Askep Hiperbilirubinemia
HIPERBILIRUBINEMIA
A. Pengertian
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu
nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus jika tidak ditanggulangi dengan
baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan
hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan dan 15 mg% pada
bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
Peningkatan kadar bilirubin dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering
ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan.
Hal ini dapat ditemukan bila terjadi peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia. Gangguan
pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini
dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan
lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan
konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran
empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas
terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi larut dalam
lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi
dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut kern ikterus. Pada
umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar
bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada
keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat
keadaan BBLR, hipoksia, dan hipoglikemia.
C. Patofisiologi
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga mekanisme pertama,
sedangkan mekanisme keempat terutama menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi.
Penyakit hemolitik atau peningkatan laju destruksi eritrosit merupakan penyebab tersering dari
pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering disebut sebagai ikterus
hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak
terkonjugasi melampaui kemampuan hati. Hal ini mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin tak
terkonjugasi dalam darah.meskipun demikian, pada penderita hemolitik berat, kadar bilirubin
serum jarang melebihi 5 mg/dl dan ikterus yang timbul bersifat ringan serta berwarna kuning
pucat. Bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air, sehingga tidak dapat diekskresi dalam urin
dan tidak terjai bilirubinuria. Namun demikian terjadi peningkatan pembentukab urobilinogen
(akibat peningkatan bebab bilirubin terhadap hati dan peningkatan konjugasi serta ekskresi),
yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam feses dan urine. Urine dan feses
berwarna lebih gelap.
Beberapa penyebab lazim ikterus hemolitik adalah Hb abnormal (hemoglobin S pada anemia sel
sabit), eritrosit abnormal (sferositosis herediter), antibody dalam serum (inkompatibilitas Rh atau
transfuse akibta penyakit hemolitik autoimun), pemberian beberapa obat, dan peningkatan
hemolisis. Sebagian kasus ikterus hemolitik dapat disebabkan oleh suatu proses yang disebut
sebagai eritropoesis yang tidak efektif. Proses ini meningkatkan destruksi eritrosit atau
prekursornya dalam sumsum tulang (talasemia, anemia pernisiosa, dan porfiria).
Pada orang dewasa, pembentukan bilirubin yang berlebihan yang berlangsung kronis dapat
menyebabkan terbentuknya batu empedu yang mengandung sejumlah besar bilirubin, di luar itu,
hiperbilirubinemia ringan umumnya tidak membahayakan. Pengobatan langsung ditujukan untuk
memperbaiki penyakit hemolitik. Akan tetapi, kadar bilirubin tak terkonjugasi yang melebihi 20
mg/dl pada bayi dapat menyebabkan terjadinya kernikterus.
E. Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Pada
kern ikterus, gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain:
· Bayi tidak mau menghisap
· Letargi
· Mata berputar2
· Gerakan tidak menentu (involuntary movements)
· Kejang tonus otot meninggi
· Leher kaku
· Opistotonus
F. Manifestasi klinis
Menurut Wong (2005)
waktu timbulnya ikterus berkaitan erat dengan penyebaran ikterus.
- Timbul pada hari pertama: inkompabilitas ABO/Rh, infeksi intra uteri, toksoplasmosis.
- Hari ke-2 dan ke-3: ikterus fisiologis
- Hari ke-4 dan ke-5: Ikterus karena ASI
- Setelah minggu pertama: Atresia ductus pasca choleductus, infeksi pasca natal, hepatitis
neonatal
Jaundice (kulit menjadi kuning)
- Pertama kali muncul pada kepala dan berangsur2 menyebar pada abdomen dan bagian tubuh
yang lain
- Kuning terang orange: unconjugated bilirubin
- Kuning kehijauan: Conjugated bilirubin.
G. Penatalaksanaan medis
1. Pencegahan
Hiperbilirubin dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan cara:
a. Pengawasan antenatal yang baik
b. Menghindari obat2an yang dapat meningkatkan ikterus pada masa kehamilan dan kelahiran,
misalnya sulfat furazol, oksitosin, dsb.
c. Pencegahan pengobatan hipoksin pada janin dan neonatus
d. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus
e. Pemberian makanan dini
f. Pencegahan infeksi
2. Penanganan
Fototherapy
Fototherapy dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti untuk
menurunkan bilirubin, memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan
menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototherapy menurunkan kadar bilirubin dengan cara
memfasilitasi ekskresi biliar bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang
diabsorpsi jaringan mengubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang
disebutfotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme
difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan dikirim ke hati. Fotobilirubin
kemudian bergerak ke empedu dan diekskresi ke dalam duodenum untuk dibuang bersama feses
tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi
bilirubin dapat dikeluarkan melalui urin. Fototherapy mempunyai peranan dalam mencegah
peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis.
Secara umum fototherapy harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4 – 5 mg/dl pada bayi
dengan proses hemolisis yang ditandai dengan adanya ikterus pada hari pertama kelahiran.
Mekanisme: menimbulkan dekomposisi bilirubin, kadar bilirubin dipecah sehingga mudah larut
dalam air dan tidak toksik, yang dikeluarkan melalui urin (urobilinogen) dan feses (sterkobilin).
Terdiri dari 8 – 10 buah lampu yang tersusun parallel 160 – 200 watt, menggunakan cahaya
fluorescent (biru atau putih), lama penyinaran tidak lebih dari 100 jam. Jarak bayi dan lampu
antara 40 – 50 cm, posisi berbaring tanpa pakaian, daerah mata dan alat kelamin ditutup dengan
bahan yang dapat memantulkan cahaya (karbon, dll), posisi diubah setiap 1-6 jam. Dapat
dilakukan sebelum atau sesudah transfuse tukar.
Transfusi pengganti
Transfusi pengganti atau intermediet diindikasikan adanya faktor2:
1. Titer anti Rh dari 1 : 16 pada ibu
2. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir
3. Penyakit hemolisis pada bayi baru lahir perdarahan 24 jam pertama
4. Test Coombs positif
5. Kadar bilirubin direk <3,5 mg/dl pada minggu pertama
6. Serum bilirubin indirek <20 mg/dl pada 48 jam pertama
7. Hb >12 gr/dl
8. Bayi dengan hidrops saat lahir
9. Bayi pada resiko terjadi kern ikterus
Tranfusi pengganti digunakan untuk:
1. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap antibody maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (peka)
3. Menghilangkan serum bilirubin
4. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan bilirubin.
Transfusi tukar
Tujuan: menurunkan kadar bilirubin dan mengganti darah yang terhemolisis. Indikasi: pada
keadaan kadar bilirubin indirek 20 mg/dl atau bila sudah tidak dapat ditangani dengan
fototherapy, kenaikan bilirubin yang cepat yaitu 0,3-1 mgz/jam, anemia berat pada neonatus
dengan gejala gagal jantung, atau bayi dengan kadar Hb tali pusat 14 mgz dan uji coombs direk
(+).
Terapi obat
Antibiotic diberikan bila terkait dengan adanya infeksi.
Pada Rh inkompabiliti diperlukan transfuse darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh
negative whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang
pendek. Setiap 4 – 8 jam kadar bilirubin harus dicek. Hb harus diperiksa setiap hari untuk
menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mensekresinya. Obat ini efektif
baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan.
Penggunaan penobarbital pada postnatal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya
(letargi). Colistrisin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine hingga
menurunkan siklus enterohepatika.
H. Klasifikasi
Penggolongan hiperbilirubin berdasarkan terjadinya ikterus:
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
Penyebab ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sbb:
· Inkomtabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain
· Infeksi intra uterin (virus, toksoplasma, syphilis, dan kadang2 bakteri)
· Kadang2 oleh defisiensi enzim G6PD
Px yang perlu dilakukan:
· Kadar bilirubin serum berkala
· Darah tepi lengkap
· Golongan darah ibu dan bayi
· Test coombs
· Px skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsy hepar bila perlu
2. Ikterus yang timbul 24 – 72 jam sesudah lahir
· Biasanya ikterus fisiologis
· Masih ada kemungkinan inkomtabilitas darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal ini diduga
kalau kenaikan kadar bilirubin cepat misalnya melebihi 5 mg%/jam
· Defisiensi enzim G6PD atau enzim eritrosit lain juga masih mungkin
· Polisitemia
· Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis, perdarahan hepar, sub kapsula, dll)
Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka px yang perlu dilakukan:
· Px darah tepi
· Px darah bilirubin berkala
· Px skrining enzim G6PD
· Px lain bila perlu
3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama
· Sepsis
· Dehidrasi dan asidosis
· Defisiensi enzim G6PDpengaruh obat2
· sindromaCriggler-Najar, sindroma gilbert
4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
· Karena ikterus obstruktif
· Hipotiroidisme
· Breast milk jaundice
· Infeksi
· Hepatitis neonatal
· Galaktosemia
Px lab. Yang perlu dilakukan:
Px bilirubin berkala
Px darah tepi
Skrining enzin G6PD
Biakan darah, biopsy hepar ada indikasi
I. Pengkajian
1. Riwayat orang tua
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, polisitemia, infeksi,
hematoma, obstruksi pencernaan, dan ASI.
2. Px fisik
Kuning, pallor konvulsi, letargi, hipotonik, menangis melengking, refleks menyusu yang lemah,
iritabilitas.
3. Pengkajian psikososial
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orangtua.
4. Pengetahuan keluarga, meliputi:
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga lain yang
memiliki penyakit yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari hiperbilirubinemia.
J. Dx Keperawatan
Defisit volume cairan b.d tidak adekuatnya intake cairan, fototherapy, dan diare.
Peningkatan suhu tubuh b.d efek fototherapy
Gangguan integritas kulit b.d hiperbilirubinemia dan diare
Gangguan parenting b.d perpisahan
Kecemasan orang tua b.d therapy yang diberikan pada bayi
Resiko tinggi trauma b.d efek fototherapy
Resiko tinggi trauma b.d transfuse tukar
K. Intervensi
Dx I: Defisit volume cairan b.d tidak adekuatnya intake cairan, fototherapy, dan diare
NOC: Cairan tubuh neonatus adekuat
NIC:
· Catat jumlah dan kualitas feses
· Pantau turgor kulit
· Pantau intake output
· Beri air diantara menyusui atau memberi susu botol
Dx II: Peningkatan suhu tubuh b.d efek fototherapy
NOC: Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan
NIC:
· Beri suhu lingkungan yang netral
· Pertahankan suhu antara 35,5 – 37oC
· Cek tanda vital tiap 2 jam
Dx III: Gangguan integritas kulit b.d hiperbilirubinemia dan diare
NOC: Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan
NIC:
· Kaji warna kulit tiap 2 jam
· Pantau bilirubin direk dan indirek
· Ubah posisi tiap 2 jam
· Masase daerah yang menonjol
· Jaga kebersihan kulit dan kelembabannya
Dx IV: Gangguan parenting b.d perpisahan
NOC: orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment”, orang tua dapat
mengekspresikan ketidakmengertian proses bounding
NIC:
· Bawa bayi ke ibu untuk disusui
· Anjurkan orang tua untuk mengajak bicara anaknya
· Libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan
· Dorong orang tua mengekspresikan perasaanya
Dx V: Kecemasan orang tua b.d therapy yang diberikan pada bayi
NOC: Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi gejala2 untuk disampaikan
pada tim kesehatan.
NIC:
· Kaji pengetahuan keluarga klien
· Beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning
· Proses therapy dan perawatannya
· Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi di rumah
Dx VI: Resiko tinggi trauma b.d efek fototherapy
NOC: neonatus akan berkembang tanpa disertai tanda2 gangguan akibat forotherapy
NIC:
Tempatkan neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya, biarkan bayi dalam keadaan
telanjang kecuali mata dan daerah genitalia serta bokong ditutup dengan kain yang memantulkan
cahaya, usahakan agar penutup mata tidak menutupi hidung dan bibir, matikan lampu, buka mata
untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8 jam, buka penutup mata setiap akan disusui, ajak
bicara dan berikan sentuhan setiap memberikan perawatan.
Dx VII: Resiko tinggi trauma b.d transfuse tukar
NOC: Transfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi
NIC:
Catat kondisi umbilical jika vena umbilical yang digunakan, basahi umbilical dengan NaCl
selama 30 menit sebelum melakukan tindakan, bayi puasa 4 jam sebelum tindakan, pertahankan
suhu tubuh bayi, catat jenis drah dan Rh ibu serta darah yang akan ditransfusikan adalah darah
segar, pantau tanda vital selama dan sesudah transfuse, siapkan suction bila diperlukan, amati
adanya gangguan cairan dan elektrolit, apneu, bradikardi, kejang, monitor px lab sesuai program.
Diposting oleh ners_qeets di 23.44
Posting Komentar
NERS
Pengikut
Arsip Blog
▼ 2009 (21)
o ▼ Oktober (19)
Askep Respiratory Distress Sindrome
Askep Hepatitis A
Askep Apendisitis
Askep Gagal napas
Askep Asma
Askep Skoliosis
Askep Osteomalasia
Askep Artritis Reumatoid Juvenil
Askep Osteoporosis
Askep Pioderma
Askep Amputasi
Askep Hiperbilirubinemia
Askep BBLR
Askep Asfiksia
Askep Ventrikel septum defek
Askep Tetralogi Fallot
Askep gagal ginjal kronik
askep Gagal ginjal Akut
Askep Anemia
o ► Juni (2)
Mengenai Saya
ners_qeets
qit cuma cwe biasa2 aj..tp dengan diri yang biasa ini, qit harap bisa menciptakan sesuatu
yang luar biasa.. disini qit tulis asuhan keperawatan berbagai penyakit,dan info kesehatan
lainnya. smoga informasi bermanfaat bagi teman2 perawat dan bagi semua orang.
Lihat profil lengkapku