yaitu 60- 89
ml/menit/1,73 m2.
3. Tahap III adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG sedang yaitu 30-59
ml/menit/1,73 m2.
4. Tahap IV adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG berat yaitu 15- 29
ml/menit/1,73 m2.
5. Tahap V adalah gagal ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73 m2.
E. ETIOLOGI
Ada beberapa penyebab CKD) diantaranya adalah tubula intestinal, penyakit
peradangan, penyakit vaskuler hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan
kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik, nefropati obsruktif.
Beberapa contoh dari golongan penyakit tersebut adalah :
1. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronik dan refluks
Nefropati.
2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, dan stenosis arteria renalis.
4. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa, dan seklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan
asidosis tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan hiperparatiroidisme,
serta amiloidosis.
7. Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati timah.
8. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah yang
terdiri dari hipertropi prostat, setriktur uretra, anomali kongenital leher vesika
urinaria dan uretra.

F. PATOFISIOLOGI
Menurut Smeltzer, dan Bare (2009) proses terjadinya CKD adalah akibat dari
penurunan fungsi renal, produk akhir metabolisme protein yang normalnya
diekresikan kedalam urin tertimbun dalam darah sehingga terjadi uremia yang
mempengarui sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka setiap
gejala semakin meningkat. Sehingga menyebabkan gangguan kliren renal. Banyak
masalah pada ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi,
sehingga menyebabkan penurunan klirens subtsansi darah yang seharusnya
dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren kreatinin. Menurunya filtrasi
glomelurus atau akibat tidak berfungsinya glomeluri klirens kreatinin. Sehingga kadar
kreatinin serum akan meningkat selain itu, kadar nitrogen urea darah (NUD) biasanya
meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator paling sensitif dari fungsi renal
karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. NUD tidak hanya
dipengarui oleh penyakit renal tahap akhir, tetapi juga oleh masukan protein dalam
diet, katabolisme dan medikasi seperti steroid.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada retensi cairan
dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontol dikarenakan ginjal tidak
mampu untuk mengonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada
penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan
cairan dan elektrolit sehari hari tidak terjadi. Natrium dan cairan sering tertahan dalam
tubuh yang meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal jantung kongesti, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan
kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai
kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik. Asidosis metabolik terjadi akibat
ketidakmampuan ginjal mensekresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Sekresi
asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3)
dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan sekresi fosfat dan asam
organik lain juga terjadi. Kerusakan ginjal pada CKD juga menyebabkan produksi
eritropoetin menurun dan anemia terjadi disertai sesak napas, angina dan keletian.
Eritropoetin yang tidak adekuat dapat memendekkan usia sel darah merah, defisiensi
nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan karena setatus pasien,
terutama dari saluran gastrointestinal sehingga terjadi anemia berat atau sedang.
Eritropoitin sendiri adalah subtansi normal yang diproduksi oleh ginjal untuk
menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah.
Abnormalitas utama yang lain pada CKD menurut Smeltzer, dan Bare (2009)
adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang memiliki hubungan
saling timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain menurun. Penurunan LFG
menyebabkan peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum
menyebabkan penurunan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun pada
CKD, tubuh tidak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon,
dan akibatnya kalsium di tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan
menyebabkan penyakit tulang, selain itu metabolik aktif vitamin D (1,25
dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat didalam ginjal menurun, seiring
dengan berkembangnya CKD terjadi penyakit tulang uremik dan sering disebut
Osteodistrofienal. Osteodistrofienal terjadi dari perubahan komplek kalsium, fosfat
dan keseimbangan parathormon. Laju penurunan fungsi ginjal juga berkaitan dengan
gangguan yang mendasari ekresi protein dan urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang
mengekresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami peningkatan
tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari pada mereka yang tidak
mengalimi kondisi ini.
G. PATHWAY

Infeksi Hipertensi dan DM Zat toksik

Reaksi antibody Arterisklerosis Tertimbun di ginjal

GFR turun

CKD

Penurunan fungsi ginjal Peningkatan Sekresi


retensi Na eritroitin turun
Sindrom uremia
Produksi Hb Intoleransi
Tekanan
Anoreksia mual turun aktivitas
kapiler naik
muntah
Oksihemoglobin
Vol. Interstitial Kelelahan
Gangguan nutrisi turun
naik otot
kurang dari
kebutuhan tubuh Suplai oksigen
Gangguan perfusi
Edema paru ke jaringan
jaringan
turun
Kreatin Berlebih,
Oliguri Gangguan
pertukaran gas Mobilitas
terganggu
Penurunan
sistem tubuh
Gangguan
mobilitas fisik
Sharaf otot Pegal tungkai, Gangguan rasa
terganggu kesemutan nyaman Nyeri
H. MANIFESTASI KLINIS
Karena pada CKD setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka
pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala
tergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, dan kondisi lain yang mendasari.
Manifestasi yang terjadi pada CKD antara lain terjadi pada sistem kardio vaskuler,
dermatologi, gastro intestinal, neurologis, pulmoner, muskuloskletal dan psiko-sosial
menurut Smeltzer, dan Bare (2009) diantaranya adalah :
1. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi, yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium dari aktivasi
sistem renin angiotensin aldosteron.
b. Gagal jantung kongestif.
c. Edema pulmoner, akibat dari cairan yang berlebih.
2. Dermatologi seperti Pruritis, yaitu penumpukan urea pada lapisan kulit.
3. Gastrointestinal seperti anoreksia atau kehilangan nafsu makan, mual sampai
dengan terjadinya muntah.
4. Neuromuskuler seperti terjadinya perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi, kedutan otot sampai kejang.
5. Pulmoner seperti adanya seputum kental dan liat, pernapasan dangkal,
kusmaol, sampai terjadinya edema pulmonal.
6. Muskuloskletal seperti terjadinya fraktur karena kekurangan kalsium dan
engeroposan tulang akibat terganggunya hormon dihidroksi kolekalsi feron.
7. Psiko sosial seperti terjadinya penurunan tingkat kepercayaan diri sampai pada
harga diri rendah (HDR), ansietas pada penyakit dan kematian.
I. KOMPLIKASI
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2009) antara
lain adalah :
1. Hiper kalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan
kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

J. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan untuk CKD secara umum antara lain adalah sebagai berikut :
1. Waktu yang tepat dalam penatalaksanaan penyakit dasar CKD adalah sebelum
terjadinya penurunan LFG, sehingga peningkatan fungsi ginjal tidak terjadi.
Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasono grafi, biopsi serta
pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat
terhadap terapi spesifik. Sebaliknya bila LFG sudah menurun sampai 20–30 %
dari normal terapi dari penyakit dasar sudah tidak bermanfaat.
2. Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada
pasien penyakit CKD, hal tersebut untuk mengetahui kondisi komorbid yang
dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain,
gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tak terkontrol, infeksi traktus
urinarius, obstruksi traktus urinarius, obatobat nefrotoksik, bahan radio kontras,
atau peningkatan aktifitas penyakit dasarnya. Pembatasan cairan dan elektrolit
pada penyakit CKD sangat diperlukan. Hal tersebut diperlukan untuk
mencegah terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskuler. Elektrolit yang
harus diawasi dalam asupannya adalah natrium dan kalium. Pembatasan
kalium dilakukan karena hiperkalemi dapat mengakibatkan aritmia jantung
yang fatal. Oleh karena itu pembatasan obat dan makanan yang mengandung
kalium (sayuran dan buah) harus dibatasi dalam jumlah 3,5- 5,5 mEg/lt.
sedangkan pada natrium dibatasi untuk menghindari terjadinya hipertensi dan
edema. Jumlah garam disetarakan dengan tekanan darah dan adanya edema.
3. Menghambat perburukan fungsi ginjal.
4. Pencegahan dan terapi penyakit kardio faskuler merupakan hal yang penting,
karena 40-45 % kematian pada penderita CKD disebabkan oleh penyakit
komplikasinya pada kardiovaskuler. Hal-hal yang termasuk pencegahan dan
terapi penyakit vaskuler adalah pengendalian hipertensi, DM, dislipidemia,
anemia, hiperfosvatemia, dan terapi pada kelebian cairan dan elektrolit. Semua
ini terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi CKD secara
keseluruhan.
5. CKD mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan
derajat penurunan LFG. Seperti anemia dilakukan penambahan / tranfusi
eritropoitin. Pemberian kalsitrol untuk mengatasi osteodistrasi renal. Namun
dalam pemakaiannya harus dipertimbangkan karena dapat meningkatkan
absorsi fosfat.
6. Terapi dialisis dan transplantasi dapat dilakukan pada tahap CKD derajat 4-5.
Terapi ini biasanya disebut dengan terapi pengganti ginjal.

K. PENGKAJIAN FOKUS
Pengkajian fokus yang disusun sebagai berikut :
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga
yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai
hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD
dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai
peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja
dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak
menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa zat logam dan
pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan
traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya
CKD.
3. Pengkajian pola fungsional Gordon
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien
Gejalanya adalah pasien mengungkapkan kalau dirinya saat ini
sedang sakit parah. Pasien juga mengungkapkan telah menghindari larangan
dari dokter. Tandanya adalah pasien terlihat lesu dan khawatir, pasien
terlihat bingung kenapa kondisinya seprti ini meski segala hal yang telah
dilarang telah dihindari.
b. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB
dalam kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah,
asupan nutrisi dan air naik atau turun.
c. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan
darah dan suhu.
d. Aktifitas dan latian.
Gejalanya adalah pasien mengatakan lemas dan tampak lemah, serta
pasien tidak dapat menolong diri sendiri. Tandanya adalah aktifitas dibantu.
e. Pola istirahat dan tidur.
Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat
kantung mata. Tandanya adalah pasien terliat sering menguap.
f. Pola persepsi dan koknitif.
Gejalanya penurunan sensori dan rangsang. Tandanya adalah
penurunan kesadaran seperti ngomong nglantur dan tidak dapat
berkomunikasi dengan jelas.
g. Pola hubungan dengan orang lain.
Gejalanya pasien sering menghindari pergaulan, penurunan harga
diri sampai terjadinya HDR (Harga Diri Rendah). Tandanya lebih
menyendiri, tertutup, komunikasi tidak jelas.
h. Pola reproduksi
Gejalanya penurunan keharmonisan pasien, dan adanya penurunan
kepuasan dalam hubungan. Tandanya terjadi penurunan libido, keletihan
saat berhubungan, penurunan kualitas hubungan.
i. Pola persepsi diri.
Gejalanya konsep diri pasien tidak terpenuhi. Tandanya kaki
menjadi edema, citra diri jauh dari keinginan, terjadinya perubahan fisik,
perubahan peran, dan percaya diri.
j. Pola mekanisme koping.
Gejalanya emosi pasien labil. Tandanya tidak dapat mengambil
keputusan dengan tepat, mudah terpancing emosi.
k. Pola kepercayaan.
Gejalanya pasien tampak gelisah, pasien mengatakan merasa
bersalah meninggalkan perintah agama. Tandanya pasien tidak dapat
melakukan kegiatan agama seperti biasanya.

4. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.
Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan
nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebian cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat
kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum,
bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara
tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat
suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refil lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
5. Pemeriksaan penunjang.
a. Pemeriksaan Laboratorium :
Urin
1) Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria), atau urine tidak
ada (anuria).
2) Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus
/ nanah, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor, warna
kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
3) Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
4) Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1
5) Kreatinin mungkin agak menurun.
6) Natrium : Lebih besar dari 40 Emq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium.
7) Protein : Derajat tinggi proteinuria ( 3-4+ ), secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila sel darah merah (SDM) dan fregmen juga
ada.

Darah
1) Kreatinin : Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10
mg/dL diduga tahap akhir
2) Hitung darah lengkap : Hematokrit menurun pada adanya anemia. Hb
biasanya kurang dari 7-8 g/dL.
3) SDM (Sel Darah Merah) : Waktu hidup menurun pada defisiensi
eritropoetin seperti pada azotemia.
4) GDA (Gas Darah Analisa) : pH, penurunan asidosis metabolik
(kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk
mengeksekresi hidrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme
protein. Bikarbonat menurun PCO2 menurun.
5) Natrium serum : Mungkin rendah, bila ginjal kehabisan natrium atau
normal (menunjukkan status dilusi hipernatremia).
6) Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan
perpindahan selular (asidosis), atau pengeluaran jaringan (hemolisis
SDM). Pada tahap akhir , perubahan EKG mungkin tidak terjadi
sampai kalium 6,5 mEq atau lebih besar. Magnesium terjadi
peningkatan fosfat, kalsium menurun. Protein (khuusnya albumin),
kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein melalui
urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau penurunan
sintesis karena kurang asam amino esensial. Osmolalitas serum lebih
besar dari 285 mosm/kg, sering sama dengan urine.
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Ultrasono grafi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya masa , kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
2) Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
3) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit
dan asam basa.
5) Arteriogram ginjal adalah mengkaji sirkulasi ginjal dan
megidentifikasi ekstravaskuler, massa.
6) Pielogram retrograd untuk menunjukkan abormalitas pelvis ginjal.
7) Sistouretrogram adalah berkemih untuk menunjukkan ukuran
kandung kemih, refluk kedalam ureter, dan retensi.
8) Pada pasien CKD pasien mendapat batasan diit yang sangat ketat
dengan diit tinggi kalori dan rendah karbohidrat. Serta dilakukan
pembatasan yang sangat ketat pula pada asupan cairan yaitu antara
500-800 ml/hari
L. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal
a. Lakukan pengkajian nyeri PQRS
b. Kurangi faktor presipitas nyeri
c. Tingkatkan istirahat
d. Ajarkan tehknik nonfarmakologi
e. Kolaborasi dengan tenaga medis tentang pemberian analgasic
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
mual muntah.
a. Kaji status nutrisi, perubahan berat badan, pengukuran antropometri, nilai
laboratorium (elektrolit serum, BUN, kreatinin, protein, dan kadar besi).
b. Kaji pola diet dan nutrisi pasien, riwayat diet, makanan kesukaan, hitung
kalori.
c. Kaji faktor-faktor yang dapat merubah masukan nutrisi misalnya adanya
anoreksia, mual dan muntah, diet yang tidak menyenangkan bagi pasien,
kurang memahami diet
d. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batasan diet.
e. Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium, diantara waktu
makan
f. Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit ginjal
dan peningkatan urea serta kadar kreatinin
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi
ke jaringan sekunder.
a. Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit dan dasar
b. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
c. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat
sesuai dengan indikasi.
d. Kolaborasi untuk pemberian O2.
e. Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (hemoglobin).
4. Gangguan mobilitas fisik dengan intoleransi / penurunan kekuatan dan stamina
a. Kaji kemampuan klien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
b. Beri alat bantu jika klien membutuhkan
c. Dampingi dan bantu klien saat mobilisasi dan antu penuhi kebutuhan SDLs
klien
d. Ajarkan klien bagamana mengubah posisi dan berikan bantuan jika
dinperlukan

Anda mungkin juga menyukai