Anda di halaman 1dari 11

BAB I

KONSEP MEDIS
A. Definisi
Demam adalah peningkatan titik patokan (set point) suhu di hipotalamus,
dikatakan demam jika suhu orang menjadi lebih dari 37,5 ºC. Demam terjadi karena
pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen
eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi
imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi (Corwin, Elizabeth J, 2009).
Demam berarti suhu tubuh diatas batas normal biasa, dapat disebabkan oleh
kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan
suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi.
1. Klasifikasi febris/demam menurut Jefferson (2010), adalah :
a. Fever : Keabnormalan elevasi dari suhu tubuh, biasanya karena proses patologis
b. Hyperthermia : Keabnormalan suhu tubuh yang tinggi secara intensional pada
makhluk hidup sebagian atau secara keseluruhan tubuh, seringnya karena induksi
dari radiasi (gelombang panas, infrared), ultrasound atau obat – obatan
c. Malignant Hyperthermia : Peningkatan suhu tubuh yang cepat dan berlebihan
yang menyertai kekakuan otot karena anestesi total
2. Tipe demam yang mungkin kita jumpai antara lain:
a. Demam septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan
turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan
menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang
normal dinamakan juga demam hektik.
b. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan
normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan
tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik.
c. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari.
Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila
terjadi dua hari terbebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.
d. Demam kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat
demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
e. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa
periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan
suhu seperti semula.

B. Etiologi
Menurut Guyton (2000), demam dapat disebabkan karena kelainan dalam
otak sendiri atau zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-
penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi.
Penyebab demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia,
keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu
sentral (misalnya: perdarahan otak, koma). Menurut Pelayanan kesehaan maternal dan
neonatal 2000 bahwa etiologi febris,diantaranya: suhu lingkungan, adanya infeksi,
Pneumonia, malaria, otitis media dan Imunisasi.

C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala terjadinya febris adalah:
1. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,8⁰C - 40⁰C)
2. Kulit kemerahan
3. Hangat pada sentuhan
4. Peningkatan frekuensi pernapasan
5. Menggigil
6. Dehidrasi
7. Kehilangan nafsu makan
Banyak gejala yang menyertai demam termasuk gejala nyeri punggung, anoreksia
dan somlolen. Batasan mayornya yaitu suhu tubuh lebih tinggi dari 37,5⁰C - 40⁰C, kulit
hangat, takichardi, sedangkan batasan karakteristik minor yang muncul yaitu kulit
kemerahan, peningkatan kedalaman pernapasan, menggigil/merinding perasaan hangat
dan dingin, nyeri dan sakit yang spesifik atau umum (misal: sakit kepala verigo),
keletihan, kelemahan, dan berkeringat (Carpenito. 2000).
D. Patofisiologi
Demam adalah sebagai mekanisme pertahanan tubuh (respon imun) anak terhadap
infeksi atau zat asing yang masuk ke dalam tubuhnya. Bila ada infeksi atau zat asing
masuk ke tubuh akan merangsang sistem pertahanan tubuh dengan dilepaskannya
pirogen. Pirogen adalah zat penyebab demam, ada yang berasal dari dalam tubuh (pirogen
endogen) dan luar tubuh (pirogen eksogen) yang bisa berasal dari infeksi oleh
mikroorganisme atau merupakan reaksi imunologik terhadap benda asing (non infeksi).
Zat pirogen ini dapat berupa protein, pecahan protein, dan zat lain, terutama toksin
polisakarida, yang dilepas oleh bakteri toksik yang dihasilkan dari degenerasi jaringan
tubuh menyebabkan demam selama keadaan sakit.
Mekanisme demam dimulai dengan timbulnya reaksi tubuh terhadap pirogen.
Pada mekanisme ini, bakteri atau pecahan jaringan akan difagositosis oleh leukosit darah,
makrofag jaringan, dan limfosit pembunuh bergranula besar. Seluruh sel ini selanjutnya
mencerna hasil pemecahan bakteri ke dalam cairan tubuh, yang disebut juga zat pirogen
leukosit. Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui alat penerima (reseptor) yang
terdapat pada tubuh untuk disampaikan ke pusat pengatur panas di hipotalamus. Dalam
hipotalamus pirogen ini akan dirangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan
peningkatan produksi prostaglandin (PGEZ). Ini akan menimbulkan reaksi menaikkan
suhu tubuh dengan cara menyempitkan pembuluh darah tepi dan menghambat sekresi
kelenjar keringat. Pengeluaran panas menurun, terjadilah ketidakseimbangan
pembentukan dan pengeluaran panas. Inilah yang menimbulkan demam pada anak. Suhu
yang tinggi ini akan merangsang aktivitas “tentara” tubuh (sel makrofag dan sel limfosit
T) untuk memerangi zat asing tersebut dengan meningkatkan proteolisis yang
menghasilkan asam amino yang berperan dalam pembentukan antibodi atau sistem
kekebalan tubuh.
E. Pathway
Agen infeksius Dehidrasi
Mediator inflamasi

Monosit/makrofag Tubuh kehilangan cairan

Sitokin parogen Penurunan cairan intra sel

Mempengaruhi hipotalamus anterior

DEMAM/FEBRIS

Peningkatan kurang pengetahuan Ph berkurang Peningkatan suhu


Evaporan tubuh

Ansietas Anoreksia
Resiko Defisit Hipertermi
Volume Cairan
Intake makanan
berkurang

Nutrisi Kurang Dari


Kebutuhan Tubuh

Gangguan rasa
nyaman nyeri
F. Pemeriksaan Penunjang
Sebelum meningkat ke pemeriksaan- pemeriksaan yang mutakhir, yang siap
tersedia untuk digunakan seperti ultrasonografi, endoskopi atu scanning, masih dapat
diperiksa bebrapa uji coba darah, pembiakan kuman dari cairan tubuh/ lesi permukaan
atau sinar tembus rutin.
Dalam tahap berikutnya dapat dipikirkan untuk membuat diagnosis dengan lebih
pasti melalui biopsy pada tempat- tempat yang dicurigai. Juga dapat dilakukan
pemeriksaan seperti angiografi, aortografi, atau limfangiografi.

G. Penatalaksanaan Penunjang
1. Secara Fisik
a. Anak demam ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal
b. Pakaian anak diusahakan tidak tebal
c. Memberikan minuman yang banyak karena kebutuhan air meningkat
d. Memberikan kompres
2. Obat- obat Antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat pengatur suhu di
hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah pembentukan prostaglandin dengan
jalan menghambat enzim cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus direndahkan
kembali menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas diatas normal dan
mengurangi pengeluaran panas tidak ada lagi Penderita tifus perlu dirawat dirumah
sakit untuk isolasi (agar penyakit ini tidak menular ke orang lain). Penderita harus
istirahat total minimal 7 hari bebas panas. Istirahat total ini untuk mencegah
terjadinya komplikasi di usus. Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan
tidak banyak berserat. Sayuran dengan serat kasar seperti daun singkong harus
dihindari, jadi harus benar-benar dijaga makanannya untuk memberi kesempatan
kepada usus menjalani upaya penyembuhan.

H. Komplikasi
1. Dehidrasi : demam peningkatan penguapan cairan tubuh
2. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering terjadi pada
anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam pertama demam dan
umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini juga tidak membahayakan
otak
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas penderita
Meliputi : mana, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat, status perkawinan,
suku bangsa, no register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Orang yang menderita observasi febris biasanya mengeluh suhu badannya naik
(panas), keluar banyak keringat, batuk-batuk dan tidak nafsu makan.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang : Pada umumnya didapatkan peningkatan suhu tubuh
di atas 37,50C (N 36,5 – 37,5 C) atau ada masalah psikologis ( rasa takut dan
cemas terhadap penyakitnya)
b. Riwayat penyakit dahulu : Umumnya dikaitkan dengan riwayat medis yang
berhubungan dengan penyakit febris.
c. Riwayat penyakit keluarga : Dalam susunan keluarga adalah riwayat penyakit
febris yang pernah diderita atau penyakit turunan dan menular yang pernag
diderita atau anggota keluarga.
4. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat : Umumnya pada pola ini penderita
penyakit febris mengalami perubahan dalam perawat dirinya yang diakibatkan
oleh penyakitnya
b. Pola nutrisi dan metabolisme : Umumnya terjadi penurunan nafsu makan atau
tidak.
c. Pola eliminasi : Pada pola ini bisa terjadi perubahan karena asupan yang kurang
sehingg klien tidak bisa BAB / BAK secara normal.
d. Pola istirahat tidur : Pada pola ini tidur klien biasanya mengalami gangguan
karena adanya rasa tidak nyaman dengan meningkatnya suhu
e. Pola aktifitas dan latihan : Aktivitas klien bergantung karena biasanya klien lemah
karena kurangnya asupan serta meningkatnya suhu.
f. Pola persepsi dan konsep diri : Klien merasa cemas dengan keadaan suhu
tubuhnya yang meningkat dan ketakutan sehingga mengalami perubahan
metabolisme (ex : mencret)
g. Pola sensori dan kognitif : Tidak terjadi gangguan pada pola ini dan biasanya
hanya sebagian kx yang dapat mengetahuinya.
h. Pola reproduksi dan sexual : Pada pola ini biasanya kx tidak mengalami gangguan.
i. Pola hubungan peran : Bisa terjadi hubungan yang baik atau kekeluargaan dan
tidak mengalami gangguan.
j. Pola penanggulangan stres : Dukungan keluarga sangat berarti untuk kesembuhan
klien.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan : Adanya perubahan dalam melaksanakan ibadah
sebagai dampak dari penyakitnya.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Kesadaran (baik, gelisah, apatis / koma), badan lemahm
frekuensi pernafasan tinggi, suhu badan meningkat dan nadi meningkat
b. Kepala dan leher : Bentuk, kebersihan, ada bekas trauma atau tidak
c. Kulit, rambut, kuku : Turgor kulit (baik-buruk), tidak ada gangguan / kelainan.
d. Mata : Umumnya mulai terlihat cowong atau tidak.
e. Telingga, hidung, tenggorokan dan mulut : Bentuk, kebersihan, fungsi indranya
adanya gangguan atau tidak.
f. Thorak dan abdomen : Tidak didapatkan adanya sesak, abdomen biasanya nyeri
dan ada peningkatan bising usus.
g. Sistem respirasi : Umumnya fungsi pernafasan lebih cepat dan dalam.
h. Sistem kardiovaskuler : Pada kasus ini biasanya denyut pada nadinya meningkat
i. Sistem muskuloskeletal : Terjadi gangguan apa tidak.
j. Sistem pernafasan : Pada kasus ini tidak terdapat nafas yang tertinggal / gerakan
nafas dan biasanya kesadarannya gelisah, apatis atau koma.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk memasukan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor
biologis, psikologis atau ekonomi
3. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara aktif,
kegagalan mekanisme regulasi
4. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai penyakit
5. Nyeri berhubungan dengan hiperperistaltik

C. Intervensi
No
Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Diagnosa
I Setelah dilakukan tindakan  Pantau suhu klien (derajat dan pola)
keperawatan selama 1x24jam perhatikan menggigil/diaforsis
menujukan temperatur dalam  Pantau suhu lingkungan,
batas normal dengan criteria batasi/tambahkan linen tempat tidur
hasil : sesuai indikasi
 Suhu Tubuh dalam batas  Berikan kompres hangat hindri
normal penggunaan akohol
 Berikan miman sesuai kebutuhan
 Kolaborasi untuk pemberian
antipiretik (parasetamol)
II Setelah dilakukan tindakan  Berikan HE tentang pentingnya nutrisi
keperawatan selama 3 × 24 bagi pasien
jam, diharapkan kebutuhan  Anjurkan untuk banyak istirahat
nutrisi pasien dapat terpenuhi  Anjurkan untuk memberikan makanan
dengan KH: kesukaanya selama jauh dari kontra
 Muntah tidak ada lagi indikasi
 Mukosa bibir terlihat  Anjurkan untuk memberikan makanan
lembab yang hangat
 Porsi makan dihabiskan  Anjurkan untuk makan sedikit tapi
sering
III Setelah dilakukan tindakan  Ukur/catat haluaran urine dan berat
perawatan selama 2 x 24 jam jenis. Catat ketidak seimbangan
volume cairn adekuat dengan masukan dan haluran kumulatif
kriteria hasil :  Pantau tekanan darah dan denyut
 Tanda vital dalam batas jantung ukur CVP
normal  Palpasi denyut perifer
 Nadi perifer teraba kuat  Kaji membran mukosa kering, tugor
 Haluran urine adekuat kulit yang kurang baik dan rasa halus
 Tidak ada tanda-tanda  Kolaborasi untuk pemberian cairan IV
dehidrasi sesuai indikasi

IV Setelah dilakukan tindakan  Kaji dan identifikasi serta luruskan


perawatan selama 1 x 24 jam informasi yang dimiliki klien
ansietas keluarga/klien teratasi mengenai hipertermi
dengan kriteria hasil :  Berikan informasi yang akurat tentang
 Keluarga/klien dapat penyebab hipertermi
mengidentifikasi hal-hal  Validasi perasaan klien dan yakinkan
yang dapat meningkatkan klien bahwa kecemasam merupakan
dan menurunkan suhu respon yang normal
tubuh  Diskusikan rencana tindakan yang
 Klien/klien mau dilakukan berhubungan dengan
berpartisipasi dalam setiap hipertermi dan keadaan penyakit
tidakan yang dilakukan
 Keluarga/klien
mengungkapkan
penurunan cemas yang
berhubungan dengan
hipertermi, proses penyakit
V Setelah dilakukan tindakan  Kaji kluhan nyeri (skala 1- 10)
keperawatan 2x24 jam nyeri perubahan karakteristik nyeri,
teratasi denan kritria hasil : petunjuk verbal dan nonverbal
- Klien mengatakan tidak  Atur posisi yang nyaman pada
nyeri klien
- Skala nyeri 0  Lakukan aktivitas pengalihan pada
Klien tidak menangis klien untuk memberikan rasa
nyaman
 Bersihkan area anorektal denan
sabun dan air setelah defekasi
 Kolaborasi pemberian obat
analgetik sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC
Guyton, Arthur C. 2000. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 9. Jakarta, EGC.
Doenges,M.E.2000.Rencana Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentas Keperawatan. Jakarta:EGC.
NANDA. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA. Yogyakarta: Media
Hardy

Anda mungkin juga menyukai